Home / Romansa / Terbangun di Ranjang Presdir Duda / Bajingan Tengik Berotak Udang

Share

Bajingan Tengik Berotak Udang

Author: Naraya Mahika
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Aku ingin membicarakan hal ini berdua saja dengan Jenar jika dirimu tidak keberatan," pinta Sambara yang ditolak mentah-mentah oleh Mada.

"Permintaan retoris, dasar otak udang konyol."

Laki-laki berpakaian parlente tersebut dengan terang-terangan menunjukan rasa tidak sukanya kepada Sambara dengan berdecih serta memandangnya tajam,

"Pergi sebelum diriku benar-benar murka," ancamnya yang tidak diindahkan oleh Sambara karena fokus si pria sejak tadi adalah Jenar, bukan Mada.

Dengan tegas, Mada menggelengkan kepalanya, sekali dia katakan tidak kepada Sambara, maka jutaan kata lainnya yang keluar dari belah bibirnya tetaplah sama.

Apapun pertanyaan Sambara, jawabannya adalah tidak. Mustahil Mada ingin mengubahnya.

Sikap keduanya sama-sama keras, Sambara tidak akan pergi jika belum mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Jenar sementara Mada bersikeras bahwa Sambara harus enyah.

"Hanya sekali ini saja."

"KALAU BEGITU, KATAKAN!"

"Dia."

Sambara menunjuk ke arah Jenar yang matanya ber
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Sebuah Karma

    "Anak yang dikandung oleh Rula kemungkinan besar bukan darah dagingku, Jenar."Sebuah senyap terjadi untuk beberapa saat, Mada terlalu tercengang untuk memberikan respons sementara Jenar hanya memasang raut datar."Untuk itu ...ah, aku tidak tahu apakah ini bisa dikatakan karma atau bukan," tuturnya dengan menggaruk area tengkuk."Setidaknya, aku ingin meminta maaf dan tolong maafkan diriku," tutup Sambara."Jadi kamu ingin meminta maaf karena menyesal atau karena terpojok?""Keduanya. Namun lebih banyak pada poin menyesal." Sambara menarik napas panjang, seolah-olah dia hendak mempertimbangkan kembali ucapannya."Menyesal karena meninggalkan dirimu. Nah, itu maksudku. Harusnya aku tidak melakukan itu, harusnya pernikahan kita tetap berjalan dan aku ... seharusnya aku tidak berpaling untuk Rula."Perkataan Sambara sontak membuat Jenar mengerjap dengan cepat dan bahkan menyempatkan diri untuk mengubah tumpuan kaki kendati beberapa detik sebelumnya, kakinya terasa sakit karena terkilir.

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Lalu, Kita Bercumbu Mesra

    "Oh astaga, aku merasa seperti pasien yang memiliki penyakit mematikan dan usia hidupku tinggal beberapa menit ke depan.""Dan aku akan mati jika kamu tidak segera pulih.""Hati-hati saat berbicara, tampan," balas Jenar gemas dengan mencubit ujung hidung Mada lalu tersenyum pelan ketika matanya menatap si lelaki yang keluar dari pintu pengemudi untuk beralih ke arah Jenar.Mada tidak bermain-main dengan apa yang dia sampaikan sebelumnya kepada Jenar ketika keduanya berada di rumah sakit kemarin malam.Kendati Jenar menganggap bengkak di kakinya sebagai hal yang biasa, tetapi Mada tidak demikian. Setelah semalam pria itu mengantarnya pulang dan untuk kali pertama bertemu dengan kakak yang keheranan karena Jenar datang dengan lelaki yang luar biasa tampan selain Sambara, pada pagi buta Mada sudah kembali tiba di depan rumah Jenar.Dia bersikeras untuk mengajak Jenar untuk datang bersama, tidak peduli akan pandangan masyarakat Lawana Corporation nantinya.Lagipula, kondisi Jenar saat in

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Lawana Corporation Gempar

    Aman.Satu hal yang berada di benak Jenar ketika dirinya dipapah oleh Mada serta langsung dibawa ke ruang kerja si pria agar tidak bertemu dengan karyawan lainnya adalah aman.Dirinya kadung merasa bahwa hanya ada dirinya dan Mada saja sejak mereka meninggalkan area parkir kendaraan lalu terpingkal-pingkal seakan dunia tercipta untuk mereka berdua. Nyatanya ..."Hei hei hei! Berkumpul, aku membawa sesuatu yang sangat penting!" pekik Dalilah yang baru saja sampai lalu menaruh barang-barang di dalam kubikelnya dengan cukup berisik hingga beberapa pasang mata menoleh ke arahnya, ingin tahu apa yang hendak disampaikan oleh si biang gosip tersebut."Apa?""Jika yang kamu katakan bukan tentang promo makan siang di salah satu restauran, aku tidak ingin mendengarnya.""Oh ayolah, apalagi yang akan diberi tahu oleh biang gosip ini selain .... jadi, siapa lagi yang berselingkuh di kantor ini?" tebak yang lain ketika mereka mulai berkerumun."Selamat pagi pekerja Lawana, kembali lagi dengan Dal

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Nona Sekretaris Terpojok, TOLONG!

    "Hari ini Jenar datang dengan Pak Mada, berdua. Aku yakin seperti itu."Lamina berseru kepada Taka yang duduk dihadapannya seraya membawa nampan berisikan menu makan siang yang habis dirinya ambil di area cafetaria."Oh ya?" Taka memberikan kode kepada Lamina untuk menggeser beberapa piring saji sebelum dirinya dapat meletakan nampan di depan meja putih pembatas yang tidak terlalu besar tersebut.Lamina menepuk-nepuk tempatnya duduk, menguji tingkat empuk sofa yang diduduki sebelum menyelipkan rambut kebelakang telinga."Tentu. Aku tahu dengan pasti bahwa Dalilah tidak mungkin berbohong," bisiknya setelah sibuk mengedarkan pandang, berusaha keras agar target yang menjadi topik pembicaraan tidak ada di sana sama sekali."Hanya saja, aku berupaya untuk menutupinya agar hal ini tidak menjadi semakin liar." Lamina mencondongkan tubuh ke arah Taka, kekasihnya, hingga lanyard di leher bergoyang pelan sebelum mendecakan lidah beberapa kali."Kamu tahu 'kan kalau berita dari Dalilah itu sepe

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Puas Menjadi Seks-retaris?

    "Tidak mungkin."Secara spontan, Jenar mengutarakannya dengan kerongkongan yang terasa kering.Sekretaris pribadi Mada itu menggelengkan kepala kuat-kuat dengan meremas bagian depan pakaian yang dikenakan.Rasanya ini sangat salah, tidak mungkin perempuan jumawa yang tengah berbicara di hadapannya adalah seseorang yang berada di masa lalu."Excuse me?"Bianca mengerutkan kening dan kepalanya sedikit ia miringkan ke arah kiri sebelum jemari berhias kukunya yang indah bergerak untuk menepiskan rambut.Jenar terkesima saat melihat Bianca, seolah-olah dirinya tengah melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.Mereka nampak mirip, serupa namun tidak sama. Jenar tahu bahwa dirinya tidak memiliki kaitan apapun dengan Bianca, mereka berasal dari dunia yang berbeda. Jenar, putri bungsu dari dua bersaudara.Bagaimana bisa mereka menjadi sepasang kembar bila Bianca memiliki usia yang berbeda dua tahun dari Mada sementara dirinya berbeda sepuluh tahun dari si pria?Tidak, ini hanya kebetula

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Bukan Sekretaris Rendahan!

    "Apa? Apa yang ingin kamu katakan kepada diriku? Apa yang bisa membela dirimu saat ini, huh?" rentet Bianca tanpa memberi kesempatan bagi Jenar untuk menjawabnya."Kamu tidak lebih dari sekretaris murahan yang dengan begitu mudah dapat melebarkan kaki dan beradu desah.""Nyonya Bianca," tegas Jenar saat menyebutkan nama Bianca, besar harapannya bahwa setelah ini Bianca tidak lagi bersikap agresif seperti sebelumnya."K—kita bisa membicarakan ini dengan baik-baik. Nyonya hanya salah menduga, diriku tidak seburuk apa yang sempat terlintas di dalam benakmu, Nyonya Bianca." “Katakan kepada diriku pada titik mana aku mengatakan sesuatu yang salah? Kamu pikir Mada sudah berpaling dariku sepenuhnya hanya dalam waktu lima tahun? Apa itu yang berada di benakmu?”Bianca melipat kedua tangan di depan dada dan mengangkat dagunya cukup tinggi untuk menantang Jenar yang mematung sepersekian detik seraya membasahi bibirnya yang kering.Dia menelan saliva, karena hanya itu satu-satunya kesempatan Je

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Jual Beli Sekretaris

    “Begini, Pak Mada.” Seorang pria paruh baya menghampiri meja Mada tepat ketika pria tersebut tengah memutar penutup ballpoin pertanda bahwa rapat yang cukup menyita waktunya usai. “Bagaimana, Pak?” jawab Mada. Mada mengerutkan kening seraya menyunggingkan senyum yang hanya bertahan beberapa detik saja sebelum melipat kedua tangan di atas meja. Beberapa pasang kolega mulai membubarkan diri setelah sebelumnya menyapa Mada penuh kehangatan. “Sepertinya … saya belum melihat kehadiran seseorang," terangnya disertai siulan. “Seseorang?” ulang Mada disertai alis yang terangkat sambil memiringkan sedikit posisinya ketika seorang office boy menghampiri untuk mengambil bungkus makanan yang telah kosong serta botol air mineral. “Ya.” Lawan bicaranya tersenyum simpul sambil menggosok kedua tangan di depan dada. “Kami semua tahu kalau Pak Mada memiliki sekretaris yang cekatan dan pekerjaannya … cukup rapi.” “Oh ya?” Mada bersikap defensif di luar keinginannya, rasanya akan ada sesuatu ya

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Kalian Bertengkar, Ya?

    [Lamina: Je, sampai kapan dirimu ingin berada di dalam ruangan Pak Mada?][Lamina: Taka menyuruhku pulang, tetapi aku ingin memastikan agar nenek lampir itu pergi lebih dahulu dan aku baru akan menyusulnya.][Lamina: Tiga panggilan tidak terjawab.]Mada mengembuskan napas lalu kembali duduk di sebelah si perempuan setelah menyampirkan selimut hangat yang menutupi bagian atas tubuh Jenar.Ponsel milik Jenar sejak tadi berada di atas meja, dekat secangkir kopi hangat yang mau tidak mau Mada buat sendiri sebab setelah pertama kali Jenar membuatkan kopi untuknya, Mada merasa tidak cocok dengan kopi buatan orang lain.Hanya Jenar yang seleranya cocok untuk Mada.[Lamina: Taka menyuruhku untuk pulang, tas kerjaku bahkan sudah ditenteng oleh dirinya. Hubungi aku secepatnya!]Mada menyesap kopi lalu berdecak seraya membasahi bibir lalu melirik ke arah ponsel yang masih menyala dengan kondisi layar terkunci tersebut, berderet-deret pesan masuk dari Lamina pada akhirnya membuat si lelaki mengem

Latest chapter

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Satu Buket Bunga Besar

    "Sebenarnya apa yang dicari oleh orang itu?" "Aku tidak tahu," jawab yang lainnya dengan suara lirih sambil melirik jam lalu diam-diam menguap lebar sebelum mengamati Mada melalui sudut mata. "Ini sudah larut, seharusnya kita sudah tutup," bisiknya dengan nada yang sudah tidak sabar. Kakinya bergoyang-goyang dan berulang kali berdecak seraya menyumpah serapah dan terus menggaruk kepala. "Tolong katakan kepada calon pembeli itu bahwa kita sudah close order." Dengan tidak sabar, dia mengatakannya dengan sedikit mendesak yang langsung di sangkal oleh rekan kerjanya. "Hush!" tukas yang lain dengan mata merebak terbuka. "Menolak calon pembeli itu tidak baik, bisa berimbas buruk kepada bisnis," balas teman bicaranya yang nampak kikuk sambil terus memandang ke arah calon pembeli tersebut. "Lama sekali," gerutunya pelan agar tidak terdengar oleh Mada. Lantas, dia menoleh untuk menatap rekannya dan berucap serius, "Maksudku ... jika saja dia meminta saran kepada kita berdua, kita pasti

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Lelaki Berteman Luka

    "Aku seharusnya tidak berada di sini, bukan?" Dia duduk dengan kedua lutut yang tertekuk sambil menyesap cairan berwarna putih kekuningan dari gelas berleher tinggi sebelum menaruhnya kembali kemudian membuka pembungkus sebuah bola cokelat dari brand Godiva. "Ck!" ucapnya seraya mendecak-decakan lidah ketika rasa manis dari cairan tersebut kembali membasahi bibir serta kerongkongan. "Kamu ingin mencobanya? Oh ayolah, percaya padaku. Aku tidak akan membeli alkohol yang memiliki cita rasa buruk," ucapnya memberikan penawaran kemudian menggeleng ketika tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan. "No? Fine, you're lost, not mine," tutur si pria dengan menghabiskan isi dari dalam gelas itu hanya dalam satu teguk sebelum tertunduk. Gelasnya jatuh, kepalanya terasa berdenyut dan tangannya sibuk menepuk-nepuk sisi kiri keningnya. Mada menyipitkan mata, keringat sebesar bulir jagung mulai menuruni kening sampai membuatnya menghela napas berulang kali dan dengan sibuk mendecak-decakan lidah

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Mencium Penuh Nafsu

    "Je, jangan menyelundupkan kekasihmu ke sini, oke?!" "Aku tidak hanya menyelundupkannya melainkan akan tidur dengannya lalu membuat suara-suara animalistik sampai kamu terganggu," balasnya sarkastik dengan memejamkan mata karena tengah pusing dengan beban kerja yang terus berdatangan. "Mungkin kamu akan mendengar aahh dan uhh dan eeehh dan yes," tambah Jenar memanas-manasi Catherine yang tidak memiliki kekasih. "Hei!" Catherine berkacak pinggang lalu berdecak sebal sambil mengetuk jemarinya di daun pintu. "Jadi, jangan membuatku melakukan yang tidak-tidak di rumah ini, mengerti?" tanya si adik yang kakinya sedang terkilir dengan retoris kemudian mendecak-decakan lidah. "Omong-omong, semakin bertambah usiamu, sikapmu menjadi sangat menyebalkan, Cath." "Itu adalah tujuan mengapa seorang Kakak diciptakan. Tidak lain dan tidak bukan untuk membuat adiknya kesal." "You pissed me off, asshole," cebik si adik sambil memijat sisi kepala seraya memutar kembali kursi yang semula di duduki

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Laki-Laki Parlente Mencurigakan

    "Je, ada apa?"Jenar menoleh ke arah sang Kakak yang baru saja kembali dengan semangkuk mie instan berkuah penuh sayur seperti pesanannya beberapa saat yang lalu."Mada menyuruhku agar mengambil jatah cuti untuk dua hari," terangnya setelah mematikan ponsel."And by the way, thank you chef."Diiringi sebuah senyum lebar, Jenar meraih mangkuk yang masih mengepulkan asap itu dan menaruhnya di atas meja yang melintang di atas paha.Catherine mendecakan lidah sebelum menggeleng pelan dan memutuskan untuk duduk di sebelah Jenar yang tengah menyeruput kuah mie instan tersebut."Hati-hati, kamu bisa tersedak."Jenar tidak memberikan jawaban yang pasti kepada Catherine, dia memilih untuk membuat tanda 'oke' dengan jemarinya sedangkan mulutnya tidak henti bergerak seperti sebuah vacuum cleaner."Dua hari?""Yup," angguknya ditengah seruput mie instan sebelum menambahkan. "Kamis dan Jum'at aku akan bekerja di rumah.""Artinya kamu akan berada di rumah sepanjang akhir pekan," lirih Catherine yan

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Will You Be My Wife?

    "Harum," tuturnya setelah menghidu aroma buket bunga.Ada yang tidak biasa dari penampilan lelaki berusia 28 tahun itu. Dia terlihat gugup, rasa percaya dirinya perlahan menguap di udara begitu saja. "Oh Tuhan, apakah ini pertanda bahwa apa yang akan aku jalani ini adalah suatu hal yang benar?" Tubuhnya belum terlihat terlalu kekar, ukuran pakaiannya mungkin saja masih S. Tanda penuaan di sudut mata serta kening yang berkerut-kerut masih belum muncul ke permukaan. Wajahnya terlihat sangat segar berseri-seri, rahangnya sangat tajam seperti bilah pisau yang dipakai oleh juru masak di restoran terkemuka. Hanya seorang pemuda yang tengah jatuh cinta dan memantapkan hati untuk menikahi pujaan hati. Entah kapan mereka akan menikah, dia tidak tahu. karena masa depan adalah sebuah misteri, tetapi satu hal yang dirinya mengerti, secepat mungkin dirinya ingin meminang sang dara. "Bi, will you marry me? Ah, tidak. Terlalu klise, seperti seorang lelaki yang kehabisan kosa kata." Dirinya b

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Hei, Penculik Tampan!

    “Aku sedang tidak ingin pulang. Bisakah kamu menculik diriku?” “Tidak ada penculik yang terang-terangan mengatakan bahwa dirinya akan melakukan penculikan,” balasnya disertai seringai, tidak habis pikir dengan apa yang berada dalam benak Jenar. "Lagipula, apa urgensinya dan kenapa tiba-tiba kamu mengatakan hal tersebut, hum? Apa kamu tengah mabuk?" “Memangnya ada korban penculikan yang minta diculik?” balas Jenar sebelum sibuk menyunggingkan senyuman. "Dan kamu benar, aku mabuk. Dimabuk oleh cintamu." "Dasar," cibir Mada yang telinganya perlahan memerah namun berusaha keras dia tutupi karena disanjung oleh sang dara tercinta. Lengan Jenar senantiasa mengalung dibelakang leher Mada setelah berjam-jam kemudian keduanya memutuskan untuk keluar dari ruang kerja si pria setelah Lawana Corporation berangsur-angsur sepi. “Mada Lawana, ayolah, culik diriku,” rajuk Jenar untuk kali kesekian hingga Mada yang tengah menggendongnya kemudian bersandar di dalam lift hanya tertawa dengan hamba

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Nenek Lampir Stadium Akut

    "Taka!"Taka yang sedang berada di area cafetaria dan tengah menunggu pesanannya lantas menoleh ke arah sumber suara sebelum mengangguk dengan penuh rasa hormat kepada Mada."Pak Mada," sahutnya dengan sopan. "Ada yang bisa dibantu, Pak?"Tanpa membuang waktu, Mada menyamakan posisinya dengan Taka yang tengah menerima uluran roti hangat di dalam kemasan lalu memasukannya ke dalam tas sebelum kembali menatap Mada."Ada, namun tidak banyak," singkat si lelaki parlente sambil menatap pria muda di hadapannya yang tengah meregangkan tubuh lalu melambaikan tangan ketika di sapa oleh seseorang yang wujudnya belum dapat Mada lihat dan kenali."Kamu sedang bersama dengan Lamina?" tanya Mada sebelum buru-buru menggeleng kemudian menunduk untuk meralat ucapannya sendiri saat dirinya menyadari bahwa dihadapannya kini hanya ada Taka semata."Hari ini pulang dengan Lamina, 'kan?" ulangnya lagi diselingi deham sambil menggaruk pangkal hidung."Lamina? Oh benar, kami pulang berdua."Senyum Taka yang

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Kalian Bertengkar, Ya?

    [Lamina: Je, sampai kapan dirimu ingin berada di dalam ruangan Pak Mada?][Lamina: Taka menyuruhku pulang, tetapi aku ingin memastikan agar nenek lampir itu pergi lebih dahulu dan aku baru akan menyusulnya.][Lamina: Tiga panggilan tidak terjawab.]Mada mengembuskan napas lalu kembali duduk di sebelah si perempuan setelah menyampirkan selimut hangat yang menutupi bagian atas tubuh Jenar.Ponsel milik Jenar sejak tadi berada di atas meja, dekat secangkir kopi hangat yang mau tidak mau Mada buat sendiri sebab setelah pertama kali Jenar membuatkan kopi untuknya, Mada merasa tidak cocok dengan kopi buatan orang lain.Hanya Jenar yang seleranya cocok untuk Mada.[Lamina: Taka menyuruhku untuk pulang, tas kerjaku bahkan sudah ditenteng oleh dirinya. Hubungi aku secepatnya!]Mada menyesap kopi lalu berdecak seraya membasahi bibir lalu melirik ke arah ponsel yang masih menyala dengan kondisi layar terkunci tersebut, berderet-deret pesan masuk dari Lamina pada akhirnya membuat si lelaki mengem

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Jual Beli Sekretaris

    “Begini, Pak Mada.” Seorang pria paruh baya menghampiri meja Mada tepat ketika pria tersebut tengah memutar penutup ballpoin pertanda bahwa rapat yang cukup menyita waktunya usai. “Bagaimana, Pak?” jawab Mada. Mada mengerutkan kening seraya menyunggingkan senyum yang hanya bertahan beberapa detik saja sebelum melipat kedua tangan di atas meja. Beberapa pasang kolega mulai membubarkan diri setelah sebelumnya menyapa Mada penuh kehangatan. “Sepertinya … saya belum melihat kehadiran seseorang," terangnya disertai siulan. “Seseorang?” ulang Mada disertai alis yang terangkat sambil memiringkan sedikit posisinya ketika seorang office boy menghampiri untuk mengambil bungkus makanan yang telah kosong serta botol air mineral. “Ya.” Lawan bicaranya tersenyum simpul sambil menggosok kedua tangan di depan dada. “Kami semua tahu kalau Pak Mada memiliki sekretaris yang cekatan dan pekerjaannya … cukup rapi.” “Oh ya?” Mada bersikap defensif di luar keinginannya, rasanya akan ada sesuatu ya

DMCA.com Protection Status