Ada yang istimewa pada subuh kali ini. Kalau biasanya Naila shalat subuh berjamaah hanya berdua dengan putrinya, tapi sekarang sosok laki-laki itulah yang menjadi imamnya
Mendadak perasaan wanita muda itu menghangat. Senyumnya semakin lebar setelah melihat laki-laki tampan itu mengambil alih tugasnya menerima setoran hafalan dari Nayra.
"Bidadari kecil Om sudah hafal berapa juz?" tanyanya sambil membuka Al-Qur'an Tikrar milik Naila.
"Sudah lebih 10 juz, Om. Nayra sedang menghafal surah At-Taubah."
Khairul mengacungkan jempolnya.
"Wah, hebat sekali anak Om. Dulu waktu Om tinggalkan, Nayra baru menghafal surah-surah pendek," katanya."Kan Nayra selalu menghafal, Om. Setiap hari Mama selalu menerima setoran hafalan dari Nayra," sahutnya.
Masih dengan mengenakan mukena yang berwarna putih, gadis kecil itu beringsut duduk berhadapan dengan Khairul.
"Baiklah, Sayang. Sekarang Nayra mulai baca ya. Biar Om menyimak."
Di sinilah mereka berada. Di sebuah cafe terbuka dan memiliki pemandangan yang indah. Mereka duduk berhadapan. "Abang minta maaf karena selama bertahun-tahun Abang tidak pernah menghubungi Ade. Semua itu karena keadaan, De. Jadi bukan maksud Abang ingin melupakan Adek." "Abang menikahi Nana setelah seminggu berada di Pekanbaru. Awalnya Abang menolak karena memang Abang tidak mencintai Nana, tapi setelah melihat keadaannya, akhirnya Abang mau menerima." Naila tertegun menyimak penuturan laki-laki muda itu. "De, tak ada perasaan apapun di hati Abang kepada Nana saat menikahi wanita itu, kecuali hanya perasaan kasihan. Nana berterus terang kepada Abang kalau dia mengidap penyakit leukimia stadium akhir dan dia ingin Abang melaksanakan impian terakhirnya, yaitu menikah dengan Abang. Dia ingin memiliki suami dan dia ingin meninggal di dalam pangkuan suaminya." Laki-laki itu menelan ludahnya dengan kasar. Rasanya berat sekali menceritakan luka l
Beberapa hari telah berlalu. Meskipun mereka tinggal terpisah, tetapi Khairul masih setia mengunjungi rumah Naila setiap hari. Dari mengimami salat subuh berjamaah, menerima setoran hafalan Nayra, kemudian sarapan bersama. Setelah itu mengantar Nayra ke sekolah. Semua itu dijalani Khairul dengan sabar. Dia masih berharap Naila mau menerimanya. Setelah Nayra berangkat ke sekolah dengan diantar Khairul, Naila masuk ke dalam kamarnya. Dia membuka lemari pakaiannya. Diambilnya sebuah kotak kecil yang pernah di berikan Khairul kepadanya saat di bandara, menjelang kepulangannya ke Pekanbaru. Ada dua buah kalung dengan liontin huruf K di dalam kotak itu. Naila tak pernah memakainya selama ini. Dia hanya menyimpannya. Karena dia merasa dia tidak mempunyai perasaan apapun terhadap pemuda itu. Lama dia menimang kalung itu. Sampai akhirnya dia menciumnya dengan segenap rasa haru yang mulai memenuhi dadanya. Dengan gerakan perlahan, dia memakaikannya di lehernya.
"Tidak boleh bilang begitu, De. Malah orang tua Abang yang meminta Abang ke sini untuk menjemput Ade dan Nayra. Mereka sudah tahu soal Ade yang sudah memiliki anak. Mereka tidak masalah kok. Malah mereka senang. Katanya, kalau Ade mau nikah sama Abang, mereka langsung dapat cucu." Laki-laki itu tertawa lebar. "Ayolah De, kita menikah saja ya. Walaupun mungkin di hati Ade masih ada bang Ammad, tapi Abang yakin seiring dengan berjalannya waktu, Ade pasti bisa akan melupakan perasaan cinta Ade pada sosok abang kita itu." Khairul mencoba meraih tangan Naila yang segera di tepis wanita itu secara halus. "Abang pasti akan bantu Ade untuk meyakinkan diri Ade, kalau bang Ammad itu adalah abangnya Ade. Sudah takdir hidup Ade yang menjadikan Bang Ammad hanya sebagai saudara ade." "Apapun, antara Ade dengan bang Ammad itu hanyalah masa lalu. Kalian boleh saja saling cinta. Tapi sekarang, pada kenyataannya hubungan Ade dengan bang Ammad tak lebih hanya sebagai saudar
Sementara di mobil, Naila hanya diam saja. Ia tak mengucap sepatah kata pun. Sesekali air matanya menetes di pipinya. Kata-kata Syifa barusan terngiang-ngiang di telinganya. Sangat menyakitkan hati. Syifa memang selalu begitu. Entah mengapa wanita itu seakan tak pernah lelah untuk mencari titik kesalahannya. Padahal posisinya sama dengannya. Dia juga seorang janda meskipun tanpa anak. Sebagai sesama janda, seharusnya dia berempati terhadap Naila. Tapi yang terjadi malah kebalikannya. Sepanjang Naila menjalani kehidupannya sendirian, wanita itu tak pernah berhenti mengusik kehidupan pribadinya. "Sudahlah, Ade. Tak usah di dimasukkan ke hati. Dia cuma seorang netizen yang julid terhadap kehidupan pribadi tetangganya." Khairul menginjak rem dan menepikan mobilnya di pinggir jalan. "Entahlah, Bang. Dari dulu Kak Syifa selalu begitu. Dulu juga, saat Bang Ammad masih di sini dan kerap kali mengunjungi
Naila menggelengkan kepala. "Tidak, Bang. Naila sudah lega. Naila tahu, Kak Rasyid sudah bahagia di sana." Naila menatap biru warna cakrawala melalui kaca mobil. "Kalaupun Ade masih mengenangnya, Abang nggak papa kok. Bagaimanapun, Kita tidak bisa melupakan kebaikan orang yang kita sayangi, apalagi dia sudah memberi Ade seorang putri yang sangat cantik dan cerdas." "Dia tak sempat melihat putrinya, Bang. Nayra belum lahir saat dia wafat. Dia meninggalkan Ade dalam keadaan mengandung." Bulir-bulir airmata kembali jatuh membasahi pipinya. Laki-laki itu menghela nafas. Dia menatap Naila dengan iba. "Jika Allah mengambil sesuatu darimu, berarti Allah tengah menyiapkan sesuatu yang lain sebagai penggantinya. Kita mungkin tidak bisa mengembalikan kebahagiaan yang hilang, tapi Allah menciptakan kebahagiaan untuk kita rasakan dan kita syukuri." Laki-laki itu menghidupkan mes
Tanpa menunggu jawaban dari orang yang ditujunya, Naila segera menonaktifkan data internet. Kemudian meletakkan ponsel kembali ke pembaringan. Dia masih sempat mengelus kepala putri semata wayangnya sebelum beranjak pergi dari kamar menuju ruang dapur. Sesampainya di dapur, dia menghidupkan kompor dan mulai merebus air. Sebentar lagi biasanya Khairul akan datang. Laki-laki itu begitu sabar menghadapi dirinya dan putrinya. Sementara di kejauhan, terdengar suara ayat-ayat suci Al-Qur'an yang menandakan bahwa waktu subuh sudah hampir tiba Allahuakbar AllahuakbarAllahuakbar AllahuakbarAsyhadu alla ilaha illallahasyhadu alla ilaha illallah Hanya perlu waktu beberapa menit, kumandang adzan subuh menghanyutkan suasana. Naila segera mematikan kompor dan menaruh air panas di dalam termos yang sudah disediakan. Kemudian segera beranjak menuju kamar mandi. "Abang ...!" Naila tersentak kaget melihat laki-laki it
"Sini, Nak. Ayo kita segera shalat subuh. Om Khairul sudah menunggu sejak tadi," kata Nayla terbata. Ia berusaha menyembunyikan perasaan kagetnya. Gadis kecil itu menganggukkan kepala. kemudian segera menghamparkan sajadah di samping ibunya. Sementara Khairul berdiri menghadap kiblat dan memulai takbiratul ihram. Allahu Akbar.. Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)Nya ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. Ar-Rum :21. Khairul mengakhiri ritual shalatnya dengan berzikir dan doa yang diamini oleh sepasang ibu dan anak itu. ❣️❣️❣️ "Om," ucap Nayra setelah dia selesai menyetor hafalannya kepada Khairul.
"Abang ...!!" Suara Khairul memecah keheningan suasana rumah. Naila yang masih berada di dapur pun berlari kecil menuju ruang depan. "Abang ...!!" Suara wanita itu tak kalah keras tatkala menyaksikan sosok lelaki di hadapannya. "Abang datang, De. Abang ingin hadir di hari pernikahanmu." Laki-laki itu memaksakan bibirnya untuk tersenyum. Pandangan matanya beralih pada Khairul yang juga balas menatapnya tajam. "Jadi calonnya Naila itu, Kamu, Rul?" Laki-laki itu mengangguk. Ia duduk bersila mengikuti Ammad dan Naila yang sudah duduk lebih dulu. "Aku sudah seminggu berada di sini, Bang." Khairul menjelaskan secara hati-hati. Dia tahu, laki-laki yang duduk di dekatnya itu masih menyimpan rasa terhadap Naila. Sewaktu-waktu bisa saja rasa cemburu mengalahkan akal sehat seorang Ammad. "Orang tuaku memintaku untuk menjemput Naila dan putrinya. Mereka sudah merestui hubungan kami," ucap Khairul. "Lalu bagaim
Berhadapan dengan situasi seperti ini, waktu terasa begitu lambat bagi Khairul. Detik demi detik sangat berharga baginya. Laki-laki itu terlihat tengah berjalan mondar-mandir di depan sebuah ruangan yang tertutup rapat. Pikirannya melayang mengingat sang istri di dalam sana yang tengah berjuang menjelang proses persalinan. Penantian ini terasa begitu mencekam. "Tidak apa-apa. Naila pasti kuat kok," tegur sang Mama melihat anak lelakinya tampak begitu gelisah. "Dia begitu kesakitan, Ma. Khairul tidak tega melihatnya." "Setiap wanita yang mau melahirkan memang begitu. Mana ada yang melahirkan tidak sakit, Rul?" Perempuan itu memberi isyarat putranya untuk mendekat. "Memangnya sakit sekali ya, Nek?" celutuk Nayra. Gadis kecil itu baru saja pulang dari sekolah. Dia sampai ke rumah sakit dan tidak sempat menemui sang ibunda, karena Naila sudah keburu
"Hadiah?" tanya Nayra. "Ini adalah hadiah untuk kalian." Naila mengambil kotak kecil berwarna merah dari dalam tasnya. "Sebuah kotak? ucap Khairul. "Ayo kita main tebak-tebakan, Nayra, apa isi kotak dari Mama?" "Paling-paling perhiasan. Biasanya gitu, kan?" Gadis kecil itu mengamati kotak berbentuk segi empat panjang di depannya. "Dulu Papa juga pernah memberikan Mama dan Nayra perhiasan kalung," ucap Nayra sembari meraba lehernya. Gadis itu sudah diizinkan oleh ibunya untuk memakai kalung pemberian Khairul tempo hari. "Daripada main tebak-tebakan, yuk dibuka saja!" Perempuan itu tersenyum penuh makna. Khairul mulai membukanya. Selapis kertas berwarna merah yang membungkus kotak itu kini telah robek oleh tangannya. "Tespek!" Tiba-tiba hatinya bergetar. Tangannya bergerak mengambil benda itu. "Garis dua, De?" Lak
Seminggu kemudian ...Matahari bersinar malu-malu kucing. Cahayanya menyapa rerumputan, menyapu embun yang membasahinya semalaman. Keceriaan dan kegembiraan menyambut hari minggu begitu terasa di hati mereka bertiga, Khairul, Naila dan Nayra.Mobil meluncur dengan tenang, menyusuri jalanan yang mulai ramai. Khairul sengaja menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia ingin memberikan kesempatan kepada anak istrinya untuk menikmati keindahan kota kelahirannya.Baru kali ini dia bisa mengajak keduanya jalan-jalan. Setelah acara resepsi perkawinan dan resmi pindah ke rumah baru, dia langsung di sibukkan oleh pekerjaan. Pekerjaan yang sangat menyita waktu dan perhatiannya, setelah lebih dari sebulan dia tidak masuk kantor dan hanya memantau perusahaan dari orang-orangnya saja.Pertemuan, rapat, meeting dengan tim perusahaan serta klien penting menjadi agenda hari-harinya belakangan ini, bahkan di saat har
Malam ini terasa kurang bergairah. Meskipun Naila sudah berusaha untuk memasakkan makanan kesukaan Nayra, tetapi gadis kecil itu masih tampak murung dan tidak selera makan. Kondisi tidak menyenangkan yang sangat terasa bagi Khairul, mengingat dia belum tahu permasalahan yang sebenarnya. Laki-laki itu baru bisa pulang ke rumah menjelang magrib. Seharian ini dia mengunjungi beberapa tempat sekaligus untuk bertemu dengan klien penting. "Ada apa? Abang lihat rona wajah Nayra terlihat murung?" Keduanya baru saja bisa masuk ke kamar tidur, setelah sebelumnya harus menidurkan Nayra terlebih dahulu. Naila yang duduk di pinggir ranjang kemudian suaminya menyusul duduk di sampingnya. "Ada masalah baru lagi, Dek?" tanyanya. "Tidak apa-apa, Bang. Biasa, hanya urusan anak kecil." "Urusan anak kecil?" ulang laki-laki itu. Ade bertengkar dengan Nayra?"
"Putri ayah ngomongnya seperti itu?" Ammad meletakkan kembali tubuh mungil Fitri ke dalam box bayi kemudian segera meraih ponselnya, memposisikan lagi wajahnya menghadap ke kamera."Ayah nggak pernah membeda-bedakan di antara anak-anak ayah," bantahnya. Laki-laki itu serius menatap wajah Nayra melalui layar ponselnya."Ayah yang ngomongnya begitu! Kenapa Ayah bilang nggak janji? Nayra, kan kangen sama Ayah," keluh gadis cilik itu.Nayra mendudukkan tubuhnya di pembaringan, sementara ponselnya dia letakkan menyandar di guling karakter hello Kitty."Ayah pun kangen sama Nayra. Hanya saja bulan-bulan yang akan datang, Ayah sangat sibuk dengan perusahaan baru.""Kirain sibuk sama dede Fitri," gerutu Nayra.Ammad tercekat. Untuk sejenak dia terdiam. Hanya netranya menatap iba pada Nayra, gadis manja tak berayah yang sejak bertahun-tahun lalu lengket denganny
Bukan tanpa alasan Ammad memilih tempat tinggal di daerah pinggiran kota, bahkan cenderung lebih ke nuansa pedesaan. Bukan karena dia tidak memiliki uang lebih untuk membeli rumah di kota, tapi lebih kepada keinginan untuk memberikan suasana baru bagi Rosita dan anak-anak.Sebenarnya ayah mertuanya menawarkan sebuah rumah mewah untuk didiami oleh mereka, tapi dengan tegas dia menolak. Laki-laki itu sudah merasa cukup dengan sebuah perusahaan yang akan dikelola setelah mereka kembali menikah. Ammad tidak tidak mau ayah mertuanya terlalu banyak membantu, lagipula dia masih mampu membeli rumah tanpa bantuan siapapun, walaupun rumah itu tidak semewah rumah yang dimiliki oleh Khairul, rumah yang didedikasikan untuk Naila dan Nayra.Mengingat perempuan itu, membuatnya semakin sadar betapa skenario Allah itu begitu indah. Setiap manusia sudah ada jodohnya masing-masing. Istilah bahwa jodohmu adalah cerminan dirimu itu tidaklah salah.
Bab 81"Abang akan membawamu ke suatu tempat," ujarnya ketika sang istri mengajaknya untuk pulang."Tenang aja, De. Di rumah kan ada abang-abangnya, nenek, kakek, bahkan kak Khadijah pun juga menginap di rumah. Apa yang mesti Ade takutkan? Lagipula Semua orang pasti paham kita tengah merayakan hari pernikahan kita atau barangkali malam pertama!" Laki-laki itu tertawa melihat wajah masam sang istri."Bang, kita ini sudah tua! Anak sudah banyak. Harus ingat waktu. Kalau anak muda yang nggak ada dipikirkan sih hayu aja. Semalaman juga Ade mau jalan sama Abang," ujar Rosita."Memangnya Ade nggak senang, malam ini Abang ajak makan malam berdua?""Bukannya nggak senang, Bang, cuma kepikiran Fitri aja," balas Rosita."Abang juga ingat waktu kok. Ini tidak akan lama. Kita akan pergi ke suatu tempat, karena Abang ingin menunjukkan sesuatu." Laki-laki itu mulai mempercepat la
Abang tidak menyesal, kan sudah menikah dengan Ade?" cicit Rosita..Pernikahan ini bahkan seperti keajaiban buatnya!"Tidak, De. Ini, kan sudah kita bicarakan sebelumnya, sejak jauh-jauh hari pula. Untuk apa Abang menyesal?""Ade takut Abang tidak bahagia menjalani pernikahan ini.""Abang bahagia, insya Allah. Melihat kalian bahagia, Abang pun turut bahagia," ujarnya.Laki-laki merendahkan suaranya. Dia ikut duduk di samping istrinya, mengelus punggungnya."Kok Abang ngomongnya seperti itu?" Rosita menatapnya dalam-dalam.Abang bahagia Rosita Abang bahagia percayalah senyumnya teramat manis"Kita sudah melewati banyak hal untuk sampai ke titik ini. Inilah jalan hidup kita dan kita harus bahagia menjalaninya."❣️❣️❣️"Jangan lama-lama ya, Bang. Ade takut kalau Fitri haus." Wanita itu berkali-k
Betapa banyak hal yang sudah mereka lewati dan secara perlahan akan bertemu di persimpangan jalan. Bukan karena tidak saling cinta, tapi kehidupan akan terus berjalan meskipun kita berusaha untuk menahan. Waktu akan terus bergerak dan sedetik pun kita tak bisa untuk mencegah."Sekarang Abang ikhlas, Nai. Jalani hidup dan rumah tanggamu. Jangan sisakan luka dan biarkan cinta diantara kita hanya sebagai kenangan. Kenangan manis dan pahit sekaligus.""Tak perlu kita saling memvonis siapa yang benar dan siapa yang salah. Tak ada kesalahan yang sempurna, pun tak ada kebenaran yang sempurna. Kebenaran sejati hanya milik Allah.""Kita hanya manusia biasa yang memiliki rasa dan keinginan. Seperti kamu yang sudah belajar untuk melupakanku dan mencintai suamimu, aku pun akan mencoba melakukan hal yang sama, melupakanmu dan mencintai istriku kembali, belajar melupakan kesalahan-kesalahan dan masa