Bab 48
Tak Seindah Malam Pertama
(Permintaan Maya)Bu Marni menangkap gelagat Maya yang terlihat keberatan, tapi tak kuasa menyampaikan. Bu Marni memancing Maya untuk menjawab. “Bagaimana dengan kamu, May?” tanya Bu Marni.Maya mengangkat wajahnya, ia menatap Ibnu sebelum akhirnya menjawab.
******************************“Jujur saya tidak tahu mesti menjawab apa, Bu. Tapi …." Maya menghentikan bicaranya. Ragu.
"Tapi kenapa, May?" tanya Bu Marni penasaran.
"Tapi … Saya merasa kehilangan Mas Ibnu. Selama ini Mas Ibnu hanya mendatangi saya di siang hari saat makan siang, hanya sekedar mengingatkan untuk makan dan minum obat. Maaf, Mas.” Maya berucap sembari menunduk, tak kuasa menatap Ibnu.
Satu sisi, Maya takut suaminya itu tersinggung, tapi disisi lain, ia berharap Bu Marni dapat menjadi penengah dan mengingatkan sikap Ibnu yang lalai.
“Kamu dengar, Le? Artinya, apa yang kamu lakukan itu belum ad
Bab 49 Tak Seindah Malam Pertama (Rumah Baru)
Bab 50Tak Seindah Malam Pertama(Bertiga, lebih bahagia)
Bab 51 Tak Seindah Malam Pertama (Membuka Aib)
Dokter menatap Ibnu dan Dini bergantian. Setelahnya, ia menghembuskan nafas panjang. "Bagaimana kondisi istri saya, Dok?" Ibnu mengulangi pertanyaannya karena tak kunjung mendapat jawaban dari dokter. Dokter justru tersenyum, kemudian berkata, "Alhamdulillah, kondisi bu Dini dan kandungannya sehat, dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan jika semua normal." "Alhamdulillah," Ibnu dan Dini mengucap syukur bersamaan. Mereka saling menoleh, kemudian tersenyum, terlihat sangat lega. "Tapi, Dok, perdarahan yang kemarin saya alami, apa tidak bahaya, Dok?" Rupanya Dini masih belum puas mendengar penjelasan dokter. "Tidak apa-apa, Bu Dini. Flek-flek yang Ibu alami kemarin adalah hal yang wajar untuk seorang ibu hamil. Meskipun tidak semua ibu hamil mengalami flek-flek seperti yang Ibu alami, tetapi tidak apa-apa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Dokter berusaha menjelaskan dengan bahasa paling mudah. "Maksudnya normal gimana ya, Dok?" Tanya Dini lagi, masih belum puas. "Flek-flek y
Akhirnya Ibnu dan Dini kembali sampai di rumah baru mereka. Ibnu mematikan mesin mobil dan dengan hati-hati sekali memapah Dini untuk turun dari mobil, seolah Dini adalah benda rapuh yang harus dilindungi sedemikian rupa. “Hati-hati, Dek, jalannya pelan-pelan saja!” Pesan Ibnu saat melihat Dini berjalan dengan cepat. “Iya, suamiku yang bawel,” jawab Dini. Ia bahagia Ibnu mengkhawatirkannya. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang istri selain mendapat ribuan perhatian juga kasih sayang dari suami. “Dibilangin suami kok malah begitu to, Dek?!” Ucap Ibnu. Ia sungguh khawatir dan tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada istri keduanya itu. “Iya, Mas,” jawab Dini pada akhirnya. Ia menghentikan langkah agar sejajar dengan Ibnu, setelah Ibnu berada di sampingnya, ia melingkarkan tangannya di tangan kokoh Ibnu, bergelayut manja di sana. “Aku seneng, Mas perhatian sama aku.” Dini berucap manja, membuat Ibnu menyunggingkan senyum. Ia lupa dengan perasaan bersalahnya pada Maya.
Ibnu melangkah gontai menuju kamar mandi. Ia kalap, emosi merajai hati juga pikirannya. Tepat saat ia sampai di depan pintu kamar mandi, ketika hendak mendobrak pintu, terdengar suara adzan ashar."Allahu akbar allahu akbar."Seketika hati Ibnu terasa sejuk, laksana seorang pengembara yang berada di gurun pasir, kemudian menemukan sebuah oase. Sejuk, terasa adem di hatinya."Astaghfirullah hal 'adzim." Ibnu mengucap istighfar berulang kali, hampir saja ia menuruti hawa nafsunya untuk marah.Ibnu berbalik arah, diraihnya sebuah handuk yang tergantung di sebelah pintu kamar mandi, kemudian dipakainya handuk tersebut. Ibnu ingin segera mandi besar agar dapat melaksanakan sholat ashar tepat waktu. Akhirnya ia memilih keluar kamar dan mandi di kamar mandi luar.Setelah selesai mandi dan mengenakan baju, Ibnu kembali ke kamar, berniat mengajak Maya untuk sholat berjamaah."Dek, kamu dimana?" Ibnu mencari Maya ke seluruh kamar, tapi nihil, Maya tak ada di sana.Akhirnya Ibnu mencari Maya di l
Maya membolak-balik remot yang ada di tangannya, berganti dengan gerakan menekan tombol channel berulang kali. Matanya menatap layar televisi, tapi otaknya memikirkan hal lain."Dek, sepertinya mas harus keluar sebentar. Dini baru pingin sate. Mas tinggal nggak apa-apa 'kan? Janji deh, sebelum jam sembilan, mas sudah pulang kesini,"Perkataan Ibnu beberapa jam yang lalu kembali terngiang. Sekali lagi, Ibnu mengingkari janji.Maya menoleh, melihat jam yang menempel di dinding. Jarum panjang menunjuk angka dua belas, sementara jarum pendek menunjuk angka sebelas. Tepat pukul sebelas malam, dua jam lebih dari janji yang diucap Ibnu, dia belum juga pulang.Maya menghela nafas panjang. Semakin yakin jika Ibnu tak akan pulang malam ini. Keyakinan yang sedari tadi terus disangkalnya karena merasa percaya diri, bahwa hari ini jatah Ibnu pulang ke rumahnya. Ternyata hal itu bukan jaminan.Setelah mematikan televisi, Maya menuju pintu depan, menguncinya dan bersiap untuk tidur. Saat melewati me
"Aku ikut, Mas," ujar Maya saat Ibnu meletakan tubuh Dini di dalam mobil."Untuk apa? Untuk memastikan jika Dini benar celaka? Bahkan kamu keluar rumah tanpa izin ku!" jawab Ibnu."Tapi, Mas …." Maya hendak mengajukan protes."PULANG!"********************Maya terlonjak kaget, mendengar bentakan Ibnu.Lagi, untuk kedua kalinya, Ibnu membentak Maya. Pertama saat mereka bertengkar di dekat kolam ikan, dan kedua hari ini. Alasan keduanya sama, karena Dini. Bedanya, saat itu Dini belum menjadi istri Ibnu, sementara saat ini, Dini telah resmi menjadi madu diantara mereka. Tentu bentakan Ibnu kali ini jauh lebih membuat Maya sakit hati.Maya hanya bisa menatap mobil warna silver yang bergerak keluar pagar, kemudian menghilang, berbaur dengan kendaraan lain di jalanan.Bersamaan dengan menghilangnya mobil yang membawa Ibnu dan Dini dari pandangan matanya, jatuh pula bulir bening di kedua kelopak mata Maya. Ia menangis.Tangannya kembali meraba dada yang kini kembali terasa begitu nyeri."Ka
Bab 68Tak Seindah Malam Pertama(Ikhlas yang Membahagiakan)“Saya terima nikah dan kawinnya Maya binti Almarhum Hamdan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”“Sah?”“Sah.”Serempak semua tamu yang berada di masjid Al Falah mengucap Hamdalah. Diantara sekian manusia yang hadir, tampak seorang wanita paruh baya yang sedari tadi terus menitikkan air mata.Bukan air mata kesedihan, tetapi justru air mata bahagia. Ia adalah saksi bagaimana sang putra tersiksa batin selama bertahun lamanya karena menyesali kesalahannya di masa lalu.Ia tak menyangka, bahwa niatnya mencari istri dari kalangan pondok pesantren agar sang putra memiliki istri yang tau agama, sabar mendampingi, juga telaten membantu sang putra melupakan kesalahannya di masa lalu, justru membawa sang putra bertemu dengan cinta di masa lalunya.Wanita paruh baya itu adalah Sukma. Diantara sekian yang hadir, dialah yang paling bahagia menyaksikan sang putra-Danu, akhirnya dapat bersatu dengan Maya-cinta sejatinya
Bab 67Tak Seindah Malam Pertama(Lamaran)“Maaf, tapi aku ini hanya seorang janda, hanya seorang wanita yang gagal menjadi seorang istri. Aku takut membuat kecewa, Bah.” Maya masih menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya. “Tidak ada manusia yang tidak pernah gagal, Nduk. Semua pasti pernah merasakan yang namanya kegagalan, hanya bentuknya saja yang berbeda, ada yang besar, ada juga yang tidak tampak dari luar. Kebetulan kamu pernah mengalami kegagalan yang besar. Abah yakin, hal itu justru menjadikan kamu lebih unggul dari sebelumnya bukan?” Abah berujar.“Tapi saya hanya janda,” ujar Maya lirih.“Terus kenapa jika janda?” Kini gantian Umi yang menimpali.“Saya nggak pantas,” jawab Maya tetap merasa rendah diri.“Dia adalah putra dari tamu yang tadi datang kemari, Nduk. Memang masih bujang, belum pernah menikah, tapi usianya seumuran sama kamu.” Abah berbicara, meski Maya tak bertanya.“Tamu tadi itu adik kandung Abah, jadi putranya itu keponakan Abah. Meski selama ini kami sudah
Bab 66Tak Seindah Malam Pertama(Maya di Masa Kini)“Nduk, tolong bawakan nampan ini ke depan. Ada tamu Abah yang datang,” pinta Umi pada Maya.“Baik, Umi,” jawab Maya, manut.Bagi Maya, Umi dan Abah merupakan malaikat penolong. Ia tak tahu akan jadi seperti apa jika tidak ada Umi dan Abah yang menolongnya. Itu sebabnya, Maya selalu manut juga patuh pada keduanya. Terlebih di rumah itu, ia diperlakukan dengan sangat baik, layaknya seorang anak. Ia mendapat kasih sayang begitu besar dari keduanya.“Nuwun ya, Nduk,” ujar Umi.Tanpa menunggu permintaan tolong kedua kalinya dari Umi. Maya segera mengambil nampan dan berjalan menuju ke ruang tamu.Di ruang tamu, terlihat Abah tengah berbicara dengan seorang tamu wanita berusia paruh baya. Di sebelah Abah, duduk Umi yang tadi mendahului menuju ke ruang tamu.“Mangga, Dek, diminum ala kadarnya,” Umi mempersilahkan tamu Abah.“Iya, Mbak Yu,” jawab sang tamu.Setelah menganggukkan kepala sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada, Maya be
Bab 65Tak Seindah Malam Pertama(Move On)“Bu Dini mengalami anemia berat. Kondisi ini sudah terjadi sejak kehamilan trimester kedua. Seharusnya, saat itu Bu Dini mendapat transfusi darah, tapi beliau menolak. Saat saya tanya apa alasannya, beliau mengatakan jika ….” Dokter menghentikan bicaranya.“Jika apa, Dok?” Ibnu tak sabar mendengar penjelasan dokter lebih lanjut.“Kata Bu Dini, beliau tidak mau membuat Pak Ibnu repot,” ujar Dokter dengan suara pelan, takut menyinggung perasaan Ibnu.“Apa?! Mana mungkin saya merasa repot jika itu berkaitan dengan istri dan janin di dalam kandungannya!” Ibnu tak percaya jika Dini berpikiran seperti itu.Dokter hanya menatap Ibnu dengan tatapan yang sulit diartikan. Jika apa yang ditakutkan Dini merupakan sesuatu yang mustahil bagi Ibnu, maka sudah jelas bahwa komunikasi antara Ibnu dan Dini tidaklah baik. Hal itu yang muncul di benak sang dokter, bahwa pasiennya kali ini memiliki persoalan komunikasi dengan sang suami.“Sebagai Dokter seharusnya
Bab 64Tak Seindah Malam Pertama(Akibat Zina)"Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu tega meninggalkan Maya di saat kamu telah menanamkan benih di dalam rahimnya? Kenapa kamu se pengecut itu, DANU?!" Ibnu menyebut nama Danu dengan penuh penekanan.Peristiwa yang menjadi sumber masalah dalam kehidupannya, juga kehidupan orang-orang di sekitarnya. Karena perbuatan zina yang telah dilakukan dua sahabatnya, ada banyak hati yang harus tersakiti."Apa maksudmu?" Danu menggelengkan kepalanya.Ia tak paham, dan tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya jika Maya mengandung benihnya. Ibnu diam, tak mau menjawab pertanyaan Danu. Berkali ia menghela nafas untuk menetralisir perasaannya yang carut marut. Sementara Danu, pikirannya mulai terbuka, ia menggabungkan peristiwa demi peristiwa yang telah terjadi. Dari mulai Maya yang marah saat bertemu dengannya, Ibnu yang menikahi Maya tetapi justru menikah lagi dengan Dini, hingga akhirnya perpisahan antara Ibnu dan Maya."Ya Allah, apa yan
Bab 63Tak Seindah Malam Pertama(Terbuka satu Rahasia)"Mau kemana, Mas?" Dini mendekati Ibnu yang sedang mengenakan jaket."Aku mau ketemu dengan Bagas, Dek. Baru saja dia telepon, ngajakin ketemu, mau cerita sesuatu katanya," jawab Ibnu."Oh, ketemuan dimana, Mas?" tanya Dini.Sebenarnya, ia sangat ingin Ibnu tetap di rumah bersamanya, entah kenapa sedari tadi siang kepalanya terasa nyeri. Ingin mengeluh, tapi takut dikira cari perhatian."Di rumah Ibu. Nggak apa-apa 'kan ditinggal sebentar? Insha Allah sebelum maghrib aku sudah pulang, Dek," ujar Ibnu sambil menyodorkan tangannya pada Dini agar disalami oleh istrinya."Nggak apa-apa, Mas," jawab Dini.Ia mencium tangan Ibnu dengan penuh takzim. Entah kenapa, perasaannya kali ini begitu melow, seakan setelah ini ia tak bisa lagi bertemu dengan Ibnu."Mau dibawain apa pulangnya?" tanya Ibnu sambil menyambar kunci motor di atas nakas."Lagi nggak pengen apa-apa, Mas. Hmm … Mas hati-hati aja," ujar Dini sambil berjalan mengikuti Ibnu.
Bab 62Tak Seindah Malam Pertama(Hanya Raganya Saja)Dini mengusap pipinya yang basah dengan telapak tangannya, sedang mata menatap sendu ke arah luar. Menatap seorang pria yang sedari dua jam lalu, duduk termenung di teras rumahnya."Maafkan aku, Mas. Jika tahu semua ini hanya membuatmu tersiksa batin, aku tak akan membiarkan Mbak Maya pergi. Andai waktu bisa diulang, aku akan memilih tak pernah jatuh cinta dengan kamu, Mas." Dini berbicara sendiri.Sejak kepergian Maya, Ibnu berubah, Ibnu yang awalnya begitu hangat memperlakukannya, kini berubah menjadi dingin. Suaminya itu memang tak pernah berlaku kasar, baik ucapan maupun perbuatan. Semua kewajibannya sebagai suami pun tetap dipenuhi, bahkan kebutuhan biologis bagi Dini tak pernah alpa dilakukannya. Hanya saja, semua tanpa rasa, hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja. Tak ada rasa, semua diterima hambar oleh Dini."Aku rindu kamu yang dulu, Mas. Tidakkah bakal bayi dalam rahimku ini membuat engkau melupakan Mbak Maya, Mas?" D
Bab 61Tak Seindah Malam Pertama(Maya Hamil?)Ibnu melipat surat dari Maya yang ditemukannya di atas meja. Disekanya bulir air mata yang sudah dengan lancang menetes di pipi.Cengeng. Belum pernah ia merasa se cengeng ini. Sedari kecil, ayahnya selalu menanamkan jika laki-laki tak boleh menangis, jika laki-laki tak boleh cengeng. Nyatanya, hari ini ia menangis untuk wanita yang ternyata begitu ia cintai."Maafkan, Mas, Dek," bisik Ibnu, seakan Maya ada disana dan bisa mendengar permintaan maafnya.Pagi tadi, Riska datang ke rumah mengantar akta cerai untuknya. Rumah tangganya bersama Maya sudah usai.Setelah melewati berbagai pertimbangan, akhirnya Ibnu bersedia melepaskan Maya. Meski berat, akhirnya ia memutuskan hal itu."Ibu kecewa, Le. Bagaimana bisa kamu menyembunyikan hal sebesar ini dari Ibu selama bertahun-tahun?" ungkapan kekecewaan Ibu beberapa bulan yang lalu kembali terngiang di telinga Ibnu.Saat itu, ia menceritakan alasan kenapa dulu ia menikahi Maya secara terburu-bu
Bab 60Tak Seindah Malam Pertama(Pengacara, Utusan Maya)"Selamat pagi, Pak Ibnu." Seorang wanita tersenyum menyapa Ibnu, begitu pintu terbuka.Sesaat Ibnu terdiam. Ia mencoba mengingat-ingat siapa wanita yang kini berada di hadapannya, tapi ia tak mengingatkan apa pun, sepertinya ini memang kali pertama ia bertemu dengan wanita berpenampilan rapi di hadapannya.Wanita itu mengenakan rok panjang berwarna maroon, dengan atasan berupa kemeja dengan motif garis berwarna merah muda. Jilbab yang ia kenakan juga berwarna maroon, senada dengan warna rok plisket yang ia kenakan."Perkenalkan, Saya Riska Sundari, pengacara yang ditunjuk oleh Bu Maya untuk mengurus perceraian beliau dengan Pak Ibnu," ucap wanita yang ternyata bernama Riska itu.Hati Ibnu berdenyut nyeri kala mendengar kata perceraian. Ia tak menyangka Maya akan secepat ini mengurus semua, tidak sampai hitungan hari. Bukan akhir seperti ini yang ia mau.Setelah mengatur nafas dan berdehem satu kali, Ibnu pun mempersilahkan Risk