Kepalan tangan itu bersiap untuk melayangkan tinju pada wajah Nicko. Membuat Josephine semakin ketakutan dan berteriak.
"Jangan sakiti suamiku!" teriaknya memohon, tapi mereka malah membentak perempuan berwajah seperti boneka itu. "Diam kau!" kata salah seorang dengan kasar. Mendengar bentakan pada wanita yang begitu ia kasihi, tentu membuat Nicko naik pitam. Tangan mereka yang tadi siap meninju malah ditangkap oleh telapak tangan Nicko. Tak ada yang mengira, kalau pemuda yang ukuran tubuhnya lebih kurus dari mereka berhasil melakukannya. Bahkan Josephine sendiri menutup mulut keheranan. Terlebih kedua orang itu merintih kesakitan, seolah tulang pada pergelangan tangan mereka tengah dipatahkan. Napas Nicko terdengar begitu memburu, dengan tempo yang begitu cepat. Kulitnya tampak merah seperti terbakar matahari dan matanya membulat. Ekspresi wajah yang tak pernah dilihat oleh JosephinJosephine semakin merapatkan tubuh pada sang suami begitu masuk ke dalam rumahnya. Nicko yang berada di sampingnya pun menggenggam tangannya erat-erat. "Apa kau takut akan sesuatu?" "Itu mobil Damian, dan melihatnya membuat perasaanku jadi tidak enak." "Tadi aku berbohong pada Paman Howard jika aku akan bertemu Adrian mengurus investasi," jawab Josephine lirih. "Aku akan jadi perisaimu. Tenang ya!" Dua sejoli itu pun memasuki rumah Edmund Windsor yang tak terlalu besar. Tangan kanan Nicko menggandeng istrinya erat. Sementara tangan kirinya membawa tas belanja kebutuhan Josephine. Benar dugaan Josephine, Damian sudah menunggunya di ruang tengah bersama dengan Nenek dan Paman Howard. Sedangkan Ayah dan Ibu Josephine hanua menunduk. Mereka berdua pasti habis dimarahi habis-habisan. Nenek Elizabeth menurunkan kacamatanya sedikit, kemudian melirik ke arah cucu perempuannya yang bar
"Sayang, katakan pada mereka apa yang kau dapat hari ini!" pinta Nicko dengan lembut dan melingkarkan tangannya pada pundak sang Istri."Eh," balas Josephine sedikit gugup, tapi tak lama. Kemudian ia mengambil folder berisi pernyataam kerjasama dengan pihak Richmond."Masalah bisnis keluarga tak perlu dikhawatirkan lagi. Kurasa besok kita bisa membayar keterlambatan gaji para karyawan," kata Josephine dengan penuh percaya diri.Ucapan Josephine kali ini sukses membuat Paman dan sepepunya tak bisa menahan tawa. Dalam pikiran mereka mana mungkin seorang seperti Josephine melakukan hal ini."Kau ini lucu sekali Jo," komentar Damian."Aku tidak sedang melawak," balas Josephine ketus."Lalu kau kira dari mana bisa membayar gaji para karyawan. Kurasa kau tahu kan kalau jumlahnya hampir mencapai satu miliar?" Kali ini Nenek berkomentar sambil menunjuk cucu perempuannya dengan tongkat miliknya.&n
Damian mengusap pipinya yang terasa panas oleh hantaman Nicko. Ucapan sepepu Josephine ini telah membuatnya tersinggung. Berani benar ia mengatakan kalau istrinya menggunakan cara kotor agar mendapat suntikan dana dari Richmond.Bukankah sudah seharusnya ia membantu Istrinya yang mengalami kesusahan? Meskipun membantu dengan cara sembunyi-sembunyi."Kurang ajar! Berani-beraninya kau menghantam putraku?" protes Paman Howard yang tidak terima putranya dihantam oleh menantu tak berguna ini."Aku akan melakukan apapun untuk melindungi Istriku. Tak kan kubiarkan siapapun berkata hal buruk tentangnya," jawab Nicko."Huh! Sombong sekali kau? Memangnya kau tahu dari mana Josephine bisa mendapatkan investasi segitu besar jika tidak merayu direktur baru itu. Atau jangan-jangan ini idemu ya, karena istrimu yang bodoh ini bilang kalau kau yang menyarankan untuk datang Richmond Group. Aku tak menyangka kalau kau begitu rendah, hingg
Semua tampak sibuk memuja Armando bagaikan seorang pahlawan yang menyelamatkan keluarga mereka. Tak seorang pun menganggap kehadiran Josephine penting bagi mereka."Kau memang luar biasa Armando," puji Edmund.Pria keturunan hispanic itu pun semakin besar kepala. Menepuk dadanya dengan perasaan bangga. Membuat Istrinya semakin merendahkan adik perempuannya."Kalau cari suami itu yang seperti suamiku, mapan, cerdas dan berpengaruh. Jangan seperti dia yang tidak punya apa-apa," balas Catherine menuding pada Nicko tanpa segan.Perempuan yang tubuhnya lebih tinggi dari adiknya itu pun tak sengaja melirik tas belanja yang tergeletak di lantai. Tanpa segan perempuan itu pun langsung mengambil dan melihat isinya tanpa permisi."Catherine!" cegah Josephine saat kakaknya mengambil."Jadi ini milikmu? Kau pasti menghabiskan gajimu untuk ini, dan lupa akan kewajibanmu untuk menghidupi Ayah dan Ibu?" tamba
Wanita berkulit putih itu berkali-kali memandang gaun putih pada genggamannya, bergantian dengan suami adiknya. Sebuah gaun putih sepanjang lutut dengan potongan leher one shoulder.Kemudian wanita yang menata berperona bibir merah itu menyentuh gaun baru Josephine. Ia ingin merasakan detail tekstur gaun adiknya. Kemudian membolak-balikkan apa yang ada di hadapannya.Tak cukup di situ, wanita cantik itu berjongkok untuk melihat kotak sepatu yang ada di sana. Nampak sepatu stiletto yang senada dengan gaun baru Josephine yang berhias gemerlap glitter.Kakak kandung Josephine kemudian meletakkan sepatu itu di lantai, dan menggelengkan kepala."Tidak ... Tidak mugkin," serunya."Apanya yang tidak mungkin? Itu gaun dan sepatu milik Jo, aku memberikannnya sebagai hadiah," balas Nicko.Kini giliran Catherine yang menatap suaminya dengan wajah masam. Pria berambut cokelat gelap itu tahu kalau ada
Masih dengan gaya berbusana yang sama, pria muda bermata hazel itu memasuki gedung Richmond untuk kedua kalinya. Kunjungannya kali ini tampak berbeda, karena seisi kantor tampak hormat kepadanya.Sepertinya, apa yang terjadi pada Laura dan dua petugas keamanan kemarin cukup memberikan pelajaran bagi mereka. Kini para karyawan menghentikan kegiatan mereka dan berdiri serta menunduk hormat pada Nicko.Tentu saja mereka melakukan ini karena tak ingin kehilangan pekerjaan mereka. Atau mempermalukan diri dan membuat mereka kehilangan pamor, seperti sekretaris Laura.Sebenarnya Nicko ingin memecat Laura kemarin, tapi melihat dedikasi dan pengabdian yang diberikan pada Richmond selama ini, maka pantaslah untuk ia mendapat kesempatan kedua. Ditambah lagi, belum ada kandidat pengganti yang mampu menandingi kemampuan Laura.Melihat sikap para karyawan yang berlebihan, membuat Nicko sedikit risih. Ya ia memang ingin dihargai
Josephine duduk menghadap meja bundar bersama keluarga besarnya. Rapat yang diadakan klan Windsor kali ini dinilai mendadak, sampai-sampai Jo harus meninggalkan pekerjaannya mengurus gaji para karyawan."Sebenarnya ada apa kita harus berkumpul di sini?" pikir Josephine bertanya-tanya.Kembali Nyonya Besar Windsor menurunkan kacamatanya. Memandang anggota keluarganya satu per satu."Kalian pasti bertanya kenapa aku mengumpulkan kalian di sini?" tanya Elizabeth membuka percakapan.Tak seorangpun berani menyela saat Nyonya Besar berbicara. Sebagai anak maupun cucu, tentu saja mereka hanya bisa mendengarkan perkataan sang Nenek."Kalian tahu, kalau perusahaan kita saat ini mulai membaik. Apa yang diberikan Tuan Muda Richmond memberi pengaruh baik untuk perusahaan kita," Nenek mengawali."Betul sekali, kita patut berbangga karena perusahaan sekelas Richmond bersedia untuk bekerjasama dengan ki
Perempuan pirang itu tampak tak bersemangat dengan pekerjaannya. Meskipun begitu, ia tetap berusaha untuk bersikap profesional.Perasaan dongkol terus berkecamuk dalam batinnya, setiap ia melihat Damian berbincang dengan Nenek. Semakin sering melihat mereka, semakin kuat dugaannya kalau jabatan Damian memang sudah direncanakan sebelumnya."Menyebalkan," pikir Josephine.Ia masih ingat percakapan dengan suaminya semalam. Bagaimana laki-laki yang ia sayangi mengatakan kalau ia tidak akan membutuhkan jabatan general manager lagi.Kali ini dia merasa kecewa dengan Nicko. Ia merasa sang suami tidak lagi mendukungnya. Padahal Nicko sangat tahu kalau Josephine sangat mendambakan jabatan ini dan telah berusaha keras untuk itu.Josephine berbeda dengan Damian. Ia selalu mengerjakan seauatunya sendiri, tanpa ada dukungan dari Nenek ataupun orang tua. Sedangkan Damian selalu mendapatkan dukungan penuh, bahkan tunj