"Ketika kita melakukan kesalahan, yang terpenting adalah tidak menyalahkan diri sendiri terlalu lama. Yang harus kita lakukan adalah belajar dari kesalahan itu dan terus melangkah maju menggapai tujuan." - Mateo Ryder - Do I have a choice? : Apakah saya punya pilihan? Stop beating around the bush, get to the point: Tidak perlu basa-basi. Katakan saja langsung!
Audrey melompat dari tempat duduknya dengan gusar. Tiba-tiba saja ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. “Sialan, kenapa rencana itu bisa gagal?” rutuknya sambil berjalan mondar-mandir seperti setrikaan. Pikirannya kacau. Dia resah karena apa yang ia inginkan, tidak berjalan sesuai dengan rencana yang sudah dipersiapkannya matang-matang. “Hancur! Semuanya hancur berantakan karena pria bodoh itu meregang nyawa! Arrgggh, benar-benar tidak berguna. Kenapa sih dia harus mati? Sial, sial, sial!" Audrey memaki-maki sepuasnya. Kembali dia berjalan mondar-mandir seperti cacing kepanasan. Seluruh tubuhnya meraung-raung dalam geram dan marah. "Kutu kupret! Seharusnya aku sudah menikmati hasilnya sekarang." Audrey menggeleng-gelengkan kepalanya dengan gusar. “Haaah!!! Rasanya ini seperti sebuah cerita komedi yang tidak lucu. Aku berharap ini hanya sebuah mimpi buruk.” Mata Audrey dipenuhi amarah dan kebencian. Karena kesal, Audrey menyapu semua peralatan make-up di atas meja rias dengan
“Tuan Mateo, apakah Tuan sudah melihat berita di televisi hari ini?” tanya Isac sambil menyerahkan beberapa laporan mengenai perkembangan bisnis milik Mateo. “Aku tidak punya waktu untuk menonton hal-hal seperti itu.” “Tapi berita itu sangat penting, Tuan.” Mateo menghentikan kegiatannya dan menatap Isac. Dia tidak suka diajak bicara saat sedang memeriksa laporan bulanan. Tetapi melihat kesungguhan di wajah pria itu, Mateo pun menjadi penasaran. “Apa maksudmu dengan mengatakan bahwa berita itu sangat penting?” Isac menatapnya gugup. “A-ada berita pembunuhan di pub tempat Tuan bertransaksi bisnis hari Sabtu lalu.” “Lalu, apa hubungannya dengan aku?” ucap Mateo kesal. “Tentu saja ada hubungannya dengan Tuan.” “Maksud kamu?” “Apa Tuan belum melihat isi keseluruhan dari rekaman CCTV yang saya kirim?” “Belum!” “Pembunuhan itu terjadi di pintu keluar darurat. Dari rekaman CCTV, Tuan terlihat sedang menuju toilet yang terletak tidak jauh dari pintu keluar darurat.” “Hmm, lalu?”
"Rekaman CCTV yang kami dapatkan, memberikan bukti-bukti kuat yang bisa kita gunakan untuk menyeret pelaku ke meja hijau," ucap Martin sambil tersenyum lebar.Senyum kemenangan terukir di wajah Magnus.Dia pun lalu menepuk pundak polisi muda itu.“Good job, Martin.”Martin tersenyum bangga. Sejak dia dipindahkan ke wilayah ibu kota, begitu banyak pekerjaan menantang yang selalu datang ke atas mejanya“Apakah kamu ingin melihat rekaman CCTV itu sekarang?”“Nanti saja. Aku akan ke kantormu saat aku sudah selesai dengan proses interogasi.”“Baik, aku tinggal kerja dulu.”Setelah Martin pergi, Magnus kembali memasuki ruang interogasi.“Baiklah, Nona Freya. Aku hanya punya beberapa pertanyaan terakhir untukmu.”“Apakah setelah itu, aku bisa pulang?” tanya Freya.Wajah Freya terlihat letih. 'Andai saja aku melarikan diri sama seperti karyawan itu, mungkin aku tidak perlu menghabiskan waktu berjam-jam di sini.'“Of course! Kamu akan segera pulang setelah menjawab beberapa pertanyaan terakhir
Chloe baru saja selesai mengajar ketika Albert mengirimkannya pesan. ‘Hi, honey! Aku akan menjemputmu hari ini. See you!” Chloe mengerutkan kening. ‘Ada apa dengannya? Akhir-akhir ini, dia sangat dingin padaku. Kenapa bisa tiba-tiba begitu mesra dan bersahabat?’ ‘Tidak, terima kasih. Aku bisa pulang sendiri,’ balas Chloe dalam pesannya. ‘Aku ingin mengajakmu makan malam. Please….’ Kalau itu masih Chloe yang dulu, mungkin dia akan meleleh dan langsung menyetujui permintaan Albert. ‘Maaf, aku harus lembur hari ini.’ Padahal Chloe tidak berencana lembur sama sekali. Dia bahkan ingin segera pulang ke apartmennya sendiri dan ingin menenangkan pikirannya. Pling! ‘Aku akan menemanimu lembur.’ Chloe meremas-remas ujung bajunya. Saat dia merasa tidak nyaman atau gugup, kebiasaan meremas ujung bajunya kembali muncul. Entah sudah berapa kali dia berusaha menghilangkan kebiasaannya itu. Dia langsung mengunci ponselnya dan tidak berminat sama sekali membalas pesan dari Albert. Lagi pula
Albert meletakkan ponsel-nya dengan kasar di atas meja. Dia geram karena Chloe tidak membalas pesan terakhirnya. “Masa pesanku hanya dibaca tapi tidak dibalas?” gerutunya sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Tok, tok, tok…. “Masuk!” teriak Albert dengan wajah gusar. Delina, sekretaris Albert yang sudah berapa kali diajak ke atas ranjang panas Albert, masuk dengan memakai rok yang kurang bahan. Sepertinya dia sangat ingin memamerkan pahanya yang baru saja dibuat tan (kecoklatan). “Tuan, saya ingin menyerahkan laporan bulanan perusahan kita.” Albert yang masih emosi karena Chloe mengacuhkannya, menjawab sekretarisnya dengan ketus. “Letakkan saja di atas meja. Kamu tahu kan letak meja kerjaku di mana?” Delina berusaha tetap tersenyum walaupun sempat kaget dengan perlakuan Albert. Dia berjalan dengan hati-hati dan meletakkan file-file penting di atas meja kerja Albert. "Apakah ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya dengan suara manja yang dibuat-buat. Hening. Karena ti
Setelah membeli bunga dan sekotak coklat kesukaan Chloe, Albert pun segera meluncur ke tempat kerja Chloe. Saat tiba di sana dia memarkir mobilnya dan merapikan penampilannya. Dia berniat untuk memperbaiki kesalahannya. Bisikan ayahnya di malam saat Chloe dipojokkan oleh orang-orang terdekatnya, masih terus terngiang-ngiang di telinga Albert. ‘Jangan hentikan pernikahan kalian, tapi buatlah dia menderita seperti penderitaan yang kamu rasakan saat ini. Kalau kamu masih mencintainya, berhentilah untuk menyalahkan-nya dan balaslah dendammu.' Kata-kata itu adalah bisikan dari ayahnya pada malam itu. Tapi sebenarnya, tujuan Albert lebih besar dari itu. Dia mempertahankan Chloe bukan karena hanya ingin membalas dendam atas perbuatan Mateo. Ada satu lagi rencana terbesarnya. Dia yakin dan percaya bahwa Chloe adalah kunci utama agar rencananya untuk melenyapkan Mateo dari dunia kelam yang mereka berdua geluti saat ini berjalan dengan baik. Chloe akan menjadi jalan kesuksesannya. Alb
Untuk kedua kalinya, Chloe diajak ke mansion Mateo, tapi kali ini dia datang sebagai tamu, bukan sebagai tawanan. “Ikut aku!” ucap Mateo singkat sambil berjalan di depan Chloe. Walaupun Chloe ingin sekali menikmati keindahan mansion tersebut, tapi dia cukup tahu diri. Mereka berdua bukan siapa-siapa. Karena takdir mempermainkan kisah kehidupan mereka sehingga mereka bertemu.“Masuk!” Dengan suara bass-nya, Mateo hanya mengucap kata singkat saat mempersilahkan Chloe masuk ke ruang kantornya.Chloe kembali terkesima. Ruang kerja Mateo sangat luas, bahkan lebih luas dari ruang tamu miliknya.“Indah sekali,” gumam Chloe pelan sambil menyapu seisi ruangan dengan pandangan matanya. Interiornya merupakan perpaduan antara klasik dan modern benar-benar terlihat sempurna di mata Chloe.Mateo mengambil sebuah kursi dan meletakkannya di samping kursi kerjanya.“Duduk!” ucap Mateo sambil menyalakan komputernya. Dia akan menunjukan rekaman video itu kepada Chloe.‘Benar-benar manusia berhati bat
Mateo menahan Chloe dalam kungkungannya. “Kamu tidak boleh meninggalkan tempat ini tanpa seizinku. Mengerti!” ucap Mateo dingin. Dengan pelan dia mendekatkan wajahnya ke arahnya. Chloe menahan napas.“K-kamu mau apa?” ucap Chloe gagap sambil memalingkan wajahnya menghindari wajah Mateo yang hanya berjarak seinchi darinya.Napas Mateo menyapa permukaan wajah Chloe dan itu terasa sangat menenangkan bagi Chloe. “Please, don’t touch me!” rintih Chloe lirih. Sedetik saja Mateo sudah ingin melabuhkan ciumannya kepada Chloe. Tapi begitu mendengar permintaan Chloe, dia seperti diingatkan kembali atas kejadian malam itu. Ya, malam di mana dia menghancurkan masa depan gadis cantik ini. Suara Chloe yang lirih menghentikan niatnya. Kalau pun dia akan mencium gadis ini nanti, lebih baik dia menunggu waktu yang tepat. Walaupun Mateo ingin sekali melakukannya sekarang. Aura Chloe seperti magnet baginya. Begitu seksi. Begitu menggoda.“Makan malam bersamaku sekarang, setelah itu aku akan mengant
“Ssst,” bisik Chloe begitu melihat Mateo yang masuk ke dalam kamar bayi. Rupanya si kembar tiga baru saja mulai tertidur setelah rewel karena rebutan ASI. Chloe bertekad untuk memberikan asi kepada ketiga junior tercintanya. Dia menolak dengan tegas untuk memberikan susu formula.“Kamu terlihat sangat lelah, sayang,” bisik Mateo yang tiba-tiba menggendong istrinya dan membawanya keluar dari kamar bayi. Chloe hampir saja memekik karena kaget, tapi akhirnya dia merangkul leher suaminya dan menikmati perlakuan mesra darinya.“Aku harus memompa air susuku dulu sayang, karena kalau tidak, maka mereka akan rewel lagi saat bangun nanti.”“Tenang saja, aku akan menemanimu memompa susu untuk bayi-bayi kita.”Chloe mengangguk riang. Sudah beberapa malam dia tidak bisa tertidur lelap. Mengurus satu bayi saja sudah sangat melelahkan, apalagi tiga bayi sekaligus. Kadang dia sampai kelelahan dan bisa ketiduran saat sedang makan atau menyusui si kembar.Setelah tiba di kamar, Mateo segera meminta be
“Bolehkah aku meminta selembar kertas lagi?” pinta Jason begitu menyerahkan surat yang sudah dia tulis untuk Samuel.“Untuk apa?” tanya petugas penjara dengan alis bertaut itu sambil menerima surat dari tangan Jason. Baginya, memberikan selembar kertas kepada seorang tahanan adalah ide yang paling buruk. Sudah kejadian beberapa kali para tahanan memakai hal itu untuk melukai tubuh mereka. Bahkan ada yang bisa memotong urat nadi mereka dengan sebuah pulpen atau selembar kertas.“Aku akan menulis sebuah surat lagi,” ucap Jason dengan wajah memelas. Dia sudah capek bermain sandiwara sekarang. Semua usahanya sia-sia.“Hmm, kamu boleh mendapat selembar kertas lagi tapi, tapi dengan satu syarat.”“Apa syaratnya?”“Kamu tulis di sel khusus saja karena aku tidak mengizinkan kamu untuk sendirian di dalam sel-mu.”“Baiklah,” balas Jason pasrah. Dia sudah tidak punya energi lagi untuk berdebat dengan petugas penjara.“Di mana aku akan menulis surat ini?” tanya Jason.“Ikut aku.”Jason mengikuti
Albert duduk terpekur menunggu sang pengacara menghampirinya. Sidang keputusan akhir yang dijadwalkan hari ini, menentukan berapa lama ia akan mendekam dalam penjara.“Ke mana daddy dan mommy?” tanya Albert begitu Mr. Edward, pengacara keluarganya muncul dari balik pintu.Mr. Edward menarik napas panjang, lalu dengan wajah sedih, dia menceritakan tragedi yang telah terjadi di mansion keluarganya. Albert hanya bisa mencengkram pinggiran meja mendengar penuturan pengacaranya.“Sampai saat ini, kami masih terus mencari jejak Mr. Ragnar. Semoga beliau segera ditemukan.”“Siapa yang telah melakukan perbuatan terkutuk itu?” dengus Albert dengan wajah memerah. Selama beberapa hari dia menantikan kabar dari kedua orang tuanya, tapi ternyata mereka sendiri sedang mengalami musibah.“Kami belum tahu siapa yang melakukan penyerangan tersebut, Tuan.”“Bukankah ada kamera CCTV di setiap sudut mansion milik daddy?”“Benar, Tuan, tapi malam itu, semua CCTV telah dikuasai oleh pihak lawan.”Albert m
“Silahkan tanda tangan di sini, Tuan Jason,” ucap notaris Jason setelah pria itu menulis semua total kekayaan Jason. Semua miliknya akan jatuh ke tangan Samuel saat anak itu berusia delapan belas tahun. “Sebentar, aku akan membaca ulang semuanya terlebih dahulu.” Jason pun membaca surat tersebut dengan serius.“Masih ada satu yang kurang,” cetus Jason sambil mengetuk-ngetuk jari-jarinya di atas meja. “Harta yang mana lagi, Tuan?” tanya sang Notaris yang bernama Mr. Jon“Aku masih mempunyai satu harta lagi yang belum tertera di sini.”Mr. Jon menautkan alisnya dan kembali memeriksa total kekayaan Jason baik harta bergerak maupun tidak bergerak.“Aku masih mempunyai satu rumah di jalan Karl Johan, itu ingin aku wariskan pada Samuel.”“Baiklah, akan saya masukkan ke dalam daftar ini, tapi saya butuh waktu untuk membuat surat wasiat yang baru.”“Bisa selesai besok?”“Bisa, Tuan.”“Hmm, kalau begitu kita buat jadwal untuk besok. Aku juga mau menulis surat untuk anak itu.”Mr. Jon mengangg
“Apa ada apa dengannya?” jerit Chloe semakin panik. Dia sudah tidak memperdulikan lagi dengan perawat dan jarum yang sedang menjahit bagian intimnya yang sudah dilewati tiga kepala bayi beberapa menit yang lalu. Hatinya terasa sakit seperti akan kehilangan sesuatu yang berharga dari hidupnya.Mateo menyerahkan bayi laki-laki yang terlihat seperti tertidur itu, ke dalam gendongan Chloe. “Darling, kamu kenapa? Selamat datang di dunia ini," ucap Chloe lembut. Dia mendekap bayi itu dan mengecup keningnya dengan lembut. Tidak ada reaksi dari bayi itu, bibirnya semakin membiru.“Tolong!” jerit Chloe histeris. “Lakukan sesuatu!” Dia memeluk bayi itu lembut dan menggosok punggung bayi dengan lembut untuk merangsang pernapasan sang bayi. Sambil melakukan hal itu, tak henti-hentinya Chloe menaikkan doa untuk kesembuhan sang putra.“Sepertinya ada sesuatu yang menyumbat hidung dan mulutnya,” celetuk Chloe. Saat hendak membuka mulut sang bayi untuk memberikan napas bantuan, Chloe melihat begitu
Mateo menatap bayi itu dengan mata penuh haru. Namun, kebahagiaannya tertahan oleh kenyataan bahwa Chloe masih dalam proses melahirkan dua bayi lagi. "Sayang, kamu sangat luar biasa …, tapi masih ada dua bayi mungil kita yang bersiap untuk keluar!" bisiknya penuh kekaguman dan ketegangan.Chloe hanya bisa mengangguk lemah, tubuhnya masih bergulat dengan kontraksi berikutnya."T-tolong ..., aku tak tahu bisa berapa lama lagi," ujarnya dengan napas tersengal.“Kamu pasti bisa, sayang. Aku akan berjuang bersamamu.”“Aaaaa, kamu cerewet sekali,” teriak Chloe frustasi. “Coba aja kamu hamil dan melahirkan, biar kamu tahu rasakan sendiri,” tambahnya dengan emosi. Benar juga apa yang dikatakan orang-orang, kalau terlalu cerewet dengan orang hamil yang sedang berjuang untuk melahirkan, yang ada malah didamprat kembali. Mateo hanya bisa nyengir menerima omelan ChloeDengan cepat, Linda membersihkan bayi pertama Chloe dan Mateo, lalu meminta salah satu perawat untuk menyerahkan bayi itu kepada
“Nyonya Chloe akan melahirkan sekarang!” cicit Linda dengan wajah sedikit panik. Tapi dia berusaha menyembunyikan kepanikan-nya agar Mateo tidak ikut-ikutan tegangnya.“Hah? A-aku akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan bathup,” gagap Mateo. Dari awal kehamilan, Chloe memang sudah merencanakan akan melahirkan di dalam air (water birth). Wanita itu ingin merasakan bagaimana melahirkan secara normal, tapi di dalam air.Sebenarnya, bathup yang Mateo adalah sejenis kolam karena besar yang sudah di siapkan beberapa hari yang lalu. Dia meminta pelayan untuk mengisi kolam itu itu dengan air hangat.Malam itu, langit di luar jendela terasa gelap lebih dari biasanya, seolah turut merasakan ketegangan di dalam mansion Chloe dan Mateo. Cahaya lampu-lampu kecil di ruang kamar mereka yang luas, memberikan penerangan lembut. Namun, suasana di sana jauh dari kata tenang. Beberapa pelayan sibuk membantu dengan menyiapkan barang-barang yang diperlukan. Tak lama kemudian, kolam karet besar sudah terisi
Jason terbaring lemas di ranjang tidurnya yang semakin hari semakin terasa sempit. Dia sudah putus asa karena semua usahanya tidak ada yang berhasil. Dari mulai dengan menipu para sipir penjara dengan pura-pura sakit dan sesak napas, sampai meminta simpati dari dokter penjara. Namun, semua tidak ada yang berjalan sesuai dengan rencana yang telah dia susun dengan matang. Belum lagi dengan tindakannya mengancam Freya di rumah sakit, kini dia terkena pasal baru dan hukumannya diperpanjang karena dianggap sebagai tahanan yang membahayakan orang-orang sekitar. Hak cutinya pun diambil kembali oleh pihak hukum.“Apa yang harus aku lakukan?” bisik Jason dalam kesendiriannya. Dia kesepian, tiba-tiba, dia merindukan wajah Samuel, bocah tampan yang mirip sekali dengannya.“Aku harus melakukan sesuatu,” cetus Jason sambil melompat dari tempat tidurnya, lalu ia berjalan ke arah jeruji penjara, mencoba untuk memanggil seorang petugas yang sedang berjaga-jaga.“Bisakah Anda ke sini sebentar? Ada se
Chloe duduk di sofa bersama teman-temannya. Wajahnya terlihat begitu cantik dan bersinar setelah didandani oleh Hilde.“Coba rasakan ini,” ucap Chloe sambil menarik tangan Freya dan meletakkannya di atas perutnya yang sudah semakin membesar. “Oh, aku merindukan masa-masa seperti ini,” bisik Freya sambil menikmati pergerakan dan tendangan tiga bayi kembar di kulit perut Chloe.“Ini sangat luar biasa, tapi tidak ketika kamu harus bolak-balik kamar mandi karena tendangan mereka,” keluh Chloe dengan wajah konyol.“Hahaha, aku ingat itu,” celetuk Freya. Chloe pun tersenyum lebar, tangan lembutnya mengelus perutnya yang sudah sangat besar. Matanya berbinar melihat tamu-tamu yang berdatangan, membawa kado-kado berwarna pastel. Baby shower kali ini berbeda dari yang ia bayangkan. Tidak hanya karena kehamilannya yang luar biasa dengan tiga bayi kembar. Tetapi juga karena Mateo, suaminya, yang memutuskan untuk mengambil alih semua persiapan acara gender reveal.Mateo, seperti biasa, terlihat