Pagi di bulan September itu dingin dan seperti hari sebelumya, cuaca tidak begitu cerah. Senin adalah hari favorit Aaron Xavier, karena ia sangat suka bekerja. Namun pagi itu langkah kaki Aaron bukan melangkah menuju perusahaannya.Kaki Aaron sudah menapak sempurna di depan Craven Cottage lengkap dengan pakaian serba biru gelap, khusus untuk bermain hoki, sedang ditangan kanannya sebuah hockey stick sudah dipegang erat.“Apa semalam sebuah meteor jatuh di London?” Suara berat seorang pria melangkah mendekati Aaron dari arah belakang.Tanpa menoleh Aaron sudah bisa mengenali suara itu. Felix Dalles, sepupu dari pihak ibunya berdiri tepat disamping Aaron.Aaron menoleh singkat dengan tatapan dingin, sedingin ice yang membuat Fellix menggelengkan kepala acuh tak acuh.“Ada project mu yang gagal? Atau bibi Gisel membuat masalah lagi?” Felix tertawa lebar. Ia sudah mengenal Aaron sejak kecil, hampir seluruh pria didalam keluarganya menyukai olahraga hoki ini kecuali Aaron, jika ia bisa ber
"Tidak, Ayana!” Sentak Mattew begitu sadar dengan apa yang baru saja ia dengar. Pria jangkung itu berjalan ke arah meja kerja Ayana. “Omong-omong kau masih punya pasien?” Tanya Mattew setelah menyadari bahwa ia terlalu berisik. “Untungnya sudah tidak ada, kalau tidak kau hanya akan membuat pasien ku semakin sakit.” Ayana mendengus kesal lalu menyandarkan b*kongnya di tepi meja sembari melipat kedua tangannya di depan dada.Mattew mengangguk kecil lalu menatap serius Ayana, “Kau serius dengan ucapan mu tadi?” Tanya Mattew lagi.Ayana menggigit bibirnya pelan kedua bola matanya bergerak-gerak mencari ide di atas langit-langit ruangan tersebut.Akhir-akhir ini, terutama setelah ia kembali ke London, Ayana merasa sering sekali menemui kesialan, tidak ada yang benar dalam hidupnya. Dari sejak hari pertama ia menginjakan kakinya di mansion mereka, ia sudah bertemu dengan Aaron Xavier, lalu setelah itu kesialan-kesialan terus membuntutinya. Rasanya tidak ada yang benar terkecuali deng
Ayana menggelengkan kepalanya tidak percaya pada pandangannya saat ini, iris mata haselnya menatap lurus pada sosok tampan Aaron yang berjalan lurus menyusuri lobi rumah sakit tersebut dengan serangkaian buket bunga berwarna merah yang membuatnya semakin mencolok ditengah-tengah suasana rumah sakit yang berwarna putih.Ayana nyaris gila karena warna bunga tersebut mulai mengundang tatapan para gadis muda yang berada disana, oh tidak sepertinya bukan karena warna bunga itu, namun karena ketampanan Aaron yang terlalu sempurna.Shit! Ayana yakin ia pasti gila karena ia baru saja memuji ketampanan Aaron.Ayana memegang erat tas nya lalu membawa pandangannya ke sekitar, semua mata terus tertuju pada Aaron. Ayana tidak cukup yakin apakah buket bunga itu untuk partner bisnis nya yang bernama Robert atau mungkin ada partner bisnis lainnya yang sedang dirawat di rumah sakit ini.Aaron terus melangkah, hingga tidak ada waktu bagi Ayana untuk menghindari Aaron yang terlihat semakin mendekatinya.
‘Bernapas Ayana…’ Ayana sibuk mengutuk pikiran kotornya sendiri saat melihat bibir Aaron. Sial, Aaron pasti bukan pria perokok, warna bibirnya semerah warna jambu dan mulutnya wangi. “Aaron…” Ayana menghentikan ucapannya sendiri saat mendengar suara yang sangat memalukan dari perutnya sendiri. Oh Tuhan.Ayana menundukan kepalanya dalam-dalam didepan dada Aaron mencoba menahan malu saat senyum kecil pria itu mengembang.“Sebaiknya kita makan malam.” Bisik Aaron dengan senyum usilnya lalu menarik Ayana menuju mobilnya sendiri.“Aaron, kau tidak bisa seperti ini.” Protes Ayana mencoba menahan Aaron yang terus menariknya. Aaron seolah tidak peduli jika ada yang melihat mereka.“Masuk.” Aaron mendorong tubuh langsing Ayana masuk ke dalam mobilnya dan langsung memasang seat belt ketika ayana sudah duduk. Buket bunga besar itu masih di pegangnya.Setelah memastikan Ayana tidak akan melepas seat beltnya dan melompat keluar, Aaron baru berjalan mengitari porche mahalnya itu dan langsung duduk
Ayana melipat kedua tangannya di depan dada menatap tidak percaya pada Aaron yang tiba-tiba saja terlihat marah padanya.Ayana kehabisan kata-kata dan ia sebenarnya ia tidak mengerti apa yang terjadi pada Aaron hingga ia bertingkah gila seperti ini.“Ada yang bisa ku bantu?” Ayana mengedarkan pandangannya pada berbagai jenis bahan masakan yang sudah dikeluarkan Aaron dari lemari dingin. Alih-alih marah, satu-satunya yang bis ia lakukan sekarang adalah membantu Aaron memasak dengan cepat karena perutnya sudah sangat lapar.Aaron menggulung lengan kemeja nya saat mendongak menatap Ayana dengan serius.“Kau tidak marah?” Tanya Aaron penasaran. Biasanya Ayana sudah pasti akan meneriakinya brengsek karena selalu sesuka hati mengaturnya.Ayana mengambil beberapa kentang lalu mulai mencucinya sebelum memotong dadu.“Kau kira aku punya tenaga untuk berdebat dengan mu setelah kau membuang cokelat-cokelat nya dan membuatku kelaparan?” Tandas Ayana malas.“Baiklah, aku akan segera membuat
Ayana membisu, tidak memberi penolakan ataupun persetujuan. Ayana benar-benar mabuk, bukan karena wine, namun karena sentuhan gila Aaron padanya.Ayana yakin ia pasti sudah gila karena tidak menolak Aaron, bagaimana bisa ia berkhianat pada Hana disaat dirinya pun menginginkan sentuhan Aaron padanya.Ah tidak! Kali ini dokter cantik itu bahkan melumat bibir Aaron yang mendamba. Bibir Aaron adalah figure sempurna yang diciptakan Tuhan untuk ia nikmati.Balasan Ayana pada bibir Aaron membuat CEO tampan itu tak tahan lagi. Jika tadi ia mabuk oleh kemarahan karena cemburu pada sepupu nya sendiri maka sekarang ia mabuk karena gairahnya yang meledak-ledak untuk dokter cantik itu. Aaron mabuk kepayang! Sial, apa lagi?“I want to f*ck you,” bisik Aaron pelan tepat didepan wajah Ayana yang memerah, ujung ibu jarinya mengusap bibir Ayana yang lembab dan tentunya membengkak karena ciuman balasannya yang begitu agresif.Ayana terdiam, napasnya memburu, tidak ada satu pun yang akan menyangkal jika
Aaron mulai menyentak Ayana dengan pelan hingga luar biasa cepat membuat desahan nama Aaron terus berkumandang dari suara merdu Ayana. Aaron semakin gila.Aaron berani bersumpah bahwa Ayana sangat nikmat. Meniduri wanita yang sudah lama mengisi hatinya adalah impian Aaron selama ini.“Aahh, Aaron kau akan membunuh ku.” Racau Ayana menerima hentakan-hentakan dashyat Aaron.“Ssttt! Nikmatilah, kau tidak akan kesakitan setelah ini.”Dan setelah bisikan Aaron tersebut, Ayana memang tidak merasakan sakit apapun selain rasa nikmat teramat parah yang diberikan pria itu kepadanya.Ayana tidak mampu menjelaskan rasanya, karena pengalaman pertamanya berhubungan s*x adalah dengan Aaron. Namun, yang jelas, inti tubuhnya terasa penuh oleh junior Aaron dibawah sana.“Hhhh…”“Hhhh…”Aaron dan Aaron mengerang hebat pada detik yang sama, keduanya mencapai puncak gairah secara bersamaan.“Akhirnya…” Aaron menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Ayana, masih menindih tubuh langsing gadis itu. “Tidak ada
Bibir Ayana melengkung ke bawah saat ia melangkah keluar kamar meninggalkan Aaron yang sedang mandi.Dengan kaki kosongnya Ayana melangkah menyusuri mansion besar itu, kesan majestic dari luar mansion yang tercipta semalam rasanya pagi ini telah sirna diganti dengan pemandangan serba hijau yang membuat matanya akan semakin sehat. Setelah menatap wajah seorang pria tampan yang menyebalkan pagi ini.“Cih, aku sangat yakin dia punya dua kepribadian. Sebentar-sebentar dia terlihat sangat manis dan romantis tapi kemudian berubah kasar dan kejam seperti… ya seperti seharusnya karakter seorang Aaron Xavier yang sebenarnya.”Ayana baru saja menyesal, seharusnya dulu ia mengambil spesialis kedokteran jiwa dan menjadi seorang psikiater alih-alih menjadi seorang dokter spesialis bedah saraf.Langkah Ayana semakin jauh meninggalkan bagian belakang mansion yang masih juga terlihat sepi. “Apa tidak ada orang disini? Lalu dimana pria yang semalam?” Ayana memejamkan matanya sesekali demi menghirup da
Dari balik pintu kamarnya Hana bersandar tegang dengan urat tangan yang membiru, terkepal kuat menahan kemarahan yang siap meledak. Pendengarannya tentu saja tidak bermasalah untuk mendengar dengan begitu jelas bagaimana Aaron dan Ayana mengaku saling mencintai tanpa pemaksaan.Oh Apa ini? Dia sungguh melewatkan banyak hal! Ia sungguh bodoh karena percaya bahwa Ayana memiliki hati paling tulus di antara semua wanita yang tidak akan menyakitinya. Nyata nya, adik angkatnya itu telah menusuknya begitu dalam hingga rasanya ia nyaris mati dengan rasa sakit saat ini.Lalu Aaron? Selama bertahun-tahun Aaron hanya menganggapnya sebagai teman karena ia menghargai Henry? Cih, Aaron pasti bercanda!Pria itu selalu menatapnya dengan penuh nafsu setiap kali mereka bertemu dan ia tentu saja bukan wanita bodoh dan polos yang tidak bisa mengartikan arti tatapan Aaron. Tubuhnya jelas sangat menarik, kecantikannya? Tentu saja jangan di tanya, hampir seluruh London selalu memuji kecantikannya.Tapi sial
“Apa kau suka?” Tanya Ayana dengan senyum kecilnya setelah kenikmatan besar yang ia berikan pada senjata milik kekasihnya itu.Aaron menarik sudut bibirnya setelah merasa khawatir pada Ayana tadi. Ia mengangguk pelan dan mengecup bibir Ayana lembut.“Sangat luar biasa, aku sangat menyukainya.” Bisik Aaron lalu segera mengangkat tubuh langsing Ayana ke atas wastafel, ia kembali menarik turun lengan dress Ayana dan menghisap puting payudara wanitanya itu dengan rakus.“Ah… lagi sayang.” Desah Ayana menekan kepala Aaron yang menjilat dan mengulum ujung payudaranya.“Hmm,” Aaron membuka mulutnya dan menghisap dengan kuat, matanya terpejam menikmati dua bola kembar favoritnya itu secara bergantian.Lidah dan mulutnya sibuk menjilat, menghisap dan mengulum puncak kembar nan sempurna itu, sedang tangan kirinya terus meremas dan memberi pijatan-pijatan sensual pada payudara yang lainnya.“Slurpp, enak sayang?” Tanya Aaron dengan napas memburu.“Shhh, eat me!” Desah Ayana.“Hm…” Aaron memindah
Tidak ada yang lebih menenangkan bagi Ayana saat Aaron memegang wajahnya dengan tangan kanan pria itu sedangkan tangan kirinya terus mengusap lembut punggung rampingnya saat ciuman itu terus berlanjut.Jika Ayana boleh jujur, Aaron mengalami kemajuan dalam hal ini, tidak… bukan pada teknik berciumannya, tentu saja pria itu sudah sangat hebat soal yang satu ini, namun pada bagaimana ciuman yang diberikan Aaron padanya bukan hanya sekedar tentang nafsu pria itu, tetapi juga soal pria itu bisa menenangkannya dengan cara tersebut.Dulu Ayana selalu merasa Aaron selalu menyentuhnya dengan penuh nafsu dan hanya ingin memenuhi ego nya, tetapi setiap harinya, sentuhan Aaron semakin lembut dan membuatnya tenang meskipun terkadang Aaron cukup agresif. Namun tentu saja Ayana menyukainya. Ia menyukai bagaimana cara Aaron menyentuhnya begitu sesuai dengan setiap suasananya.Ayana melepas bibirnya dari bibir Aaron saat tangan kanan Aaron mulai bergerak masuk dari belahan rok nya. Tangannya buru-bur
Di ujung ranjang di dalam kamar Hana, Ayana berdiri mematung menerima semua bentakan dan umpatan kebencian Hana pada nya saat ini. Air matanya membendung saat Hana berteriak dengan suara bergetar.“Aku minta maaf…”“Apa kau akan berhenti berhubungan dengan Aaron jika aku memaafkan mu hah?” Tanya Hana dengan tatapan tajam menusuk pada Ayana yang mendadak membeku.“Hana…”“Shiittt!” Hana mendorong keras tubuh Ayana hingga kepala adiknya itu membentuk ke ujung meja rias. “Kau jelas sangat ingin pamer karena berhasil merebut Aaron dari ku bukan? Oh Ayana apa kau begitu murahan hingga berganti pria dengan begitu mudahnya hah?”Ayana meringis memegang keningnya menahan rasa sakit dan pusing yang mendera, matanya berkunang namun Ayana berusaha bangkit berdiri meski sulit.Sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk bicara dengan Hana. Ucapan Henry benar, ia harus memberi mereka waktu.“Dengar Hana, aku tidak akan memikirkan apa yang kau katakan pada ku barusan, kita bicara setelah kau tenang.
Ayana menyelipkan sebagian rambut tebalnya ke belakang telinga seraya melepaskan tatapannya dari punggung Gisel Xavier yang sudah menghilang di balik pintu.“Sepertinya dia tidak menyukai ku.” Ucap Ayana pelan, sedang Jane terus menatap serius padanya. Menunggu hingga bunyi tertutup dengan sempurna.“Ayana?” Panggil Jane pelan. “Sekarang katakan kenapa kau berada di mansion Aaron? Alasannya pasti bukan karena kakak mu tentu saja. Mom mengenal kalian bertiga dengan baik.” Tanya Jane tiba-tiba dengan raut wajah serius membuat debar jantung Ayana tiba-tiba berpacu kencang.Tidak ada darah Jane yang mengalir dalam tubuhnya, namun Ayana selalu yakin koneksi antar mereka begitu kuat sejak ia dibawa ke rumah keluarga Giordano.Ayana tidak pandai berbohong, jadi setiap kali ia mencoba untuk tidak mengatakan hal yang sebenarnya seluruh anggota keluarga itu pasti tahu jika ia berbohong. Saat ia merasakan patah hati, sedih dan sakit semua orang ikut merasakan sakit yang sama dengannya. Saat ia b
Ayana meletakan potongan terakhir buah pear ke dalam piring berisi banyak potongan buah lantas membawanya mendekat pada Jane.“Mom, biar aku membantu mu makan.” Ayana memasukan sepotong buah pada Jane tanpa menatap Gisel yang masih melihatnya dengan penuh permusuhan.“Terima kasih, sayang.” Ucap Jane dengan penuh senyuman.“Sangat bagus memiliki anak perempuan, kau sangat beruntung memiliki dua anak perempuan, Jane.” Jeda. “Tapi bagaimana pun anak yang memiliki hubungan darah dengan kita akan lebih menyayangi mu.” Ucap Gisel membuat Jane tiba-tiba berhenti mengunyah.Sedang garpu yang di pegang Ayana menggantung di udara kosong.“Gisel, kau tahu Ayana…”“Oh ya, maaf aku nyaris lupa karena tidak pernah bertemu dengannya selama ini. Dia sudah benar-benar mirip seperti putri kandung mu.” Ucap Gisel di ikuti dengan tawa renyahnya.Ayana memejamkan matanya mencoba menahan rasa kesal yang mungkin sebentar lagi akan siap untuk meledak. Sekarang ia tahu mulut tajam Aaron berasal dari mana. Sa
Gisel Xavier melepaskan kaca mata hitamnya saat menerima sebuah dokumen yang baru saja di serahkan seorang pria niga kepadanya.“The Merryn Hardwool adalah panti asuhan dari mana asalnya wanita itu.” Pria dengan kulit gelap dan pakaian serba hitam itu membuka suaranya ketika Gisel mulai mengeluarkan satu per satu dokumen tersebut dari dalam amplop coklat yang di pegangnya.“Hm, lanjutkan.” Ucap Gisel tanpa melepaskan pandangannya dari setumpuk dokumen itu.“Itu foto-fotonya saat ia masih kecil, sejauh ini informasi yang kami dapat, ia di bawa ke tempat itu sejak beberapa bulan ia di lahirkan.”“Ada informasi tentang siapa yang membawanya ke sana?” Gisel mendongak menatap sekilas lalu kembali menatap sebuah kalung kecil yang dengan liontin kecil bertuliskan huruf JX. Gisel mengedikkan pundaknya ringan. “Apa namanya dulu bukan Ayana?”“Seorang wanita yang membawanya kesana, namun terakhir yang mereka ketahui wanita itu mengalami kecelakaan bersama kekasihnya dan meninggal dunia.“Kekasi
Tatapan Henry penuh dengan sorot kemarahan dan juga kekecewaan saat mendengar umpatan Hana pada Ayana. Seumur hidup mereka, sejak mereka kecil Hana tidak pernah marah pada Ayana meskipun usia mereka hanya berbeda beberapa bulan. Mulanya Hana kecil menatap cemburu pada gadis kecil yang dibawa pulang ayah mereka ke rumah, tapi setelah beberapa waktu Hana mulai menyukai teman barunya itu. Ia bisa membagi semua mainannya pada Ayana, menghibur Ayana yang masih suka menyendiri dan menangis.“Hana, jaga ucapan mu tentang Ayana! Dia adik kita!” Henry berteriak kencang didepan wajah Hana.“Adik kita?” Hana tertawa mengejek, “Sejak dia mengambil Aaron dari ku, dia hanya adik mu, Hen!” Hana mengusap air matanya yang jatuh dengan kasar, sudah tidak peduli pada maskara nya yang ikut luntur karena air matanya yang terus mengalir.Henry menggeleng pelan lantas mendekati Hana, “Kau boleh marah, tapi jangan pernah mengatakan hal buruk tersebut pada Ayana!” Henry menekan kata-katanya.“Lalu apa yang ak
Ayana menyantap makan malamnya dengan sangat lahap. Tenaganya benar-benar habis setelah perjalanan panjang tadi, apalagi dengan aktivitas panas yang di lakukannya bersama Aaron di atas pesawat. Sekarang otaknya bahkan lebih sibuk memikirkan Aaron yang belum kembali. Pria itu meninggalkannya sejak mereka tiba disini karena ia sendiri jatuh tertidur.For the God’s sake, Ayana benar-benar telah jatuh hati pada Aaron, karena semua isi kepalanya hanya terisi oleh pria itu“Dia tidak buruk.” Ayana tersenyum sembari berkomentar mengingat Aaron yang selalu galak dulu. Oh ia bahkan berpikir pria itu benar-benar kejam seperti iblis.Senyum di bibir Debora dan Jhon tiba-tiba mengembang sempurna begitu mendengar ucapan Ayana yang pelan. Wanita itu nyaris seperti berbisik.“Tuan muda memang tidak buruk nona, anda melakukan pilihan yang tepat.” Tandas Debora membuat Ayana mendongak menatapnya dengan pipi merona.“Ehm, aku pikir aku sedang berbisik tadi.” Ayana tersenyum kecil. “Omong-omong, bagaima