"Huek!"Langit menatap wanita itu datar, dia membiarkan Leta menumpahkan semua isi perutnya di wastafel.Sudah beberapa menit pria itu berdiri di sana, sepertinya tak ada tanda-tanda pria itu akan pergi."Huek!"Lagi-lagi Langit berdecak, sepertinya jengah mendengar suara Leta."Kamu bisa mati kalau kayak gini terus, Aleta," geram Langit.Badan Leta tampak gemetar, karena dia tidak ingin muntah lagi, dia membasuh wajahnya dan mulutnya dengan perlahan.Melihat Leta tampak ingin pergi, Langit segera menuntun wanita itu untuk segera keluar dari kamar mandi."Pasti obat itu nggak pernah kamu minum, kan?" decak Langit. "Lihat, baru muntah beberapa hari saja badan kamu udah tampak kurusan, selain tidak pernah minum obat, sepertinya kamu juga jarang makan," alibi pria itu."Aku makan, tapi makanannya aku muntah lagi," bantah Leta."Makanya obat anti mualnya diminum.""Udah juga kok.""Kalau udah ngapain kamu masih muntah?" tanya Langit sengit."Ya mana aku tahu," balas Leta tak kalah sengit.
"Aku mau pulang sebentar, aku rindu sama ibu. Apa boleh aku pulang?" tanya Leta takut-takut.Saat ini Langit sedang memakai dasi, posisinya membelakangi Leta."Aku masih sibuk." Langit menyahut dengan ketus.Leta meremas kedua tangannya, sudah dia duga pasti hal ini tidak diizinkan oleh Langit.'Tunggu, tadi dia bilang dia masih sibuk, kan?' Leta bertanya-tanya dalam hati."A--aku tidak minta ditemani sama kamu, aku bisa pergi sendiri, Langit," ujarnya dengan pelan."Kamu pikir akan aku izinkan kalau kamu pergi sendiri?" tanya pria itu sinis.'Nggak!' Leta menjawab dalam hati.Wanita itu menghela napas berat, dia tidak tahu lagi caranya membujuk Langit, menurutnya pria itu benar-benar kepala batu."Aku harus segera temui ibuku, kasihan ibuku sudah lama aku tinggal sendirian, pasti dia kesepian." Leta masih berusaha."Sudah aku bilang kalau aku lagi sibuk!" tegas Langit."Aku bisa pergi--""Aku tidak akan pernah mengizinkan, siapa tahu itu hanya akal-akalan kamu aja supaya bisa curi-cu
"Ada angin apa tiba-tiba kamu berani menginjakkan kaki ke rumah ini?" tanya pria paruh baya itu sinis.Langit tersenyum menyeringai karena mendapat sambutan seperti itu. Tanpa dipersilahkan, dia langsung duduk di hadapan pria itu."Gimana kabarnya?" tanya Langit basa-basi. "Udah sembuh atau semakin parah?"Mahendra mendengkus keras, dia muak dengan sikap pura-pura yang Langit tunjukkan."Katakan, kamu ke sini pasti mempunyai niat terselubung, kan?" tebak pria itu.Mulut Langit melengkung membentuk senyuman, lebih tepatnya mengejek. "Apakah sekentara itu, Pak tua?""Sialan!" umpat Mahendra. Matanya berkilat amarah. "Ada perlu apa kamu ke sini?" selidiknya."Hanya ingin bersilahturahmi dengan papa sendiri. Ya ... meskipun aku tahu kalau sebenarnya hanya papa tiri, tetap saja masih berstatus papaku, kan?" Lagi-lagi raut wajah Langit meledek, membuat Mahendra mengetatkan rahangnya."Persetan dengan silahturahmi, pasti kamu sedang merencanakan sesuatu.""Wah, jadi gini ya rasanya dibenci s
"Aku ingin kamu datang menemui Leta, suruh dia datang menemuiku!" bentak Mahendra pada Putra."Saya harus cari dia ke mana, Tuan?" tanya Putra bingung."Ke manapun, bila perlu datangi rumahnya. Katakan kalau aku sedang mencarinya. Sial! Dia benar-benar membuatku marah, selama ini aku menghubunginya dia sama sekali tak pernah merespon," dengkus pria itu."Baik." Putra pun langsung pergi dari sana.Dia tampak menghela napas berat karena memikirkan perselisihan antara bapak dan anak itu."Padahal aku udah kasih saran ke dia untuk melepaskan wanita itu demi perusahaan. Tapi malah dia lebih mementingkan wanita itu daripada memikirkan perusahaan yang telah dia bangun susah payah. Aku benar-benar bingung dengan jalan pikir pria itu," lirih Putra seraya geleng-geleng kepala.Setelah berada di dalam mobil, Putra memijit pelipisnya secara perlahan. Dia bingung harus mencari wanita itu ke mana."Ke tempat kerjanya? Atau ke tempat tongkrongannya? Atau tanya saja pada Tuan Langit? Ah, mana mungkin
"Ada apa, Bu. Kok tumben Ibu nelpon? Ibu baik-baik aja, kan?" tanya Leta cemas.Wanita itu tampak terkejut karena melihat ibunya menghubunginya berkali-kali. Dia takut kalau terjadi apa-apa pada ibunya, apalagi saat ini ibunya tengah sendiri, tidak ada yang menemaninya, itulah yang membuat Leta dilanda gelisah."Ibu nggak apa-apa kok. Ibu cuma pengen tahu gimana kabarmu di sana, sehat, kan?" tanya Tika dari ujung sana, suara wanita itu begitu lembut.Leta menghela napas lega. "Syukurlah kalau Ibu nggak apa-apa, aku khawatir."Leta mendengar kekehan dari ujung sana."Memangnya kamu ini berharap Ibu kenapa? Doain Ibu sakit ya?""Ish! Ibu ini ngomong apa sih, kok ngomongnya kayak gitu? Nggak boleh, Bu!" tegur Leta."Ibu di sini nggak apa-apa. Ibu cuma kesepian aja, makanya Ibu nelpon kamu. Tadi Ibu juga nelpon abang kamu, tapi ya gitu, dia selalu sibuk sampai-sampai telpon dari Ibu aja nggak diangkat," celoteh Tika.Leta tersenyum miris ketika mendengar ucapan ibunya, sejujurnya dia juga
"Langit," panggil Leta pelan. Dia menautkan kedua jari telunjuknya karena saking gugupnya ketika berhadapan dengan pria itu.Langit menatap Leta dengan kedua alis bertaut, terlihat begitu jelas kalau wanita itu ingin mengatakan sesuatu. Akan tetapi Langit ingin tahu sampai mana wanita itu ingin merayunya.Setelah mengelap mulutnya menggunakan tisu, pria itu pun langsung bangun dari duduknya dan pergi meninggalkan Leta seorang diri di meja makan.Langit tersenyum menyeringai ketika mendengar Leta mengikutinya dari belakang."Langit, aku ingin bicara sama kamu." Kali ini Leta berdiri tepat di hadapan Langit, membuat pria itu langsung menghentikan langkahnya.Pria itu mendengkus pelan seraya membuang pandangannya ke samping. Pura-pura kesal dengan wanita itu."Aku capek, bicaranya besok aja," tolak pria itu.Leta menggeleng dengan cepat."Aku mau istirahat, minggir!"Lagi-lagi Leta menggeleng."Jangan bikin kesabaranku habis, Aleta! Jangan selalu membuat emosiku selalu naik!" geram pria
Mahendra mendengkus keras ketika melihat siapa yang mengetuk pintu rumahnya begitu tidak sabaran."Kamu lagi, kamu lagi. Mau ngapain kamu datang ke sini?" tanya pria itu ketus.Langit tersenyum mengejek. "Anda tidak mungkin tidak tahu apa tujuan saya untuk datang ke sini.""Soal Leta?" Mahendra mencibir."Apa tujuan kamu mencarinya?" tanya Langit to the poin. Tidak ada lagi basa-basi dari raut wajahnya."Memangnya ada yang salah? Asal kamu tahu, Langit, dia itu istriku. Kamu nggak pantas bicara seperti itu padaku," kata Mahendra emosi.Bibir Langit berkedut, akan tetapi tangannya mengepal erat. "Persetan dengan yang namanya istri. Sedari awal dia itu adalah milikku, maka jangan coba-coba kau mengambil apa yang sudah menjadi milikku, berengsek!" umpat Langit dengan tatapan tajamnya.Mahendra tampak memijit pelipisnya, makin lama berhadapan dengan anak tirinya itu membuat dirinya darah tinggi. Harus berusaha apa lagi dia itu agar menyadarkan Langit kalau Leta sebenarnya sudah menjadi is
Leta meringis pelan karena menurutnya kali ini Langit bermain agak kasar. Setelah mencapai pelepasan, pria itu pun langsung bangun dari tubuh Leta, membuat wanita itu bernapas lega.Leta sangat yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres pada Langit."Kenapa? Apa perutmu sakit?" tanya Langit seraya mengerutkan keningnya karena melihat wanita itu tampak meringis.Langit agak menyesal karena memperlakukan Leta agak kasar, semua itu karena pria sialan itu yang saat ini benar-benar mengganggu ketenangannya, ya siapa lagi kalau bukan Mahendra. Sialnya, kenapa dia harus melampiaskan kemarahannya itu pada Leta yang jelas-jelas saja wanita itu tidak tahu-menahu tentang masalah mereka."Nggak, cuma sedikit nyeri aja," sahut wanita itu pelan.Mendapat jawaban seperti itu bukannya tenang, pria itu malah menyugar rambutnya dengan kasar.Dia merasa bersalah sekarang. Pria itu bingung harus berbuat apa, ingin sekali membawa wanita itu pergi ke rumah sakit, tapi untuk saat ini kondisinya benar-benar ti
"Apa yang kamu lakukan?!"Langit menatap David berang, lalu pandangannya beralih ke arah Mahendra dan Leta.Dia bernapas lega karena melihat Leta tampak baik-baik saja, meskipun menggigil ketakutan. Dengan cepat Langit mendekati Leta, mendekap tubuh wanita itu dengan erat serta menghujani beberapa kecupan, lalu tali yang mengikat tangan wanita itu dilepas serta benda yang ada di mulut juga dilepas."Kamu nggak apa-apa?" tanya Langit khawatir.Leta menggeleng. Kenyataannya keadaannya memang tidak baik-baik saja. Langit pun menuntun Leta ke sofa untuk duduk."Astaga! Dia sudah mati. Kenapa kamu melakukan hal sekeji ini?!" pekik Axel. Dia yang lebih dulu menghampiri Mahendra usai tumbang.Pekikan Axel jelas saja membuat Langit dan Leta tersentak, kecuali David.Ya, ternyata sebelum Mahendra berniat menembak Leta, David yang lebih dulu memulainya. Entah dari mana pria itu datang, yang pasti salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari kedatangan David."Orang seperti itu memang harus d
"Saya akan segera menyusul Anda, saat ini saya sedang dalam perjalanan," ujar David yang panggilannya langsung diangkat oleh Langit."Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, David? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Langit to the poin."Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda, Pak. Saya berani bersumpah. Kalau perlakuan saya tadi membuat Anda curiga, saya mohon maaf. Tadi sebenarnya saya ingin menghubungi pihak polisi, saya menyuruh Anda pergi duluan agar mereka terkecoh, Pak. Maaf kalau sudah membuat salah paham," jelas David panjang lebar."Kau sedang tidak membohongiku, kan?""Tidak, Pak. Saya berani bersumpah. Bahkan saya selalu mengingat kata-kata saya untuk Anda, saya akan selalu mengabdikan seluruh kehidupan saya pada Anda."Langit mendengkus keras. "Aku tidak suka omong kosong. Nggak usah bicara seperti itu, kamu berhak menentukan hidupmu sendiri. Aku sudah sampai, aku akhiri dulu panggilannya.""Pak, tunggu. Saya harap Anda harus hati-hati, mereka itu licik. Saya
"Hai, Langit."Langit tersentak ketika mendengar suara laki-laki. Dia kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan jika tadi dia tidak salah melihat. Setahunya nomor Leta yang menghubunginya."Siapa kau? Kenapa bisa ponsel istriku ada di kamu? Jangan macam-macam!""Hahaha, bagaimana kalau satu macam? Istrimu sangat cantik, rugi rasanya kalau tidak macam-macam.""Berengsek! Siapa kau sebenarnya?!" umpat Langit. "Berikan ponselnya pada istriku, cepat!""Hahaha, kenapa kamu tampak begitu ketakutan, Langit? Di mana sifat angkuhmu seperti biasanya itu?""Jangan main-main denganku kalau kamu nggak mau terjadi sesuatu di kehidupanmu, sialan! Cepat berikan ponselnya pada istriku!""Nggak! Aku mau nunggu kamu sengsara dulu baru aku bakal balikin, bahkan istrimu juga bakal aku balikin sekalian ke kamu. Tapi tunggu aku puas dulu ya, hahaha. Sampai jumpa, Langit. Ingat, jangan macam-macam kalau ingin istri kamu selamat!" ancam pria itu, tak lama kemudian panggilan itu terputus."Sialan! Ap
"Jadi di sini tempat tinggal Langit sekarang?""Rumahnya banyak. Tapi aku yakin dia bakal tinggal di sini, karena ini adalah rumah utamanya."Axel manggut-manggut ketika mendengar penjelasan Mahendra."Dengar-dengar dia udah nikah. Nggak tahu sama wanita yang kamu maksud atau bukan," ucap Axel seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya."Oh ya?" Mahendra tersenyum sinis. "Jelas saja dengan wanita yang sama, karena dia sangat cinta mati dengan wanita itu."Axel tak menyahut, dia hanya mengedikkan bahunya acuh."Aku beritahu kamu sesuatu, sebenarnya wanita yang saat ini menjadi istrinya Langit pernah menjadi istriku."Mulut Axel menganga lebar. "Maksudnya dia jatuh cinta dengan mama tirinya begitu? Wah, ini benar-benar skandal luar biasa."Axel berdecak berkali-kali, sungguh heran dengan sebuah fakta yang baru dia ketahui."Bukan. Mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta dari dulu. Mereka dulu sepasang kekasih namun secara paksa aku renggut kebahagiaan mereka dengan menikahi wanita
"Bagaimana bisa?" Sentak Langit."Saya juga tidak tahu, Pak. Saya yakin ini ada campur tangan orang-orang yang tidak menyukai Anda."Langit menghela napas gusar. Mendengar kabar bahwa Mahendra sudah keluar dari penjara satu bulan lalu jelas membuatnya terkejut. Masalahnya yang jadi pertanyaan siapa yang menjamin pria itu? "Sudah kamu telusuri?"Langit yakin sebelum David menceritakan semuanya pasti pria itu akan menelusuri sampai ke akar-akarnya."Ini baru dugaan, ada pria bernama Axel yang membantunya. Setahu saya Axel ini pernah menawarkan Anda kerjasama, akan tetapi Anda menolaknya karena menurut Anda kurang menguntungkan, meskipun Anda waktu itu menolaknya secara halus tetap saja mungkin dia merasa tersinggung."Langit kembali menghela napas. "Axel? Kamu tahu sendiri kenapa alasan aku menolak tawaran pria itu. Dia kerja asal saja, tidak mementingkan keselamatan konsumen, itu yang membuatku menolaknya. Kalau memang dia yang menyelamatkan tua bangka itu biarkan saja. Aku ingin lih
"Jaga Leta ya, Langit."Langit mengangguk. "Ibu tenang saja, pasti aku akan selalu jaga Leta. Saat ini dia adalah prioritas utamaku.""Cuma saat ini aja?" tanya Satria dengan pandangan menyipit. "Atau sampai Leta melahirkan baru kamu kembali mengacuhkannya?""Selamanya." Langit melirik pria itu dengan sinis, ada saja tingkahnya yang membuatnya jengkel."Oh, siapa tahu, kan? Bisa aja--""Bang!" tegur Leta. "Apaan sih, nggak usah sinis gitu kenapa sama suami aku. Nanti kalau Abang punya istri, aku sinisin balik emangnya Abang terima?" Satria tersenyum kecut. "Bercanda aja kok, gitu aja--""Bercanda boleh aja, tapi lihat kondisi juga. Nggak mungkin, kan, Abang nggak bisa bedain yang mana waktunya serius sama yang mana waktunya bercanda?" Leta kembali menyela ucapan Satria."Iya, iya." Satria pasrah saja.Pria itu harus bisa menjaga perasaan adiknya karena selama Leta hamil, dia itu gampang sensitif."Udah, udah. Kalian ini kenapa sih ribut terus, nggak enak kalau didengar sama tetangga,
Menikah dengan Langit entah mengapa banyak keraguan yang menyusup di hati Leta.Wanita itu juga bingung dengan hatinya. Mungkin karena meragukan perasaan pria itu, atau dia kecewa karena mengetahui sebuah fakta bahwa suaminya terjerat kasus tabrak lari yang menimpa Mahendra, meskipun sebenarnya dia bersyukur karena ulah Langit, Mahendra belum sempat melakukan apapun padanya. Namun, di sisi lain dia merasa kurang suka dengan tindakan Langit. Intinya saat ini hati Leta benar-benar begitu bingung.Menurut Leta, Langit adalah pria yang sangat baik, lebih malahan. Selama menjadi istri pria itu, Langit tak pernah berbicara kasar, tidak memperlakukannya dengan tindakan semena-mena, yang ada malah Langit sangat tulus padanya. Lalu, mengapa Leta masih meragukan pria itu?Wanita itu menghela napas berat."Astaga! Apa yang aku pikirkan," gumam wanita itu seraya menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ponsel Leta berdering, dia langsung mengambil ponselnya yang tak jauh darinya.Tanpa sadar bibir
"Kamu beneran ingin niat serius dengan adikku?" tanya Satria memastikan."Menurutmu? Apa mengajak seorang wanita menikah adalah sesuatu lelucon?" tanya Langit balik."Aku serius bertanya padamu!" geram Satria."Aku pun demikian. Meskipun kamu menentang kami, aku tidak akan menyerah. Selama ini aku membiarkanmu membawa Leta ke mana pun kamu pergi, tapi sayangnya kamu menyia-nyiakan kesempatan itu. Kamu selalu bilang kalau Leta tidak butuh aku, dan anak yang dikandung Leta tidak membutuhkan peran ayahnya. Nyatanya apa, bahkan kamu sendiri pun tidak mampu untuk membiayainya." Langit tersenyum sinis.Sedangkan Satria, pria itu tak terima dengan ucapan Langit. Dia mengepalkan tangannya."Atas dasar apa kamu bicara seperti itu, huh?!""Kenapa? Nggak terima? Memang kenyataannya seperti itu, kan? Apa selama ini kamu peduli dengan Leta? Kalau aku nggak ada di tempat yang sama dengan Leta waktu itu, aku pun nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Asal kamu tahu, beberapa kali bidan men
"Semua sudah saya telusuri, tapi memang tidak ada tanda bukti-bukti jejak kejahatan mereka, Tuan."Mahendra mendesah berat. Kecewa karena sampai detik ini Putra belum juga mendapatkan bukti bahwa Langitlah yang membuatnya kecelakaan."Kamu yakin?" tanya pria itu memastikan."Iya, Tuan. Cctv pun sudah saya cek, tapi memang tidak ada yang mencurigakan. Saya rasa kecelakaan Tuan itu memang murni kecelakaan, bukan campur tangan orang lain."Mahendra menggeleng tegas, jelas saja dia tidak terima dengan ucapan Putra."Nggak! Aku yakin banget kalau dia dalang dari semua ini!" sentaknya."Kalau memang Tuan Langit pelakunya, pasti akan meninggalkan jejak, Tuan. Tapi bukankah malah sebenarnya Tuan sendiri yang ingin menghabisi nyawa Tuan Langit? Atau mungkin itu karma untuk Tuan karena ... sudah berniat--""Tutup mulutmu, sialan! Aku nggak butuh ucapanmu yang nggak bermutu itu!" Suara Mahendra tampak menggelegar."Saya minta maaf, Tuan.""Kalau begitu kamu kembali cari-cari bukti bahwa Langit m