"Nona!" panggil Ban Xia dengan semangat. Sepanjang jalan, ia berlarian menuju kamar Qiao Zhi Jing karena tak sabar menyampaikan kabar gembira."Ban Xia, tenanglah. Kenapa berlarian? itu tidak pantas," tegur Qiao Zhi Jing. Sejak siuman, Qiao Zhi Jing berubah menjadi orang yang berbeda. Sifatnya menjadi lebih anggun dan beretika. Ia pun tidak mengerti. Rasanya seperti ada semacam dorongan yang menjadikan jiwanya lebih ke-feminim.Setelah kondisinya membaik, tabib menyarankan agar Qiao Zhi Jing menjalani terapi demi mengembalikan ingatannya. Namun, Qiao Zhi Jing menolak. Dia merasa, ada baiknya jika banyak hal yang telah terlupakan. Jika banyak yang terlupa, maka itu tidak buruk. Setidaknya, ada beberapa kenangan tidak menyenangkan yang seharusnya tak perlu diingat-ingat.Sedangkan Ban Xia yang kelelahan berlari, kini kesulitan mengatur napasnya. Setelah merasa sedikit lebih tenang, selanjutnya Ban Xia bicara kembali."Maaf, Nona. Saya tidak akan mengulanginya. Nona, jangan kaget ya. Saya
"Jendral," tegur Nyonya Zhu Yan sembari mencubit kecil lengan Jenderal Qiao."Apa aku salah?" balasnya karena merasa tak ada yang salah dengan perkataannya."Tentu saja salah. 18 tahun kita belum pernah bertemu dengan putri kita. Bukannya mengatakan perkataan baik, kau malah menyinggungnya seperti itu," cibir Nyonya Zhu Yan.Melihat tingkah laku mereka, Qiao Zhi Jing justru merasa bahagia. Layaknya keluarga, pasti ada perdebatan kecil semacam itu.Qiao Zhi Jing tersenyum kecil seraya berkata, "Ayah, Ibu, jangan bertengkar lagi. Aku benar-benar sudah membaik. Hanya pergelangan kaki dan 3 tulang rusuk yang patah tidak perlu dilebih-lebihkan," kata Qiao Zhi Jing meringankan."Apa?!!" Keduanya terkejut tatkala mendengar pernyataan Qiao Zhi Jing."3 tulang rusuk patah bukan hal yang sepele! ini tidak bisa dibiarkan!" Emosi Jendral Qiao memuncak seketika. Jika tahu ayahnya akan merespon demikian, seharusnya Qiao Zhi Jing menyembunykkan kondisinya. Ia menyesal karena telah berterus terang m
“Pangeran Pertama, mohon redakan emosi Anda dan dengarkan penjelasan saya lebih dulu. Coba pikirkan saja, jika kita bisa memutarbalikkan keadaan, semua ini bisa bencana bagi Pangeran Kedua. Selain itu, dia adalah menantu Jenderal Qiao. Semakin besar kekuasaan dan dukungan seseorang, maka bahaya yang akan menimpa akan semakin meningkat. Saat ini, semua orang mengagung-agungkan nama Jenderal Qiao sebagai pahlawan dewa. Sedangkan rakyat seolah melupakan Kaisar Bai karena terlalu mengagung-agungkan nama Jenderal Qiao,” bujuk Ming Tian. Masih dengan tekad kuat merencanakan segala hal dengan otak liciknya. Sepontan emosi Bai Ruyu mereda. Setelah dipikir-pikir, perkataan Ming Tian tidak salah. Semakin tinggi seekor burung terbang, ketika tak sanggup mencapai medan angkasa, maka dia tetap akan terjatuh. Menilai sifat ayahnya yang cemburuan ketika orang lain lebih bersinar dibandingkan dirinya, sejenak saja Bai Ruyu terpikirkan sebuah ide untuk menjatuhkan dua burung dengan satu batu. Bena
[Pavilium Hujan Suci]Sebuah ruangan pribadi telah dipesan sejak 2 hari lalu. Selama 2 hari, ruang itu sengaja dikosongkan khusus oleh seseorang secara rahasia. Termasuk siapa yang memesan wajib sengaja disamarkan agar tak menimbulkan kecurigaan.Tenggat waktu 2 hari akhirnya jatuh pada hari ini. Malam sekitar pukul 9, seorang pria yang mengenakan jubah bertudung yang menutupi wajahnya, diam-diam memasuki ruangan yang telah dipesan 2 hari lalu.Setibanya di dalam ruangan itu, disingkapnya tudung kepala yang menutupi wajahnya. Seringaian terpampang menghiasi bibirnya. Bai Ruyu tak sabar lagi bertemu dengan tamu spesialnya hari ini.Sesuai waktu yang dijanjikan, tak lama kemudian, seorang wanita yang juga mengenakan tudung penutup kepala, menyusul masuk ke dalam ruangan rahasia yang di sana Bai Ruyu telah menanti kedatangannya."Qiao Li Ying, akhirnya kau datang. Kukira kau tidak akan datang setelah tempo hari," ujar Bai Ruyu sembari menampilkan senyum miring menyeringai.Sengaja tak me
CTAR! Suara gelas pecah karena tak sengaja tersenggol lengan Bai Wuxin tatkala dia mendengar informasi yang mengejutkan. Dadanya terasa sesak. Hatinya teriris-iris saking tersiksanya dirinya."T-tidak mungkin. Apa kau yakin? Tidak! Aku tidak percaya. Hua Rong, aku memintamu membuntuti Bai Ruyu, bukannya malah memberi laporan palsu semacam itu." Bai Wuxin berusaha mengelak kebenaran yang tersampaikan ke telinganya.Hua Rong menundukkan kepalanya karena merasa bersalah. Salah dirinya yang terlalu jujur dalam setiap perkataannya. Dia menyesal karena telah mengungkapkan fakta yang menyakitkan. Namun, meskipun dia menyesal telah mengatakannya, ia tetap akan melakukannya karena suatu saat nanti, cepat atau lambat Bai Wuxin akan mengetahuinya. Dia mengungkapkan semua itu karena peduli terhadap Bai Wuxin. Hua Rong hanya ingin melindunginya dari wanita seperti Qiao Li Ying."Pangeran, maafkan saya karena terlalu lancang. Saya tidak pernah sekali pun berbohong kepada Anda. Semua yang saya kata
"Istriku, aku tidak ... .""Emm ... jangan berdalih lagi. Jendral, Jendralku yang perkasa, tidak bisakah kau santai sebentar saja. Sekarang kita sudah pulang ke rumah. Tidak perlu serajin itu. Tuh lihat, putri kita kasihan sudah kelelahan." Nyonya Zhu Yan mengomeli suaminya yang selalu berlebihan dan serius dalam segala hal.Sekilas Nyonya Zhu Yan melirik Qiao Zhi Jing yang masih memasang posisi kuda-kuda. Qiao Zhi Jing sengaja memasang tampang memelas sembari memajukan bibir bawahnya dengan tatapan sayu."Ayah, ayo kita hentikan semua ini. Aku benar-benar ... ." Belum selesai Qiao Zhi Jing menuntaskan ucapannya, dia sudah tak dapat menahan posisinya lagi. Hilangnya keseimbangan tubuhnya sontak melemaskan sendi-sendi kakinya dan akhirnya ... dia terjatuh. "Ouch! Ayah ... aku lelah!" Qiao Zhi Jing merengek dengan suara lantang. Sengaja menampilkan sandiwara menangis memelas tanpa air mata.Serentak ibu dan ayahnya reflek memandangi Qiao Zhi Jing tanpa berkata-kata. "Putri kita benar-be
Srettt … tak sengaja kaki Hua Rong tergelincir hingga dia terjatuh dari atas pohon. Hua Rong tak sengaja jatuh ke dalam kawasan Kediaman Keluarga Qiao. Sedangkan Qiao Zhi Jing tercengang seketika tatkala melihat adegan tersebut. Apalagi ketika dia yakin bahwa yang dilihatnya bukanlah monyet hutan berbulu hitam, melainkan manusia. Qiao Zhi Jing hampir berhasil berteriak meminta pertolongan jika Hua Rong tidak dengan sigap menutup mulutnya. Gerakannya secepat kilat. Setelah jatuh dari atas pohon, ia seperti tidak terluka. Hua Rong bergegas terbang ke atas loteng tempat Qiao Zhi Jing berada, dengan menggunakan teknik Qinggong (meringankan tubuh) lalu bergegas membekap mulut Qiao Zhi Jing dengan telapak tangannya. Netra Qiao Zhi Jing membola. Tentu saja, karena di hadapannya saat ini tengah berdiri seorang pria asing yang sepertinya dia mengenalnya atau sepertinya tidak juga. Ada perasaan aneh, juga ada rasa akrab. Perasaannya sulit untuk dijelaskan. Qiao Zhi Jing kesulitan memahami diri
"Ayah, tolong biarkan suamiku masuk. Aku sudah memaafkannya. Tidak, lebih tepatnya dari awal aku sama sekali tidak marah," cetus Qiao Zhi Jing. Memohon agar ayahnya berhenti bersikap keras terhadap Bai Wuxin yang masih setia menunggu di depan gerbang hingga malam gelap gulita.Malam itu cuaca di langit tidak secerah biasanya. Awan hitam beserta kilatan menghiasi langit. Dari hasil pemantauannya, Qiao Zhi Jing yakin bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Walaupun dia yakin tak memiliki perasaan apa pun kepada Bai Wuxin, tetap saja dia tidak tega membiarkan seseorang kehujanan di luar sana. Itu tidak manusiawi. Akan tetapi, Jenderal Qiao sepertinya tak setuju dengan permintaan Qiao Zhi Jing. Jenderal Qiao masih bersikukuh menguji ketulusan cinta Bai Wuxin."Kau ini sangat lemah. Ayah tahu kau sangat mencintainya, tapi bagaimana dengannya? apa kau pernah merasa dia mencintaimu. Jangan ikut campur. Biar Ayah saja yang mengujinya. Tidak semudah itu. Jika dia memang mencintaimu, dia pasti ak
Para tetua Negara Tang membawa kavalerinya untuk memerangi tentara Negara Qing yang menjaga di perbatasan. Sebelum berangkat ke Ibu Kota, Bai Wuxin sempat menitipkan perbatasan kepada Ling Yi untuk berjaga-jaga. Sesuai dengan prediksi, ternyata masih ada sisa-sia prajurit Negara Tang yang tidak terima dengan perjanjian perdamaian. Namun, melihat Kaisar Wan yang tampak baik-baik saja, seketika para tetua menghentikan para prajuritnya. Setelah itu, Kaisar Wan sendiri yang mencetuskan dekret bahwa Negara Qing dan Negara Tang telah menjanjikan perdamaian. Jika ada yang berani melawan dekret tersebut, maka dialah yang akan dicap sebagai pemberontak.Seketika para tetua dan segenap prajurit Negara Tang menerima dekret tersebut tanpa melawan. Sejak saat itu, Negara Qing dan Negara Tang akhirnya damai setelah berperang selama puluhan tahun. Rakyat menjadi lebih makmur, aman, dan tentram, sementara kursi singgasana Negara Qing masih dibiarkan kosong karena Bai Wuxin menolak posisi tersebut."P
"Jadi, namamu Qiao Zhi Jing?" Entah sejak kapan dia berdiri di sana, lalu tiba-tiba mencekal lengan Qiao Zhi Jing, lalu memojokkannya ke dinding.Hua Rongzhou sudah lama menunggu Qiao Zhi Jing keluar dari toilet. Mana kala pada saat itu, kelas tengah berlangsung dan Qiao Zhi Jing meminta izin untuk pergi ke toilet. Selang setalah 5 menit berlalu, giliran Hua Rongzhou yang turut meminta izin pergi ke toilet. Tak disangka, ternyata izin Hua Rongzhou hanyalah alasan agar dia dapat berbicara dengan Qiao Zhi Jing.Qiao Zhi Jing reflek mengernyitkan kedua alisnya seraya berontak dari cekalan Hua Rongzhou yang begitu kuat mencengkram lengannya. Tak hanya satu lengannya saja, kini Hua Rongzhou bahkan dengan beraninya mencengkram kedua lengan Qiao Zhi Jing dan mengangkatnya ke atas."Hei, apa yang kaulakukan?" protes Qiao Zhi Jing karena tak dapat menahan emosinya, apalagi melawan tenaga Hua Rongzhou yang jauh lebih besar dibandingkan tenaganya."Jawab aku! apa namamu Qiao Zhi Jing?" Nada suar
"Baiklah. Hua Rongzhou, silakan duduk di kuris kosong sebelah Qiao Zhi Jing," himbau Guru Fang."Apa?!" Reflek Qiao Zhi Jing bangkit dari posisinya dan mengejutkan seisi kelas. Mata memandang tertuju kepadanya. Untuk pertama kalinya, Qiao Zhi Jing dijadikan sorotan oleh seluruh teman kelasnya."Ada masalah apa, Qiao Zhi Jing?" tanya Guru Fang."Ah ... itu ... maaf, maaf, saya hanya terkejut." Qiao Zhi Jing dengan sungkan dan canggung kembali duduk di kurisinya.Selang kemudian, murid pindahan bernama Hua Rongzhou melangkah menuju kursi kosong yang terletak di samping kanan Qiao Zhi Jing. Sedangkan Qiao Zhi Jing sengaja memalingkan wajahnya ke arah lain sembari menutupinya dengan buku. Ia terlalu enggan menatap siswa pindahan bernama Hua Rongzhou yang sempat beradu konflik dengannya pada pagi tadi."Aissshh ... sial! kenapa dia malah muncul di sini?" gerutunya kesal. "Tidak! untuk apa juga aku bersembunyi seperti ini? jelas-jelas dia yang salah karena menabrakku lebih dulu, bahkan perg
"Aisshh ... dasar bocah arogan! kuharap kau jatuh terpeleset," decak Qiao Zhi Jing karena kesal mendengar respon dari siswa tampan.SLERET ... "Och ... sialan! siapa orang yang masih membuang kulit pisang di trotoar," umpatnya selepas terlepet dan jatuh karena menginjak kulit pisang.Netra Qiao Zhi Jing membola tatkala menyaksikan pemandangan di hadapannya. Tercengang karena tak menyangka harapannya langsung dikabulkan hanya dengan menunggu satu detik saja. Bingung bercampur puas menjadi satu rasa berkecamuk dalam hatinya. Namun, perasaan puas yang memenangkan peraduan. Seulas senyum terukir jelas di garis bibir Qiao Zhi Jing. Kemudian, dia pun tertawa lepas."Hahaha. Dia memang pantas mendapatkannya," ucap Qiao Zhi Jing. "Ouch ... sakit sekali," rintihnya kesakitan tatkala menggerakkan kakinya guna beranjak dari tempatnya. "Bocah tengik! sudah membuatku seperti ini, malah langsung pergi. Awas saja jika kita bertemu lagi. Aku pasti akan langsung menendang lututmu!" cetusnya.***"Hei
Sama seperti biasanya, Qiao Zhi Jing kembali menjalani hari-hari normal sebagai siswa yang datang ke sekolah setiap pagi. Pagi hari, sekitar pukul 06.00 pagi, dia sudah berangkat menuju sekolah. Namun, entah mengapa tanpa sadar langkahnya menuntun dirinya menuju perpustakaan Kota."Ada apa denganku? Kenapa aku malah pergi ke sini?" Ketika terbangun dari alam bawah sadarnya, Qiao Zhi Jing akhirnya tersadar bahwa dirinya saat ini tengah berada di depan perpustakaan Kota yang masih belum beroperasi. Ia menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal. BRUK! Namun, tiba-tiba saja seseorang menabaraknya hingga dia kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur."Ouch. Sakit sekali," pekiknya kesakitan sembari memegangi lututnya yang memar, namun tidak berdarah."Maaf, maaf sekali. Aku tidak sengaja. Biar kubantu." Sosok yang baru saja menabrak Qiao Zhi Jing tak pergi begitu saja sebelum bertanggung jawab karena tidak sengaja menabrak Qiao Zhi Jing. Dia bergegas mengulurkan tangannya guna
"Hei, Bai Wuxin sialan! Keluarkan aku dari sini! Hei!!!" umpat Bai Ruyu seraya memberontak dengan cara menghantam-hantamkan tinjunya ke sel penjara. Alhasil, Bai Wuxin menyisakan nyawa Bai Ruyu dan memutuskan untuk mengurungnya di penjara. "Berisik sekali!!! Yo, lihatlah siapa ini? Bukankah ini Pangeran Pertama, Bai Ruyu? Apa kau masih mengingat siapa aku?" salah seorang narapidana berperawakan kekar, perlahan berjalan menghampiri Bai Ruyu seraya melemparkan senyum tersungging penuh makna tersirat.Reflek Bai Ruyu menoleh ke arah sumber suara. Sepontan, tubuhnya menegang kala menatap sang narapidana berotot yang berjalan menghampirinya."S-siapa kau?" tanya Bai Ruyu dengan nada bicara gagap. Kini, Bai Ruyu tak dapat menyembunyikan rasa takutnya lagi."Ternyata kau sungguh telah melupakanku. Auhh ... Jujur saja, aku merasa sakit hati. Kalau begitu, apa kau mengingat siapa Ketua Chen?" tanyanya guna menguji."Ada banyak orang bermarga Chen. Bagaimana aku tahu? Apa nama itu sepenting i
"Hahaha. Bai Wuxin, kau masih saja menyalahkanku atas segalanya. Sampai saat ini, ternyata kau masih saja belum mengerti. Semua ini terjadi karenamu!" tunjuk Bai Ruyu dengan wajah murka ke arah Bai Wuxin."Bai Ruyu, aku rasa kau yang tidak pernah mengerti. Sampai kapan kau akan bersikap egois hingga menghalalkan segala cara hanya untuk menyaingiku? Menyerahlah. Semua ini sudah berakhir. Sampai kapan pun, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku," cetus Bai Wuxin.SREEKK!CRING!Dengan sigap, Bai Ruyu bangkit dari singgasanya seraya menyerang Bai Wuxin dengan pedangnya. Sedangkan Bai Wuxin yang lebih cekatan langsung menangkis serangan dari Bai Ruyu. Pedang mereka saling beradu dengan gesitnya, bersamaan dengan sorot mata tajam bak ujung bilah pedang yang siap terhunuskan. Namun, di tengah pertarungan, penyakit Bai Ruyu tiba-tiba kambuh. Pada detik itu, Bai Wuxin tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjatuhkan lawan dengan sekali serang. Pada akhirnya, Bai Wuxinlah yang berhasil memena
"Siswa? Siswa?" Seorang petugas perpustakaan berusaha menggugah Qiao Zhi Jing dari lelapnya."Hah?!!" Sepontan Qiao Zhi Jing terhenyak tatkala bangun dari lelapnya. Qiao Zhi Jing mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan netra terbelalak saking antusiasnya. "Apa yang terjadi? Di mana aku?" Qiao Zhi Jing bergumam dengan wajah ling lung."Siswa, apa kau baik-baik saja?" tanya sang petugas perpistakaan."Eh? Ah?" Tanggapan Qiao Zhi Jing gelagapan, tersadar kala mendapati di hadapannya berdiri seorang petugas perpustakaan yang sejak tadi berusaha keras membangunkan Qiao Zhi Jing dari lelapnya."Maaf, sudah larut malam. Sudah waktunya kami tutup," kata sang petugas perpustakaan."Tutup? apa maksudnya?" Qiao Zhi Jing bertanya-tanya keheranan. Entah mengapa, Qiao Zhi Jing merasa amat kesulitan memahami dirinya sendiri, layaknya baru terbangun dari tidur yang cukup panjang. Entah apa yang telah terjadi kepadanya, yang jelas isi pikirannya sangat berantakan saat ini."Sudah larut malam. Pe
"TIDAAAAKKK!!!" teriak Bai Wuxin dengan lantang kala menyaksikan wanita yang dicintainya terluka. Tanpa banyak berpikir, Bai Wuxin bergegas berlari tergopoh-gopoh menuju istana demi menghampiri Qiao Zhi Jing.Setelah Ming Tian berhasil menargetkan Qiao Zhi Jing, Hua Rong yang berdiri di dekatnya takkan tinggal diam. Hua Rong turut memungut satu pedang yang tersisa dari lantai, lalu menebas leher Ming Tian. Tak puas hanya dengan satu kali tebasan, Hua Rong yang dikuasai dendam dan kemurkaan, ia menusuk-nusuk tubuh Ming Tian, lalu memutilasinya hingga tubuh Ming Tian terpisah menjadi beberapa bagian."Aaaarrrggghhh!!! kenapa kau membunuhnya? kenapa? kenapa? kenapa!!! aku harus membunuhmu! matilah! matilah!!!" Hua Rong telah kehilangan kendali atas dirinya."H-Hua Rong ... jangan. Be ... berhentilah," lirih Qiao Zhi Jing. Dia berusaha menghentikan Hua Rong. Pandangannya berkunang-kunang, tubuh Qiao Zhi Jing melemah dan meluruh. Setelah itu ...HAP!"Qiao Zhi Jing, bertahanlah ... ." Hua