# 13
Make over Anisa"Bagas. Ada apa Gas?" teriak Ibu dari luar kamar.Segera aku berlari membuka pintu dengan nafas tak beraturan, jantung ini masih berdegup kencang."Ada apa sih, Mas, bikin kaget satu rumah saja." Gerutu Nana."Hmmm itu ada kecoak didalam akmar Bagas, Bu. Ish, Bagas, geli banget mana tadi merambat dikeoalaki ini, Bu. Pokok ya besok ibu cari orang buat bebwres rumah semaunya. Harus wangi dan bwrsih tak ada kecoak.""Astaga ini kamar atau sarang burung, Bagas? Pantas saja ada kecoak, lah kamar kamu selrti ini, mana bau banget lagi. Ya sudah besok Ibu carikan orang yang mau beberes rumah. Kamu yang bayar kan?""Iya. Tapi cuma untuk satu hari saja.""Loh kok satu hari sih, Gas. Gak seterusnya," ujar Mbak Wulan."Gak, cuma satu hari saja. Kalau Mbak mau seterusnya ya kita patungan.""Eh.. eh gak bisa dong.""Ya sudah, kalau gak mau. Aku juga lagi butuh uang# 14 Skincare gratisSiang ini Mbak Jeni mengubah gaya rambutku, ia memotong sedikit rambut panjang ini. Usai perawatan rambut, Mbak Jeni, melakukan perawatan untuk wajahku, tak lupa kuku kaki dan tangan ini juga dirawat. Sungguh ini adalah pengalaman pertama bagiku perawatan di salon. "Oh iya, besok kota perawatan badan kamu ya. Kalau sekarang cukup ini dahulu. Nanti aku berikan rangkaian skincare untuk kamu gunakan setiap hari." "Iya, Mbak. Terimakasih banyak, baru pertama kali ini aku melakukan perawatan di salon." "Apa? Baru kali ini?" Mbak Jeni tentu terkejut atas ucapan ku."Iya, Mbak. Sejak dahulu aku fokus bantu Bapak dan Ibu di sawah, dan tak mengenal perawatan- perawatan seperti ini. Paling cukup beli sabun cuci muka, sama pelembab yang sashet itu aja. Ditambah bedak, lipstik dan handbody yang tentu murah dikantong." ucapku yang terus terang. Ya, memnag begitulah sebenarnya. Bukan aku tak ingin,
Pernikahan Bagas Dan Linda"Alhamdulillah Pak, ini tadi Mbak Jeni merapikan rambutku. Tau gak Pak, Bu, aku juga merasakan bagaimana perawatan di salon. Bahkan kuku- kuku ini juga hasil perawatan tadi sewaktu aku bekerja disana, gak hanya kuku tangan saja tetapi kaki juga, Pak, Bu. Mbak Jeni memberikan banyak tips untuk aku, bahkan ia memberika. Serangkain skincare yang cukup terkenal untuk aku gunakan, katanya untuk memperbaiki wajahku ini. Semoga saja jerawat diwajahku ini hilang dan kembaki seperti sedia kala. Tak hanya itu, Mbak Loli memberikan aku tips untuk menurunkan berat badan secara alami tanpa harus menggunakan obat- obatan. Banyak banget ilmu yang aku dapatkan tadi. Nah besok usai bekerja, Mbak Jeni akan melakukan perawatan tubuh ahar kulitku tak kusam lagi seperti ini." "Alhamdulillah kamu bertemu dengan orang baik. Jaga dan hargai bos kamu, Nisa, jangan buat ia kecewa. Ia rela melakukan ini padahal kalian baru mengenal. D
Gagalnya pernikahanPernikahan mewah yang digelar disebuah hotel bintang lima terpaksa dibatalkan. Mas Bagas dan Linda belum sah menjadi suami istri lantaran salah satu tamu yang hadir berteriak lantang dengan mengatakan tidak sah. Padahal pernikahan itu dilakukan secara live untuk dimasukan ke media sosial milik Linda. Disana terlihat pengacara kepercayaan Almarhum ayah mertua datang. Pak Karyo datang dengan gagahnya dan menghentikan tepat saat ucapan ijab diselenggarakan. "Pak Karyo." gumam Bagas tak percaya jika pengacara keluarga datang ke acara pernikahan keduanya."Hmmm Pak Karyo, nanti kita bisa jelaskan lagi. Biarkan acara ini berjalan lancar dahulu, Pak," ucap Bu Mutia yang kini menghampiri Pak Karyo, dengan senyum yang terus mengembang. "Apa-apaan ini, Bu Mutia. Jelas ini tidak dapat dibenarkan? Bagas tak boleh menikah lagi. Dimana Anisa sekarang," "Ehmm Pak Karyo, Anisa ada kok. Dia,,, dia memang tak ikut lantaran
Badala Sup CekerAku segera menghubungi Linda, namun hingga panggilan ke 5 tak kunjung diangkatnya. Rasa khawatir menyeruak dalam hati ini. Aku yakin saat ini Linda sedih dan kecewa lantaran pernikahan impiannya batal, tapi aku janji akan segera menikahinya secepatnya. Akar dari masalah ini ada di Anisa, istri gendutku yang jelek dan menyebalkan. Huh, jika ingat makin mendidih darah ini. Mengapa hidupku menjadi susah seperti ini setelah memutuskan menikah dengan Anisa. Kelebihan Anisa hanya di masakannya, masakannya selalu enak tak kalah dengan restauran- restauran. Perut ini selalu kenyang dan selalu dimanja oleh masakannya. Namun tentang wajah dan tubuhnya aku tak menyukainya. Gimana mau menyukainya kalau dia tak pernah dandan dan berbau wangi. Mungkin karena tubuhnya yang penuh lemak makanya dia lebih cepat berkeringat, makanya aku ogah tidur bersamanya. Pak Karyo sudah ijin pulang terlebih dahulu, sedangkan Ibu dan Mbak Wulan juga ijin
Teh Pahit Setelah semua isi perut Bagas sudah tak bergejolak. Dirinya keluar dengan tubuh yang lemas dan pucat. Bagas bersandar didinding depan kamar mandi. Keringat sebiji jagung membasahi kening dan juga tubuhnya. "Masuk, Gas, Ibumu sudah biarkan teh hangat," titah Oak Andi yang berdiri di pintu belakang rumah yang mana menghubungkan dengan sumir dan kamar mandi. Dengan langkah yang masih lemas, Bagas, kembali masuk, namun kala melihat meja makan perutnya kembali merasa mual, apalagi mengingat bagaimana Pak Andi memakan kaki ayam. Bagas, kembali lagi ke kamar mandi dan memuntahkan cairan bening yang berada di lambungnya. "Bapak ini, anak orang itu," lirih Bu Utari yang menyenggol lengan sang suami. "Halah cuma begitu saja kok. Sesekali gak masalah, untung tadi Anisa, buat sup kesukaan bapak." Tawa Pak Andi pecah kalah membayangkan ekspresi sang menantu. Pintu kamar mandi terbuka menampilkan raut wajah pucat pasi
Bebek PanggangBagas yang tengah berbaring langsung terbangun ketika merasa ada angin kencang masuk kedalam kamar. Ia menatap sekeliling dan mendapati kalender didalam kamar yang tergantung tiba-tiba terjatuh begitu saja. Seketika buku kudunya mulai meremang. Aroma bunga begitu menyengat menusuk indera penciumannya. Dengan susah paya Bagas menelan salivanya dan berdiri, namun tubuhnya terasa berat untuk meninggalkan kamar apalagi kasur yang sedang ia tempati. "Kamar ini sudah lama gak ditempati pasti ada penunggunya," gumam Bagas yang masih menahan ketakutan didalam kamar sendirian. Tok... Tok ... Tok ... Seketika jantung Bagas berdetak kencang kala mendengar suara. Nafasnya mulai tersenggal dan sesak yang begitu kentara. Bagas meratapi kebod0hannya memilih tidur dikamar kakak Anisa. Bagas berusaha keras dari ketakutannya dan langsung beranjak, berlari membuka pintu kamar. Bruk.. "Aaaaaa." teriak Bagas da
# 20 Pertengkaran Anisa dan Bagas "Sudah pak, kasihan juga dikerjain terus sama bapak dari tadi. Pingsan bagaimana? Itu anak orang," "Lah iya dia anak orang, bukan anak sapi, Bu. Kalau anak sapi ya pedet namanya." "Pak, bu, ada apa? Anisa gak tahu loh maksud bapak sama ibu?" "Bapakmu ini loh, nduk. Buatkan teh pahit sana buat penawarnya." "Bagas itu kan gak bisa makan bebek apalagi lihat kepala dan kaki bebek begini. Apalagi tadi pagi kamu masak sup ceker, nah dia mabok begitulah." ujar Pak Andi yang terus mengerogoti kepala bebek.Anisa menepuk jidatnya akan kelakuan sang bapak. Akhirnya Anisa segera menyudahi makan buahnya dan segera membuatkan teh tawar sesui perintah sang ibu. "Jadi laki kok begitu, lihat beginian sudah mabok. Mana gaya-gayaan lagi punya istri 2. Istri 1 aja dibiarkan kumal gak terawat. Mau istri cantik yang dirawat, dimodali. Mata aja yang jelalatan. Sesekali perlu dikasih
Terbongkarnya rahasia Bagas dan Anisa"Mas Bagas, tolong jangan main kekerasan disini. Jika mas terus-terusan membuat onar silahkan meninggalkan desa ini. Saya selaku ketua Rt dikampung ini merasa terganggu akibat ulah mas. Saya tahu mas itu adalah menantu pak Andi, saya juga tak tahu duduk perkaranya apa? Kalau bisa kita duduk dan musyawarhkan semaunya disini. Mas juga telah menganggu ketentraman kampung malam-malam begini," ujar ketua Rt. Ya kebetulan setelah Pak Rt masuk kedalam rumah pak Andi, Pak Rt juga telah membubarkan kerumunan warga yang melihat pertengkaran dan perkelahian oak Andi. "Mereka itu serakah pak. Mereka mau menguasai semua warisan mendiang ayah saya, saya terpaksa menikahi Anisa lantaran mending ayah saya mengatakan mempunyai hutang budi yang besar kepada Pak Andi. Mau tak mau saya menikahi putrinya yang gendut itu, namun apa? Nyatanya wanita yang berstatus istri saya malah pergi meninggalkan rumah dan suaminya di kota.
SEASON 2 Season 2 "Ayah, ayah kenapa kemari? Bukankah kalau butuh sesuatu ayah bisa telfon aku?" "Ck, kamu pikir ayah sudah setua itu. Ayah cuma masuk angin saja. Kebetulan ayah kangen makan lotek di pasar." "Ayah semalam demam tinggi, ya wajar aku khawatir dengan keadaan ayah. Apalagi ayah tiba- tiba kemari." "Ayah sudah baik- baik saja. Gimana hari ini ramai?" "Enggak begitu yah. Apalagi saat ini 'kan sudah modern, sudah banyak yang punya kendaraan pribadi juga jadi ya begitulah," jawab Rendra. Satria tersenyum dan duduk di warkop kecil yang tak jauh dari parkiran angkutan. Segelas susu hangat menemaninya duduk. "Kenapa kamu masih kukuh untuk meneruskan usaha angkutan ini, Nak. Usaha mendiang ibumu jelas lebih menjanjikan. Apa kamu tak lelah harus bolak balik mengurus semuanya? Masa muda mu masih panjang, Nak, jangan terlalu terforsir dengan bekerja. Nikmatilah masa muda mu ini," ujar Satria. "Yah, aku tahu usaha angkutan ini dirinya oleh almarhum kakek. Ayah juga merintisn
Dibawah teduhnya pohon kamboja sesosok pria berpakain hitam terduduk lesu. Meratapi takdir yang begitu pedih. Kebahagiaan dan kesedihan datang secara bersamaan, entah bagaimana jalan dan takdir yang ia lalui. *"Mas, ingat gak dahulu kita pernah jalan-jalan ke sungai. Kita menulis nama di pohon, lucu sekali ya, Mas."**"Mas ingat gak kalau dahulu di pohon itu setiap berbuah kita akan mengumpulkan buat yang telah terjatuh, jika buat masih bagus maka kita akan makan bersama. Hanya kamu yang selalu dekat denganku dan berteman baik denganku."**"Pohon ini sudah begitu tua, Mas. Bahkan buah pun sudah tak lagi berbuah seperti dahulu. Ternyata perjalanan hidup kita makin berputar, aku beruntung memiliki kamu. Menjadi istrimu adalah hal yang terindah dalam hidupku, terima kasih telah menerima semua kekuranganku dan terima kasih sudah selalu ada untukku disaat terpurukku terdahulu. Aku harap anak dalam kandunganku akan selalu bahagia, ini adalah penantian yang aku
Perjalanan yang cukup panjang dilalui oleh Anisa dan Satria, kini keduanya telah tiba di lokasi pertemuannya dengan Ibu Mutia. Anisa maupun Satria juga sempat bingung mengapa pertemuannya ditempat seperti ini. "Itu bukannya Bu Mutia," tunjuk Satria pada sosok wanita paruh paya yang tengah duduk di samping toko bunga. Pandangan Anisa beralih mengikuti arah telunjuk Satria. "Eh iya, Mas. Kita turun sekarang," ajak Anisa pada suaminya. Ia ingin lekas selesai dan lekas kembali ke desa. Dengan perlahan Satria mengandeng tangan Anisa. Bu Mutia yang melihat kedatangan Anisa segera berdiri dan tersenyum hangat menyambut orang yang ditunggunya. Ada kelegaan tersendiri saat melihat Anisa menempati janjinya. "Syukurlah kamu akhirnya datang. Terimakasih sudah mau menemui ibu, Nis," ucap Bu Mutia. "Sama-sama, Bu," jawab Anisa seraya tersenyum. "Hmm maaf kenapa Ibu meminta kita bertemu disini?" tanya Anisa kembali. "Ini yang ma
Anisa cukup terkejut akan penjelasan dokter tentang kondisi Bagas. Bukan masih memiliki rasa namun lebih ke kasihan ,apalagi ia tadi menyelamatkannya dengan mendorong sehingga ia terbebas dari bahaya. Ada rasa bersalah didalam benaknya. "Dok, lakukan yang terbaik untuk kedua korban." pinta Satria. "Mas.." "Nanti kita bahas lebih lanjut." ucap Satria yang mengerti akan tatapan sang istri. Dokter segera melakukan tindakan yang tepat untuk kedua korban terutama Bagas yang lumayan parah. Sedangkan keluarga kedua belah pihak telah dihubungi dan akan segera datang kerumah sakit. "Sayang, maafkan Mas yang mengambil tindakan ini. Bukan tak mengetikan perasaan kamu, tapi secara tidak langsung Bagas telah menyelamatkan kamu juga. Mas sangat bersyukur karena kamu selamat, walau tindakan itu juga cukup membahayakan jika mas tak kuat menopang tubuh kamu, tapi kuasa Allah itu nyata, kamu dan calon bayi kita selamat. Mas juga sudah mendaftarkan kam
Kecelakaan "Kenapa? Kaget? Biasa saja lah, Nis. Justru aku yang kaget melihat kamu." ujarnya seraya tersenyum kecil. "Mau apa lagi kamu, Mas?" Anisa sudah tak sanggup untuk basa-basi dengan Bagas. Ya, Bagas datang menghampiri Anisa yang tengah duduk di taman sendirian. Ia tadi tak sengaja berkeliling dan melihat Satria berada di taman dan matanya sekita langsung tertuju pada wanita yang duduk di bawah pohon rindang dengan gaun berwarna navy, sama seperti kaos milik Satria. Segera ia menepikan mobilnya dan berjalan mendekati Anisa. "Kamu bahagia sekarang, Nis?" "Ya. Aku sangat bahagia." jawab Anisa acuh tak acuh. "Ya, jelas terlihat dari diri kamu, Nis. Kami bahagia dan keluargaku menderita." ujar Bagas. "Itu karma, Mas." jawab Anisa cepat tanpa menoleh melihat Bagas yang duduk disampingnya. Anisa berharap sang suami lekas kembali. "Karma. Mungkin bisa disebut seperti itu. Asal kamu tahu, N
Nana Meninggal "Na... Nana... Dokter anak saya kenapa? Ada apa dengan anak saya?" "Na, bangun, Na. Kamu dengar ucapku gak sih. Bangun, Na." Wulan terus menggoyangkan tubuh Nana yang sudah tak merespon sama sekali. Dokter telah berusaha semaksimal mungkin menolong Nana saat ini. "Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un. Maaf, Bu, kami sudah berusaha, semua telah kembali pada sang Pencipta." ujar Dokter yang merawat Nana. "Nana... Kamu tega tinggalin Ibu, Na. Kamu tega biarkan Ibu sendirian. Bangun, Na." Bu Mutia memeluk tubuh Nana dengan erat. Ia menangis menumpahkan rasa sedih sekaligus kehilangan yang sangat mendalam. "Na.... Kenapa kamu jadi wanita lemah, Na. Kenapa kamu lemah begini dan menyerah begitu saja? Mana Nana yang kuat, Nana yang angkuh. Kenapa kamu menyerah, Na." ujar Wulan yang tak kalah sedihnya. "Na, bangunlah, Na. Jangan prank kami, Na." Wulan menangis tak berdaya sambil mengguncang kaki, Nana.
Hasil tes DNA Tepat saat Bagas menatap Mawar, pada saat itu juga Mawar melihat keluarga Nana sedang menunggu di depan ruangan. Lekas Mawar segera menghampiri keluarga Nana. "Halo apa kabar? Jal*ng itu sudah melahirkan ya?" ucapnya dengan pelan tapi menusuk pada hati Bu Mutia. "Dia punya nama, namanya Nana. Jangan sebut anak saya sebagai jal*ng." ucap Bu Mutia dengan geram. "Ck, apa bedanya dengan merebut suami orang? Saya kemari hanya melihat keadaan saja setelah mendengar jal*ng itu pendarahan dan dibawa kerumah sakit ini. Jangan harap bahwa suami saya akan datang kemari melihat wanita itu dan anaknya." ucapnya tegas dan tenang. "Maksud anda apa? Nana juga istrinya, dia sedang bertaruh nyawa didalam bahkan kondisinya kritis tak sadarkan diri." ujar Bu Mutia yang tak terima akan ucapan istri pertama dari suami Nana. "Hahahaha, kalian belum tahu ya, bawa dia bukan istri kedua, melainkan wanita penghibur yang menghibur b
Nana Kritis Anisa kini tengah berkeliling disalah satu pusat pembelanjaan khusus bayi. Ia berkeliling mencari beberapa baju dan kelengkapannya. Ia memang belum tahu jenis kelamin sang anak yang tengah dikandungnya, maka dari itu ia memilih warna netral agar bisa digunakan baik laki-laki maupun perempuan. Satria dengan senang hati menemani sang istri berbelanja, ia juga sesekali mengambil barang yang lucu dan memasukannya kedalam keranjang belanjaannya. "Mas, kok semuanya dimasukin?" protes Anisa. "Gak pa-pa, lucu loh, Yank. Mumpung kita di kota." ucap Satria yang mana langsung mendapatkan cubitan kecil dari Anisa. Brukk"Awwh,,,, to,,,,, tolong." "Astagfirullah. Mas tolongin Ibu hamil itu." ucap Anisa yang melihat wanita hamil terjatuh dan memegangi perut besarnya. Anisa dan Satria bergegas menghampiri wanita yang tengah kesakitan, ada karyawan juga yang sudah menolong, namun hati nurani Anisa m
Pergi ke Kota"Ini pesanan kamu, Nis." Mbak Lala menyerahkan paper bag kepada Anisa. "Wah, terimakasih, Mbak." "Kamu pesan apa, Yank? Kok gak bilang- bilang sih," ucap Satria."Taraaaaa. Lucu kan Mas. Ini satu buat kamu. Buruan dipakai sekarang," pinta Anisa sambil menyerahkan barang pada Satria.Satria membulatkan matanya menatap ngeri pada baju yang diberikan oleh istrinya. Disisi lain, Mas Amor dan Mbak Lala menahan tawanya. Bagaimana tidak satu set pakaian berwarna pink yang harus digunakan oleh Satria. "Astaga istriku. Yank, aku rela di gigit semut loh," tolak Satria dengan halus."Sudahlah Sat, istri kamu lagi ngidam loh." ucap Mas Amir. Sedangkan Anisa menatap penuh harap pada sang suami untuk memakainya. Bukan maksud hati untuk membuat sang suami malu, tapi entah mengapa ia hari ini ingin menggunakan couple baju berwarna pink beserta kelengkapannya. Satria meraup wajah lalu menghe