Pagi hari, Riska terbangun dari tidurnya. Saat membuka mata, Riska merasa ada yang aneh. Kamar yang ditempatinya ini, bukanlah kamarnya.
"Ini dimana," pikirnya.
Saat matanya menelisik ruangan itu, Riska merasa jika ada sesuatu yang menimpa perutnya. Riska lalu beralih menatap perutnya, dan melihat ada sebuah tangan yang melingkar di sana.
"Tangan siapa ini?" pikir Riska.
Riska menoleh ke samping, melihat ternyata Angga lah yang memeluknya. Riska kaget bukan main saat sadar, jika kini dia tengah tidur seranjang bersama dengan Angga.
"Aarrgghh!" Sontak saja Riska langsung berteriak, dan refleks mendorong Angga yang tengah tertidur, hingga terjatuh ke lantai.
Riska langsu
"Kamu juga lupa tadi?" tanya Riska tidak percaya.Angga mengangguk. Membelai kepala Riska dengan penuh kasih sayang.Mata Angga tanpa sengaja melihat jam di dinding yang sudah hampir jam delapan, Angga lalu mengajak Riska untuk bersiap turun kebawah.Memikirkan, jika mereka berdua tadi sama-sama melupakan pernikahan mereka, membuat Angga terkekeh geli sendiri.Riska menatap Angga dengan bingung. "Kenapa kamu tertawa seperti itu?" tanya Riska.Angga menggeleng sambil tersenyum. "Bukan apa-apa. Sana, kamu cuci muka, dan gosok gigi dulu! Mandinya nanti saja!" Angga mendorong pelan Riska, menuju kamar mandi."Kenapa nggak mandi saja sekalian sih Ga?" protes Riska."Udah sana! Aku juga belum cuci muka. Lihat! Sudah jam delapan lebih," ucap Angga sambil menunjuk jam di dinding.Riska sontak langsung melihat jam di dind
Angga yang melihat Riska menangis, langsung memeluknya dan menenangkannya. Setelah merasa Riska sudah agak tenang, Angga melepas pelukannya. Menghapus sisa air mata Riska. "Gini aja, kamu tanya sama yang lain dulu. Kalau mereka mengizinkan, aku janji, aku bakal izinin juga. Tapi kalau mereka tidak izinin, kamu tidak boleh merengek lagi kedepannya. Bagaimana?" Angga menawarkan solusi pada Riska, yang sebenarnya bukanlah solusi, karena sudah bisa dipastikan, mereka tidak akan pernah memberi Riska izin untuk itu. Riska tampak berpikir. "Sepertinya boleh juga usul Angga," pikir Riska. "Janji! Kalau mereka izinin, kamu bakal izinin aku nyetir sendiri." Riska bahkan melupakan fakta, jika tidak mungkin keluarganya memberi izin. Angga mengangguk tersenyum. Membujuk Riska seb
"Tidak boleh!" Teriak mereka lagi.Angga sudah tahu akan begini jadinya. Tidak mungkin mereka semua memberikan izin."Ris, kamu sudah lupa? Dulu pas kamu belajar nyetir sama aku, berakhir bagaimana?" tanya Fajar.Jelas saja Fajar sangat melarangnya. Dulu, pas Riska merengek padanya, untuk minta di ajarin menyetir, Fajar tidak tahan dengan rengekannya, sehingga akhirnya, Fajar bersedia mengajarinya.Saat itu, Riska tampak mendengarkan arahan dari Fajar dengan serius. Kecepatannya juga lambat, dua puluh kilometer per jam.Begitu Riska merasa jika jalan yang dilaluinya itu lenggang, dia tiba-tiba menambahkan kecepatannya. Berpikir tidak apa-apa, karena jalan nya sangatlah lenggang. Sampai tiba di sebuah tikungan, entah apa yang
Riska diam di dalam pelukan Angga. Mencerna apa yang baru saja diucapkan Angga. "Benar juga sih, apa yang dibilang Angga," batin Riska.Riska kini telah paham, akan maksud dari kata-kata Anga. Namun, meskipun begitu, Riska yang terlanjur merasa malu, bertekad tidak akan mengaku.Jadi Riska masih mencari-cari alasan, untuk pembenarannya. "Masa aku kalau mau pergi kemana-mana harus nunggu kalian dulu sih. Kalian kan pasti juga sibuk. Aku juga nggak mau merepotkan kalian terus," alasan Riska."Kamu nggak merepotkan. Aku malah senang kalau kamu repotin, jadi aku merasa berguna," ucap Angga.Riska mendongak, menatap Angga. "Benar? Aku nggak merepotkan?" tanyanya."Iya. Aku jadi merasa berguna kalau kamu merepotkan aku." Tepat sepe
Tidak mendapatkan respon dari Riska. Orang itu langsung duduk di kursi, yang berhadapan dengan Riska. Tanpa perlu repot-repot meminta izin terlebih dahulu. "Kamu minumnya masih es jeruk saja, kayak nggak ada minuman yang lain aja," ucapnya basa-basi. Melihat Sherly yang sudah duduk di kursi di depannya. Riska terpaksa, memaksakan diri untuk menyapanya. "Sher, apa kabar?" tanya Riska tanpa minat. Orang itu bernama Sherly, dia salah satu teman SMA Riska. Meskipun Riska sebenarnya tidak suka dengan Sherly, tapi demi menjaga image, Riska mau menyapanya. Meskipun sejujurnya, Riska sangat enggan. "Kabar aku baik," jawab Sherly. "Eh, ngomong-ngomong, aku denger kamu udah nikah ya? Dan nikahnya sama Angga?" tanya Sherly.
Sudah beberapa hari ini, Angga merasa jika ada yang berbeda dengan Riska. Terhitung sejak pertemuan mereka dengan Sherly beberapa hari yang lalu. Riska memang masih berbicara padanya seperti biasa. Namun, menurutnya, kini Riska tengah memikirkan sesuatu yang mengganggunya pikirannya. Sehingga membuatnya sering melamun belakangan ini. Seperti kali ini. Angga baru saja menjemput Riska dari butiknya. Mereka kini tengah berada dalam mobil, yang membawa mereka kembali ke kediaman nya. Angga melirik Riska yang tengah termenung, entah memikirkan apa. "Ris, kamu baik-baik saja?" tanya Angga. Sudah beberapa hari ini Angga menahan diri untuk tidak bertanya. Berharap jika Riska sendiri yang akan mengatakan, apa yang ada dipikirannya. Namun, pada akhirnya, Angga sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi.
Angga menghapus air mata Riska. "Sensitif sekali hatinya," pikir Angga.Angga menenangkan Riska yang masih saja menangis. "Mungkin, ini karena Riska dari dulu sudah kita manjakan. Sehingga hatinya menjadi sangat sensitif," pikirnya.Begitu Riska sudah tenang Angga langsung bertanya. "Apa kamu sudah mencintaiku?""Aku tidak tahu! Tapi aku hanya ingin pernikahan sekali seumur hidup. Kamu sendiri juga yang bilang, kalau pernikahan kita akan menjadi yang pertama dan terakhir. Aku nggak mau hanya dianggap Adik sama kamu," ucap Riska.Riska sendiri belum yakin dengan perasaannya. Yang Riska rasakan selama ini, sayang? Iya, nyaman? Sudah pasti. Riska tidak pernah berpacaran, juga belum pernah merasakan jatuh cinta, jadi Riska tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta.
Karena mereka semalam menginap di hotel. Pagi ini mereka akan langsung pergi ke tempat kerja masing-masing. Angga sudah mengabari orang rumah, jika semalam mereka menginap di hotel."Ga! Bajunya kok belum datang juga sih? Ini sudah jam tujuh lebih lho." Riska menunjukkan jam di ponselnya."Tunggu sebentar lagi ya!" ucap Angga.Mereka sudah selesai mandi, bahkan mereka juga sudah selesai sarapan. Tetapi, baju yang Angga pesan, belum juga datang."Tau gini, tadi aku minta Riri anterin saja dari Butik," ucap Riska."Lah! Terus kalau kamu minta di kirim baju dari butik, aku gimana dong?" kata Angga.Riska ingin membalas ucapan Angga. Namun, begitu teringat, jika butiknya hanya menyedi
Mereka semua kini tengah menunggu Riska di depan ruang operasi. Bagaimanapun, Riska sekarang sedang menjalani operasi tentu saja mereka semua cemas. Tadi, sesampainya Riska di rumah sakit, tidak lama setelahnya Riska langsung tidak sadar. Akhirnya Dokter memutuskan untuk mengoperasi Riska dan juga untuk menyelamatkan bayinya. Angga yang juga sudah tiba, sudah tidak jelas lagi penampilannya. Rambut acak-acakan, pakaiannya juga sangat kusut. Khawatir tentu saja. Apalagi dia tidak bisa menemani Riska di dalam. Air mata tiada henti menetes di pipi Angga. Angga sangat takut saat ini. Takut jika sampai terjadi apa-apa dengan Riska dan anaknya. Tentu saja yang lainnya juga cemas. Tapi mereka mencoba untuk tetap berpikir waras, agar keadaan tidak menjadi lebih tegang lagi. # Saat ini Angga tengah menemani Riska yang sudah selesai operasi. Kata Dokter yang mengoperasi Riska, Riska akan baik- baik saja. Tapi Angga tetap saja khawatir karena sampai sekarang Riska masih belum sadar. S
Kehamilan Riska sekarang sudah menginjak usia delapan bulan.Siang hari ketika Riska merasa lapar, dia hendak turun ke lantai bawah untuk makan siang.Saat itu Angga sedang bekerja, sedangkan Rahmat juga sedang ada keperluan di kantor.Di rumah hanya ada Riska, kakek dan Sofia.Sofia yang sedang berada di dapur untuk menyiapkan makan siang untuk semuanya dan menantunya.Kakek sedang beristirahat di kamarnya. Di usia yang semakin tua, tubuh renta Kakek menjadi semakin cepat lelah.Terkadang hanya untuk berjalan dari kamar ke ruang tamu saja Kakek sudah merasa kelelahan.Riska yang merasa sudah lapar pun turun ke bawah menuju ke dapur, tapi sesampainya Riska di lantai bawah. Riska tidak sengaja tersandung karpet yang berada di ruang keluarga.Jika ingin ke dapur, setelah menuruni tangga, maka akan melewati ruang keluarga terlebih dahulu, baru kemudian meja makan dan dapur."Arghh!"Teriakan Riska sontak membuat kaget Sofia dan Kakek.Sofia langsung meninggalkan pekerjaannya dan langsung
"Hallo! Mau main bareng Riska?"Riska kecil menghampiri dan menyapa Fajar yang masih saja setia berada dalam gendongan Roni.Hal itu tidak lain juga karena Riska diminta Rosyad untuk mengajak Fajar bermain.Sebagai orangtua, tentu saja Rosyad mengetahui apa yang sudah terjadi pada Fajar kecil.Ditinggal pergi oleh pengasuhnya, apalagi Fajar kecil yang memang sudah terbiasa ditinggal bekerja oleh orangtuanya. Tentu saja bukanlah hal yang mudah.Rosyad tidak menyalahkan orangtua Fajar. Bagaimanapun, pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang mulia.Fajar kecil hanya melirik Riska sebentar, kemudian menyembunyikan wajahnya di dada bidang Roni."Kamu tidak mau main sama Riska? Tapi Riska anak yang baik kok!" ucap Riska kecil.Riska kecil pun merogoh saku dressnya dan mengambil permen yang tingga dua biji."Ini, aku kasih kamu permen!" ucap Riska sambil menyodorkan permen dua biji dengan tangan mungilnya."Terima kasih Riska! Nama yang cantik, secantik anaknya!" balas Roni mengambil permen yan
Mendengar Fajar menyebutkan satu nama wanita. Yang ada di benak Sofia ada satu orang, yaitu mantan Fajar.Satu-satunya wanita yang pernah menjalin hubungan dengan Fajar, sekaligus salah satu wanita yang membuat Riska mengalami mimpi buruk."Bagaimana kamu bisa bertemu dengannya kembali?" tanya Sofia.Walaupun kejadian itu sudah lama berlalu, tapi Sofia tahu jika itu juga menjadi duri dalam daging untuk Fajar."Dia sepupu Maria!" balas Fajar sembari melepaskan pelukannya."Katakan pada Fajar, bagaimana Fajar bisa menerima wanita yang ternyata adalah sepupu dari orang yang pernah memberikan Riska mimpi buruk?"Sofia terdiam mendengarnya. Dia sama sekali tidak mengetahui hal ini."Pantas saja Fajar tidak mau menerimanya!" batin Sofia."Bukankah kamu sudah melepaskan masa lalu? Ada baiknya masa lalu itu kita lepaskan, dan dari masa lalu itu kita buat pelajaran untuk hidup kita kedepannya."Sofia mengerti itu tidak mudah untuk Fajar. Jadi yang bisa Sofia lakukan sekarang adalah menasehatin
"Kenapa harus nunggu aku lahiran? Sekarang calonnya sudah ada di depan mata lho, Jar! Masa kamu mau menggantung anak orang begitu lama sih!" protes Riska."Dua bulan itu tidak lama lagi Ris! Aku sudah membuat kelonggaran untuk mencari pasangan setelah kamu melahirkan. Jangan dorong aku lagi ya! Aku ingin nanti wanitaku bisa menerima anakmu seperti aku menerimanya! Untuk sekarang aku benar-benar tidak berniat untuk mencari pasangan!" balas Fajar panjang lebar.Riska merengut mendengar jawaban Fajar.Fajar bisa menjadi lembut selembut-lembutnya kepada orang-orang yang disayanginya. Tapi Fajar juga bisa menjadi sangat keras kepala jika dia tidak menginginkan sesuatu."Jangan jadikan anakku sebagai alasan untuk kamu menolak wanita, Jar! Atau aku akan merasa bersalah padamu!" ucap Riska."Jangan merasa bersalah! Bagaimanapun ini sudah menjadi keputusanku. Kamu adalah orang yang sangat penting untukku!" balas Fajar tidak mau kalah."Jika saja kamu tidak memintaku untuk mencari pasangan, mu
Riska sudah tidak terkejut lagi mendengar pertanyaan dari Maria."Maksud kamu gimana?" tanya Riska memastikan.Pertanyaan Maria bukanlah pertanyaan pertama yang didengarnya. Cukup sering dia mendapatkan pertanyaan serupa dari orang-orang yang melihat kedekatannya dengan Fajar.Hal serupa juga terjadi jika dia bersama dengan Angga dulu."Maaf! Bukan apa-apa!"Maria sangat tidak menyangka jika dirinya akan kelepasan bertanya seperti itu."Bodoh banget sih kamu Maria. Bisa-bisanya kamu menanyakan hal sensitif kayak gitu," rutuk Maria dalam hati."Kamu nggak perlu merasa tidak enak! Ini juga bukan pertama kalinya aku mendapatkan pertanyaan yang serupa!" ucap Riska.Melihat Maria yang terdiam dan memukuli mulutnya, Riska tahu jika Marai merasa tidak enak karena sudah menanyakan hal seperti itu.Pada akhirnya, Riska memilih untuk menjelaskan kepada Maria, supaya Maria nanti tidak salah paham kepada Fajar."Kalau kamu tanya aku suka nggak sama Fajar, maka jawaban aku suka! Jika kamu bertanya
Fajar tengah memberikan makanan ke piring Riska. Itu adalah pemandangan yang Nita tangkap begitu dia kembali dari kamar mandi."Pada akhirnya aku masihlah kalah dengan Riska! Aku yang sudah berusaha dengan sebaik yang aku bisa, ternyata masih saja kalah dengan Riska yang bahkan tidak perlu melakukan apa-apa!""Kamu sudah kembali, Nit!" ucap Mama Maria.Sontak hal itu membuat semua orang yang berada di sana langsung terdiam.Mereka masih merasa agak canggung setelah mereka mengetahui apa yang sudah Nita lakukan kepada Riska dan kenyataan bahwa Nita ternyata adalah mantan pacar Fajar."Iya, Tan!" Nita yang masih tidak tahu apa-apa pun kemudian duduk kembali di kursinya, meskipun dengan perasaan yang berdebar-debar.Nita sebenarnya merasa takut dengan keberadaan Angga disana. Hanya saja sisi egois Nita masih tidak mau menyerah untuk kembali mengejar Fajar.Jarang-jarang kesempatan berdekatan dengan Fajar terjadi. Maka dari itu Nita harus memanfaatkan kesempatan yang jarang sekali terjadi
"Nita!" ucap Riska dengan suara pelan.Namun mau sepelan apapun Riska mengucapkannya. Angga yang tepat berada di sampingnya bisa mendengarnya dengan jelas.Angga mendengar dengan jelas jika Riska mengucapkan satu nama yang benar-benar bisa membuatnya murka seketika.Orang yang sama besarnya dia benci. Seperti dia membenci Risty."Sayang! Barusan kamu bilang apa?" tanya Angga memastikan.Di mata Angga, hanya ada Riska dan Angga tidak peduli dengan keadaan disekitarnya. Apalagi Riska sekarang tengah hamil, jadi perhatian Angga sepenuhnya dia curahkan kepada Riska. Dan Angga benar-benar menghiraukan sekitarnya.Tapi meskipun begitu. Jika ada bahaya yang mengancam Riska, entah bagaimana Angga akan selalu menyadarinya.Angga pun kemudian mengikuti ke arah mana Riska melihat.Betapa syoknya dia saat melihat sosok Nita. Wanita yang paling dia benci. Tidak pernah sebelumnya Angga membenci seseorang sebagaimana dia membenci sosok Nita.Sontak saja Angga langsung menatap tajam Fajar.Tatapan An
"Berati Nita adalah mantanmu itu?" tanya Maria, tapi lebih terdengar seperti untuk memastikan."Benar sekali! Nita adalah wanita brengsek itu. Apa kamu mau tau apa yang sudah dilakukannya kepada Riska?" tanya Fajar.Lebih tepatnya Fajar mengatakan itu untuk semua orang yang ada di sana.Orang tuanya saja hanya tahu jika mantannya dulu merundung Riska karena cemburu, sampai membuat Riska mengalami mimpi buruk.Atau bisa dikatakan jika orangtua Fajar hanya mengetahui setengah dari cerita yang sesungguhnya."Nita tidak mungkin melakukan hal yang buruk seperti itu kan?" tanya Papa Maria dengan suara yang terdengar tidak yakin.Sepengetahuannya, keponakannya itu selalu bersikap baik jika berada di rumah. Tapi dia juga tahu dengan temperamen sahabatnya itu. Tidak mungkin mereka akan mengatakan hal yang buruk hanya untuk menjatuhkan seseorang. Itu bukan gaya mereka."Aku juga bukannya mau menjelek-jelekkan orang, tapi menurutku wanita itu memang sudah sangat keterlaluan karena merundung tema