"Ya, bibi ketakutan karena ular," kata Qiao Pan'er masih dengan perasaan ngeri saat mengingatnya. "Aku juga tidak tahu dari mana datangnya dua ular itu. Saat bibi keluar rumah, dia hampir menginjaknya. Aku sangat takut. Untung kakek ada di rumah, dia yang menangani ular itu. Kalau ular itu masuk ke rumah, pasti jadi masalah besar."
Pertengahan Maret adalah saat ketika ular mulai bangun dari hibernasi. Pada awal April hingga awal Mei, mereka akan keluar untuk mencari makan dan kawin.Meskipun sekarang awal April, kemunculan ular pada siang hari untuk berjemur mungkin saja terjadi. Namun, setelah pukul empat sore saat cuaca mulai dingin, kemungkinan ular keluar sangat kecil. Jiang Xi merasa ada yang tidak beres dengan kejadian ini.Qiao Pan'er melanjutkan, "Kakek juga bilang ular itu beracun. Kak Xi, menurutmu ular itu akan kembali lagi?""Tidak akan. Kalau ular itu berani kembali, aku berani menangkapnya dan merendamnya dalam alkohol," kata JiangDia mengangkat senter dan menerangi wajah orang itu, wajah yang asing. Aneh! Ye Chenfei memutar lengan orang itu dengan keras dan membentaknya dengan suara tegas, "Siapa kamu, dan apa yang kamu lakukan di sini?" "Aku hanya lewat, kenapa kamu menangkapku!" orang itu berusaha berkilah. Ye Chenfei mempererat cengkeramannya dan menekan lutut orang itu hingga dia jatuh berlutut dengan rasa sakit yang luar biasa. "Pelan-pelan… lenganku mau patah! Aku benar-benar hanya lewat." "Kalau begitu, kenapa kamu mengendap-endap dan mengintip di depan rumahku? Mau mencuri sesuatu atau punya niat jahat?" Jiang Xi mulai merasa curiga, mengingat dia tidak pernah bermusuhan dengan siapa pun, apalagi orang ini tampak asing. Dia teringat kejadian saat bibinya hampir diserang oleh ular. Orang itu tampak gugup tetapi masih bersikeras, "Siapa yang mengendap-endap? Kalian ini masih muda, tapi sudah curigaan. Apa sekarang orang tidak bo
Jiang Xi tidak bisa memikirkan jawabannya. Bibi melahirkan lebih awal karena ular, dan sekarang ini lagi-lagi soal ular. Jika ada orang yang punya dendam dengan bibi dan dirinya sekaligus, mungkin hanya Fangfang. Fangfang masuk ke kamp kerja paksa karena Jiang Xi membongkar rencananya. Namun, dia masih berada di kamp kerja paksa, mana mungkin bisa mengendalikan semuanya dari jauh, bukan? Tidak bisa begitu saja mengambil kesimpulan, besok dia akan meminta kakeknya untuk menyelidiki Fangfang. Tentu saja, kemungkinan pelakunya adalah orang lain, karena tidak ada yang pasti dalam situasi seperti ini. Bagaimanapun, saat ini, dia harus lebih waspada. Yuanbao dikembalikan oleh Ye Chenfei sekitar pukul satu dini hari. Anak itu sudah cukup banyak melihat hal-hal baru. Dia tidak merasa ngantuk sepanjang malam, malah terlihat sangat bersemangat. Lebih tepatnya, sangat antusias. “Kakak harusnya lihat sendiri tadi. Orang itu kencing di celananya. Dia benar-ben
"Serahkan ke polisi," Sun Dashan setuju. Setelah menginterogasi sepanjang malam, dia merasa lelah, dan pria ini masih sekeras batu. Orang yang berani mencelakai keluarganya tidak bisa dibiarkan begitu saja, masalah ini harus segera diusut tuntas. Er Lu, yang juga kelelahan dan kehausan, tetap tidak mau mengakui kesalahannya meskipun hampir tak sanggup lagi. Dengan wajah sengsara, dia berkata, "Aku sudah bilang aku tidak mencelakai siapa pun. Kenapa kalian tidak percaya? Biarkan aku pulang! Di rumahku ada ibu yang sudah tua dan anak kecil yang masih menyusu. Aku hanya menangkap beberapa ular untuk dimakan. Kenapa kalian begitu keras padaku?" "Jelaskan saja kepada polisi!" Ye Chenfei mengangkatnya dan mendorongnya keluar. Namun, salah satu kakinya terkilir, membuatnya tak mampu berdiri. Jika rencananya adalah membuatnya melarikan diri, kaki yang terkilir jelas menjadi masalah. Jiang Xi pun bekerja sama, berkata, "Kak Chenfei, kalau kamu an
Ye Chenfei memiliki pemikiran yang serupa dengan Jiang Xi, dan segera mengikuti jejaknya. Dalam hal keterampilan menguntit, dia tampaknya berbakat secara alami. Meskipun Er Lu sangat waspada, takut diikuti, dia tetap tidak menyadari keberadaan Ye Chenfei. Tujuan Er Lu sangat jelas, dan akhirnya dia berhenti di sebuah hutan dekat kamp kerja paksa. Hutan ini berada di luar wilayah pengawasan kamp, dan lokasinya cukup tersembunyi. Kamp kerja paksa tersebut berada di sebelah barat sungai, dan di seberang sungai adalah lahan pertanian. Tugas sehari-hari para narapidana di kamp ini adalah memperkuat tanggul, bercocok tanam, mengumpulkan pupuk, dan pekerjaan kasar lainnya. Selain kerja paksa, mereka juga harus menerima pendidikan ideologis. Tidak ada yang berani kabur, karena hukuman kabur adalah penambahan hukuman penjara hingga lima tahun. Ye Chenfei, yang pernah berada di sana, sangat paham dengan medan tersebut. Er Lu bersandar di pohon dan mulai m
Fangfang menyembunyikan sisa roti pipihnya dengan hati-hati, kemudian perlahan membuka pintu dan dengan diam-diam mengintip ke arah ranjang. Di atas ranjang, seorang pria yang tampak sedikit mabuk sedang duduk. Begitu melihat Fangfang, dia langsung mengambil cangkir dan melemparkannya ke arahnya. Dengan wajah murka, dia bertanya, "Kamu ke mana tadi?" Fangfang sudah menduga pria itu akan marah, lalu dengan manis mendekat sambil berkata, "Jangan segalak itu, aku cuma keluar sebentar buat menghirup udara segar, aku nggak akan lari kok." Pria itu langsung membalikkan tubuhnya dan menekan Fangfang ke ranjang, mencengkeramnya dengan kasar sambil berkata dengan suara dingin, "Kalau kamu berani lari, aku akan mengembalikanmu ke tempat dari mana aku membawamu keluar. Kalau kamu nggak bisa melahirkan anak laki-laki, seumur hidupmu kamu nggak akan bisa lepas dari aku." "Aku akan melahirkan anak laki-laki untukmu, pasti." Fangfang tersenyum sambil
"Kakak, Kakak...." "Kakak, cepat bangun." "Kakak, Ibu sudah meninggalkan kita, kakak juga mau meninggalkan kita...huhuhu...." "Kakak, huhuhu...." Jiang Xi digoyang-goyangkan sampai kepala sakit, dengan berat membuka mata. Empat orang anak kecil dengan tinggi yang berbeda, tubuh kotor serta wajah yang penuh dengan air mata dan ingus, menangis sejadi-jadinya. Dia kaget, dengan otomatis mengeserkan tubuhnya dan tidak sengaja memegang sesuatu yang dingin dan kering, langsung membuatnya terduduk. Kenapa di sini ada jenazah? Sebuah tangan hitam memegangnya, dengan menangis tersedu-sedu berkata: "Kakak....untung kakak masih hidup....huhuhu..." Jiang Xi lansung menarik kembali tangannya. Baru menyadari tangannya tidak seperti tangannya, baju juga bukan bajunya. Langung memegang wajah yang kurus kering, jelas bukan wajahnya. Tatapan mata melihat ke sekujur tubuh. Baju yang sudah tidak terlihat warna aslinya, membuat suasana hati menjadi buruk. Membuat sekujur tubuhnya merinding.
Bibi ketiga karena Ibu Jiang Zhaodi meninggal sudah merasa bersalah, lalu mendengar perkataan yang mengangkatnya, jadi tidak enak menyalahkan Jiang Zhaodi di depan orang banyak. Dia pura-pura menghapus air matanya, "Kamu ngomong apa, ini kakak ipar saya. Saya berlutut di sini wajar, cepat kalian juga berlutut dan memberikan hormat." Jiang Xi dan empat anak lainnya berlutut satu baris. Empat anak tidak mengerti mengapa harus memberi hormat, tetapi tahu ini adalah perpisahan mereka dengan Ibu. Adik kedua Yuanbao memberi sujud sampai jidatnya merah. Adik ketiga Mibao menempelkan satu wajahnya ke tanah sehingga wajahnya penuh dengan tanah. Adik keempat Maimiao dengan tubuh lemas dan wajah yang pucat. Xiaoshitou yang terus memberikan hormat tanpa henti, ditahan oleh Jiang Xi. Jiang Xi lalu mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang membantu, merekapun mulai meninggalkan tempat. Pacar bibi mengulur waktu agar untuk pergi, dengan sengaja mengatakan, "Kita harus kembali melanjutkan
Setelah nenek mendengar permintaan bertambah sedikit, langsung menyetujuinya. Selanjutnya, Jiang Xi diskusi dengan nenek langkah selanjutnya, baru kembali ke gerbang desa. Bibi ketiga melihat dia tidak membawa orang untuk membantu, langsung bertanya: "Tidak menemukan orang untuk membantu?" Jiang Xi menjawab sambil mengigit bibir bawahnya, "Ada yang mau membantu, tapi mereka melihat saya anak kecil, tidak ada yang percaya." Bibi ketiga mengerutkan kening, "Lalu bagaimana?" Jiang Xi berpikir sebentar dan berkata: "Bagaimana kalau bibi pergi bersama saya. Jika ada bibi, mereka akan percaya. Yuanbao mereka pasti sudah lapar juga, beberapa hari tidak makan. Saya lihat keluarga itu baru selesai masak, bakpaonya lebih besar dari tinju paman, kita pergi minta beberapa." Bibi ketiga melihat pacarnya, lalu pacarnya menganggukan kepala. Yuanbao mengedip mata dan bertanya: "Kakak, benar ada makanan?" Jiang Xi menganggukan kepala, "Iya, keluarga itu membuat 1 panci besar! "Kalau begitu, b