Kinanti merasa ada yang janggal dengan sikap mertuanya dan juga saudara suaminya yang kini tentu saja sudah menjadi saudara iparnya juga. Hari ini hari pernikahannya dengan Adhikari tapi menurutnya keluarga Adhikari tak terlalu memperlihatkan kebahagiaan mereka. Rasa was-was mulai hinggap di hatinya, ia takut jika sebenarnya keluarga Adhikari tak menerimanya sebagai menantu.
“Kinan.”
Kinanti tersadar dari lamunannya saat pria yang ia cintai yang saat ini sudah resmi menjadi suaminya menyentuh bahunya.
“Kamu kenapa kok malah melamun?” tanya Adhikari.
“Enggak, aku cuma ngrasa capek aja,” sahut Kinanti dengan senyuman di bibirnya.
“Bentar lagi kita istirahat kok. Tamunya juga udah pada pulang,” sahut Adhikari.
Satu bulan sudah berlalu setelah hari pernikahan Adhikari yang membuat hati Rosaline terluka. Kini Rosaline sudah bertekad untuk bangkit dan tak lagi ingin mengingat Adhikari. Bagi Rosaline sekarang ini Adhikari hanyalah cinta masa lalunya. Mulai sekarang ia harus kembali menata masa depannya.Setelah tiga minggu yang lalu Rosaline selesai berlibur bersama keluarganya kini sudah saatnya ia kembali fokus dengan pekerjaannya. Sekarang ini ia tak perlu repot memikirkan meluangkan waktu untuk bertemu dengan kekasihnya karena saat ini ia sudah tak memiliki seorang kekasih lagi karena itulah kini ia bisa menghabiskan seberapa banyak waktunya untuk memikirkan pekerjaannya.“Ma, Pa.” Rosaline baru saja pulang dari kantor saat jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam.“Rose, kamu baru pulang?” tanya Mardina.“Iya, Ma.” Rosaline langsung berjalan menuju dapur untuk mengambil air dingin lalu mulai menengguknya.&ldq
Enam bulan sudah Adhikari dan Kinanti mengarungi mahligai rumah tangga. Selama lima bulan ini Adhikari masih ikut tinggal di rumah Hastari. Selain karena ia belum memiliki rumah dari hasil kerja kerasnya sendiri, dengan tetap tinggal di rumah Hastari maka ia dan Kinanti juga bisa menemani hari-hari Hastari. Sebenarnya ia juga sudah mulai sungkan karena ikut tinggal di rumah mertuanya tapi untuk membeli rumah pun selama ini ia masih harus sedikit mengumpulkan uang lagi dan lagipula jika ia mengajak Kinanti untuk tinggal di rumah orangtuanya pun tak akan mungkin karena ia sangat tahu dengan pasti bahwa orangtuanya dan saudara-saudaranya kurang menyukai Kinanti. Ia juga tahu jika keluarganya itu masih merasa sangat bersalah pada wanita yang sudah ia tinggalkan untuk memilih membangun rumah tangga bersama Kinanti. Meski sesekali Adhikari juga kerap mengajak istrinya itu untuk berkunjung ke rumah orangtuanya.Setiap hari Adhikari dan Kinanti semakin terlihat mesra. Kinanti juga su
Semenjak Rosaline tinggal sendiri di apartemen, ia sudah tak ingat waktu untuk beristirahat lagi. Semakin hari ia semakin gila kerja. Berangkat pagi pulang malam, kadang sampai apartemen pun ia masih menyibukkan dirinya dengan pekerjaanya. Hal itu ia lakukan begitu terus secara berulang-ulang. Tak ada yang cerewet memperingatkannya untuk mengurangi jam kerja karena ia kini sudah hidup sendiri. Namun minimal satu bulan sekali ia juga akan memanjakan tubuh lelahnya di sebuah salon kecantikan dan gym.Kini Rosaline semakin mematangkan dirinya dalam segi apapun. Bahkan sekarang ini ia sudah lebih berani merias wajahnya dengan make up. Jika dulu ia lebih suka memakai setelan celana bahan saat berangkat ke kantor, kini sekarang ia lebih menyukai memakai rok span yang dipadukan dengan blezer, jas, ataupun terkadang ia padukan hanya dengan kemeja saat berangkat bekerja. Sekarang ini ia lebih mengarah ke arah feminim style.Hari ini adalah akhir pekan. Rosaline h
Semua orang pulang saat hari sudah mulai malam. Hanya Hastari yang masih tetap tinggal di rumah Adhikari karena rencananya ia akan menginap sampai beberapa hari ke depan seperti permintaan Kinanti.“Gimana, kamu suka sama kamar baru kita?” Adhikari memeluk tubuh Kinanti dari arah belakang.“Suka, Mas. Suka banget malah.” Kinanti membalik tubuhnya menghadap Adhikari.Adhikari langsung mencium bibir Kinanti dengan lembut. “Ini malam pertama kita di rumah baru, Sayang.”Adhikari menggiring Kinanti ke tempat tidur. Perlahan ia mulai membuka pakaiannya dan pakaian Kinanti. Puas menciumi tubuh Kinanti barulah Adhikari memposisikan miliknya tepat di depan milik Kinanti yang sudah basah.“Pelan-pelan, Mas.”“Iya, Sayang. Engghhh ....” Erang Adhikari saat ia berhasil memasuki milik Kinanti.Adhikari terus mengeluar masukkan miliknya di dalam inti tubuh Kinanti hingga membuat ked
Adhikari berlari memasuki gedung rumah sakit untuk mencari keberadaan Hastari. Tadi setelah selesai meeting, ia langsung mengecek ponselnya dan betapa terkejutnya ia saat melihat banyak panggilan tak terjawab dan pesan dari mama mertuanya yang memintanya untuk segera datang ke rumah sakit.“Mama!” seru Adhikari. Ia lalu berlari menghampiri sang mama mertua.Hastari menoleh ke arah Adhikari. Ia sedikit lega melihat Adhikari sudah datang.“Ada apa, Ma?!” Adhikari panik saat melihat Hastari menangis.Hastari menangis sesenggukan seraya memegang lengan Adhikari. “Kinanti dia ada di dalam.”“Kinanti? Ada apa dengan Kinanti, Ma?!” seru Adhikari.“Kinanti jatuh, dia pendarahan. Dan ... dan bayi kalian nggak bisa diselamatkan. Kinanti keguguran dan harus dikuret.” Ucap Hastari seraya menangis.Tubuh Adhikari lemas seketika. Sendi tubuhnya tak mampu menopang tubuhnya hingga ia luruh d
Hari ini Kinanti sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ruwina dan Panji sengaja datang ke rumah Adhikari untuk menyambut kepulangan menantu mereka. Ruwina bahkan juga mempersiapkan masakan kesukaan Kinanti untuk makan siang mereka nanti.“Ma! Adhi udah pulang!” seru Panji saat ia melihat mobil Adhikari memasuki pekarangan rumah.“Iya, Pa.” Ruwina berjaln tergesa ke luar rumah.“Mama, Papa,” sapa Kinanti.Ruwina langsung memeluk tubuh menantunya itu.“Ayo kita masuk. Mama sudah siapin makan siang masakan kesukaan kamu,” ucap Ruwina. Ia berharap dengan kehadirannya di rumah anaknya ini dapat membuat suasana rumah sedikit ramai agar menantunya itu tak terus larut dalam kesedihan.“Makasih ya, Ma.” Kinanti mengulas senyumannya.Ruwina berjalan beriringan dengan Kinanti lalu Panji dan Hastari berjalan mengekori mereka. Sedangkan Adhikari membawa tas berisi pakaian kotor dan
“Selamat sore, Bu Direktur.” Sapa Dini seraya membuka pintu ruang kerja Rosaline.“Kamu Din, aku kira siapa. Udah mau balik kamu?” Rosaline mengalihkan perhatiannya sejenak dari lapopnya.“Pulang yuk, aku malas pulang ke rumah soalnya rumah lagi nggak ada orang. Papa dan Mamaku pergi ke Solo buat hadirin acara kondangan saudara.” Dini mendudukan dirinya di kursi depan Rosaline.“Ya udah ke apartemen aku aja.”“Ya makanya itu aku datang ke sini soalnya aku juga mau ngikut kamu pulang.”“Mobil kamu gimana?”“Aku nggak bawa mobil soalnya tadi pagi aku diantar sama Raka.”“Ya udah. Bentar aku beresin ini dulu.”“Oke, aku tunggu.”Setelah Rosaline merapikan pekerjaannya, barulah ia mengajak Dini keluar dari ruangannya. Mereka berjalan menuju tempat parkir
Hubungan rumah tangga Adhikari dan Kinanti semakin hari semakin harmonis meskipun di antara mereka belum juga diberikan kesempatan untuk memiliki sang buah hati dari pernikahan mereka. Namun terkadang Kinanti merasa jika keberuntungannya berkurang karena belum juga diberi kesempatan oleh Sang Maha Pencipta untuk kembali mengandung sang buah hati setelah kegugurannya satu tahun yang lalu.Adhikari mengerutkan keningnya saat melihat Kinanti yang berdiri mematung melihat ke arah taman samping rumahnya. Padahal tak ada satu hal pun yang bisa menarik perhatian untuk terus menerus dilihat seperti yang kini sedang dilakukan istrinya itu. Dengan langkah perlahan, ia mendekati Kinanti.“Ada apa? Akhir-akhir ini kamu sering melamun.” Adhikari memeluk tubuh Kinanti dari belakang seperti yang biasa ia lakukan.“Mas?! kamu bikin aku kaget aja!” seru Kinanti.“Siapa suruh kamunya malah melamun. Sangking sibuknya melamun kamu sampai nggak n
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek