“Mau pergi?” Aruna menghentikan langkah saat mendengar Bintang bertanya. Dia melihat sang mommy yang duduk di ruang keluarga sambil memandang dirinya. “Iya, Mom. Keluar sebentar, lalu mau ke kampus,” jawab Aruna ketika sampai di tempat sang mommy duduk. “Oh … ya sudah, hati-hati di jalan,” kata Bintang. Aruna menganggukkan kepala, lantas mencium pipi Bintang. Aruna ingin pergi menemui Ansel. Meski Ansel membalas pesannya, tapi Aruna merasa ada sesuatu yang membuatnya tak bisa tenang. Aruna mengemudikan mobil meninggalkan rumah. Dia pergi ke perusahaan orang tua Ansel. Berharap bisa menemui serta memastikan kenapa Ansel tidak menghubungi jika tak dihubungi dulu. Saat sudah sampai di perusahaan Ansel. Aruna melihat mobil Ansel yang baru saja keluar dari basement, tentu saja hal itu membuat Aruna terkejut. “Mau ke mana dia?” Aruna melihat mobil Ansel yang melesat cepat keluar dari area perusahaan, membuat gadis itu segera memutar mobil untuk mengikuti Ansel. Aruna mencoba mengh
“Lho, kok balik lagi?”Bintang keheranan melihat Aruna yang pulang lagi. Apalagi Aruna langsung naik ke lantai atas mengabaikan dirinya yang menyapa.“Kenapa dia?”Bintang cemas melihat Aruna yang mengabaikannya. Dia pun menyusul ke kamar Aruna, tapi pintu kamar putrinya itu dikunci.“Runa! Sayang! Ada apa? Kalau ada masalah, sini bicarakan dengan mommy!” Bintang mengetuk pintu agar Aruna membukanya.Namun, tidak ada respon dari Aruna, membuat Bintang semakin cemas.Sashi keluar dari kamar karena mendengar suara Bintang memanggil Aruna. Dia pun mendekat untuk tahu apa yang terjadi.“Ada apa, Mom?” tanya Sashi.Bintang menoleh Sashi, terlihat jelas raut wajahnya yang begitu cemas.“Runa katanya tadi mau ke kampus, tiba-tiba pulang lalu masuk kamar. Mommy coba panggil-panggil ga mau buka pintu, ga biasanya dia mengunci pintu seperti ini, Sashi.”Bintang menjawab pertanyaan Sashi dengan ekspresi wajah panik dan cemas.Sashi memandang pintu kamar Aruna, lantas menatap Bintang yang terliha
“Aku tidak bisa membiarkan Runa tinggal di luar negeri sendirian. Kamu tahu alasanku, El.” Sashi bingung karena kini Bintang dan Langit malah berdebat membahas Aruna yang kekeh ingin pergi. “Tapi jika memang demi kesehatan mentalnya. Bukankah ini lebih baik daripada dia menderita,” ujar Langit menjelaskan. “Tidak! Aku tidak bisa membiarkan putriku tinggal sendirian di negara orang. Kamu pikir aku tidak tahu pergaulan di sana? Jangan sampai putriku salah bergaul!” Bintang kekeh tak mengizinkan Aruna pergi. “Nyatanya dulu Mami bisa hidup dengan benar saat di luar negeri. Semua tergantung pribadi masing-masing, Bin. Tidak semua bersikap buruk sepertiku,” ujar Langit membujuk Bintang. Sashi tidak tahu harus bagaimana. Saat Langit dan Bintang berdebat membahas Aruna, Nanda datang dan ikut bingung kenapa mertuanya saling bersitegang. Sashi langsung mengajak Nanda bicara berdua, tentu saja hal itu membuat Nanda bingung. “Apa ada masalah di rumah?” tanya Nanda. “Iya, ini soal Runa,” j
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters