Clara mengamati Ansel yang berada di atasnya dengan penuh antisipasi. Pria itu dengan cepat membuka kaosnya. Suara besi yang berdenting terdengar. Ansel tengah sibuk membuka ikat pinggang dan celana jeansnya. Setelah bawahan itu terlepas, Ansel berdiri dengan lututnya di atas Clara. Menatap gadis itu dengan mata yang buas.Ansel meraih tangan Clara dan meletakkannya di depan kejantanan yang masih terhalang sepotong boxer. Clara mengelus gundukan yang mengeras itu dengan lembut."Lihat ini, milikku juga sudah merindukanmu." Ujar Ansel sambil tertawa kecil.Tanpa berpikir dua kali, Ansel melepas boxernya dan membuat senjata yang terkungkung itu bebas. Ansel memijat-mijat batangnya dengan tangannya sendiri. Setitik cairan kental keluar dari ujungnya dan Ansel mengoleskannya di kepala kejantanannya.Setelah ritual singkat itu, Ansel mensejajarkan miliknya tepat di depan bagian intim Clara yang sudah menjerit minta diisi."Aku akan mulai, Clara." Bisik Ansel perlahan.Ansel mulai memasukka
Clara benar-benar gelisah. Sudah dua bulan ini Clara tidak mendapatkan tawaran pemotretan. Dan sejujurnya uangnya sudah mulai menipis. Beruntungnya Clara, Ansel sekarang tidak terlalu mempermasalahkan soal uang sewa lagi. Ia tak pernah mengingatkan apalagi menagih. Dan Ansel juga tidak keberatan Clara memakai barang-barang miliknya dan memasak bahan makanan yang ia beli. Setidaknya beban Clara agak berkurang karena kebaikan Ansel ini."Huft, kenapa aku tidak kunjung mendapatkan tawaran pemotretan lagi? Apakah sebaiknya aku kembali menghubungi Miss Grace ya?" Gumam Clara kesal karena meskipun ia berkali-kali membuka emailnya, tawaran pekerjaan tidak kunjung ia terima.Clara menekan nomor managernya itu. Sekarang pasti Miss Grace sedang bersantai sepulang kerja. Jadi rasanya tidak masalah bagi Clara untuk meneleponnya sekarang.Beberapa kali nada tunggu berbunyi dan terdengar suara Miss Grace yang menyambut Clara. Tapi suara wanita itu terdengar letih entah mengapa."Hi, Miss Grace. Apa
Clara menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia memulas sedikit demi sedikit riasan di wajahnya. Membuat wajahnya yang cantik semakin tampak sensual dan menggoda. Setelah beres, Clara memilih salah satu dari sekian banyak koleksi lingerie yang ia dapatkan dari pemotretan dahulu. Pilihannya tertuju pada babydoll hitam berpotongan rendah dengan renda di bagian dada dan paha."Kurasa sebaiknya aku memilih yang tidak terlalu terbuka pada siaran pertama." Gumam Clara.Clara lalu mengenakan toping kucing yang menutupi matanya. Ia tidak ingin wajahnya terpampang nyata di seantero dunia maya dan dikenal sebagai streamer porno. Pekerjaannya sebagai model lingerie sudah cukup memberikannya pelajaran pahit untuk selalu merahasiakan identitasnya. Apalagi di dunia seperti ini.Jemarinya lihai meluncur di keyboard laptopnya. Setelah beberapa menit selesai membuat akun, Clara menekan tombol untuk menyalakan siaran langsung. Jantungnya berdebar-debar. Ia tidak sabar melihat berapa banyak orang yang aka
Ansel melangkah dengan cepat menyusuri jalanan menuju apartemennya. Sepuluh menit berjalan, ia pun tiba di depan gedung bertingkat itu. Dan tanpa ragu, Ansel berjalan cepat membelah lobi dan masuk ke lift apartemen. Ia segera menekan tombol sepuluh dan lift mengantarkannya ke lantai unitnya dalam sekejap mata.Senyum Ansel sumringah. Ia sudah tidak sabar lagi ingin bertemu Clara. Hatinya sudah merindu dan jantungnya berdebar begitu cepat. Ansel masuk dan segera berjalan ke depan pintu kamar Clara. Ia mengangkat tangannya hendak mengetuk pintu kamar gadis itu, namun seketika pintu itu melayang terbuka di depan matanya.Ansel melihat Clara yang keluar dari kamarnya. Gadis itu mengenakan babydoll hitam yang sangat seksi. Salah satu lingerie yang pernah Clara gunakan saat pemotretan. Ansel tersenyum sumringah. Hatinya senang karena merasa Clara sengaja berpakaian seperti itu untuk menyambutnya pulang."Hi, Clara." Sapa Ansel riang.Clara menoleh ke arah Ansel dan tersenyum tipis."Oh, hai
"Kamu ingin pergi kemana lagi?" Ansel bertanya pada Clara saat mereka selesai makan. Clara tampak berpikir. Bingung ingin menentukan kemana tujuan mereka selanjutnya."Maukah kamu mengajakku berjalan-jalan? Ke tempat yang indah seperti taman misalnya." Pinta Clara pelan.Ansel tertawa pelan."Tentu saja, Clara. Aku akan mengajakmu bersenang-senang seharian ini. Kamu bebas menentukan kemana kamu ingin pergi. Ayo sebutkan namanya! Universal Studios?" Balas Ansel antusias.Clara tampak berpikir lagi."Tidak, aku tidak ingin ke tempat seramai itu." Tolak Clara halus. Walaupun sebenarnya dia sangat ingin pergi kesana, tapi rasanya Clara tidak enak jika harus menghabiskan uang Ansel begitu banyak."Lalu kemana?" Tanya Ansel bingung."Singapore Botanic Garden? Aku dengar tempatnya sangat indah dan teduh. Sepertinya menyenangkan." Jawab Clara sungkan.Ansel mengangguk antusias. Tempat itu memang sangat indah. Dan juga sangat romantis. Entah kenapa hati Ansel menjadi berdebar membayangkan akt
Mata Ansel melihat Nick dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia tak habis pikir bagaimana bisa ia bertemu dengan temannya di tempat ini. Seorang Nick? Mengunjungi taman bunga? Omong kosong macam apa itu?"Jadi apa yang akan kalian lakukan sekarang?" Tanya Nick dengan nada ceria. Ansel dapat melihat bahwa Nick tampaknya tertarik pada Clara."Kami akan langsung pulang, Nick." Jawab Ansel singkat."Pulang? Maksudmu? Kalian tinggal serumah?" Ucap Nick seolah tidak percaya.Clara mengangguk."I-""Tidak, kami hanya bertetangga saja. Kebetulan unit kami berdekatan." Potong Ansel sebelum Clara menyelesaikan kata-katanya.Clara menatap Ansel bingung. Kenapa Ansel harus berbohong dan tidak mengatakan bahwa mereka tinggal serumah?"Wah, kalau begitu bolehkah aku berkunjung ke rumahmu, Clara? Aku ingin mengobrol banyak denganmu tapi tampaknya kalian sudah ingin pulang, kan?" Ucap Nick sambil berusaha menarik perhatian Clara.Clara tertawa canggung. Ia bingung harus menjawab apa."Ah, sepertinya
"Ah, sayang sekali kita harus berpisah sekarang, Clara."Nick mengeluh karena ia harus berpisah dengan Clara. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam dan Clara adalah seseorang yang tidak terlalu kuat untuk begadang. Jadi mau tidak mau, Clara harus pulang sekarang."Aku akan mengantarmu sampai ke apartemen, Clara." Ucap Nick sambil mengerling ke arah Clara.Clara hanya tertawa canggung. Sepertinya Ansel tidak akan menyukai ide itu. Jadi Clara berpikir lebih baik jika ia menolak tawaran Nick itu."Ah, tidak perlu, Nick. Aku akan pulang bersama Ansel." Balas Clara tidak enak.Ansel tersenyum pongah. Seolah ia telah mencetak satu skor lebih banyak daripada Clara. Pria itu langsung meraih tangan Clara dan menggandengnya."Kalau begitu, aku dan Clara pulang dulu ya, Nick." Pamit Ansel dengan nada yang bagi Nick terdengar sangat menyebalkan.Nick mendengus kesal. Sialan sekali Ansel ini. Sepertinya ia merasa di atas angin hanya karena ia mengenal Clara lebih dulu."Sayang sekali kamu menolak
Ansel terperanjat melihat Clara yang berpakaian begitu seksi. Seolah sengaja ingin menggodanya. Bagian bawahnya berontak ingin segera lepas dari kurungan. Ansel meneguk liurnya sekali. Berusaha mengumpulkan akal sehatnya namun gagal.Tanpa ragu, Ansel langsung menangkap bibir Clara dalam ciumannya yang buas. Ia lalu mengungkung gadis itu dengan kedua tangannya sementara punggung Clara menempel pada bagian belakang pintunya. Bibir keduanya saling melumat, lidah saling membelit, dan nafas saling bertukar. Clara melingkarkan lengannya di leher Ansel dengan manja sementara pria itu memegangi pinggang Clara dengan erat.Keduanya sibuk memiringkan kepala, memeperdalam ciuman masing-masing. Sepersekian detik kemudian, tangan Ansel sudah mengangkat babydoll yang dikenakan Clara. Melepaskannya dalam sekali gerakan dan membuat pakaian itu jatuh ke lantai. Tangan keduanya saling meraba dan menyentuh setiap bagian tubuh yang mereka gapai sementara bibir tetap saling berpagut dalam ciuman yang mem
Ansel dan Clara tiba di kamar pengantin mereka. Ansel sengaja menyewa kamar dengan pemandangan terbaik di Castle Bromwich Hall, salah satu hotel dengan desain klasik yang paling menakjubkan di Birmingham. Ia akan membuat malam ini menjadi malam paling romantis bagi mereka berdua.Kedua tangan Ansel menggendong Clara layaknya seorang pengantin wanita. Ia membawa istrinya masuk ke dalam kamar itu sembari sesekali mencuri ciuman ke bibir Clara. Tawa Clara terdengar renyah dan menghangatkan hati Ansel.Sesampainya di kamar, Ansel segera menurunkan Clara dan gadis itu berseru senang sembari memeluk Ansel erat."Kita akhirnya menjadi suami isteri, Sayang!" Seru Clara bahagia.Ansel mendaratkan sebuah ciuman singkat di bibir Clara. Matanya lalu menatap Clara dengan penuh cinta seolah cinta itu bisa menenggelamkan Clara saat itu juga. Tangan Ansel menarik turun resleting gaun yang dipakai Clara dan pakaian putih itu dengan cepat meluncur ke kedua kaki Clara. "Tidak sabar lagi, hmm?" Goda Cla
Semuanya bak mimpi yang begitu indah. Taman yang cantik ini, suasana yang begitu romantis, dan Ansel yang berlutut dengan cincin di hadapannya. Clara begitu terkejut hingga ia tak bisa mengatakan apapun. Satu-satunya reaksi yang bisa ia keluarkan hanyalah menangis. Tangisan haru yang meleleh dari kedua matanya."Clara Deolindra, will you marry me?"Ansel mengatakan itu dengan senyuman yang begitu lebar. Seolah kebahagiaan begitu besar ada di depan matanya sekarang."Aku sangat mencintaimu, Sayang. Aku bahkan tidak bisa membayangkan masa depan dimana tidak ada kamu di dalamnya. Dan kejadian kemarin membuat aku sadar betapa aku tidak ingin kehilangan dirimu." Ujar Ansel lembut.Ia mendongakkan wajahnya dan menatap ke arah Clara yang menangis terharu. "Jadi, maukah kamu bersamaku selamanya sebagai isteriku, Sayang?"Tak ada keraguan sama sekali di hati Clara. Sejak lama ia mendambakan hari dimana Ansel akan melamarnya. Berandai-andai dengan mimpi yang sepertinya tak akan pernah tergapai
Kondisi Clara sudah jauh membaik sejak kesadarannya pulih. Alat bantu yang mempertahankan hidupnya sudah dilepaskan satu persatu dan bahkan Clara sudah diperbolehkan untuk keluar dari ruangannya untuk berjalan-jalan sejenak.Dan kebahagiaan teramat besar dirasakan Ansel, Elliott, serta Adeline. Bagaikan diberi keajaiban yang luar biasa, ketiganya tak henti tersenyum setiap kali melihat perkembangan pada kondisi Clara.Hari ini, tepat tiga minggu Clara berada di rumah sakit. Hari ini juga merupakan hari dimana dokter sudah memperbolehkan Clara untuk pulang. Pukul sebelas siang, Ansel dan Clara siap pergi meninggalkan rumah sakit itu. Ansel mendorong Clara yang berada di atas kursi roda untuk menyusuri koridor rumah sakit."Kita akan pulang hari ini, Sayang. Kamu senang?" Tanya Ansel bersemangat.Clara mengangguk mantap. Sejujurnya ia sudah sangat muak berada di rumah sakit. Tidak bisa melakukan apapun dan yang ia lakukan hanyalah terbaring di ranjang seharian. Clara merindukan rutinita
Kedua pria itu begitu larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya Ansel memutuskan untuk memecahkan keheningan dengan menegur sang ayah."Ada apa, Dad?"Elliott berdeham. Ia memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah puteranya itu. Tatapannya serius dan Ansel seolah mengerti apa yang ingin dikatakan ayahnya saat itu."Tentang Mom?" Tanya Ansel pelan.Elliott mengangguk. Ansel mengusap wajahnya dengan kasar."Ada apa lagi? Apa yang Mom keluhkan kepadamu kali ini?""Aku memintamu untuk memaafkan Mom, Ansel. Apakah kamu bisa melakukannya?" Elliott bertanya dengan begitu hati-hati. Ia tahu permintaannya itu sangat sulit dikabulkan Ansel sekarang. Setidaknya hingga Clara sadar.Ansel tertawa pahit. Ia lalu mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Clara yang masih terbaring dalam koma di atas ranjangnya."Setelah semua hinaan yang diberikannya pada Clara, Dad? Kurasa tidak, Dad." Ucap Ansel lirih.Elliott menghela nafas berat. Ia memegang pundak Ansel dan meremasnya pelan. Puteranya
Tiga hari berselang, kondisi Clara dinyatakan jauh lebih baik. Walaupun belum sadar dari pingsannya, Clara sudah bisa dipindahkan ke kamar perawatan umum. Dan Ansel bisa merawat kekasihnya dan berada di sisinya setiap saat."Iya, Clara akan baik-baik saja, Bu. Maafkan aku karena semua ini terjadi saat Clara bersamaku. Tapi aku berjanji aku akan merawat Clara dengan baik." Ansel mengakhiri pembicaraannya di telepon. Ia menatap layar ponselnya dengan kosong. Helaan nafasnya terdengar berat namun Ansel memaksakan senyum tersungging di bibirnya.Ia kembali masuk ke kamar tempat Clara dirawat dan duduk di sisi ranjang."Ibumu menelepon, Sayang. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Tapi aku sudah mengatakan kepadanya bahwa kamu akan baik-baik saja. Iya kan?"Hening. Gadis yang ditanya pun tidak menjawab apa-apa. Clara masih tertidur bak puteri di dalam dongeng. Wajah cantiknya tampak pucat dan Ansel tersenyum getir melihatnya.Ansel meraih tangan kekasihnya itu, meremasnya lembut, dan menciumnya
Kabar itu datang bagaikan petir di siang bolong. Menyadarkan Ansel dari segala lamunannya dan menghentakkannya kembali ke bumi. Begitu hancur hingga rasanya ia tak sanggup untuk menatap lurus ke depan.Dua kata. Hanya dua kata yang dikatakan ibunya di telepon. Tapi dua kata itu sukses menjungkirbalikkaan kehidupan Ansel. Membuatnya berlari dengan nafas memburu seperti orang gila.Clara kecelakaan. Kekasihnya mengalami kecelakaan. Dan bagaimana keadaan Clara sekarang? Apakah ia baik-baik saja? Astaga, Ansel bahkan belum sempat berbicara dengannya tentang kesalahpahaman kemarin. Dan semuanya sudah menjadi kacau seperti ini dalam satu kedipan mata.Dengan terburu-buru, Ansel memacu mobilnya ke rumah sakit tempat Clara dilarikan. Ia tak peduli bagaimana kacaunya ia terlihat saat itu. Persetan dengan dasinya yang masih belum terikat dan sepatunya yang ia pakai secara asal-asalan. Yang terpenting bagi Ansel sekarang hanyalah melihat Clara. Tidak ada yang lain.Dua puluh menit memacu mobilny
Entah berapa kali Clara mengutuk dirinya sendiri dan hati lembutnya ini. Ia sudah bertekad bahwa ia akan mengabaikan Ansel dan benar-benar menunjukkan kemarahannya. Namun sekarang, disinilah ia. Berjalan di pusat perbelanjaan Edinburgh mencari oleh-oleh untuk orang-orang yang ia sayangi. Hiasan kristal untuk Adeline, wiski untuk Elliott, dan wine serta parfum untuk Ansel.Ah, kenapa Clara bodoh sekali? Kenapa ia masih saja mau menghabiskan waktu dan uangnya untuk mereka yang bahkan tidak peduli dengannya?Tapi seperti itulah Clara. Beginilah cara ia menunjukkan rasa cintanya. Tak peduli seberapa kesalnya ia dengan orang-orang itu (kecuali Elliott, tentu saja), Clara tetap akan tersenyum lebar dan memberikan oleh-oleh ini kepada mereka."Semoga mereka menyukainya." Gumam Clara sembari mendorong troli belanjanya menuju kasir.Penerbangannya dua jam lagi dan Clara sekarang tengah menunggu pesawatnya di bandara. Ia melirik ponselnya lagi. Lagi-lagi panggilan dari Ansel. Untuk pertama kali
Pemotretan di Edinburgh benar-benar menyenangkan. Clara diharuskan berfoto di lokasi yang sedikit menantang yaitu di atas tebing St. Abbs. Dengan angin yang bertiup begitu kencang dan ombak yang menerpa dengan deras di bawahnya, tentu saja berfoto dengan menggunakan dua potong lingerie menjadi hal yang sedikit sulit untuk dilakukan.Tapi Clara menyukainya. Tidak, bukan hanya sekedar menyukainya. Clara benar-benar menikmatinya. Dan setidaknya kesibukannya ini akan mengalihkan perhatian Clara dari masalahnya dengan Ansel."Memangnya Ansel saja yang bisa sibuk bekerja?"Jepretan demi jepretan di ambil dan puluhan hasil foto yang tampak luar biasa benar-benar membuat Clara kagum. Jika ia adalah dirinya dua tahun lalu, maka mungkin Clara tidak akan pernah menyangka bahwa ia bisa bergaya sebagus itu. Layaknya seorang model profesional.Tapi Clara yang sekarang berbeda dengan Clara yang dulu. Ia sekarang adalah satu di antara deretan model La Perla. Dan juga salah satu model yang melenggok d
Pikiran Ansel benar-benar kalut. Hatinya tidak tenang karena rasa gelisah. Wajah terakhir yang ia lihat sebelum Clara pergi tadi pagi adalah hal yang paling tidak bisa ia lupakan. Kekasihnya itu benar-benar kecewa dan terluka. Matanya sembab karena menangis begitu hebat. Dan semua itu disebabkan oleh Ansel. Ansel dan segala egoismenya yang tidak bisa ia bendung.Dan karena itu pula Ansel tidak bisa fokus bekerja sejak tadi. Pikirannya selalu kembali kepada Clara dan Clara lagi. Rapat hari itu bahkan berjalan terasa sangat lambat karena Ansel tidak bisa meraih ponselnya untuk menghubungi kekasihnya itu."Jadi bagaimana, Tuan Brooks? Konsep iklan yang mana yang menurut Anda paling baik?"Pertanyaan dari salah seorang karyawannya menyadarkan Ansel dari kekalutannya. Ia segera mengerjapkan matanya berkali-kali dan mencoba untuk kembali fokus pada pekerjaannya.Sadar, Ansel! Ada proyek senilai lima juta poundsterling yang harus kamu selesaikan!Ansel meninjau konsep yang dibuat oleh timnya