“Kami akan pergi selama tiga hari. Kalian tidak apa-apa kan, kami tinggal sendiri?” tanya Steve.“Tentu saja. Kalian tidak perlu mengkhawatirkan kami.” Jawab Adrian.“Adrian, jaga adik-adikmu. Dan kau Braden, jangan menjahili Alana. Mama tidak mau kalian bertengkar selama kami pergi.” pesan Sherly pada kedua putranya.“Kami akan baik-baik saja.” Braden meyakinkan ibunya.Alana menggenggam tangan Sherly. “Ya, Mama tidak perlu khawatir. Kami bisa menjaga diri kami.”Sherly mengangguk. “Dan kalian berdua, jangan pulang malam. Terutama kau, Braden. Mama khawatir kalau Alana sendirian di rumah.” Sherly kembali mengingatkan kedua putranya.“Kalau ada apa-apa, segera hubungi kami.” Kata Steve sambil memasukkan barang bawaan terakhir ke bagasi mobil.Steve dan Sherly akan menghadiri sebuah acara di luar kota. Alana sudah membayangkan, pasti rumah akan terasa sepi tanpa keberadaan mereka. Meski di rumah ada Mbok Ijah dan Mbak Murni, tetap saja dia akan merasa kesepian.***Alana melongokkan ke
Saat Alana kembali, Braden sudah setengah tertidur. Dia tertidur dengan posisi setengah terduduk dengan kepala terkulai di atas tumpukan bantal yang tinggi. Braden membuka mata karena menyadari kedatangan Alana.“Kenapa kau tidak memakai selimut?” Alana menyelimuti kaki Braden.“Aku kepanasan tadi. Kenapa kau lama sekali?”“Karena cuaca panas, jadi aku mandi sekalian. Aku juga harus mengisi mangkuk makanan dan minuman Mikha.”Alana membersihkan meja belajar Braden yang berantakan dan penuh barang. “Kau tidak perlu membereskan kamarku.” Ujar Braden.“Aku melakukannya karena aku butuh memakai meja ini.” Alana meletakkan laptop dan sebuah buku catatan di meja yang kini sudah bersih.“Kau mau apa?”“Kau tidak mau ditinggal, jadi aku akan mengerjakan tugas di sini.” Alana duduk dan mulai menyanggul rambutnya yang panjang agar tidak mengganggu. Braden terus mengamati aktivitas gadis itu, dan hal itu membuatnya tenang.Braden tertidur beberapa kali dan saat terbangun, dia melihat Alana masih
Alana menggeliat dan mengucek mata. Dia mengerjap untuk menjernihkan pandangan, lalu dilanda kepanikan sesaat ketika menyadari dia berada di tempat asing. Kemudian dia sadar bahwa dia masih berada di kamar Braden. Braden baru saja keluar dari kamar mandi saat mendapati Alana bangun dengan muka kebingungan. “Aku tertidur semalam. Kenapa kau tidak membangunkanku?” omel Alana.“Aku kan juga sudah tidur. Mana aku tahu kalau kau masih di sini?” Braden beralasan.Alana terus saja menggerutu sambil berjalan keluar, menuju kamarnya sendiri. “Bisa-bisanya aku tidur di sana?” Di luar, dia berpapasan dengan Adrian yang sudah mau berangkat ke kantor. “Kakak sudah mau berangkat?”“Ya, aku harus berangkat lebih awal hari ini. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.” Adrian merapikan rambut kusut Alana. “Maaf, aku kemarin pulang terlambat. Saat aku pulang, kalian sudah tidur. Kau jadi merawat Braden sendirian.”“Ah, dia hanya demam. Tidak sakit parah.” Alana memijat lehernya yang sakit, karena sem
“Selamat pagi, Tante.” Sapa Eric. “Tante, saya mohon izin untuk mengajak Alana pergi hari ini.”Sherly tersenyum pada Eric. “Ya, tolong jaga Alana. Dan pulangnya jangan malam-malam, ya.”“Baik, Tante.”Seakan sepakat, Braden dan Adrian mengikuti Alana dan Eric hingga ke mobil. Padahal Alana sudah berusaha agar mereka tidak ikut keluar, tetapi tentu saja mereka tidak akan mensia-siakan kesempatan untuk mengintimidasi Eric. “Kenapa kalian ikut kemari?” Alana bertanya curiga.“Memangnya kami tidak boleh mengantar kalian?” tanya Adrian. “Kami hanya ingin memastikanmu baik-baik saja.”“Ke mana kau akan membawa Alana pergi?” Braden bertanya tanpa basa-basi, begitu mereka berada di luar batas pendengaran Sherly.“Haruskah aku membocorkan tempat kencanku dan Alana? Kau akan merusak kejutannya.” Eric memprotes.Adrian langsung saja terlihat berang. “Kalian akan berkencan? Kau mengajak Alana berkencan?” Pemuda itu baru sadar dengan dandanan Alana yang jauh lebih rapi daripada biasanya.“Aku tid
“Aaaa―” Alana memekik dengan gembira. “Itu― Itu rusa!”Eric tertawa makin keras. Sesuatu yang berwarna cokelat yang sebelumnya Alana duga sebagai batang pohon ternyata adalah beberapa ekor rusa yang tengah merumput. “Ayo kita ke sana.”Alana berusaha tidak berlari atau melompat-lompat, tidak ingin semua rusa itu berlari pergi. Tetapi yang mengejutkan, para rusa itu ternyata sama sekali tidak takut dengan kedatangan mereka.Mereka malah datang dan mengendus-endus kantong plastik yang dibawa Eric. “Kau mau ini? Ayo, makanlah.” Eric mengambil sesuatu dari dalam kantong itu dan menyuapkannya ke mulut si rusa. “Kau mau memberi makan mereka juga?”Eric mengulurkan kantong yang ternyata berisi wortel. Alana mengambil satu dan mencoba membujuk seekor rusa yang tanduknya baru saja tumbuh untuk mendekat ke arahnya. “Eric, lihat! Astaga, mereka lucu sekali.” Dia tertawa saat rusa-rusa itu menggigit wortel yang diulurkannya.Melihat itu, Eric langsung mengeluarkan handphonenya dan memotret Alana
Sebelum pergi, mereka beristirahat sejenak sambil minum teh bunga krisan dan menikmati pemandangan petak-petak bunga di kejauhan. Buket bunga mereka diletakkan di kursi, sedangkan pot-pot bunga Alana dikemas dalam sebuah kotak kardus besar dan diletakkan di lantai.“Kau juga pasti tidak ingin pergi dari tempat ini.” Tebak Eric.“Tentu saja. Kenapa kau baru membawaku ke sini sekarang?” Alana mengedarkan pandangan ke sekeliling. “Harusnya kau mengajakku dari dulu.”Eric menatap Alana jengkel. “Memangnya kau mau kalau aku mengajakmu dari dulu? Kau pasti akan menolakku mentah-mentah!”“Ah, benar juga. Dulu aku pasti akan menolak. Tapi itu karena dulu ketulusan serta kebaikanmu patut diragukan.”“Kau selalu saja berprasangka buruk padaku. Jadi, bagaimana sekarang? Kau tidak menyesali kencan kita?”Alana tertawa. “Aku tidak tahu kalau kencan akan semenyenangkan ini. Kupikir kencan hanya kegiatan yang membuang-buang waktu.”“Sebenarnya, tergantung dengan siapa kau berkencan. Kalau denganku,
Kali ini Alana memicingkan mata. “Aku baru saja mengiyakan satu permintaanmu, dan sekarang kau sudah meminta yang lain.”“Aku kan hanya mencoba peruntungan. Suasana saat ini begitu romantis, sayang sekali kalau aku tidak menyatakan perasaanku.” Eric kembali memainkan gelasnya, merasa lebih gugup dari sebelumnya. “Jadi, apa kau mau? Menjadi kekasihku.”Alana tidak tahu apakah Eric benar-benar serius atau bercanda. Dia tidak bisa membedakan keduanya. “Apa kau serius?”Eric tampak jengkel, lupa kalau dia tengah gugup. “Kau masih saja meragukanku! Aku serius, Lana. Kau meminta bukti dengan menyuruhku berbaikan dengan Braden, dan aku melakukannya. Aku bahkan mulai berhenti merokok meski kau tidak memintanya. Meski yah, kadang aku masih merokok sesekali.”Eric mengecap bibirnya dengan ujung lidah, dan merasakan mulutnya pahit karena seharian tidak merokok. Alana merasa tidak enak jika harus menolak Eric, tetapi dia juga tidak bisa menerimanya.“Tapi kita belum lama kenal. Aku tidak bisa men
“Aaaaa! Aaaa!” Braden memeluk Alana dengan erat. “Ayo cepat usir!”“Kalau kau memelukku seperti ini, bagaimana aku bisa mengusir dia? Aku bahkan nyaris tidak bisa bernapas!” Alana berusaha melepaskan lilitan tangan Braden di lehernya yang masih saja histeris. “Keluar dari sini!”Dengan patuh Braden keluar dari kamar mandi yang sempit. Alana merasa heran mengapa Braden hanya menjerit-jerit ketakutan alih-alih cepat keluar dari tempat itu.Alana mengambil sikat lantai bergagang panjang dari bawah wastafel, berusaha mengusir kecoa masuk ke lubang pembuangan air. Dia tidak tega untuk membunuh binatang itu. “Shuuu shuu ... “Binatang itu hanya berputar-putar bingung di seputaran kamar mandi, membuat Alana jengkel. “Ayo, pergilah. Kenapa kau tidak mau pergi?”“Alana ... Alana, dia sudah pergi belum?” Braden berteriak-teriak, membuat Alana bertambah jengkel.Alana mengabaikan pemuda itu, dan fokus dengan apa yang dia kerjakan. Akhirnya, gadis itu berhasil mendorong si serangga mendekati luba
Adrian hanya bisa terdiam, saat mendapati bukti-bukti perselingkuhan kekasihnya. Namun, meski semua bukti itu terpampang nyata, pemuda itu masih menolak untuk memercayainya. Dia harus memastikan hal itu secara langsung. Dia harus menemui Greta.Pemuda itu mencari Greta di tempat kerjanya, dan mendapati bahwa gadis itu sedang libur. Dari sini, perasaan Adrian sudah berubah tidak nyaman. Kemudian Adrian pergi menuju rumah gadis itu, berharap dia akan bertemu Greta di sana.Dan betapa hancur hati Adrian, saat mendapati kekasihnya tengah bersama seorang laki-laki yang dilihatnya dalam foto. “A-Adrian!” Greta terkejut dengan kedatangan pemuda itu yang tiba-tiba.“Kau tidak bekerja?” tanya Adrian, masih mencoba untuk berpikir positif.“Aku baru saja pulang,” jawab gadis itu.“Benarkah? Aku baru saja dari tempat kerjamu. Dan mereka bilang hari ini kau sedang libur.”“Ah, i-itu..” Greta menjawab dengan gugup. “Aku—““Siapa kau? Ada perlu apa kau dengan kekasihku?” pria di samping Greta berta
Alana dan Braden mampir ke sebuah tempat yang menjadi pusat street food sebelum pulang. Meski Alana bilang sedang ingin diet, nyatanya mata gadis itu seketika melebar saat melihat aneka jajanan serta mengendus aroma makanan yang menguar di udara sekitar mereka.“Waah, semuanya terlihat enak.” Alana menatap sekelilingnya dengan mata berbinar.“Bukankah tadi kau bilang sedang ingin diet?” Sindir Braden.“Kita kan sudah terlanjur sampai di sini. Jadi, ayo kita keliling,” Alana berjalan di depan dengan diikuti Braden yang membawakan bonekanya.Alana bingung menentukan pilihan, karena semua makanan terlihat sama enaknya. Setelah berkeliling dan melihat sana-sini, akhirnya gadis itu menjatuhkan pilihan pada corndog isi sosis dan keju berukuran besar, souffle cake mini dengan aneka toping, dan segelas boba cokelat.Mereka berjalan sambil menyesap minuman dingin, sedang mencari tempat duduk untuk makan. “Sepertinya itu Kak Greta. Apa aku salah lihat?” Alana berhenti untuk memperhatikan seoran
“Alana―” Braden menyaksikan mata Alana berkilat saat gadis itu menatap Leona dengan tajam. Leona mendongak, menatap Alana tidak kalah sengit. Melihat itu Braden buru-buru berdiri dan menempatkan dirinya di antara kedua gadis itu. “Lana, ayo kita pergi saja. Aku baru ingat ada kedai es krim yang lebih enak.” Alana menepis tangan Braden yang tengah memegangi lengannya. “Kenapa kita harus pergi? Kita duluan yang menempati meja ini. Kalau ada yang harus pergi, itu adalah dia!” Alana menunjuk Leona. “Bagaimana kalau aku tidak mau pergi?” Leona menyialngkan kaki dan mengibaskan rambutnya yang kini pendek sebahu. “Ayo kita cari meja lain.” Braden membujuk. “TIDAK!” Kata Alana tegas, masih sambil menatap Leona tanpa berkedip. Will menyadari ketegangan yang mulai terbentuk. “Leona, ayo kita kembali ke meja kita.” “Meja kita sudah ditempati oleh orang lain. Lagi pula aku lebih suka duduk di sini.” Leona berbicara tanpa repot-repot menoleh pada Will. Alana tersenyum miring. “Baiklah kala
Braden sangat kesal ketika melihat Alana yang terus saja tersipu saat mereka makan bersama malam itu. Gadis itu mengaduk-aduk makanan di piringnya dengan pandangan mata menerawang, dengan senyum samar yang terus saja tersungging di wajahnya.“Lana, jangan mainkan makananmu.” Tegur Sherly, membuat Lana bergegas menghabiskan sisa makanannya.‘Apa yang sudah dilakukan bajingan tengik itu? Dia pasti sudah mencekoki Alana dengan omong kosongnya!’ Braden membatin dengan kesal.Saat akhirnya kembali ke kamarnya, Braden menjadi makin kesal. Senyum konyol Alana benar-benar mengganggunya. “Argh, sialan!” Braden mengacak rambutnya. Dia benar-benar ingin menghajar Eric.Dia keluar dan pergi ke kamar Alana. Dia masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu. Didapatinya gadis itu mendongak terkejut dengan kedatangannya. “Kenapa kau tidak mengetuk pintu? Benar-benar kebiasan!” Alana tengah duduk di meja belajarnya sambil memangku boneka beruang bertuksedo pemberian Eric.Braden melirik boneka itu dengan ke
“Kenapa kau terus memandangiku?” tanya Alana, karena Eric berkali-kali mencuri pandang ke arahnya.Pemuda itu hanya tersenyum. “Aku hanya senang karena akhirnya bisa pergi denganmu.”Alana jadi salah tingkah. “Fokuslah mengemudi. Kau harus memperhatikan jalan dengan baik.”Akhirnya Eric menuruti apa kata Alana. Alana memperhatikan Eric yang sedikit tegang, berbeda dari biasanya. “Eric, apa kau baik-baik saja? Kau tampak tegang.”“Hahaha. Aku baik-baik saja.” Eric melirik Alana kembali. “Emm, Lana. Bisakah kau bukakan laci itu untukku?” Eric menunjuk laci dashboard yang berada tepat di depan Alana.“Yang ini?” Alana menunjuk.“Ya, benar. Yang itu. Bukalah.”Alana membukanya, dan menemukan sebatang cokelat dengan hiasan pita pink. Alana menatap Eric dengan pandangan bertanya. “Itu untukmu.” Ucap Eric, tanpa berani menatap Alana kali ini.Seketika Alana merasakan panas yang menjalar di leher dan wajahnya. Dia merasa kepanasan, padahal AC tengah menyala. ‘Astaga, ini cuma cokelat. Ada apa
Saat sampai di rumah, Alana menumpahkan kekesalannya pada boneka beruang pemberian Adrian. Alana memukul-mukul kepala beruang malang itu, kemudian menutupnya dengan kantong keresek agar mukanya yang imut itu tidak terlihat oleh pandangan matanya.“Kau memang menyebalkan! Mudah sekali kau meminta maaf. Kau pikir aku bisa melupakannya begitu saja?” Alana meninju beruang itu beberapa kali lagi hingga dia merasa puas. Sebenarnya dia merasa kasihan pada si beruang, tetapi benda itu selalu saja mengingatkannya pada Adrian.Seperti yang dijanjikan pemuda itu, keesokan harinya Greta benar-benar datang ke rumah dan meminta maaf pada Alana. “Maafkan aku, Lana. Aku menyesal, sungguh.” Permintaan maaf Greta tampak tulus, tetapi kini Alana tidak akan tertipu lagi.“Bisakah kita memulai semua kembali dari awal? Sebagai sahabat?” Greta tersenyum manis, seakan mereka berdua benar-benar bisa menjadi sahabat.‘Apa? Sahabat? Cuiih...’ Batin Alana. Dia menduga-duga, pasti Adrian harus menyuap Greta denga
“Tidak―” Braden menjatuhkan handphonenya, membuat Adrian makin panik.“Braden, Braden ada apa? Apa Alana baik-baik saja? Halo? Braden, jawab Aku!” Adrian terus berteriak menuntut jawaban, tetapi kini dia sudah diabaikan sepenuhnya oleh sang adik.Braden berlari menyeberangi ruangan, tempat Alana terbaring di lantai dengan muka pucat. Kini ketakutannya benar-benar menjadi nyata. Hal seperti inilah yang dia takutkan sejak awal.“Lana! Lana, bangun!” Braden mengguncang tubuh lemas Alana dengan putus asa dan air mata tertahan. “Kumohon, bangunlah! Lana!”Braden sudah menyelipkan sebelah lengan ke punggung gadis itu dan bersiap mengangkatnya saat Alana membuka mata dan melotot, membuat Braden terperanjat kaget. “Apa yang kau lakukan?” Alana duduk dan menggeliat, kemudian melepas headshet yang menempel di telinganya.“K-Kau tidak pingsan?”“Kau pikir aku pingan? Aku baik-baik saja.”“Astaga, kau membuatku khawatir! Kau tidak tahu betapa khawatirnya aku tadi. Jantungku hampir lepas saat meli
“Apa? Minta maaf?” Alana tertawa. “Dia yang salah kenapa aku yang harus meminta maaf?”“Berhentilah bersikap kekanak-kanakan!”“Kakak menyebutku kekanak-kanakan? Kekasih Kakak yang tidak tahu diri itulah yang bersikap kekanakan. Dia tidak bisa bersikap layaknya orang dewasa! Asal Kakak tahu saja, dia tidak sebaik yang Kakak kira. Kakak hanya sudah terperdaya oleh perangkap busuknya, sehingga tidak bisa melihat seperti apa dirinya yang sesungguhnya!”“Hentikan, Lana. Cukup! Aku tidak akan membiarkan siapa pun berbicara buruk mengenai Greta. Bahkan jika itu adalah kau!”Alana tersentak. Tidak pernah sekali pun Adrian membentaknya. Adrian yang begitu lembut dan baik hati, kini membentak Alana demi membela gadis seperti Greta.“Aku akan mengatakannya sekali lagi padamu. Kau harus meminta maaf pada Greta. Kau harus meminta maaf atas semua tuduhanmu dan karena kau sudah membuat dia menangis karena keisenganmu.”“Tidak!” kata Alana. “Aku tidak akan pernah meminta maaf padanya!”Adrian terlih
Mereka pergi ke sebuah restoran seafood yang berada di tepi pantai. Mereka semua bergembira, menikmati makanan enak serta pemandangan laut yang indah. Bahkan untuk sekali ini Steve tidak mempedulikan tingginya kandungan kolestrol dalam makanannya.Semua orang senang kecuali Greta. Gadis itu makan dalam diam, tampak tidak antusias seperti yang lainnya. Dia juga sesekali melirik Alana dengan penuh kebencian, namun tidak mengatakan apa pun. Setelah makan, mereka mengunjungi dermaga kecil yang berada tidak jauh dari sana.Mengabadikan momen dengan berfoto dan menikmati semilir angin yang sejuk di hari yang cerah itu. “Sayang, bajumu kotor. Kau pasti bersandar entah di mana tadi.” Sherly berusaha menghilangkan noda di baju putih Greta yang bagian punggungnya kotor.“Ah, biar saja Tante. Mungkin karena aku baru saja bersandar di pagar.” Greta tersenyum pada Sherly, tetapi saat dia kembali sendirian, Greta kembali menunjukkan kekesalannya.Mereka kembali ke villa ketika hari sudah malam. Mer