"Beneran ngajak perang ini bocah, kita lihat sampai kapan kamu bisa kuat bertahan kerja di sini," geram seseorang yang sedang melihat dari balik kaca.
Waktu berlalu begitu cepat, sudah waktunya para karyawan pulang, satu persatu staf meninggalkan meja kerjanya, termasuk Karina, dia sedang bersiap-siap untuk pulang.
"Karin," sapa Satria, yang sudah berdiri di depan meja tamu.
"Belum Pak," jawab Karina, tanpa menoleh ke arah Satria, karena dia sedang sibuk mengambil pen yang jatuh ke kolong meja.
"Kok Bapak sih, berasa tua banget, aku di panggil Bapak," cetus Satria.
"Eh Satria, aku kira siapa, maaf tadi lagi ngambil pen, jatuh ke kolong," ucap Karina sambil merapikan hijabnya.
"Pulang bareng yuk," ajak Satria.
"Nggak usah Satria makasih, takut ngerepotin kamu, aku udah pesen ojol kok buat pulang," tolak Karina, karena dia memang sudah meme
Gubrak … setelah beberapa kali mencoba, akhirnya pintu berhasil dibuka, mereka terpaku dengan pemandangan yang ada di dalam kamar."Astagfirullah.""Karina," teriak Satria, dia langsung berlari menghampiri Karina, yang tergeletak di depan pintu kamar mandi, sedangkan Bu Tinna masih terpaku di tempatnya."Rin, sadar Rin, ini aku Satria." Satria mengguncang tubuh Karina, namun Karina tetap diam tidak merespon, wajahnya terlihat sangat pucat, Satria berinisiatif akan membawa Karina ke rumah sakit terdekat."Bu, tolong saya, Bu," tegur Satria kepada Bu Tina, yang langsung tersadar dari lamunannya."Eh iya maaf, aduh saya jadi ngelamun ngeliat keadaan Kar
"Ceritanya panjang Sat, aku malu kalau harus cerita semuanya sama kamu," jawab Karina dengan air mata yang mulai membanjiri pipinya."Nggak papa cerita aja, keluarin semua beban yang selama ini kamu pendam, biar kamu lega, siapa tau aku bisa bantu.""Semuanya berawal …"Karina menceritakan semuanya kepada Satria, dari awal mula dia bertemu dengan Dehan, sampai dia bisa hamil di luar nikah, hati Satria terenyuh mendengar cerita Karina, dia seakan ikut merasakan sakit yang dirasakan oleh Karina."Kamu wanita yang kuat, aku salut sama kamu, kamu bisa ngelewatin semuanya sendirian," ucap Satria."Aku tidak punya pilihan lain, keadaanlah yang membuat aku
"Bukannya tadi kamu bilang calon istri, gimana sih plin-plan banget omongannya," cecar Bu Ayu."Jadi Ceritanya gini, Mah."#####"Nggak, pokoknya Mamah nggak setuju, kalau kamu nikahin dia, bisa-bisa jadi jelek nama keluarga kita, lagian kamu ngapain sih mau bertanggung jawab buat hal yang nggak kamu lakuin, orang yang makan nangkanya kamu yang kena getahnya!" cerocos Bu Ayu penuh emosi, dia sangat marah setelah mendengar cerita dari Satria."Tolonglah Mah, buat saat ini ngertiin perasaan Satria, Satria nggak peduli sama omongan orang, Satria juga nggak peduli sama statusnya Karina, yang Satria pengen sekarang cuma satu, yaitu hidup bahagia sama Karina." Satria berkata dengan tegas, namun tetap sopan dan tidak mengu
"Mertua kamu kok jadi sensi Karin, kayaknya lagi datang bulan dia," bisik Tante Ika kepada Karina."Ehm, saya denger apa yang kalian bicarain," sindir Bu Ayu, Tante Ika dan Karina mendadak diam, mereka melanjutkan acara makan malam tanpa ada yang berani berbicara.Selesai makan malam, Karina membantu membersihkan meja makan, setelah itu dia kembali masuk ke dalam kamar, karena anggota keluarga yang lain sudah masuk ke dalam kamarnya masing-masing."Aku tidur di mana?" Tanya Karina pada Satria, yang sedang berbaring sambil memainkan gawainya."Tidur di sini, di samping aku, emang kamu mau tidur di mana," jawab Satria sambil menepuk kasur yang kosong di sebelahnya.
Pak Agung dan Satria saling melempar pandangan, sambil tersenyum."Kalian senyum-senyum kaya gitu kenapa," cetus Bu Ayu dengan tampang masam."Enggak kok Mah, sensi banget, udah kita lanjutin lagi sarapannya," jawab Pak Agung, sambil menyeruput secangkir teh hangatHari ini Satria kembali bekerja di kantor, karena masa cutinya telah habis, setelah sarapan Satria dan Pak Agung berangkat ke kantor."Aku berangkat kerja dulu ya, kamu baik-baik di rumah, kalau bisa ajak ngobrol Mamah biar makin dekat.""Iya Mas, hati-hati di jalan.""Assalamualaikum," ucap Satria, sambil melambaikan tangan dari dalam mobil."Waalaikumsalam."Di rumah kini hanya tersisa Bu Ayu dan Karina, setelah membantu Bu Ayu membersihkan halaman depan, Karina berniat untuk kembali masuk ke dalam kamar."Karin," panggil Bu Ayu, yang
"Awas aja kamu, kalau berani ngadu sama Satria," bisik Bu Ayu, sambil mencekal pergelangan tangan Karina dengan kuat, sampai Karina merasa kesakitan."Aw." Karina refleks mengaduh kesakitan."Kamu kenapa sayang?" tanya Satria, dia langsung menghampiri Karina dan memandang wajah Bu Ayu."Kamu ngeliat Mamah kayak gitu banget, nggak mungkinlah Mamah sakitin Karina, diakan menantu Mamah," tukas Bu Ayu mencoba membela diri."Aku nggak papa kok, tadi kaget aja bayinya nendang-nendang dari dalam perut," jawab Karina berbohong, dia tidak mau menimbulkan keributan lagi."Yaudah kamu istirahat aja di kamar." Satria menyarankan Karina untuk masuk ke dalam kamar.
"Daripada kamu marah nggak jelas, mending ikut sama aku aja yuk, aku mau tunjukin sesuatu," ajak Satria."Kemana?""Udah kamu siap-siap aja dulu, ganti baju, dandan yang cantik, aku tunggu di bawah ya."Karina terlihat bingung melihat tingkah suaminya, dia kemudian berganti baju dan menyusul Satria ke bawah.Selama di perjalanan mata Karina ditutup oleh kain, karena Satria sengaja ingin memberikan kejutan kepada Karin.Tibalah Satria di apartemen yang disebutkan oleh Pak Agung, dengan hati-hati Satria membantu Karina berjalan menuju ke lift, karena mata Karina masih ditutup."Udah boleh di buka bel
"Seharusnya Papah jangan ngomong kayak gitu, pergi kan dia.""Emangnya kenapa?" Pak Agung sedikit meninggikan suaranya."Mamahkan belum cerita banyak sama Cynthia, Mamah masih kangen sama dia, baru juga ketemu, udah langsung Papah usir aja.""Siapa yang ngusir, dia itu orang berpendidikan tinggi, jadi sebelum Papah ngomong, dia pasti udah ngerti kemana arah pembicaraan Papah."Hubungan Pak Agung dan Bu Ayu menjadi renggang, mereka sering ribut, bahkan hal sepele pun sering mereka permasalahkan.Tiga bulan berlalu, tibalah hari dimana Karina akan melahirkan, Karina merasakan kontraksi yang sangat hebat, perutnya terasa sangat mulas, pinggangnya terasa sangat
"Sudah diam, jangan bertengkar lagi!" bentak Karina.Satria dan Dehan yang semula adu mulut kini mendadak diam, tidak ada yang berani berbicara.Tubuh gadis kecil itu terbujur di liang lahat."Siapa yang akan mengadzani almarhum?" tanya seorang Ustad."Saya Ustadz," jawab Dehan."Bohong, saya Ustadz, dia anak saya, jadi saya yang berhak mengadzani almarhum," sanggah Satria."Status kamu hanya Ayah sambung, akulah yang berhak karena aku adalah Ayah biologisnya," balas Dehan."Biar saya saja Ustadz."Semua mata tertuju ke arah sumber suara tersebut, Pak Agung turun ke liang lahat dan mengadzani Cucunya untuk terakhir kalinya.Bu Ayu dan Karina berpelukan saling menguatkan, tubuh mungil Cahya telah hilang di timbun tanah, kini tinggalah sesal yang tersisa."Sudah ayo pulang, biar
Semua keluarga tidak ada yang menyangka Cahya akan pergi secepat ini, gadis kecil yang sangat periang, ternyata memendam suatu penyakit yang mematikan, Karina sangat terpukul atas kepergian anak semata wayangnya, dia terus menangis meratapi tubuh Cahya yang sudah terbujur kaku."Ibu-ibu ayo kita angkat jenazahnya ke belakang, pemandiannya sudah siap," ucap Bu Rini, dia orang yang sudah biasa memandikan jenazah orang yang meninggal."Apakah ada anggota keluarga yang mau ikut memandikan jenazah?" tanya Bu Rini."Saya akan ikut memandikan jenazah anak saya," ujar Karina, dia bangkit dari duduknya, dengan badan yang masih lemas, Karina dibantu oleh Bu Ayu berjalan ke arah pemandian.Proses pemandian telah selesai, jenazah Cahya sudah siap untuk di kafani, saat semua orang sedang larut dalam kesedihannya masing-masing, tiba-tiba seorang pria bertubuh kekar berlari menghampiri jenazah Cahya dan meraung-rau
"Ada yang ingin saya sampaikan, ini menyangkut penyakit yang di derita oleh anak Bapak dan Ibu," ujar dokter Irfan, dia menggeser kursi dan memperbaiki posisi duduknya.Tatapan mata dokter Irfan terlihat sangat serius, membuat jantung Karina berpacu dengan cepat."Dari hasil pemeriksaan yang kami lakukan, anak Ibu harus menjalani pengobatan rutin.""Emangnya anak saya kenapa, Dok?" tanya Karina."Anak Ibu mengidap penyakit gagal ginjal," ucap dokter Irfan.Degh…Jantung Karina seperti berhenti berdetak, nafasnya mendadak sesak, dunia Karina runtuh, saat mendengar anak semata wayangnya mengidap penyakit kr
"Assalamualaikum," ucap Karina saat memasuki rumah yang terlihat sepi.Saat Karina hendak masuk ke dalam kamar, samar-samar terdengar suara gaduh dari arah belakang, dia seperti mendengar suara Bu Ayu memeriaki nama Cahya.Karina melempar paper bag ke atas kasur, dengan tergesa-gesa Karina berjalan dengan cepat ke belakang rumah, disana terlihat Satria dan Bu Ayu yang sedang menangis histeris.Karina tidak mengerti mengapa mereka menangis, dia melepas sandal heels nya kemudian berjalan ke arah Bu Ayu, persendian Karina terasa lemas saat melihat putrinya tengah tergeletak lemah tak berdaya diatas rumput, Bu Ayu terus mengguncang tubuh Cahya, namun gadis kecil itu tetap diam dengan bibir yang sudah pucat.Karina panik sambil ngomel dia mengangkat tubuh Cahya, dan membawanya ke dalam rumah."Cahya kenapa Ma? jawab Mas? Kalian kenapa diam saja? Kenapa putriku bisa sampai seperti ini?
"Kamu mau kemana? Tumben pagi-pagi begini sudah rapi, pake make up, emm wangi lagi, jadi curiga aku," tegur Satria, yang baru saja bangun dari tidurnya.Satria mengucek matanya sambil menguap, ciri khas orang yang baru saja bangun tidur, dia bangun dan memeluk Karina dari belakang."Mandi dulu Mas, nanti nular baunya," ledek Karina dia berbalik dan memegang dagu Satria."Aku berangkat dulu ya, sarapan juga udah aku siapin di meja makan," ujar Karina, sambil melepaskan pelukan Satria."Kamu mau kemana?" tanya Satria, dia menahan tangan Karina, dan menariknya kembali ke dalam pelukannya."Mas minta maaf soal kemarin, Mas khilaf, dan Mas janji akan berubah, hari ini Mas akan mulai bekerja di perusahaan Papa, jangan marah lagi ya," bujuk Satria."Aku nggak marah kok Mas, tapi tolong kali ini jangan larang aku, hari ini aku akan melamar pekerjaan."
Hari ini suasana hatiku sedang tidak baik-baik saja, makin kesini sikap Satria makin menyebalkan.Iseng-iseng kubuka aplikasi berwarna biru, saat sedang asyik berselancar di dunia maya, mataku tertuju pada salah satu akun yang meminta pertemanan, kupikir itu hanya akun palsu jadi aku melewatinya begitu saja.Saat aku membuka messenger, kulihat banyak pesan spam yang masuk, salah satunya dari akun yang bernama Sep Dehan Lintang Tsuryo, akun yang tadi sempat kulihat di barisan permintaan pertemanan.Karena penasaran aku iseng membalas pesannya, sebenarnya siapa pemilik akun ini, foto profilnya sepertinya aku pernah melihatnya, seorang pria yang sedang berdiri membelakangi kamera dan menghadap ke pantai, dengan baju kemeja bermotif daun yang sedang tren pada masanya.[ Hay cantik, boleh kenalan ] begitulah isi pesannya.[ Iya ] jawabku singkat, tentu karena aku tidak ingin terlihat
"Apa-apaan sih kamu Mas," sentak Karina dengan mata melotot dan napas yang berburu.Karina yang penurut kini berani melawan suaminya sendiri, semenjak Satria bangkrut keharmonisan rumah tangga mereka mulai terkikis, Karina dan Satria menjadi sering berdebat."Urusin nih anak kamu, nggak tau orang lagi pusing apa!" hardik Satria tak kalah garang."Cahya sayang, kamu masuk dulu ya ke dalam, Bunda mau bicara dulu sama Ayah," bujuk Karina, dia tidak mau Cahya mendengar perdebatan mereka, dia takut karena sering mendengar orang tuanya bertengkar, akan berpengaruh kepada mental Cahya yang masih polos dan tidak tau apa-apa.Setelah Cahya sudah tidak terlihat, Karina mulai berbicara dengan Satria.
Sudah satu bulan Karina menumpang di rumah mertuanya, Satria masih menganggur karena belum mendapatkan pekerjaan, Pak Agung menawarkan Satria untuk bekerja di perusahaannya, namun Satria menolak, dengan alasan dia ingin mandiri dan tidak bergantung kepada orang tua.Pagi ini Satria sedang duduk di dekat kolam renang, menikmati udara pagi yang cerah, sedangkan Cahya dia selalu ikut kemanapun Bu Ayu pergi, pagi ini Cahya ikut berjalan-jalan dengan Bu Ayu ke taman yang tak jauh dari rumahnya."Mas, Mau sampai kapan kita kayak gini terus?" tanya Karina sambil membawakan secangkir teh hangat untuk Satria."Bawel amat sih, Aku juga lagi berusaha," sentak Satria, entah kenapa akhir-akhir ini dia menjadi kasar, padahal Karina bicara secara baik-baik, namun Satria selalu membentaknya
"Mas, menurutku daripada kita harus menumpang di rumah Mama, lebih baik kita mengontrak saja," usul Karina kepada suaminya."Untuk apa mengontrak, bukankah lebih baik jika kita tinggal bersama orang tuaku," balas Satria sambil menatap manik istrinya.Rasanya Karina sangat malas, jika harus tinggal kembali bersama mertuanya, dia sudah paham betul watak ibu mertuanya yang kadang baik dan kadang jahat, di mata Karina, Bu Ayu seperti memiliki kepribadian ganda."Hey, kenapa melamun?""Enggak," jawab Karina malas."Dih ngambek nih ceritanya," ejek Satria, Karina tetap diam dan mengerucutkan bibirnya."Yaudah deh, coba jelasin sama Mas, kenapa kamu lebih memilih ngontrak, daripada tinggal serumah dengan orang tuaku?" tanya Satria."Aku merasa nyaman, jika kita mempunyai tempat tinggal sendiri, dan tidak menumpang kepada orang lain, meskipun kit