Kokok ayam jantan membangunkan Shanum dari tidur yang lelap. Dia merasa aneh ketika merasakan punggungnya hangat dan seperti ada yang memeluk tubuhnya dari belakang.
Perlahan-lahan Shanum menyingkap selimut dan berbalik menghadap ke orang yang memeluknya. Mata Shanum melotot.
Dia segera membekap mulutnya sendiri, berusaha meredam teriakan yang akan keluar dari mulutnya.
"Uda Syamil?" Shanum mendesis dan berusaha melepaskan pelukan Syamil. "Uda, bangun!"
Mata Syamil mengerjap, senyuman menghiasi bibirnya. "Selamat pagi, Sayang?"
Shanum tidak percaya dengan penglihatannya. Namun, ini nyata. Syamil benar-benar ada di sampingnya saat ini. Tersenyum dengan wajah bahagia. "Bagaimana Uda bi
Etek Jawinar kehilangan akal. Dia tidak menduga rencananya gagal total. Andai saja Erna tidak jatuh hati ke Syamil, tentu semuanya akan berjalan sesuai dengan yang dia kehendaki. Dia merutuki kebodohan anak perempuannya itu."Kamu bodoh, Erna! Kenapa kamu malah menjual dirimu ke si Syamil? Apa yang kamu dapatkan dari dia, ha? Dia itu hanya benalu! Lelaki yang tidak bisa lagi diharapakan. Miskin! Kamu malah dengan gampangnya menyerahkan kehormatanmu kepadanya. Tidakkah otakmu itu kamu pakai, Erna? Bukankah sudah kukatakan semua rencanaku? Aku ingin mereka hengkang dari kampung ini, tapi kamu mengacaukan semuanya. Kamu benar-benar anak yang tidak tahu diuntung!" Etek Jawinar memukul-mukul dadanya sambil meratap. Sementara Erna bersandar ke dinding seraya menjambak rambutnya. Dia benar-benar pusing dan bingung. Semua ucapan ibunya semakin membuat pikirannya buntu. TETESAN AIR MATA membasahi
Ojek yang Shanum tumpangi akhirnya sampai di pasar Batusangkar. Setelah membayar ongkos, dia bergegas menuju toko. Namun, matanya tiba-tiba melihat Erna sedang berjalan tergesa di seberang jalan di depannya. Wajah perempuan itu terlihat seperti selesai menangis. Shanum dengan cepat memakai masker.Karena penasaran, Shanum mengikuti Erna secara sembunyi-sembunyi. Perasaannya semakin tidak enak ketika dia lihat sepupunya itu berjalan menuju arah toko tempatnya bekerja."Ada keperluan apa Erna ke toko? Apa dia kenal dengan Uda Gibran?" Rasa ingin tahu begitu kuat Shanum rasakan. Dia agak kesulitan menguntit Erna. Namun, dia yang sudah hapal seluk beluk di tempat itu, berhasil menjaga jarak beberapa meter dari toko Gibran."Erna?"Shanum
Shanum merasakan perasaannya tidak enak. Hatinya seolah mengingatkan apakah keputusannya untuk ikut ke rumah Gibran sudah tepat. Mendadak saja, bayangan Syamil berkelebat di pelupuk matanya.Kegelisahannya itu semakin menjadi-jadi ketika Gibran menuntunnya ke dalam kamar. Hati nuraninya menolak untuk berduaan dengan lelaki yang bahkan bukan siapa-siapa baginya.Gibran membaca ketidaknyamanan yang tergurat di wajah perempuan incarannya itu. "Ada yang tidak bereskah?"Mereka duduk di tepi ranjang. Gibran memegang dagu Shanumlembut. Matanya memandang tajam kedua bola mata perempuan itu yang menyiratkan kegelisahan."Aku ... merasa ini tidak benar, Uda. Aku merasa ... berdosa." Shanum menunduk, berusaha menenangkan gejolak batinnya.
Shanum siuman dengan kepala yang masih terasa sakit. Matanya mengerjap, berusaha menyesuaikan dengan cahaya lampu yang menyala terang. Ketika dia hendak menggerakkan tangan, dia terkejut begitu menyadari kedua tangannya terikat. Dia coba gerakkan kaki, ternyata kakinya pun terikat. Lebih kaget lagi dia saat menyadari tubuhnya tidak tertutupi sehelai pun pakaian. Sementara AC terasa begitu dingin. Badan Shanum pun menggigil.Dia mulai mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Sesaat kemudian, rasa takut memenuhi pikirannya. Dia sadar sekarang kalau air putih yang dia minum ternyata sudah bercampur dengan obat tidur.Shanum menangis, merasa kalau tubuhnya sudah dijamah oleh Gibran. Selaksa penyesalan muncul di hatinya. Dalam keadaan seperti itu, WAJAH Syamil membayang. Dia merasa sangat berdosa karena tergoda pria lain. Rasa bersala
Setelah Erna tidak berdaya, Syamil menjadi bingung sendiri. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Dia lupa kalau Erna menghilang, orang tuanya pasti akan kebingungan. Etek Jawinar tentu akan mencari Erna di mana pun berada.Sekarang, Erna masih terikat dan dalam keadaan tidak sadarkan diri di kamarnya. Rasa takut mulai merayap di dinding hati Syamil. Dia keluar dan berdiri di langkan Rumah Gadang. Dari ketinggian langkan tersebut, Syamil melihat motor Erna masih terparkir di halaman. Secepat kilat dia berlari ke bawah. Matanya menoleh ke kiri dan ke kanan, mengawasi kalau-kalau ada orang yang melihat.Setelah dia rasa aman, segera dia dorong motor tersebut dan memasukkan kendaraan tersebut ke dalam kandang Rumah Gadang. Tidak akan ada yang tahu dan curiga, kalau Erna sekarang berada di dalam cengkeramannya.
"Untuk apa lagi kamu ke sini? Bukankah kamu sudah menalak si Shanum? Lelaki itu harus berpegang teguh pada pendirian. Kamu jatuhkan talak, tapi masih saja mengangkang ke rumah ini. Benar-benar memalukan!" Etek Jawinar sudah berdiri di belakangnya sambil melipat tangan. Syamil segera berbalik dan menatap perempuan tua itu dengan wajah tidak suka. "Apa pun yang aku lakukan itu bukan urusanmu. Mau aku talak, kek, kawin, kek, cerai, kek! Suka-suka akulah! Jadi, jangan buang-buang ludah di depanku karena aku tidak peduli dengan semua omongan sampah yang keluar dari mulut busukmu itu!" Syamil bergegas kembali ke motornya. Hatinya sangat jengkel dan tersinggung mendengar ucapan Etek Jawinar. "Kamu memangSumandola
"Tenanglah kamu, Jawinar. Tidak satu jalan untuk membuat Rangkuti menyukaimu. Amak baru tahu kalau kamu diperlakukan seperti itu olehnya. Andai kamu tidak bercerita, tentu amak tidak paham apa masalah yang menimpamu itu." Rohana, ibunya Etek Jawinar membelai lembut kepala anak perempuannya itu lenbut. Dia memang tidak serumah dengan Etek Jawinar.Rohana dan Tamar--suaminya memiliki rumah di Guguak Jirek, daerah yang berada di kawasan Bukik Tubasi. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di sana sambil berkebun dan bercocok tanam di sawah yang ada di daerah tersebut.Sementara Jawinar tinggal di Payobada, rumah yang dibangun khusus untuknya oleh orang tuanya.Rohana benar-benar tidak menduga kalau anak semata wayangnya diperlakukan begitu kejam oleh lelaki yang terlihat begit
Etek Jawinar tersentak dari mengenang masa lalunya yang suram. Sejak sirap ilmu pekasihnya lenyap, Rangkuti terkesan menjaga jarak dengannya. Perlahan tapi pasti, suaminya itu seperti tidak mengenalinya lagi.Berbagai cara dia tempuh agar Rangkuti bisa kembali ada dalam genggamannya. Namun, semua usahanya itu sia-sia. Sang kekasih hati sudah berganti rasa. Dia bahkan terkesan semakin kasar dan tidak segan-segan menjatuhkan tangan keras kepadanya.Melihat perubahan ayahnya itu, tentu saja Erna merasa heran. Semua kebigungannya tak kunjung mendapat jawaban. Etek Jawinar bungkam setiap kali Erna menanyakan hal itu.Sekarang, Erna juga terjebak dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Hati Etek Jawinar kian remuk redam. Bagaimana caranya agar nasib Erna lebih baik darinya?
Etek Jawinar semakin gelisah. Hujan di luar sana kian menggila. Anak perempuannya belum juga pulang, sementara kegelapan telah merajai hari.'Ernaaa! Ke mana kamu pergi, Nak? Ini sudah malam. Ya Allah, apa yang terjadi sebenarnya dengan anakku itu? Kenapa dia belum pulang juga. Hati ini sungguh tidak tenang.'Perempuan tua itu mondar-mandir di atas rumah. Pikirannya benar-benar buntu. Dia selalu kesal kalau Erna sudah menghilang seperti ini. Memang kebiasaan anaknya kalau ada masalah. Menghilang entah ke mana, lalu akan kembali beberapa jam kemudian. Namun, ini rasanya sudah terlalu lama Erna pergi. Etek Jawinar merasa ada yang tidak beres. Di dalam hati dia terus berdoa agar Erna cepat pulang.Bukan saja gelisah memikirkan Erna, pikiran Etek Jawinar juga tersita dengan Shanum yang jug
Etek Jawinar tersentak dari mengenang masa lalunya yang suram. Sejak sirap ilmu pekasihnya lenyap, Rangkuti terkesan menjaga jarak dengannya. Perlahan tapi pasti, suaminya itu seperti tidak mengenalinya lagi.Berbagai cara dia tempuh agar Rangkuti bisa kembali ada dalam genggamannya. Namun, semua usahanya itu sia-sia. Sang kekasih hati sudah berganti rasa. Dia bahkan terkesan semakin kasar dan tidak segan-segan menjatuhkan tangan keras kepadanya.Melihat perubahan ayahnya itu, tentu saja Erna merasa heran. Semua kebigungannya tak kunjung mendapat jawaban. Etek Jawinar bungkam setiap kali Erna menanyakan hal itu.Sekarang, Erna juga terjebak dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Hati Etek Jawinar kian remuk redam. Bagaimana caranya agar nasib Erna lebih baik darinya?
"Tenanglah kamu, Jawinar. Tidak satu jalan untuk membuat Rangkuti menyukaimu. Amak baru tahu kalau kamu diperlakukan seperti itu olehnya. Andai kamu tidak bercerita, tentu amak tidak paham apa masalah yang menimpamu itu." Rohana, ibunya Etek Jawinar membelai lembut kepala anak perempuannya itu lenbut. Dia memang tidak serumah dengan Etek Jawinar.Rohana dan Tamar--suaminya memiliki rumah di Guguak Jirek, daerah yang berada di kawasan Bukik Tubasi. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di sana sambil berkebun dan bercocok tanam di sawah yang ada di daerah tersebut.Sementara Jawinar tinggal di Payobada, rumah yang dibangun khusus untuknya oleh orang tuanya.Rohana benar-benar tidak menduga kalau anak semata wayangnya diperlakukan begitu kejam oleh lelaki yang terlihat begit
"Untuk apa lagi kamu ke sini? Bukankah kamu sudah menalak si Shanum? Lelaki itu harus berpegang teguh pada pendirian. Kamu jatuhkan talak, tapi masih saja mengangkang ke rumah ini. Benar-benar memalukan!" Etek Jawinar sudah berdiri di belakangnya sambil melipat tangan. Syamil segera berbalik dan menatap perempuan tua itu dengan wajah tidak suka. "Apa pun yang aku lakukan itu bukan urusanmu. Mau aku talak, kek, kawin, kek, cerai, kek! Suka-suka akulah! Jadi, jangan buang-buang ludah di depanku karena aku tidak peduli dengan semua omongan sampah yang keluar dari mulut busukmu itu!" Syamil bergegas kembali ke motornya. Hatinya sangat jengkel dan tersinggung mendengar ucapan Etek Jawinar. "Kamu memangSumandola
Setelah Erna tidak berdaya, Syamil menjadi bingung sendiri. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Dia lupa kalau Erna menghilang, orang tuanya pasti akan kebingungan. Etek Jawinar tentu akan mencari Erna di mana pun berada.Sekarang, Erna masih terikat dan dalam keadaan tidak sadarkan diri di kamarnya. Rasa takut mulai merayap di dinding hati Syamil. Dia keluar dan berdiri di langkan Rumah Gadang. Dari ketinggian langkan tersebut, Syamil melihat motor Erna masih terparkir di halaman. Secepat kilat dia berlari ke bawah. Matanya menoleh ke kiri dan ke kanan, mengawasi kalau-kalau ada orang yang melihat.Setelah dia rasa aman, segera dia dorong motor tersebut dan memasukkan kendaraan tersebut ke dalam kandang Rumah Gadang. Tidak akan ada yang tahu dan curiga, kalau Erna sekarang berada di dalam cengkeramannya.
Shanum siuman dengan kepala yang masih terasa sakit. Matanya mengerjap, berusaha menyesuaikan dengan cahaya lampu yang menyala terang. Ketika dia hendak menggerakkan tangan, dia terkejut begitu menyadari kedua tangannya terikat. Dia coba gerakkan kaki, ternyata kakinya pun terikat. Lebih kaget lagi dia saat menyadari tubuhnya tidak tertutupi sehelai pun pakaian. Sementara AC terasa begitu dingin. Badan Shanum pun menggigil.Dia mulai mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Sesaat kemudian, rasa takut memenuhi pikirannya. Dia sadar sekarang kalau air putih yang dia minum ternyata sudah bercampur dengan obat tidur.Shanum menangis, merasa kalau tubuhnya sudah dijamah oleh Gibran. Selaksa penyesalan muncul di hatinya. Dalam keadaan seperti itu, WAJAH Syamil membayang. Dia merasa sangat berdosa karena tergoda pria lain. Rasa bersala
Shanum merasakan perasaannya tidak enak. Hatinya seolah mengingatkan apakah keputusannya untuk ikut ke rumah Gibran sudah tepat. Mendadak saja, bayangan Syamil berkelebat di pelupuk matanya.Kegelisahannya itu semakin menjadi-jadi ketika Gibran menuntunnya ke dalam kamar. Hati nuraninya menolak untuk berduaan dengan lelaki yang bahkan bukan siapa-siapa baginya.Gibran membaca ketidaknyamanan yang tergurat di wajah perempuan incarannya itu. "Ada yang tidak bereskah?"Mereka duduk di tepi ranjang. Gibran memegang dagu Shanumlembut. Matanya memandang tajam kedua bola mata perempuan itu yang menyiratkan kegelisahan."Aku ... merasa ini tidak benar, Uda. Aku merasa ... berdosa." Shanum menunduk, berusaha menenangkan gejolak batinnya.
Ojek yang Shanum tumpangi akhirnya sampai di pasar Batusangkar. Setelah membayar ongkos, dia bergegas menuju toko. Namun, matanya tiba-tiba melihat Erna sedang berjalan tergesa di seberang jalan di depannya. Wajah perempuan itu terlihat seperti selesai menangis. Shanum dengan cepat memakai masker.Karena penasaran, Shanum mengikuti Erna secara sembunyi-sembunyi. Perasaannya semakin tidak enak ketika dia lihat sepupunya itu berjalan menuju arah toko tempatnya bekerja."Ada keperluan apa Erna ke toko? Apa dia kenal dengan Uda Gibran?" Rasa ingin tahu begitu kuat Shanum rasakan. Dia agak kesulitan menguntit Erna. Namun, dia yang sudah hapal seluk beluk di tempat itu, berhasil menjaga jarak beberapa meter dari toko Gibran."Erna?"Shanum
Etek Jawinar kehilangan akal. Dia tidak menduga rencananya gagal total. Andai saja Erna tidak jatuh hati ke Syamil, tentu semuanya akan berjalan sesuai dengan yang dia kehendaki. Dia merutuki kebodohan anak perempuannya itu."Kamu bodoh, Erna! Kenapa kamu malah menjual dirimu ke si Syamil? Apa yang kamu dapatkan dari dia, ha? Dia itu hanya benalu! Lelaki yang tidak bisa lagi diharapakan. Miskin! Kamu malah dengan gampangnya menyerahkan kehormatanmu kepadanya. Tidakkah otakmu itu kamu pakai, Erna? Bukankah sudah kukatakan semua rencanaku? Aku ingin mereka hengkang dari kampung ini, tapi kamu mengacaukan semuanya. Kamu benar-benar anak yang tidak tahu diuntung!" Etek Jawinar memukul-mukul dadanya sambil meratap. Sementara Erna bersandar ke dinding seraya menjambak rambutnya. Dia benar-benar pusing dan bingung. Semua ucapan ibunya semakin membuat pikirannya buntu. TETESAN AIR MATA membasahi