Aldin kembali masuk ke dalam ruangan CEO FaRiz Group setelah sekian menit ia keluar dari ruangan itu.
Laki-laki tampan itu masuk tanpa mengetuk pintu. Ia tertawa geli pada dirinya sendiri. Lalu, duduk di kursi yang ada di hadapan sepupunya itu.
"Ngapain lo balik lagi?" tanya Gilang dengan nada yang tidak suka.
Aldin tertawa terbahak-bahak melihat wajah kesal si CEO mesum itu. "Ada yang gue lupa," balasnya.
"Apa lagi?"
Gilang bangun dari duduknya, melangkahkan kaki menuju sofa. Aldin pun mengikuti langkah sepupunya.
"Gue ke sini mau bilang kalau Sisil belum bisa masuk kerja dua hari ini," ucapnya setelah duduk di hadapan laki-laki tampan berlesung pipi itu.
"Kenapa kakak ipar gue? Sakit?" tanya Gilang pada suami sekretarisnya.
"Dia kelelahan abis olahraga pagi," ucapnya sembari terkekeh.
"Udah belah duren lo?" Gilang mencondongkan badannya pada Aldin. "Gimana rasanya ngebobol gawang perawan?'
"Nggak usah sok
Setelah keluar dari kantor FaRiz GRoup, Aldin tidak kembali ke kantornya. Ia langsung pergi ke rumah Mami Tyas, orang tua dari Gilang, sepupunya.Setelah sampai di kediaman sang tante, Aldin merogoh ponselnya sebelum keluar dari mobil berwarna putih itu."Rud, tolong kamu tangani semuanya. Aku nggak balik lagi ke kantor, masih ada urusan," ucap Aldin pada asistennya yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.Laki-laki yang sedang diliputi amarah itu ternyata menelpon sang asisten. Orang kepercayaannya, sahabat dekat Aldin yang bekerja kepadanya."Siap, Bos," jawab Rudi dengan semangat. "Bikin anak yang banyak, Bos," lanjutnya sembari terkekeh dan langsung memutus sambungan teleponnya."Asisten kurang ajar!" hardik Aldin sembari menatap layar ponselnya saat sambungan telepon mereka sudah terputus.Rudi pikir Aldin pulang ke rumah untuk memadu kasih dengan sang istri karena sang bos sudah berbaikan dengan istrinya.Aldin kembali mem
Aldin segera pulang ke rumahnya setelah dari rumah sang tante. Ia jadi pusing sendiri memikirkan bagaimana caranya menyadarkan Gilang."Halo, Sayang," bisik Aldin dengan suara yang ia buat berbeda sembari memeluk erat wanita bertubuh mungil yang sedang berdiri di balkon kamarnya.Sisil terkejut saat ada yang memeluk tubuhnya. Wanita itu langsung memukul lengan yang melingkar di perutnya.Wanita bertubuh mungil itu takut ada orang jahat yang menyusup ke dalam kamarnya. Ia memberanikan diri menoleh ke belakang."Al! Kamu ngagetin aku aja." Sisil merasa lega saat tahu kalau yang memeluknya adalah suaminya sendiri, laki-laki yang sangat ia cintai."Kamu pikir siapa yang berani masuk ke kamar ini?" tanya Aldin sembari mengendus aroma ceruk leher wanitanya."Kenapa kamu udah pulang?" Sisil membalikkan badan menghadap sang suami."Kenapa? Kamu nggak suka laki-laki tampan ini pulang lebih cepat?" Aldin menarik pinggang sang istri hingga
Aldin mengajak Sisil duduk di kursi santai yang ada di balkon itu. “Sayang, apa kamu mau membantu Mami?” tanya Aldin pada istrinya.“Bantu Mami?” Sisil menautkan alisnya, ia penasaran dengan apa yang terjadi pada sang tante. “Mami Kenapa?”“Tolong kamu bantu Naya untuk membuat Gilang jatuh cinta kepadanya, supaya anak itu tahu artinya mencintai dan menghargai seorang perempuan, bukan hanya untuk melampiaskan hasratnya aja. Mami sangat sedih melihat kelakuan anaknya. Aku takut beliau stres karena terus memikirkan si brengsek itu.”“Naya, calon istri Gilang?” tanya Sisil yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Tentu saja, Sayang. Aku akan membuat Gilang mengemis cinta kepada calon istrinya itu. Tapi, aku nggak kenal Naya,” ucap Sisil sembari tertawa geli.Bagaimana bisa ia membantu Naya, sedangkan ia belum pernah bertemu dengan calon istri sang bos. Namanya saja
Aldin tertawa terbahak-bahak sembari mengacak-acak rambut panjang sang istri yang hitam mengkilau. “Ya sudah, aku mandi dulu.” Aldin melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar meninggalkan istrinya sendirian di balkon.“Aku kira dia mau ngajak aku mandi bareng,” gumam Sisil setelah suaminya masuk kamar.“Kalau kamu mau, ayo kita mandi bareng,” sahut laki-laki dengan brewok tipis di rahangnya yang kembali menghampiri sang istri dan langsung menggendongnya.“Al, lepasin!” Sisil terus meronta dalam gendongan sang suami.Namun, laki-laki tampan itu tidak mendengarkan ocehan istrinya. Aldin malah mendekap erat wanita bertubuh mungil itu.“Jangan banyak gerak, nanti kamu jatuh,” ujar Aldin.Makhluk tampan itu melumat bibir sang istri dengan dengan rakus, tapi hanya sebentar yang membuat Sisil memanyunkan bibirnya. Laki-laki itu tertawa geli melihat bibir sang istri yang mengerucut.
“Om ganteng kok udah pulang?” Bara terkejut saat melihat suami dari tante cantiknya keluar dari kamar mandi. Begitu pun dengan Aldin.“Ini ‘kan masih sore, kenapa Om udah pulang?” kali ini Gara yang bertanya kepada kakak dari sang mommy.Mereka masuk kamar sang tante sembari teriak-teriak, kedua anak itu pikir tidak ada orang lagi di kamar itu. Bara dan Gara memang lebih dekat kepada Sisil dari pada Aldin.“Om kangen sama kalian,” jawab Aldin sembari tersenyum. “Om mau ganti baju dulu ya.” Laki-laki yang hanya menggunakan handuk untuk menutup tubuh bagian bawahnya itu berjalan menuju ruang ganti.“Tante, Om ganteng kenapa udah pulang? Ini ‘kan masih siang?” tanya Bara kepada sang tante karena jawaban dari laki-laki yang dia panggil om itu tidak memuaskan.“Om lagi sakit kepala, makanya dia pulang cepat,” jawab Sisil sembari mengusp-usap lembut pipi anak kembar itu.
Aldin mengayunkan kakinya melangkah menghampiri sang istri. Laki-laki yang memakai kaus berwarna abu dan celana pendek selutut berwarna cream itu mendekati meja nakas dan mengambil setangkai bunga mawar putih kesukaan Sisil.“Sejak kapan kamu suka ini?” tanya Aldin sembari mencium aroma dari kelopak mawar itu. “Kamu suka bunganya atau orang yang mengirim bunga ini?”Laki-laki itu melempar bunga mawar putih itu ke atas nakas. Ia terbakar cemburu saat ada laki-laki yang lebih tahu tentang kesukaan istrinya. Dan mengirimkan bunga itu melalui keponakannya.“Sejak dulu aku sudah menyukai bunga mawar putih,” jawab Sisil. “Dan yang ngasih bunga ini tuh Gara bukan Nabil. Sahabatku hanya memberitahukan bunga kesukaanku kepada Gara.” Sisil terpancing amarahnya saat sang suami menuduhnya yang bukan-bukan.“Kenapa aku tidak tahu kalau kamu suka bunga mawar putih? Apa karena yang memberikannya orang special?
Bunda Anin terkejut mendengar sang cucunya mengatakan semua itu. ‘Apa yang dimaksud Gara?’ Bunda Anin bertanya-tanya dalam hatinya.Wanita yang usianya hampir setengah abad itu duduk menghadap Gara yang sedang menggambar. “Cemburu? Tanya Bunda Anin kepada cucunya. “Abang tahu cemburu itu apa?”“Cemburu itu marah, Nek. Om ganteg tuh lagi marah sama Tante cantik,” jelas Gara pada neneknya.“Om ganteng marah gara-gara Abang ngasih bunga ke tante,” timpal Bara yang membuat Aldin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.‘Nih anak persis seperti emaknya,’ batin Aldin.“Sayang, jangan ikut campur urusan Om dan Tante ya.” Bunda Anin menempelkan jari telunjuknya pada bibir supaya kedua cucunya berhenti berkomentar. “Urusan orang gede itu rumit.”“Siap, Nek,” jawab Bara dan Gara hampir bersamaan.“Al, kamu jelasin ke Bunda, kalian kenapa?&rd
Tidak ada pilihan lagi, ia harus ke rumah mertuanya dan mencari sang istri di sana. “Mungkin Ssil ada di rumah ibu,” gumam Aldin. Lalu, mengambil kunci mobil kesayangannya yang berada di laci nakas.Aldin yakin kalau sang istri ada di rumah ibunya karena tidak ada lagi yang lebih dekat dengan Sisil selain anggota keluarga dan sahabatnya.“Kamu mau ke mana, Al?” tanya sang bunda saat berpapasan dengan putranya di bawah tangga yang berjalan dengan sangat terburu-buru.“Aku mau ke rumah mertuaku, Bun,” jawab Aldin sembari mencium pipi sang bunda. “Mungkin Sisil ada di sana,” tebak Aldin.“Hati-hati, Al!” teriak sang bunda kepada putranya yang berjalan setengah berlari.Aldin khawatir kalau Sisil marah dan kembali meminta untuk berpisah. Baru saja merasakan kebahagiaan dengan wanita yang sangat dicintainya, laki-laki itu tidak mau kalau semuanya hancur karena kecemburuannya yang tidak bisa ia
Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua pada sang istri. Lalu pria itu mengeluarkan jurus lidah membelah semak-semak."Mas ...." Amy menggelinjang sambil mencengkram rambut sang suami. "Ampun, Mas!"Walaupun sang istri meminta ampun, ia tidak mendengarkan ucapan istrinya. Rudi terus melanjutkan aksinya.Sentuhan lidah dan tangannya berhasil membuat Amy menjerit merasakan kenikmatan yang bergejolak di dalam tubuhnya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan.Ia meninggalkan jejak-jejak cinta di tubuh sang istri. Amy menjerit saat Rudi menyesapi pusat intinya dengan rakus."Mas ... awas, aku pengin pipis."Amy mendorong wajah suaminya, berusaha menyingkirkan kepala sang suami dari daerah keramatnya."Namun, Rudi tidak mau menuruti keinginan sang istri, ia malah melakukan aksinya lebih dan lebih lagi."Mas ... aahhh...!"Napas wanita itu sudah tersengal-sengal. Ia menjerit merasakan kenikmatan yang lua
"Mas, aku tidur duluan ya." Setelah mandi dan berpakaian Amy naik ke tempat tidur.Wanita itu menyingkirkan kelopak mawar merah yang sudah kembali ditata berbentuk hati. Ia malah membersihkannya tanpa sisa. Kelopak bunga itu berserakan di lantai.Rudi hanya melongo melihat itu semua. 'Kenapa? Apa dia marah atau efek kelelahan?'"Sayang, kok bunganya dibuang?" tanya Rudi setelah naik ke tempat tidur."Memangnya kenapa? Nggak boleh ya? Emangnya itu buat apaan?"Amy malah balik bertanya kepada suaminya."Boleh," jawab Rudi cepat. "Sekarang kamu istirahat ya." Rudi mencium kening istrinya dengan mesra. Ia tidak mau membahas hal sepele yang akan memancing keributan.Amy meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu membalikkan badannya membelakangi sang suami.Terdengar bunyi ketika Amy meregangkan otot-ototnya.'Kelihatannya dia sangat lelah.' Rudi memijat bahu sang istri dengan lembut. "Kamu capek ya?"
Pasangan pengantin baru itu menunggu di depan ruang bersalin."Dari dulu sampai sekarang lo selalu merepotkan gue, Sil," gumam Rudi sambil menatap pintu ruang bersalin."Mas, nggak boleh ngomong kayak gitu! Kalau nolong tuh harus ikhlas.""Kamu tahu?" Rudi memegang bahu Amy sembari menatap wajah sang istri.Amy menggeleng pelan. "Nggak!""Oh iya, aku belum ngomong," kata Rudi sembari menyeringai. "Sejak dia nikah, yang ngurusin Sisil kalau lagi berantem sama Aldin itu aku, dari dulu sampai sekarang tuh anak dua merepotkan banget.""Kalau nggak ikhlas nolongnya nanti kamu nggak bakal dapat pahala loh, Mas. Lagian Tuan Aldin dan Mbak Sisil udah baik banget sama aku.""Iya, Sayang, maafkan aku." Rudi memeluk mesra wanita yang dinikahinya beberapa jam lalu. "Aku hanya heran aja, kenapa Aldin tidak pernah ada di saat Sisil butuh."Amy melepas pelukannya karena ia merasa malu berpelukan di tempat umum."Tadi 'kan Tuan Al
Andin mengetuk-ngetuk pintu dengan keras sembari berteriak memanggil nama sahabatnya.Beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka. "Lo kebelet juga?" tanya Sisil sembari meringis."Gue khawatir sama lo," sahut Andin. "Sil, lo baik-baik aja 'kan?"Ibu dua anak itu merasa khawatir dengan kakak iparnya yang terlihat sangat pucat."Gue mules, Din," jawab Sisil. "Tapi, dari tadi nggak keluar-keluar.""Jangan-jangan kamu mau ngelahirin." Andin segera memapah Sisil menuju ranjang pengantin."Tiduran dulu, Mbak. Aku panggil Tuan Aldin dulu." Setelah membantu Sisil berbaring di tempat tidur pengantin. Ia berlari keluar memanggil suami Sisil.Tempat tidur yang sudah dirancang untuk pengantin baru, dengan taburan kelopak bunga mawar merah yang membentuk hati, kini berantakan oleh Sisil yang sedang merasakan kontraksi."Perut lo sering kontraksi nggak?" tanya Andin pada Sisil setelah memberikan air minum kepada sahabatnya itu.
Di kediaman Amy sedang disibukkan dengan persiapan acara akad nikah yang akan dilaksanakan siang hari dan langsung dilanjut dengan resepsi.Hari ini adalah hari kebahagiaan Amy dan Rudi setelah beberapa bulan lalu Rudi melakukan lamaran dadakan.Amy menginginkan pesta yang sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga, kerabat dekat, dan beberapa rekan kerja Rudi."Amy, kamu cantik sekali," puji Sisil saat gadis manis itu selesai dirias.Amy mengenakan kebaya pengantin berwarna putih dengan bordiran bunga dan aksen-aksen mutiara melengkapi penampilannya sebagai pengantin sunda.Siger berwarna silver bertengker indah di kepalanya. Dan beberapa hiasan lainnya, seperti untaian melati yang semerbak.Hiasan daun sirih berbentuk wajik di tengah keningnya semakin mempercantik riasan wanita itu.Akad nikah berlangsung di lantai bawah, di mana resepsinya dilakukan. Sedangkan Amy berada di dalam kamar pengantin ditemani oleh Sisil.'
Hai semuanya, terima kasih terima kasih terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti cerita recehku. Maaf, atas semua hal yang mengecewakan kalian, entah dari alur, typo atau kesalahan penulisan nama tokoh. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Untuk kedepaannya aku akan belajar menulis dengan baik lagi. Maaf, kalau selama ini slow update karena kemarin aku lagi kurang sehat, tapi alhamdulilah sekarang udah sembuh dan bisa menamatkan cerita ini. Jika ada keluhan, silakan komen di bawah ini. Aku menerima kritik dan saran dari kalian semua untuk membangun aku menjadi lebih baik lagi. Love sekebon untuk kalian yang sudah mendukung aku dan cerita-cerita recehku. Sampai jumpa di cerita yang baru. Eh, Pengantin Tuan Haidar masih lanjut. Insyaallah aku akan rajin update lagi. I LOVE YOU ALL MY READERS.
Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Kondisi kesehatan Amy semakin membaik.Berada di tengah-tengah orang yang menyayanginya membuat Amy bersemangat untuk segera sembuh."Amy, kamu mau ke mana?" tanya Sisil ketika Amy bangun dari duduknya.Wanita hamil itu sedang berada di rumah Amy. Ia jarang sekali berada di rumahnya. Sisil selalu berkunjung ke rumah sahabat, mertua, dan juga teman barunya.Sisil pergi tidak sendiri, ia pasti ditemani Andin atau Bunda Anin. Kedua wanita itu tidak mengizinkan Sisil untuk bepergian sendiri karena kehamilannya yang semakin membesar."Saya mau ambilkan camilan untuk Mbak Sisil dan Mbak Andin," jawab Amy. "Ibu hamil pasti sering laper.""Duduk!" perintah Sisil kepada wanita yang telah menyelamatkan hidupnya. "Kamu jangan banyak gerak. Istirahat aja dulu! Lagi sakit juga nggak bisa diem.""Iya, Mbak." Amy pun kembali duduk di hadapan Sisil dan Andin."Sama kayak lo, lagi hamil
Bu Mila langsung terdiam mendengar ucapan Amy. Ia menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya."Maksud kamu apa?" Sisil meraih tangan Amy. Ia menatap bola mata gadis itu, terlihat kesedihan di dalamnya. "Terus siapa yang dicintai Rudi?""Saya nggak tahu, Nyonya karena saya nggak kenal, tapi kayaknya saya pernah melihat wajahnya. Dia cantik, sangat cantik.""Aduh Amy, jangan panggil aku Nyonya, dan jangan berbicara formal kayak gitu, aku nggak suka.""Iya, Mbak, maaf. A-aku masih belum terbiasa," ucap Amy pelan."Baiklah aku maafkan," balas Sisil dengan serius."Tapi, Nak. Rudi bilang sama Ibu kalau dia mencintaimu."Bu Mila menjadi sedih mendengar ucapan gadis yang ia harapkan menjadi menantunya itu.Amy meraih tangan Bu Mila, menatap wajah wanita tua itu yang terlihat sedih padahal awalnya terlihat sangat bahagia."Bu, terima kasih udah ngurusin saya sampai detik ini, walau saya bukan siapa-siapa, tapi Ibu begi
"Apa wanita ini kekasihnya Mas Rudi?" Amy memerhatikan wanita yang berfoto dengan sang asisten CEO itu. "Jadi, selama ini dia nggak mencintaiku? Kenapa dia sejahat itu sama aku."Amy menaruh ponselnya di atas nakas, lalu membaringkan tubuhnya, kemudian menutupi tubuh hingga wajahnya dengan selimut.Gadis itu menangis dalam diam. Hatinya terasa sakit melihat Rudi berfoto mesra dengan wanita seksi.Hampir satu jam ia menangis sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.Pagi-pagi sekali ia sudah membuka mata. Kepalanya terasa pusing karena terlalu lama tertidur. Matanya terasa sulit untuk dibuka lebar, wajahnya masih terlihat sembab akibat menangisi Rudi."Kenapa aku nangis ngeliat dia sama wanita lain? Dia kan bukan siapa-siapa aku, toh aku juga sudah menolak cintanya." Amy menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bangun dengan sangat hati-hati.Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Amy melihat wajahnya yang te