Dua hari ini cuaca sedikit mendung. Akibatnya hawa dingin menyergap semua orang, tidak terkecuali pasien Aurora. Oleh karenanya sebelum keluar ke taman, Aurora selalu menyiapkan pakaian hangat untuk pria itu. Ya, meskipun itu sekedar ‘sweater’ .
Ini adalah minggu pertama di bulan kedua Aurora bekerja. Aaron berharap bahwa kondisinya semakin membaik sehingga mempermudah pekerjaan wanita itu. Jadi, dia sama sekali tidak membantah apa kata Aurora. Dan jika boleh jujur, dia justru menyukai perhatian perawat itu, terutama saat Aurora memakaikan ‘sweater’ untuknya.
Kenapa dia harus menatapku dengan tatapan seperti itu tanya Aurora dalam hati setiap kali matanya bersinggungan dengan m
“Ceritakan soal diri kamu!” Aurora tersenyum kecil. Bibir itu melengkung dengan indah batin Aaron seraya memangku dagu dengan tangan yang dia sandarkan ke badan kursi yang dia dan Aurora duduki. Kursi itu terletak di luar jendela kamarnya, membelakangi taman air mancur yang memisahkan ruangannya dengan Raanana. Sampai saat ini Aaron masih selalu menepis rasa yang selalu menggetarkan hatinya, namun hati yang terus bergetar tidak bisa dia sembunyikan dari dirinya sendiri. Aku dan dia hanya berteman?
“Saatnya sarapan!” ajak Aurora. Aaron sudah selesai mandi. Seperti biasa, dalam sebulan terakhir ini, Aurora sudah menyiapkan jadwalnya. Namun, entah mengapa dia masih ingin duduk di ranjangnya. Seperti yang semua orang sadari, akhir-akhir ini Aaron semakin terlihat normal dan memperhatikan penampilannya. Entah itu memang perkembangannya atau bagian dari sandiwara untuk kesembuhannya, yang jelas Aurora merasa pasiennya itu terlihat amat manis pagi ini. “Ada apa?” tanya Aurora kemudian seraya mendekat.&n
“Apa?” kejut Gael. Io mengangguk mantap. Perlahan Gael menarik napas, sedikit kesal. Ini bukan sebab cemburu atau perasaan yang sejenisnya, dia hanya tidak percaya bahwa gerakan pamannya begitu tidak terduga. Sudah dua bulan ini Aaron menunjukkan kemajuan yang baik dalam kestabilannya. Raanana sendiri yang memberi tahu itu pada Gael. Meskipun semua orang yang terkait dengan kondisi Aaron masih terus siaga, namun siapa yang tidak mendengar tentang si ahli waris tunggal yang akhir-akhir ini berjuang sekuat tenaga berusaha mengenali dunia nyata. Aaron mengeksplor semua tempat yang ada dalam jangk
Cuih! Seseorang mendaratkan ludah di sepatu Aurora. “Dasar pelacur!” umpat orang itu kemudian. Sedangkan dua lainnya tertawa lalu ketiga pelayan khusus tuan muda itu berlalu dengan kemenangan. Aurora menggigit bibir dan sekuat tenaga menahan perih hatinya. Ini bukan kali pertama tentu saja dan sesungguhnya perlakuan para pelayan lain bahkan ada yang lebih kejam, seperti membakar pakaian Aurora yang sedang dijemur misalnya serta masih banyak lagi. Namun, Aurora selalu mengatakan pada dirinya sendir
“Apa pengertian seorang pria buat kamu?” tanya Aaron.“Apa?”“Apa dia harus kuat dan mampu melindungi kamu?” tanya Aaron lagi. Kali ini tatapan matanya lebih tajam dari sebelumnya.Aurora tercengang pada sikap pasiennya itu. Mulai dari tiba-tiba ingin naik ke puncak menara hingga pertanyaannya, seolah mengarah pada sesuatu.Tentu saja ada sesuatu. Aaron memang merencanakannya sejak pagi tadi tentang apa yang harus dia katakan untuk memulai pembicaraan dan di mana tempat yang tepat untuk melakukannya. Dan puncak menara ini menjadi pilihannya.Di tempat yang ditata sedemikian rupa menyerupai benteng ini Aaron ingin memperjelasnya. Sebuah perasaan yang dia rasa akibat pemandangan yang malam tadi dilihatnya secara tidak sengaja. Hari telah larut dan Aaron mendengar Aurora melangkah keluar dari kamarnya. Kemudian Aaron mengikutinya dan menemukan kejadian tidak terduga, wanita itu dan saudara sepupunya berpelukan di da
“Sembunyilah di sini!” Aaron menggeleng. “Nggak bisa. Kalian dalam bahaya!” katanya. Namun, sepertinya keempat temannya itu tidak mendengarkan. Athena, usianya setahun lebih tua dari Aaron. Gadis itu berbisik pada semuanya, “Orang itu ada di balik lemari!” Kale, adik Athena, menutup mulutnya diikuti oleh Jade. Alex yang paling tua mulai melaksanakan rencana mereka. Dalam pikira
“Astaga!” lirih Raanana. “Dia meminta untuk memberhentikan semua perawat jaga?” ulangnya seraya memegangi kepala. Baron tidak menjawab. Dia sendiri juga masih belum percaya. Sudah lima belas tahun dia bekerja, namun baru kali ini dia melihat keajaiban benar-benar terjadi pada tuan mudanya. “Aku berusaha menyembunyikan kesembuhannya dengan mengulur waktu, tapi anak itu sendiri yang membuka kedoknya,” gerutu Raanana. Baron terperanjat, “Maksud Dokter, Tuan Muda benar-benar sembuh?”
“Aku bisa saja menyewa dokter spesialis untuk menempatkannya di posisi Aurora. Tapi, aku pikir cara Raanana ini tidak akan pernah berhasil, jadi aku sudah malas mengambil resiko. Itulah sebabnya aku menyetujui idenya.”Amanda diam di kursi dengan seribu asumsi. Dia tentu saja ingin memberikan yang terbaik untuk putranya. Namun, setelah sekian lama, rasa-rasanya baru kali ini dia melihat putra semata wayangnya itu memiliki gairah hidup. Lalu, apakah sebuah keputusan bijak untuk memisahkan Aaron dari perawatnya?“Tuan, semua tamu sudah datang!” lapor Baron.Nick mengangguk, “Mari, Istriku!” ajaknya kemudian pada Amanda.Baron menggeser tubuhnya membiarkan kedua majikannya lewat.“Apa anakku sudah siap?” tanya Nick pada kepala pengawalnya itu.Baron mengangguk, “Sepuluh menit lagi mungkin sampai,” jawabnya.Nick menganggukkan kepala seraya menepuk pundak Baron.Dengan ber
“Tidak ada obat lain yang mampu menyembuhkan seorang pria, kecuali wanita yang dia cintai.” Mata Aaron terpejam sempurna dan sebuah senyum tercetak begitu jelas membingkai kedua belah bibirnya. Hari ini mungkin hari yang sama dengan hari lainnya, namun bagi Aaron hari ini sangatlah istimewa. Bagaimana tidak? Wanita yang membuatnya mengikrarkan diri sebagai bajingan sejati kini telah kembali padanya. “Apa kamu suka?” “Mataharinya?” tanya Aurora. Masih dengan posisi yang sama dengan dua puluh menit sebelumnya, membelai terus-menerus rambut pria yang berbaring santai di pangkuannya. Dengan cepat Aaron membuka mata lalu segera bangun. “Apa?” tanya wanita bermata bulat itu dengan tanpa dosa. “Kita nggak lagi bahas matahari, kamu tau itu?” protes Aaron. Aurora tertawa. “Kenapa kamu ketawa? Apa marahku lucu buat kamu?” “Iya,” tukas Aurora. “K
Aurora mengetahui kedatangan Aaron lewat jendela. Dia juga dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan pria itu jatuh bangun dalam kepayahan. Sudah bisa Aurora pastikan, malam ini Aaron sedang dalam pengaruh minuman. Dengan langkah gesa dia menuju bangunan yang dulu menjadi tempatnya mencari biaya pengobatan sang ayah. Masih lorong yang sama sehingga dengan mudah dia melewatinya meskipun sepatu yang dia gunakan haknya cukup tinggi. Dia mendengar suara Aaron yang mendesah dengan kesal menaiki tangga. Semakin dekat dia semakin tahu bahwa pria itu mungkin akan rubuh lagi dalam waktu dekat untuk itulah Aurora semakin mempercepat langkahnya. Deg!&
“Aurora?” kejut Thea. “Kapan kamu datang?” tanyanya dengan binar bahagia dan dengan cepat memeluk teman lamanya itu. Aurora tersenyum, “Sore tadi.” “Kastil ini menyeramkan tanpa kehadiranmu! Tuan Muda benar-benar gila sekarang!” lapor Thea pada Aurora. Dan masih banyak lagi kalimat yang Thea keluarkan dari mulut ceriwisnya, curahan hati yang mungkin lama dia pendam dan tidak tahu harus dia curahkan pada siapa. Namun, isi pokok dari semua celotehan itu tidak lebih dari sekedar fakta yang buram. Yang pasti hanya satu, tuan muda kastil putih itu senantiasa pula
Dia pria yang kaya. Fisiknya rupawan, tinggi, gagah, dan sempurna. Ditambah dengan kemampuannya yang cerdas bahkan ketika dua puluh tahun berlalu dengan dia tertimbun trauma tidak dapat menghentikan sepak terjangnya untuk menjadi satu-satunya yang terpilih mewarisi semua aset milik keluarga. Bukan hanya sekedar dia putra tunggal saja, namun juga karena dia mumpuni. Nick, ayahnya percaya bahwa Aaron bisa mengelola semua yang dia wariskan dengan baik. Kepercayaan itu tidak dilandasi kasih sayang semata ayah kepada anak, melainkan dari segi potensi. Putranya itu memang mahakarya terbaik yang pernah dia miliki. Sampai suatu ketika anak laki-laki semata wayangnya itu membuat keputusan demi keputusan di lua
Dua hari lalu, Raanana datang ke rumah Ken. “Aku mengganggu waktu pensiunmu?” “Sedikit,” jawab Ken. “Syukurlah maka dengan begitu kau pasti berpikir sekarang untuk apa aku menemuimu?” Ken duduk juga menyandingi wanita yang sudah dia anggap seperti ibunya itu. “Dia bersikeras untuk nggak mau memberitahukan alamatnya. Jadi, jangan memaksaku!” ucap Ken seolah sudah tahu maksud kedatangan Raanana.&n
“Di sini dia tinggal?” tanya Amanda pada wanita yang berdiri berkacak pinggang di sebelahnya. Wanita seusia Amanda itu membenarkan letak kacamatanya dan membaca sekali lagi tulisan yang tertera di selembar kertas. Lalu, dengan mantap dia mengangguk. “Kalau berdasarkan catatan dari keponakanmu, memang di sinilah tempat tinggalnya.” Amanda Carelia melihat sekeliling. Rumah di depannya berukuran kecil bahkan masih jauh kalah kecil daripada taman samping kastil tempatnya tinggal selama ini. Namun, begitu tampak sangat rapi dan terawat. Bangunan utamanya ada di tengah di kerumuni oleh tanaman-tanaman bunga dengan berbagai warna. Dan yang membuat berbeda adalah sebuah kedai minuman k
Brakh! Pria paruh baya itu terkejut mendengar suara meja yang sengaja digebrak oleh atasannya. “Hei, Pak Tua!” kata Aaron. “Aku dianggap gila selama puluhan tahun. Tapi, aku lebih cerdas darimu! Aku bahkan bisa membuat laporan semacam itu hanya dengan mata tertutup! Jadi, selama ini apa kerjamu?” teriaknya bertubi-tubi. Baron melirik pengawal yang berdiri tegap di sebelahnya, sesama rekan abdi setia yang berpindah haluan seiring tahta yang beralih dari sang ayah ke putra tunggalnya. Dia tidak sedang bermain mata, melainkan memberikan kode pada rekannya itu bahwa malam ini mereka be
Gael datang menemui Alice seusai sidang yang menjatuhkan vonis pada wanita itu bahwa dia sedang ada dalam gangguan jiwa. Kondisi Alice tidak banyak berubah, kecuali rambut yang tampak kusut dan tatapan kosongnya. Gael menggeleng lemah. Seperti itulah akhir untuk orang yang terlalu mengikuti ambisi dalam diri. “Bisa buka aja borgolnya?” pintanya pada salah seorang petugas yang mendampingi Alice. Gael merasa iba pada wanita itu. “Untuk apa kamu datang? Mau menertawakan aku?” Tidak Gael sangka bahwa dia akan mendengar pertanyaan itu dari Alice yang sudah lesu dan layu.&n
Dua sepupu itu datang hampir bersamaan dan bertemu di perempatan sebuah lorong. Mereka itu Gael dan Ken yang kemudian melihat apa yang Nick lakukan pada Aurora. Mereka juga menjadi saksi bagaimana bibi mereka membela wanita itu. Tentu saja itu di luar dugaan, namun melihat dari yang terjadi sepertinya memang hati seorang ibu lebih mudah luluh daripada seorang ayah. “Aku lelah,” tutur Amanda. Nick diam menatap istrinya. Cinta pertamanya itu terlihat berbeda dari wanita yang dikenalnya selama ini. “Nyonya Johansson, Anda tidak perlu … .”&n