Malam itu, Kinan merasakan kecemasan yang luar biasa. Ia harus berbagi ranjang dengan Shaka. Kinan merasa gugup dan cemas. Cemas Shaka akan berbuat yang tidak-tidak padanya. Namun, ia hanya bisa memejamkan mata dan berharap semuanya akan baik-baik saja. Shaka belum pulang dari kantor dan Kinan harap pria itu tidak usah pulang sekalian. Dia berdoa semoga Shaka kecantol salah satu wanitanya dan tertahan di sana, sehingga Kinan bisa tidur tenang malam ini. Namun, sepertinya harapan Kinan tak terkabul. Menjelang tengah malam, Shaka masuk ke dalam kamar dan terkekeh melihatnya di atas ranjang. "Sudah siap rupanya," ucapnya. "Tunggu, ya ... aku mandi dulu." Kinan memaki dirinya dalam hati. Kenapa tadi dia harus buang air kecil ke kamar mandi dan saat Shaka masuk kamar, bertepatan dengan Kinan yang sedang naik ke atas ranjang. Seharusnya dia berpura-pura tidur dengan lelap sehingga Shaka tidak akan mengganggunya. Dia menatap pintu kamar mandi dengan harap-harap cemas. Harapan jahatnya, Sh
"Mukanya merah loh, Kinan," ledek Shaka sambil menowel pipi Kinan tapi seketika ditepis oleh gadis itu. Kinan sontak menepis lengan Shaka dan beringsut masuk ke dalam selimut. Pipinya tiba-tiba terasa panas. Apalagi terdengar suara gelak tawa Shaka yang terdengar sangat puas menggodainya. Kinan begitu keki dibuatnya. "Jangan malu-malu, Kinan. Coba hadap sini. Siapa tahu kamu udah siap.""Apa sih, Mas Shaka. Saya ngantuk." Kinan bersungut di dalam selimut. Shaka tergelak lagi. Perempuan kalau malu tapi mau tingkahnya begitu lucu. Shaka baru menyadari kalau ternyata Kinan sungguh menggemaskan. Dia semakin merasa tertantang untuk mendapatkan gadis itu. Anehnya, Shaka menikmati proses ini. "Bilang ya, kalau kamu udah siap. Aku di sini akan menyambutmu dengan celana terbuka." Kinan mendesis sebal. Di dalam selimut, gadis itu memaki-maki dirinya sendiri. Ada apa dengannya malam ini. Dia yang biasanya tidak berdebar atau bahkan merasakan hal-hal yang aneh saat berdekatan dengan Shaka, kini
"Kuliah?" ulang Kinan sambil memandang ke arah Shaka di seberang meja makan. Kinan kaget. Dia tidak pernah berpikir bahwa dia bisa kuliah. Dia hanya lulusan SMA dan selama ini dia hidup sebatang kara. "Apa maksudmu, Mas?" tanyanya penasaran."Iya, kamu mau kuliah, nggak?" tanya Shaka kembali. Kinan merasa sangat senang mendengar itu. Dia selalu ingin kuliah tapi tidak mampu membayar biayanya. "Mas Shaka nggak lagi ngerjain saya, kan?" Shaka terkekeh. "Astaga, curigaan terus kamu sama aku. Ya beneran. Kalau kamu mau, aku bisa biayain kamu." "Ini serius, Mas?" Kinan menatap Shaka penuh selidik. Pasalnya dia ingin tahu apa Shaka hanya mengerjai dirinya atau memang ucapannya itu benar. "Serius, Kinan." Shaka menggeleng. Dirinya memang serius. Entah kenapa dia tiba-tiba dia memiliki ide itu. Random saja ide itu datang dari benaknya. Sementara Kinan begitu senang jika memang ucapan Shaka benar adanya. Bisa mengenyam bangku kuliah seperti mimpi baginya.Namun, dia kembali memandang curig
Shaka belum pulang saat Kinan sudah bersiap untuk tidur. Sebenarnya gadis itu tidak ambil pusing kapan Shaka pulang dari kantor, tapi entah kenapa ada beberapa saat terpikir di benak Kinan, ke mana pria itu. Apa dia lembur di kantor, atau pergi bersenang-senang dengan perempuan. Sepertinya yang terakhir cukup masuk akal. Kinan tahu bagaimana tabiat Shaka. Kinan mencoba untuk memejamkan mata, tapi rasanya begitu sulit. Sesekali dia menatap ke arah pintu kamar. Namun tidak ada yang membukanya. Pintu itu tetap tertutup rapat hingga tengah malam dan rasa kantuk mulai menyerangnya. Akhirnya Kinan pun terlelap. Mimpinya random dan kebanyakan dipenuhi oleh sosok Shaka. Rasanya baru beberapa menit Kinan tertidur, dia terbangun karena ada perutnya seperti tertindih sesuatu. Saat membuka mata, gadis itu terkejut melihat tangan Shaka sudah melingkar di perutnya. Dia hendak segera menyingkirkan tangan Shaka, namun dilihatnya wajah Shaka terlihat begitu pucat. Samar-samar Kinan melihat keringat
Beberapa hari lalu Kinan memberitahukan pada Nyonya Rose kalau dirinya akan masuk universitas. Semua itu ide Shaka yang tiba-tiba. Wanita itu tentu sangat senang mendengarnya. Dia memberi semangat pada Kinan dan memberi sedikit wejangan. Hari ini adalah hari pertama Kinan masuk kuliah. Dia begitu bersemangat pagi itu. Dia menikmati sarapan dengan lahap, menyiapkan buku-buku yang sudah dibelinya di toko buku, dan berdandan rapi. Dia sudah bersiap-siap untuk memesan taksi online dan berdiri di depan pintu gerbang. Saat itu, salah satu mobil yang ada di garasi rumah berhenti di depannya. Yang mengemudi adalah Pak Noto, salah satu supir Shaka."Ayo, Mbak Kinan, naik," pinta pria paruh baya itu. "Saya naik taksi saja, Pak." "Loh, saya diperintahkan sama Tuan Muda Shaka untuk nganter Mbak Kinan ini.""Tidak usah, Pak," tolak Kinan. Rasanya aneh saja kalau ke kampus harus diantar oleh supir pribadi. Dia tidak terbiasa dengan semua fasilitas itu. "Aduh, nanti saya bisa kena marah Tuan Mud
"Siapa yang pacaran?" sungut Kinan. Enak saja menuduh orang sembarangan. Cuma karena ada pria yang mengajaknya bicara, sudah dituduh pacaran. Apa-apaan itu."Itu tadi kamu sama cowok siapa itu?""Mas Shaka jangan nuduh sembarangan, ya. Saya juga tidak tahu tiba-tiba dia menghampiri dan mengajak saya bicara.""Kok akrab?"Kinan mendesis sebal. Siapa yang akrab. Perasaan dia cuma bicara biasa-biasa saja dengan kakak tingkat yang namanya Theo itu. Lagi pula kenapa Shaka harus protes dirinya akrab dengan seorang pria. Bukannya mereka bukan suami istri sungguhan. Kinan saja tidak pernah protes kalau Shaka main dengan perempuan. Sungguh tidak adil. Lagi pula Kinan tidak punya niat sedikit pun untuk dekat dengan seorang pria mana pun."Nggak mau jawab?" Shaka menepikan mobil ke depan garasi. Lalu turun dari mobil dengan menutup pintu keras-keras."Orang aneh!" gerutu Kinan sambil melangkah keluar mengikuti Shaka."Aku saja belum nyicipin kamu, malah akrab dengan pria lain." Selalu itu alasan
Shaka duduk di depan meja bar sambil memilin botol bir yang isinya sudah dia habiskan setengahnya. Bayangan wajah Kinan yang cemberut saat dia berpamitan pergi membuat bibirnya tersenyum tipis. Kinan cemburu tapi tidak mau mengaku.Namun apa pun itu, yang jelas dia senang karena hubungannya dengan gadis itu ada kemajuan. Setidaknya, kemajuan untuk berbagi ranjang yang sebenarnya.Bayangkan saja, hampir tiap malam Shaka harus menahan hasratnya yang menggebu terhadap Kinan, tapi dia tidak bisa memaksa gadis itu. Shaka mengelus pipinya yang sedikit memar akibat hadiah bogem mentah dari Kinan. Baru kali ini dia dikasari oleh perempua, tapi anehnya dia tidak marah sama sekali. Justru hal itu membuatnya semakin gemas.Malam manunjukkan pukul sebelas dan Shaka memutuskan untuk pulang saja. Namun, saat hendak beranjak dari duduknya, seseorang menahannya."Pak Shaka, buru-buru banget?" Rupanya orang itu adalah Reni, sekretarisnya."Ren, ngapain kamu di sini?" Shaka menelisik sang sekretaris ya
Pagi hari saat terbangun, Kinan mendapati Shaka tidur pulas di sampingnya. Tangan pria itu bahkan melingkari perutnya. Pelan Kinan menyingkirkan tangan Shaka dan beringsut turun dari ranjang. Hari ini ada kuliah pagi, jadi dia harus bersiap-siap sekarang. Pokoknya Kinan sedang begitu bersemangat pergi ke kampus dan belajar. "Jangan yang foto nikah dong, Kinan. Foto kamu sama suami kamu yang mesra gitu, loh!" Kinan teringat kata-kata Rena semalam. Gadis itu langsung meneleponnya begitu Kinan mengirim foto dirinya dan Shaka saat acara pernikahan beberapa bulan lalu. Bawel juga rupanya si Rena ini. Kalau begini, Kinan jadi bingung dibuatnya. Bagaimana caranya meminta foto bersama Shaka, dengan mesra pula. Membayangkannya saja Kinan ngeri. Pasti Shaka pikir dirinya curi-curi kesempatan. Pria itu kan tukang ge-er. "Makan yang banyak, biar agak bohai dikit badan kamu," ujar Shaka saat berada di ruang makan menikmati sarapan dengan Kinan."Saya nggak mau terlihat bohai di mata Mas Shaka."
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya