Setelah pertemuan itu, Darren kembali ke ruang tunggu, memastikan ibunya tidak mencurigai apa pun. Saat ia tiba, Silvia tampak sedang berbicara dengan salah satu dokter, tetapi ekspresinya tetap tenang ketika melihat Darren mendekat.“Ada kabar baru?” tanya Silvia.“Tidak ada yang penting, Bu. Hanya beberapa hal administratif,” jawab Darren sambil duduk di sebelahnya.Namun, pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana. Di tempat lain di rumah sakit, tim Spy Eye sudah mulai bergerak. Seorang ahli kedokteran yang mereka kirim, Dr. Elaine, seorang dokter forensik dengan pengalaman luas, memasuki rumah sakit dengan identitas yang dirahasiakan.Dr Elaine mulai memeriksa Tuan Harrison. Dari pemeriksaan Darah, air liur, hingga yang lainnya yang diperlukan sudah diperiksa. Beberapa saat kemudian ia pun selesai melakukan pemeriksaan. Ia meminta Spy Eye mengajak Darren bertemu di luar.Sesaat kemudian, Spy Eye langsung menghubungi Darren. Ia menyampaikan keinginan dokter Elaine untuk bertemu. "Ba
Malam semakin larut, tetapi ketegangan di markas kecil tim Spy Eye tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Darren duduk dengan ekspresi serius di meja kerja, dikelilingi layar yang menampilkan data-data terbaru dari penyelidikan. Di seberangnya, Spy Eye berdiri dengan sikap ragu, seperti seseorang yang harus menyampaikan kabar buruk.“Maaf bos, ketegangan ini membuatku lupa menyampaikan informasi penting lainnya!” ucap Spy Eye“Apa maksudmu ada informasi penting yang belum kau sampaikan?” Darren menatap lurus ke arah mata Spy Eye, nada suaranya tegas.Spy Eye menarik napas panjang sebelum berbicara. “Maaf, Boss. Kami baru saja memeriksa ulang data latar belakang Ibu Anda. Silvia Harrison, atau Silvia Bara, adalah putri sekaligus pewaris keluarga Bara. Semasa mudanya, beliau pernah menjadi CEO dari perusahaan ayahnya. Perusahaan itu kemudian di-merger dengan perusahaan keluarga Harrison, hingga terbentuklah grup Anugerah Langit Corporation.”Darren mendengus pelan. “Itu bukan hal baru ba
Darren mengikuti langkah polisi menuju ruang interogasi. Sesekali, ia melirik Silvia yang berjalan di sampingnya, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tampak tulus. Namun, di dalam hatinya, Darren merasa ada sesuatu yang salah. Jika Silvia benar-benar terkejut dengan tuduhan ini, maka siapa yang sebenarnya berada di balik rencana pembunuhan terhadap ayahnya? Apakah Sofia benar-benar satu-satunya pelaku, ataukah ini lebih rumit dari dugaan awalnya?Sesampainya di ruang interogasi, polisi meminta Darren dan Silvia untuk duduk. Ruangan itu dingin dan steril, hanya dihiasi meja dan dua kursi di tiap sisi. Salah satu polisi membuka catatan di tangannya dan memulai pertanyaan.“Tuan Darren, dapatkah Anda menjelaskan jadwal Anda selama beberapa hari terakhir?” tanyanya dengan nada resmi.Darren menjawab dengan tenang, memberikan alibi yang sudah disiapkan. “Saya berada di Luar Negeri. Baru kali ini pulang, karena mendapat kabar keadaan ayah. Malamnya, saya langsung menuju rumah sakit untuk
Namun, sebelum Darren bisa melangkah lebih jauh, sebuah suara lembut menyapa dari belakangnya. "Darren?"Darren berbalik dan menemukan Silvia berdiri beberapa meter darinya. Wajah ibunya tampak tenang, tetapi matanya menyiratkan sesuatu yang lain."Ibu? Kenapa kau di sini?" Darren bertanya, mencoba menutupi rasa curiganya.Silvia mendekat dengan langkah perlahan. "Aku merasa tidak nyaman sendirian di kamar. Kau pergi begitu mendadak, jadi aku memutuskan untuk mencarimu."Darren mengerutkan kening. "Aku hanya memastikan keamanan. Kau seharusnya tetap di kamar bersama Ayah."Silvia tersenyum samar. "Tenang saja, Nak. Ayahmu aman. Tapi kau terlihat tegang. Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?"Darren memutuskan untuk tidak menunjukkan terlalu banyak. "Tidak ada, Bu. Hanya memastikan semuanya berjalan lancar."Silvia menatap putranya dengan tatapan yang sulit dibaca. "Kalau begitu, mari kita kembali ke kamar. Ayah membutuhkan kita berdua."Darren mengangguk, mengikuti Silvia kemba
Di ruang interogasi yang terang, Nyonya Silvia duduk di kursi dengan sikap tenang, meski hatinya bergejolak. Polisi mengelilinginya dengan pertanyaan-pertanyaan tajam, mencoba mengungkap lebih banyak kebenaran. Meskipun ia tampak tenang, ada sesuatu dalam sorot matanya yang tidak bisa disembunyikan."Apakah hubungan Anda dengan Tuan Harrison baik-baik saja?" tanya seorang penyidik dengan suara datar. "Apakah Anda merasa tidak ada masalah di antara kalian berdua, mengingat kondisinya yang lumpuh bertahun-tahun?"Silvia menghela napas panjang, menatap penyidik dengan pandangan tegas. "Tentu saja. Kami selalu berusaha untuk tetap bersama. Saya sangat mencintai suami saya," jawabnya dengan suara yang penuh keyakinan. "Saya bersumpah akan merawatnya sampai akhir hayat saya, tidak peduli apapun yang terjadi."Penyidik mencatat jawaban itu, namun raut wajahnya tidak berubah. Dia mengamati setiap gerakan Silvia, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan."Apakah Anda merasa tidak ada keinginan u
Silvia menatap layar CCTV yang menunjukkan pertemuan orang yang memiliki wajah sama dengannya sedang berbicara dengan staf hotel yang menjadi tersangka. Ia terlihat tidak banyak bereaksi. Semua bukti itu tampaknya tidak cukup membuatnya terguncang. Akhirnya, ia mengangguk pelan dan mengucapkan kalimat yang sangat mengejutkan."Itu bukan saya," katanya sekali lagi, dengan nada lebih tegas. "Jika Anda melihat dengan benar, Anda akan tahu bahwa di CCTV itu, saya tidak terlihat jelas. Saya bisa membuktikan bahwa saat itu saya berada di kamar bersama Tuan Harrison, bukan di luar, anda bisa melihat cctv di jam yang sama di kamar suami saya. Dan mengenai percakapan itu, nomor handphone yang Anda tunjukkan bukan milik saya. Saya bahkan tidak tahu siapa yang bisa melakukan itu."Penyidik tampak semakin bingung. Mereka mengamati Silvia dengan cermat, mencoba mencari celah dalam ceritanya. Namun, tampaknya ia memang tahu bagaimana menjaga wajahnya tetap tenang, dan apa yang ia katakan terdengar
Pagi itu, Keisha merasa tubuhnya sedikit lebih baik meski kepala masih berdenyut. Ia duduk di tempat tidur rumah sakit, berusaha memulihkan kekuatannya. Perempuan tegap yang menemani Keisha sebelumnya memasuki kamar dengan senyuman tipis di wajahnya."Selamat pagi, Keisha. Apa Anda merasa cukup kuat untuk berbicara hari ini?" tanya perempuan itu dengan nada lembut namun tegas.Keisha mengangguk pelan. "Saya akan mencoba. Apa yang ingin Anda tanyakan?"Perempuan itu menarik kursi dan duduk di sebelah tempat tidur. "Kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Anda. Dari awal hingga Anda ditemukan di lokasi kejadian. Ini akan sangat membantu kami."Keisha menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan pikirannya. "Saya ingat, waktu itu saya bersama Kemal. Kami sedang berjalan di pusat kota, lalu tiba-tiba ada kerumunan besar. Saya kehilangan jejak Kemal dalam kerumunan itu. Saya panik dan mencoba mencarinya."Perempuan itu mencatat sesuatu di buku kecilnya. "Lalu, apa yang terjadi sete
Seorang pemuda berwajah tampan melangkah tenang memasuki halaman kantor megah yang bertuliskan "Anugerah Langit Corporation." Dengan seragam satpam yang tampak biasa saja, tak ada yang istimewa kecuali wajah tampannya. Wajahnya yang bersih dan terawat tampak tak selaras dengan seragam satpam yang ia kenakan. Di atas saku seragamnya tertera nama "Kemal Halim." Namun, tidak ada yang tahu, di balik penampilan sederhana itu, tersembunyi sosok yang sangat penting yang bisa mengguncang perusahaan ini dari dalam.Begitu sampai, ia menyadari betapa cepatnya para karyawan berdatangan ke kantor tersebut. Mereka sibuk berjalan tanpa meliriknya sedikit pun, seolah kehadirannya tidak berarti. Beberapa dari mereka bahkan melemparkan komentar sinis ketika melintas di dekatnya.“Satpam baru, ya? Wajahnya lumayan. Tapi aku ragu apa dia mampu bertahan, atau sama saja seperti satpam-satpam sebelumnya,” salah seorang karyawan berkata dengan nada mengejek, diikuti tawa kecil dari rekannya.Nama aslinya Da
Pagi itu, Keisha merasa tubuhnya sedikit lebih baik meski kepala masih berdenyut. Ia duduk di tempat tidur rumah sakit, berusaha memulihkan kekuatannya. Perempuan tegap yang menemani Keisha sebelumnya memasuki kamar dengan senyuman tipis di wajahnya."Selamat pagi, Keisha. Apa Anda merasa cukup kuat untuk berbicara hari ini?" tanya perempuan itu dengan nada lembut namun tegas.Keisha mengangguk pelan. "Saya akan mencoba. Apa yang ingin Anda tanyakan?"Perempuan itu menarik kursi dan duduk di sebelah tempat tidur. "Kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Anda. Dari awal hingga Anda ditemukan di lokasi kejadian. Ini akan sangat membantu kami."Keisha menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan pikirannya. "Saya ingat, waktu itu saya bersama Kemal. Kami sedang berjalan di pusat kota, lalu tiba-tiba ada kerumunan besar. Saya kehilangan jejak Kemal dalam kerumunan itu. Saya panik dan mencoba mencarinya."Perempuan itu mencatat sesuatu di buku kecilnya. "Lalu, apa yang terjadi sete
Silvia menatap layar CCTV yang menunjukkan pertemuan orang yang memiliki wajah sama dengannya sedang berbicara dengan staf hotel yang menjadi tersangka. Ia terlihat tidak banyak bereaksi. Semua bukti itu tampaknya tidak cukup membuatnya terguncang. Akhirnya, ia mengangguk pelan dan mengucapkan kalimat yang sangat mengejutkan."Itu bukan saya," katanya sekali lagi, dengan nada lebih tegas. "Jika Anda melihat dengan benar, Anda akan tahu bahwa di CCTV itu, saya tidak terlihat jelas. Saya bisa membuktikan bahwa saat itu saya berada di kamar bersama Tuan Harrison, bukan di luar, anda bisa melihat cctv di jam yang sama di kamar suami saya. Dan mengenai percakapan itu, nomor handphone yang Anda tunjukkan bukan milik saya. Saya bahkan tidak tahu siapa yang bisa melakukan itu."Penyidik tampak semakin bingung. Mereka mengamati Silvia dengan cermat, mencoba mencari celah dalam ceritanya. Namun, tampaknya ia memang tahu bagaimana menjaga wajahnya tetap tenang, dan apa yang ia katakan terdengar
Di ruang interogasi yang terang, Nyonya Silvia duduk di kursi dengan sikap tenang, meski hatinya bergejolak. Polisi mengelilinginya dengan pertanyaan-pertanyaan tajam, mencoba mengungkap lebih banyak kebenaran. Meskipun ia tampak tenang, ada sesuatu dalam sorot matanya yang tidak bisa disembunyikan."Apakah hubungan Anda dengan Tuan Harrison baik-baik saja?" tanya seorang penyidik dengan suara datar. "Apakah Anda merasa tidak ada masalah di antara kalian berdua, mengingat kondisinya yang lumpuh bertahun-tahun?"Silvia menghela napas panjang, menatap penyidik dengan pandangan tegas. "Tentu saja. Kami selalu berusaha untuk tetap bersama. Saya sangat mencintai suami saya," jawabnya dengan suara yang penuh keyakinan. "Saya bersumpah akan merawatnya sampai akhir hayat saya, tidak peduli apapun yang terjadi."Penyidik mencatat jawaban itu, namun raut wajahnya tidak berubah. Dia mengamati setiap gerakan Silvia, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan."Apakah Anda merasa tidak ada keinginan u
Namun, sebelum Darren bisa melangkah lebih jauh, sebuah suara lembut menyapa dari belakangnya. "Darren?"Darren berbalik dan menemukan Silvia berdiri beberapa meter darinya. Wajah ibunya tampak tenang, tetapi matanya menyiratkan sesuatu yang lain."Ibu? Kenapa kau di sini?" Darren bertanya, mencoba menutupi rasa curiganya.Silvia mendekat dengan langkah perlahan. "Aku merasa tidak nyaman sendirian di kamar. Kau pergi begitu mendadak, jadi aku memutuskan untuk mencarimu."Darren mengerutkan kening. "Aku hanya memastikan keamanan. Kau seharusnya tetap di kamar bersama Ayah."Silvia tersenyum samar. "Tenang saja, Nak. Ayahmu aman. Tapi kau terlihat tegang. Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?"Darren memutuskan untuk tidak menunjukkan terlalu banyak. "Tidak ada, Bu. Hanya memastikan semuanya berjalan lancar."Silvia menatap putranya dengan tatapan yang sulit dibaca. "Kalau begitu, mari kita kembali ke kamar. Ayah membutuhkan kita berdua."Darren mengangguk, mengikuti Silvia kemba
Darren mengikuti langkah polisi menuju ruang interogasi. Sesekali, ia melirik Silvia yang berjalan di sampingnya, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tampak tulus. Namun, di dalam hatinya, Darren merasa ada sesuatu yang salah. Jika Silvia benar-benar terkejut dengan tuduhan ini, maka siapa yang sebenarnya berada di balik rencana pembunuhan terhadap ayahnya? Apakah Sofia benar-benar satu-satunya pelaku, ataukah ini lebih rumit dari dugaan awalnya?Sesampainya di ruang interogasi, polisi meminta Darren dan Silvia untuk duduk. Ruangan itu dingin dan steril, hanya dihiasi meja dan dua kursi di tiap sisi. Salah satu polisi membuka catatan di tangannya dan memulai pertanyaan.“Tuan Darren, dapatkah Anda menjelaskan jadwal Anda selama beberapa hari terakhir?” tanyanya dengan nada resmi.Darren menjawab dengan tenang, memberikan alibi yang sudah disiapkan. “Saya berada di Luar Negeri. Baru kali ini pulang, karena mendapat kabar keadaan ayah. Malamnya, saya langsung menuju rumah sakit untuk
Malam semakin larut, tetapi ketegangan di markas kecil tim Spy Eye tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Darren duduk dengan ekspresi serius di meja kerja, dikelilingi layar yang menampilkan data-data terbaru dari penyelidikan. Di seberangnya, Spy Eye berdiri dengan sikap ragu, seperti seseorang yang harus menyampaikan kabar buruk.“Maaf bos, ketegangan ini membuatku lupa menyampaikan informasi penting lainnya!” ucap Spy Eye“Apa maksudmu ada informasi penting yang belum kau sampaikan?” Darren menatap lurus ke arah mata Spy Eye, nada suaranya tegas.Spy Eye menarik napas panjang sebelum berbicara. “Maaf, Boss. Kami baru saja memeriksa ulang data latar belakang Ibu Anda. Silvia Harrison, atau Silvia Bara, adalah putri sekaligus pewaris keluarga Bara. Semasa mudanya, beliau pernah menjadi CEO dari perusahaan ayahnya. Perusahaan itu kemudian di-merger dengan perusahaan keluarga Harrison, hingga terbentuklah grup Anugerah Langit Corporation.”Darren mendengus pelan. “Itu bukan hal baru ba
Setelah pertemuan itu, Darren kembali ke ruang tunggu, memastikan ibunya tidak mencurigai apa pun. Saat ia tiba, Silvia tampak sedang berbicara dengan salah satu dokter, tetapi ekspresinya tetap tenang ketika melihat Darren mendekat.“Ada kabar baru?” tanya Silvia.“Tidak ada yang penting, Bu. Hanya beberapa hal administratif,” jawab Darren sambil duduk di sebelahnya.Namun, pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana. Di tempat lain di rumah sakit, tim Spy Eye sudah mulai bergerak. Seorang ahli kedokteran yang mereka kirim, Dr. Elaine, seorang dokter forensik dengan pengalaman luas, memasuki rumah sakit dengan identitas yang dirahasiakan.Dr Elaine mulai memeriksa Tuan Harrison. Dari pemeriksaan Darah, air liur, hingga yang lainnya yang diperlukan sudah diperiksa. Beberapa saat kemudian ia pun selesai melakukan pemeriksaan. Ia meminta Spy Eye mengajak Darren bertemu di luar.Sesaat kemudian, Spy Eye langsung menghubungi Darren. Ia menyampaikan keinginan dokter Elaine untuk bertemu. "Ba
Darren menatap ibunya sejenak sebelum mengalihkan pandangannya. “Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Aku hanya memastikan semuanya berjalan dengan baik untuk ayah,” jawabnya singkat.Namun, Silvia tidak puas dengan jawaban itu. “Darren, aku ibumu. Aku tahu ada sesuatu yang tidak kau katakan. Kau tidak pernah datang ke sini hanya untuk formalitas. Apa yang kau ketahui?”Darren tetap diam, berusaha menahan dirinya untuk tidak mengatakan apa pun. Ia tahu bahwa siapapun bisa menjadi pelaku, termasuk ibunya sendiri. Namun, tatapan Silvia yang penuh selidik membuat Darren semakin sulit menyembunyikan kegelisahannya.“Darren, jika ada sesuatu yang mengancam ayahmu atau keluarga ini, aku harus tahu,” tekan Silvia lagi.Sebelum Darren sempat menjawab, telepon di saku jasnya bergetar. Ia mengangkat telepon itu dengan gerakan cepat.“Boss, kami sudah tiba di rumah sakit. Tim sedang memulai penyelidikan. Ada beberapa staf yang gerak-geriknya mencurigakan, terutama di sekitar ruang ICU. Kami aka
Darren meraih telepon genggamnya dengan tangan gemetar, rasa cemas yang mendera hatinya seolah menekan paru-parunya. Ia menjawab panggilan itu dengan suara datar namun penuh ketegangan.“Apa ini benar Pak Darren?” suara seorang pria di ujung telepon terdengar tenang, namun jelas berwibawa.“Iya, ini saya. Siapa ini?” jawab Darren dengan singkat.“Saya Dokter Richard dari Rumah Sakit Harapan Bangsa. Kami memerlukan Anda segera ke sini. Tuan Harison, ayah Anda, dalam kondisi kritis. Kami membutuhkan persetujuan Anda untuk tindakan medis khusus yang harus dilakukan segera,” jelas dokter tersebut.Darren terdiam sejenak, matanya menatap ke arah dinding ruangan gelap di sekitarnya. Ia tak langsung menjawab, pikirannya berkecamuk. Selama ini ia berusaha menjauh dari keluarganya, menyembunyikan identitasnya sebagai pewaris keluarga Harison. Namun, kondisi ayahnya membuatnya tidak punya pilihan lain.“Baik, saya akan segera ke sana,” sahut Darren akhirnya.Setelah menutup telepon, ia menarik