Barta awalnya memang pergi ke gudang untuk melihat keadaan Edgar, karena sudah cukup lama ia tak melihat putranya itu. Namun, pria tua itu langsung terkejut bukan main saat mengetahui bahwa ternyata Edgar tak berada di sana.Dengan langkah cepat, Barta melangkah ke pos ronda, dimana ada anak buahnya yang berjaga di sana. Wajah Barta yang penuh murka itu, kini sudah terlihat sangat memerah. Melihat kemarahan di wajah sang majikan, sontak membuat para anak buahnya seketika panik dan cepat-cepat berdiri untuk memberi hormat.“Selamat siang, Tuan Barta.”Plakk!“Bodoh kalian semua!” maki Barta sambil menampar wajah seluruh anak buahnya.Para pria itu tak berani melawan, dan hanya bisa meringis pelan sambil memegangi pipinya yang terasa perih. Bahkan untuk mengangkat wajah pun rasanya mereka sudah tidak berani.“Apa saja yang kalian kerjakan di rumah, hah? Kenapa kalian bisa tidak tahu kalau anak kurang ajar itu kabur dari rumah?” bentak Barta kian murka.Sorot matanya berkilat-kilat tajam
“Tuan Barta,” lirih Bella dengan suara gemetar dan terdengar sangat ketakutan.Sementara kini Barta terlihat memelototkan kedua matanya. Tangannya berkacak pinggang, serta dadanya naik turun bersamaan dengan deru nafas yang memburu. Pria itu memandang murka pada Edgar, lalu bergantian memandang pada Bella. Gemuruh di dadanya semakin kencang, saat melihat bahwa Edgar mengenakan jas hitam, sedangkan Bella terlihat mengenakan kebaya berwarna putih.“Kalian … apa yang sudah kalian lakukan hah? Aku terus mencari keberadaan kalian karena kalian menghilang dari rumahku, dan sekarang kalian pulang bersama ke rumah ini?” Barta bertanya dengan berang, sambil terus menatap penuh murka pada anak dan juga gadis yang masih ia anggap sebagai istrinya tersebut.Barta terus menatap nyalang pada Bella dan Edgar. Ia bahkan memperhatikan penampilan mereka berdua dengan mata memicing, seolah merasa heran dengan apa yang dikenakan oleh Edgar dan juga Bella.“Dan kalian berdua … kenapa kalian memakai pakai
“Auh, pelan-pelan, Sayang,” ringis Edgar menahan sakit, ketika tangan Bella menyentuh luka di wajahnya yang kini tampak memar.“Iya, Sayang. Ini aku juga sudah hati-hati. Apa masih terlalu sakit?” tanya Bella cemas, dan segera memelankan tangannya yang masih merawat wajah Edgar tersebut.“Sakit, Sayang. Tapi sudah tidak terlalu sakit kalau mendapat sentuhan dari kamu,” goda Edgar yang langsung meraih tangan sang istri dari wajahnya, lalu memberikan kecupan mesra di punggung tangan istrinya tersebut.“Ihh, dasar kamu ya,” sungut Bella karena merasa dipermainkan oleh Edgar.Meskipun begitu, tetapi ia tetap menerima saat pria itu terus mengecupi punggung tangannya. Perlahan kini Edgar pun bangkit, duduk berdampingan dengan Bella yang kini berada di atas ranjang.Segera diraihnya wajah cantik gadis yang kini sudah sah menjadi istrinya tersebut. Tubuh Bella mendadak bergetar, saat merasakan sentuhan tangan Edgar di wajahnya.“Sayang,” panggil Edgar lirih.“Iya.” Bella mengangguk pelan.“Be
Pagi pertama setelah pernikahannya dengan Edgar, kali ini Bella bangun lebih pagi daripada biasanya. Gadis itu bergegas bangkit, lalu menyingkap tirai jendelanya hingga membuat sinar sang mentari masuk menembus kaca jendela yang tebal.“Selamat pagi, dunia,” ucap Bella dengan senyum bahagia, sembari tatapannya menatap lurus ke luar jendela.Ada perasaan bahagia yang merasuk ke dalam hatinya. Perlahan perasaan sedih dan gundah yang selama ini sering menghantuinya, kini kesedihan itu pelan-pelan mulai menguap.Bayangan kebahagiaan kini sedang menyambutnya, meninggalkan masa lalu yang kelam bersama Barta.“Sayang.” Suara seorang pria yang terdengar sangat dekat di telinga Bella.Bersamaan dengan itu, ia merasakan sepasang lengan kekar melingkar di perutnya. Perlahan Bella memalingkan wajah, menatap pada sang suami yang kini sedang menopang dagu di bahunya.“Edgar, kamu sudah bangun?” tanya Bella yang kini hendak memutar tubuhnya, tetapi dengan cepat Edgar segera menahannya.“Jangan berge
“Naomi, aku mohon tolong bantu aku sekali saja. Istriku benar-benar membutuhkan uang itu untuk operasi. Kondisinya saat ini benar-benar kritis, dan hanya kamu yang bisa membantuku, Naomi,” hiba Martinus dengan penuh harap.“Pokoknya tidak, Kak! Selama ini aku sudah banyak membantu kakak! Aku sudah sering memberi uang pada kakak bahkan tanpa sepengetahuan dari suamiku. Sekarang aku sedang ada masalah dengan suamiku, dan kakak malah datang begitu saja untuk meminta uang? Tidak, Kak! Aku tidak mau membantu kakak lagi!”Setelah membentak kakaknya seperti itu, Naomi lekas berbalik badan dan hendak menutup pintu. Akan tetapi, dengan cepat Martinus segera menahan pintu hingga membuat Naomi tak jadi menutupnya.“Tunggu, Naomi!”“Ada apa lagi, Kak?”Brukk!Tanpa diduga, tiba-tiba saja Martinus duduk berlutut, bahkan bersimpuh di kaki adiknya tersebut. Pria itu langsung menangis, hingga bulir air matanya menitik jatuh membasahi punggung kaki Naomi.“Naomi, tolonglah kakakmu ini! Hanya kamu yang
Tangan Naomi terasa bergetar hebat saat membaca pesan yang baru saja dikirim oleh Martinus. Bukan hanya pesan, tetapi kakaknya itu juga mengirimkan foto ketika istrinya sekarat dan juga foto mereka saat berada di pemakaman.“Astaga! Kakak ipar benar-benar meninggal?” lirih Naomi dengan suara bergetar, merasa sangat shock dengan apa yang baru saja dilihatnya itu.Ia masih terpaku, menatap tak percaya pada foto dan pesan di ponselnya tersebut. Namun tak berselang lama, tiba-tiba saja kakaknya itu kembali mengirim pesan yang langsung masuk ke ponselnya.[Selamat karena kamu sudah membantu membunuh istriku, Naomi.]Degh!Rasa jantung Naomi seolah berhenti berdetak saat itu juga. Matanya membelalak lebar, dengan kedua tangannya yang kian gemetar hebat. Wajah gadis itu mendadak pucat pasi. Rasanya ia begitu sedih dan shock dengan apa yang dituduhkan oleh Martinus kepadanya.“Kakak, apa maksud kamu mengatakan hal itu padamu?” gumam Naomi dengan rasa sesak yang kini menghimpit dada.Masih den
“Sekarang kamu jujur saja. Kamu pasti minta Bi Marni untuk masak kan?” tunjuk Bella tepat ke wajah suaminya itu.Edgar hanya bisa tertawa kecil sembari mengusap tengkuknya yang tak gatal sama sekali. Pria itu terkekeh pelan, menampilkan barisan giginya yang rapi dan putih bersih.“Hehe, maaf, Sayang. Sebenarnya tadi aku minta tolong pada Bi Marni untuk membantuku memasak makanan ini karena aku tidak tahu resepnya. Tapi kamu tenang saja, karena semua ini aku yang memasaknya,” jawab Edgar yang merasa malu, karena rencananya terbongkar sudah oleh sang istri.“Hmm, sudah aku duga. Tapi tidak apa-apa. Aku hargai perjuangan kamu, Sayang. Kalau begitu mari kita makan bersama.” Bella tersenyum dan segera menggandeng tangan sang suami, mengajaknya untuk makan bersama.“Hah? Kamu tidak marah?” tanya Edgar membeo.Alih-alih marah pada suaminya itu, Bella justru tersenyum dan menggelengkan kepalanya perlahan.“Justru aku ingin berterima kasih padamu, karena kamu sudah sangat memikirkan tentang ke
Selama beberapa bulan belakangan ini, Naomi terus saja dirundung kesedihan. Seluruh keluarganya tak ada yang mau menghubunginya sama sekali. Bahkan saat Naomi menghubungi mereka, tak ada satu pun yang mau peduli padanya.Masalah hidupnya kian bertambah, ketika Barta tetap juga tak kunjung mendapatkan cara untuk menyembuhkan impotensi yang dialaminya. Seluruh metode dan pengobatan sudah dilakukan, tapi tetap saja tak ada hasil.“Ya Tuhan, bagaimana ini? Sekarang hidupku sudah benar-benar di ujung tanduk. Akhir-akhir ini Tuan Barta hanya memberikan sedikit jatah uang padaku, dan mungkin itu terjadi karena dia tidak pernah terpuaskan hasratnya. Jika sampai seperti ini terus, bisa-bisa aku jatuh miskin. Lalu pada siapa lagi aku harus minta uang?” Naomi berjalan mondar mandir di kamarnya dengan perasaan gelisah.Kini tangannya mulai mengusap perutnya yang sudah sangat membesar, sebab usia kandungannya sudah memasuki 9 bulan dan hanya tinggal menunggu HPL saja. Naomi tertunduk, seraya memi
Satu tahun kemudian, memasuki usia Bryan dan Nancy yang ke 6. Tepat hari itu pula, sebuah acara besar-besaran digelar dengan sangat meriah.Hari ini adalah hari dimana Naomi akan melangsungkan pernikahan dengan Galih. Setelah sebelumnya Edgar dan Bella berusaha untuk menjodohkan mereka, akhirnya keduanya kembali dekat dan saling mengungkapkan perasaan.Hingga akhirnya setelah satu tahun menjalin hubungan, kini Naomi dan Galih pun memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.“Sayang, aku sangat bahagia karena akhirnya Naomi dan Galih benar-benar akan menikah,” kata Bella pada Edgar, sesaat setelah mereka tiba di aula pernikahan tersebut.“Aku juga sangat bahagia, Sayang. Tidak sia-sia kita membuat kedekatan di antara mereka lagi.” Edgar mengangguk setuju.Bella hanya terkekeh mendengar perkataan sang suami. Kini mereka melanjutkan langkah mereka, menjadi saksi pernikahan antara Naomi dan Galih.Tepat di atas pelaminan, keduanya tampak bersanding dengan senyum yan
“Rencana kita pagi ini mau kemana?” tanya Edgar pada anak-anak dan istrinya.Mereka telah menyelesaikan acara sarapannya dan kini tengah bersiap untuk berangkat menuju tempat liburan.“Bagaimana kalau ke water park atau ke pantai saja, Pa?” Nancy menawarkan.“Hmm, sepertinya bagus juga. Ya sudah, kalau begitu kita pergi ke water park dulu, setelah itu baru kita pergi ke pantai.” Edgar mengangguk setuju.“Yeeii.” Bryan dan Nancy bersorak kegirangan.Kedua anak kecil itu dengan antusias segera masuk ke dalam mobil, hendak disusul oleh Bella dan Edgar. Namun sebelum mereka masuk mobil, tiba-tiba saja datang sebuah taksi yang berhenti tepat di depan rumah mereka.Tak lama setelah itu, terlihat seorang wanita yang melangkah masuk ke halaman dan berhenti di hadapan Bella.“Bella,” ucapnya menyapa wanita itu.Mendengar suara itu, sontak membuat Bella terkejut dan segera mengangkat wajahnya. Seketika ia tercengang, saat melihat sosok Naomi sedang berdiri di hadapannya.“Naomi!” pekik Bella kag
“Papa, ayo kita main!” Suara seorang anak laki-laki memecahkan kesunyian di pagi hari yang cerah.Bersamaan dengan itu, terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras dari arah luar kamar.Tak terasa lima tahun kemudian berlalu dengan sangat cepat. Kehidupan Edgar dan Bella semakin bahagia sekarang. Mereka tinggal di rumah utama milik Barta, bersama dengan kedua anaknya dan ditemani oleh kedua asisten rumah tangga yang setia, Bi Marni dan Bi Imah yang merupakan mantan asisten rumah tangga Barta dulu.Tok! Tok! Tok!“Papa, bangun!”Edgar membuka selimutnya dengan cepat. Pria itu tampak menghembuskan nafasnya kasar. Ia memutar bola matanya malas, seraya melirik pada Bella yang sedang tertawa kecil sambil menyandarkan kepala di dadanya.“Astaga, Sayang! Kenapa sepagi ini Bryan sudah mengganggu momen kebersamaan kita?” dengus Edgar pelan.“Karena dia tahu kalau hari ini kamu tidak masuk kantor, Sayang. Jadi dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk bermain denganmu,” jawab Bella sembari
Edgar menajamkan pandangannya, untuk memastikan jika pria pengemis yang dilihatnya itu memang benar-benar adalah Barta.“Iya, tidak salah lagi. Itu memang papa.” Ia mengangguk cepat.Setelah memastikan bahwa pria pengemis itu adalah Barta, maka Edgar pun lekas turun dari mobilnya. Ia berniat untuk menemui papanya itu. Dari kejauhan, Edgar sudah mengamati setiap detail penampilan papanya. Barta tampak mengenakan pakaian dan topi compang camping yang seolah menyembunyikan jati dirinya.Tak akan ada satu orang pun yang mengira jika pria itu adalah Barta Wijaya, sosok rentenir kaya raya yang terkenal kejam.Tak butuh waktu lama, kini akhirnya langkah Edgar pun tiba juga di hadapan Barta. Ia melihat pria itu terus saja membungkukkan kepalanya.Namun satu hal yang membuat Edgar merasa kebingungan, karena sejak tadi papanya itu tampak sembunyi-sembunyi memainkan sebuah ponsel mewah dari balik bajunya.“Papa,” panggil Edgar dengan keheranan.Suara panggilan dari Edgar itu pun sontak membuat
“Sudah apa, Bi?” desak Edgar merasa penasaran, karena ia merasa jika ART nya itu terlalu berbelit-belit untuk bicara padanya.“Begini, Den. Setahu bibi, Tuan Barta pernah mempunyai seorang nasabah yang tidak sanggup membayar hutangnya. Dia juga tidak punya apa-apa untuk bisa dijadikan sebagai jaminan atau penebus hutang. Jadi Tuan Barta mengirim para debt colector untuk menagih hutang nasabahnya itu. Tapi rupanya tak hanya sekedar menagih hutang saja, para debt colector itu bahkan sampai mencelakai nasabah itu dan membuatnya meninggal dunia,” terang wanita paruh baya itu dengan sedikit takut-takut.“Astaga!” Edgar membeliak, sebab rupanya pernyataan dari asisten rumah tangga di rumah papanya itu cukup membuatnya terkejut bukan main.Edgar meraup wajahnya kasar, merasa frustasi dengan apa yang sudah dilakukan oleh papanya. Pria itu bahkan tampak menghembuskan nafasnya yang terasa berat, seolah menyimpan sebuah beban besar di dadanya.“Bibi serius? Orang itu sampai meninggal dunia?” tan
Edgar merasa sangat terkejut saat melihat ada foto Brata yang terpampang di dalam sebuah artikel berita. Namun yang lebih membuatnya terkejut, yakni karena artikel itu memuat berita jika Barta masuk dalam DPO atau Daftar Pencarian Orang, alias buronan.“Ini benar papa kan? Lalu kenapa papa bisa jadi DPO?” Edgar bertanya pada dirinya sendiri, dengan kedua mata yang membelalak kaget.Pria itu terus menatap lekat ke arah foto pria yang terpampang di ponselnya tersebut. Ia ingin memastikan sekali lagi, bahwa pria di foto itu bukanlah Barta.Namun, mau sekeras apapun Edgar berusaha untuk meyakinkan dirinya, tetap saja tak bisa memungkiri bahwa pria di berita itu memanglah papanya.“Astaga! Ini memang benar-benar papa. Sebaiknya nanti aku cari dia dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi,” angguk Edgar pada dirinya sendiri.Jam sudah menunjuk ke angka setengah tujuh, membuat Edgar tak punya banyak waktu lagi untuk lebih berlama-lama berada di tempat perbelanjaan tersebut.Pria itu pun denga
“Aku sama sekali tidak tahu dimana Tuan Barta, Pa. Sejak semua permainan licikku terbongkar dan para polisi menangkapku, dia marah dan pergi begitu saja meninggalkan aku. Aku tahu kalau dia pasti marah dan kecewa, apalagi setelah tahu bahwa anak kami bukanlah anak laki-laki seperti yang dia harapkan,” jawab Naomi dengan suaranya yang serak menahan isak tangis.“Tapi kenapa kamu sampai nekat melakukan itu, Naomi? Sedangkan kamu tahu sendiri, seperti apa Tuan Barta itu.” Mamanya Naomi ikut menimpali.Naomi kembali mengangkat wajahnya, menatap pada kedua orang tuanya itu secara bergantian. Gadis itu pun juga lekas menyeka air matanya dengan kasar.“Karena Tuan Barta berjanji untuk memberikan hartanya pada anakku, jika aku berhasil melahirkan anak laki-laki, Ma. Kalau sampai aku melahirkan anak perempuan, maka dia pasti tidak akan mau memberikan hartanya pada kami.” Naomi masih saja menangis tanpa bisa ia bendung lagi.Kedua orang tuanya pun kini nampak saling berpandangan. Rasa iba mulai
“Bagaimana, Sayang? Apa kamu setuju?” tanya Edgar, membuat Bella segera tersadar atas pertanyaan suaminya barusan.“Tentu saja aku sangat setuju, Edgar. Lagipula aku juga sudah mulai menyayangi bayi ini, sama seperti aku menyayangi Bryan.” Bella mengangguk, setuju dengan apa yang disarankan oleh Edgar, jika mereka akan mengasuh bayi itu.“Syukurlah kalau kamu setuju. Sekarang kita harus memberi nama pada bayi ini.”“Kalau begitu, biar aku saja yang memberi nama pada bayi ini,” sahut Bella tiba-tiba.“Silahkan, Sayang.”Bella segera tersenyum manis, sembari menatap bayi mungil dalam gendongannya itu. Dibelainya pipi sang bayi yang masih merah itu, lalu dikecupnya kening bayi tersebut dengan sangat lembut.“Aku akan memberinya nama Nancy. Ya, Nancy Wijaya,” ucap Bella dengan wajah yang sangat bahagia.“Wah, nama yang sangat indah, Sayang. Mulai sekarang, kita punya sepasang bayi yang tampan dan cantik. Bryan dan Nancy.” Edgar pun turut merasa bahagia.“Iya, dan mereka adalah anak kita.
“Syukurlah karena sekarang kamu sudah kembali ke pelukan papa, sayang,” ucap Edgar sambil terus menciumi wajah baby Bryan berulang kali.Pria itu tak hentinya menitikkan air mata, tapi buru-buru menyekanya karena perasaan haru kini sudah mulai menguasainya. Edgar mengangkat wajah, menatap pada para polisi yang membawa Naomi ke mobil mereka. Lalu pandangannya kembali tertuju pada Baby Bryan yang kini nampak tertawa-tawa di pelukan Edgar.“Semuanya sudah berakhir, Sayang. Sekarang kita pulang dan temui mama kamu. Oke?”Edgar tersenyum dan menciumi wajah putranya sekali lagi. Dengan langkah tergesa, pria itu pun lekas menuju ke mobilnya yang terparkir di basement hotel tersebut.Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, kini ia pun lekas mengemudikan mobilnya menuju ke rumahnya, dimana saat ini Bella pasti sedang menunggu kedatangannya.***Di rumahnya, sejak tadi Bella terus saja mondar-mandir dengan perasaan panik. Ia terus berdecak cemas, memikirkan nasib Edgar yang kini entah berada dim