Tria memasuki kediaman Geraldo. Setelah merasa tenang, akhirnya dia pun memutuskan pulang. Walau tidak sepenuhnya, kehadiran Viona bisa sedikit membantu melupakan masalahnya.
Tria membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk menenangkan diri, maka saat langit sudah menggelap gadis itu pun baru tiba di dalam rumah.
“QUEEN!” seru Esa lantang, dia langsung menuruni tangga setelah melihat Tria yang memasuki halaman rumah dari balkon kamarnya.
Tanpa melihat suasana hati Tria seperti apa, dengan kasar Esa pun meraih bahu Tria lantas mengguncangnya.
“Lo dari mana aja, hah? Kenapa lo pulang jam segini? Abis ngapain aja lo di luaran sana? Terus, kenapa lo mesti kabur dari gue saat seharusnya lo pulang bareng sama gue,” cerocos Esa tanpa jeda, membombardir Tria dengan rentetan pertanyaannya.
Tria hanya menatap Esa datar. Meskipun bahunya sedikit ngilu ketika diguncang kasar oleh
Tria dibuat panik saat tanpa diduga Esa membawanya ke bandara. Setelah merasa puas tertidur dengan waktu yang amat cukup panjang, Tria terbangun. Namun sebelum ia sempat menyadari apapun dalam keadaan setengah sadar, tiba-tiba Esa memasuki kamarnya dengan setelan yang sudah rapi.“Syukurlah lo udah bangun. Jadi tanpa harus repot-repot bangunin lo, gue bisa langsung minta lo buat mandi sekarang juga,” titah Esa sangat mendadak.Bahkan nyawa Tria pun belum terkumpul seluruhnya, tapi tak ada angin tak ada hujan dengan sangat tiba-tiba ia malah disuruh untuk mandi di waktu sepagi ini.“Ayo cepat! Kenapa masih bengong aja sih?” sentaknya membuat gadis yang sedang melongo itu terperanjat.“Tapi mau ke mana? Kenapa lo nyuruh gue mandi sepagi ini? Hari ini kan gue ada jadwal kuliah jam satu siang,” protes Tria kebingungan.Esa berkacak pinggang sembari menghela napas. “Hari ini, baik lo maupun gue, gak ada ya
“Tria!” panggil Esa ketika gadis itu sedang duduk bersantai di teras.Yang di panggil pun menengok. “Apa?” sahutnya.“Cari makan yuk! Gue laper,” ajaknya seraya menepuk perut kotak-kotaknya.“Bukannya tadi udah makan?” ujar Tria kembali berkutat dengan ponselnya yang sedari tadi sibuk bermain game.“Ck, itu kan cemilan. Gak bisa di kategoriin sebagai makanan padat yang bisa bikin kenyang,” balasnya mendengus.“Yang penting perut lo kan udah keganjel makanan,” sahut Tria semakin tidak perduli dengan perut Esa yang sudah mengeluarkan suara-suara ghaib.Merasa kesal tak digubris, Esa pun mengeluarkan jurus andalannya. Pekikan kaget terloloskan dari mulut Tria ketika dengan tiba-tiba Esa memposisikan dirinya tepat di hadapan Tria yang terjebak di antara kungkungan tangan Esa dan dinding kayu yang disandarinya.Tenggorokan Tria bergerak turun naik saat Esa mulai
Malam ini, di bawah langit malam dan di bibir pantai yang diramaikan oleh suara gemuruh ombak laut, Esa menunggu kedatangan seseorang yang sudah tak sabar ingin dijumpainya. Berpijak di atas pasir yang dihias oleh sejumlah lilin kecil yang dibentuk hati, Esa tengah duduk tegap di balik piano putih yang akan dimainkannya nanti.Malam terakhirnya di Misool akan menjadi momen indah yang tak akan mungkin ia lupakan sampai kapan pun. Sebab, tepat di sekeliling laut lepas ini Esa akan kembali menyatakan kepemilikan gadisnya untuk kesekian kalinya. Meskipun belum ada respon apapun dari sang gadis setelah beberapa lama hubungan itu dijalin, tapi Esa tidak akan pernah lelah apalagi bosan walaupun dia diharuskan mengulang pernyataannya sampai ribuan kali sekalipun.Seperti kata pepatah, untuk mendapatkan cinta yang diinginkan. Seseorang harus rela berjuang meskipun butuh banyak pengorbanan. Bahkan walau dirinya harus menyebrangi 7 samudera demi meraih cintanya, Esa rasa apapun a
“Quensha Lovinitria!” seru seseorang memanggil.Si empunya nama pun lantas menoleh saat sebuah suara tak asing menghampiri pendengarannya. Senyumannya terbit ketika matanya melihat sosok sahabat yang sudah sejak 3 hari lalu tak bisa dijumpainya.“VIONAAA....” balasnya kegirangan, lalu memutar tubuh dan berlari menghampiri sang sahabat.Namun sebelum ia berhasil memeluk Viona, justru yang ingin dipeluknya pun mengadangkan tangannya guna menghentikan gerakan Tria yang sudah siap untuk memberi pelukan rindunya. “Stop di sana!” ujarnya tajam.“Kenapa? Lo gak kangen sama gue gitu?” tanya Tria heran karena tak biasanya Viona menolak untuk dipeluknya.Viona mendengus lantas bersidekap. “Gue emang kangen. Tapi sebelum itu, gue mau marah sama lo!” tandasnya menautkan kedua ujung alis Tria.“Dih, marah kenapa?”“LO LIBURAN SELAMA TIGA HARI LAMANYA KENAPA GAK NGAJAK GU
Di dalam bilik toilet Tria membekap mulutnya, meredam tangisan yang entah kenapa begitu terasa menyakitkan saat dia tahu sebuah kenyataan yang pahit telah tercetus secara langsung dari bibir yang bersangkutan.Di saat ia berpikir bahwa lelaki itu tidak akan mungkin melakukannya, justru ia malah dikejutkan dengan pengakuan langsung dari orang yang sudah berhasil menerobos hatinya secara perlahan.“IYA. Gue emang udah ngerasain seluruh tubuh lo, puas?”Kalimat itu kembali terngiang di telinga Tria. Sangat jelas, bahkan seolah menggema di dalam ruang pendengarannya. Membuat tangisan semakin menjadi dan tanpa sadar telah melukai relung hatinya. Hati yang sudah siap untuk menyambut serta memupuknya agar segera berkembang. Namun justru semuanya malah gugur sebelum benar-benar berkembang.Tria menyeka air matanya, ia membutuhkan sang sahabat di saat seperti sekarang. Gadis itu berniat untuk menghubungi Viona lewat ponselnya, tapi dia baru sadar
“Surprise!!”Lelaki beralis tebal itu terkejut saat pertama kali membuka pintu kamarnya, seseorang telah menyambutnya dari balik pintu sambil membawa kue ulang tahun yang berlilin angka 18.Hari ini adalah hari ulang tahun si lelaki. Lalu si perempuan yang notabene adalah pacarnya sudah berhasil memberi kejutan kecil yang ia persiapkan sejak siang hari saat kekasihnya sedang sibuk berlatih di ruangan musik.“Merlin, ini apa? Kenapa kamar aku jadi banyak balon gini?” tanya lelaki itu menatap langit-langit kamarnya yang dipenuhi dengan puluhan balon gas berwarna hitam dan putih.Perempuan yang dipanggil Merlin itu pun tersenyum lebar sembari meraih tangan kekasihnya dengan satu tangannya yang bebas lantas menariknya masuk ke dalam ruangan yang sudah dihiasnya sedemikian rupa.Dia sangat takjub dengan kamarnya yang sudah berubah 180 derajat dari terakhir kali saat ia meninggalkan kamarnya tadi pagi.“Gi
Tria baru selesai membersihkan dirinya ketika mamanya memanggil untuk turun serta sarapan. Namun gadis itu tidak langsung turun, karena masih ada beberapa hal yang harus ia lakukan sebelum dirinya ikut sarapan bersama mamanya.Ia lantas segera memakai setelan kuliahnya yang sudah ia sediakan sesaat sebelum memasuki kamar mandi tadi.Kemudian sesudah semua pakaiannya ia kenakan lengkap, kini Tria mendudukkan dirinya di depan cermin. Bukan untuk berdandan seperti perempuan pada umumnya, melainkan dia hanya ingin memoleskan sedikit foundation di wajahnya agar tidak terlalu polos sekali.Setelah semua ritual rutin di pagi hari ia lakukan tanpa terlewat satu pun, maka Tria pun siap untuk meninggalkan kamarnya dan menghampiri mamanya di bawah sana yang ia yakini pasti sudah menunggunya untuk sarapan."Tria, sayang! Sini sarapan dulu, Nak!" seru Ajeng bertepatan dengan dirinya yang sudah mau menuruni tangga berbentuk S itu.Di tengah tangga Tria mengh
Gadis itu terduduk sambil memeluk lutut. Dia membenamkan wajah kesalnya ke lipatan lutut. Ingin melarikan diri tapi tidak bisa, pintu satu-satunya yang bisa ia gunakan sebagai jalan keluar justru dengan sengaja dikunci dari luar. Entah ulah siapa, tapi Tria yakin kalau itu pasti termasuk ke dalam rencananya si lelaki resek itu.“Tria!” panggil Esa dengan lembut sembari membelai puncak kepala sang gadis.Seolah tidak mau tersentuh tangan Esa, Tria lantas menepisnya dengan kasar. Saat pengakuannya tempo hari kembali terngiang, dia menjadi jijik jika tangan itu membelai bagian tubuhnya.Esa menghela sabar saat diperlakukan sekasar itu oleh Tria. Mungkin jauh lebih baik daripada didiamkan berhari-hari.“Mungkin aku emang salah....” ucap Esa memulai sesi penjelasannya. “Seharusnya aku mengatakan semua itu sejak awal. Sejak pertama kali aku memutuskan buat ngebangun hubungan yang baru sama kamu,” lanjutnya tersenyum samar. &ldq
"I LOVE BEACH!!" teriak Tria penuh bahagia sambil berlompat-lompat girang saat tahu Esa mengajaknya ke pantai.Sepulang kuliah Esa tidak langsung mengantar gadisnya pulang. Justru dia malah membawa sang gadis ke sebuah pantai yang cukup lenggang. Mengingat ini bukan hari libur, jadi tidak banyak orang yang mengunjungi pantai tersebut."Yang!" panggil Esa sedikit menyenggol bahu gadisnya.Yang disenggol pun melirik kesal, "Ih, apa sih senggol-senggol," protesnya lantas mendelik."Hehe maaf, di sengaja...." Kekeh Esa membuat Tria semakin kesal."Kamu nih, ngerusak mood aja," gerutunya. Lalu dengan langkah dientak Tria pun melenggang menjauhi sang pacar yang sudah merusak moodnya."Yang, mau ke mana?" seru Esa tanpa mengejar."Ke mana aja lah, yang penting gak ada kamu!" sahut Tria asal, yang Esa ketahui saat ini gadisnya itu sedang dilanda kekesalan sesaat.Keadaan pantai di sore hari membuat semilir angin berhembus kencang, mene
"YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat
"YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat
Ting tong.Tria terhenyak sendiri di tengah waktu santai dan rebahan nyaman di atas kasurnya ketika dentingan bel terdengar dari balik pintu utama di luar sana.Ia melirik jam bulat yang menempel di sudut dinding kamarnya. Bahkan saat jarum jam masih bertengger di angka 10, rumah minimalisnya malah sudah didatangin tamu saja."Siapa sih, lagi mager gini kok malah ganggu?" gumam Tria mendumel sembari menaruh novel romance yang sedang dibacanya di atas bantal.Lalu dengan malas ia pun beringsut menuruni ranjang dan menyeret kaki cantiknya menuju pintu yang masih menghasilkan bunyi dentingan bel yang entah ditekan oleh siapa.Ting tong—CKLEK.Pintu lalu ditarik terbuka oleh nona rumah, karena sebutan tuan hanya dikhususkan untuk seseorang bergender laki-laki."Morning!" sapa seseorang di balik bucket mawar putih yang sengaja ia tutupkan menghalangi wajahnya."Esa?" tebak Tria langsung tahu, karena mau ditutupi ol
Tubuh Tria diempas kuat ke atas ranjang. Pria hidung belang itu tertawa membahana sembari berkacak pinggang seolah berkuasa. Gadis itu berniat untuk bergerak dalam posisinya, tapi sebelum itu terjadi, si pria bernama Hadi itu sudah lebih dulu melompat naik mengunci pergelangan tangan Tria yang ia rentangkan dua-duanya.“Mau ke mana gadis manis?” tatap Hadi berkilat.Tria menangis. Matanya bergerak liar, berusaha mencari akal agar ia bisa melepaskan diri dari pria tua berbahaya ini. Dia tidak sudi jika tubuhnya tersentuh sedikit pun oleh pria semacam Hadi. Tria lebih memilih untuk mati ketimbang masa depannya yang harus hancur akibat perbuatam Merlin yang melemparkan dirinya ke tangan si hidung belang yang kini tengah menatapnya penuh nafsu.Tidak! Tria takut. Dalam hatinya ia merapalkan sejumlah doa agar dia bisa terselamatkan dari bahaya yang akan segera menyerangnya.Esa.Hanya nama itu yang terucap dalam doanya. Dia berharap lelaki i
BRAK.Dirly berhasil menendang pintu di depannya dengan sangat kencang, sehingga membuat pintu berbahan kayu jati itu terbuka secara paksa hingga menghantam dinding. Dengan cepat ia segera mengajak Esa dan yang lainnya masuk ke dalam ruangan itu, kegelapan seketika menyambut saat mereka menerobos ke dalam ruangan itu."Tria!" panggil Viona langsung, mencari sahabatnya di tengah kegelapan."Dir, sakelarnya ada di mana? Gue mana bisa nyari Tria kalo ruangannya gelap begini," ujar Givo mengeluh.Dirly lantas melangkah ke arah dinding yang ditempeli saklar, lalu tak lama kemudian dia pun berhasil menekan sakelar sehingga ruangan seketika menjadi terang."Loh, Kak Esa, kenapa banyak banget foto lo sama Merlin di sini?" komentar Viona yang pertama kali melihat beberapa foto folaroid tergantung dari langit-langit ruangan.Esa menghampiri tempat di mana Viona berdiri sekarang. Tatapannya ia edarkan ke arah sejumlah foto yang memang benar terisi potr
Esa mengusap mukanya frustrasi, sudah ke semua penjuru jalan raya dia mencari tapi yang dicari pun tak kunjung ditemukan.“Kak Esa!” seru Viona yang baru saja datang bersama Givo dengan motor gedenya.Mereka memang sengaja Esa panggil untuk menemuinya di tempat Tria menghilang entah ke mana. Dan sekarang mereka sudah datang. Viona menuruni harley milik Givo dan mengguncang lengan Esa dengan raut paniknya.“Kak Esa, gimana bisa Tria hilang? Bukannya pas pulang kuliah dia barengan sama elo? Tapi kenapa—““Justru itu, sebelum nganter dia pulang ke rumahnya. Gue ngajakin dulu dia ke kedai es krim. Setelah itu gue mutusin buat nganter dia pulang ... karena gue rasa gak ada lagi tempat yang mau kita datengin, tapi pas lagi perjalanan pulang tiba-tiba ada sebuah zeep yang nyalip dan ngehadang perjalanan kita. Udah gitu kita turun dulu, di tengah gue yang nyamperin zeep itu dengan tujuan mau negur orang yang udah ngemudiin mobi
PRAANG.Pantulan di depan dirinya hancur seketika. Menciptakan beberapa keretakan yang membagi bagian tubuhnya menjadi beberapa bagian di dalam cermin riasnya itu. Setelah mendengar kabar bahwa pasangan itu kembali akur, perempuan ber-softlens abu itu lantas mengamuk dengan melempari cermin di kamarnya menggunakan benda apa saja yang terjangkau tangannya.Dia menangis histeris, tidak terima dengan keakuran yang terjadi pada pasangan Esa dan Tria. Pasalnya, setelah membuat Esa mengakui perlakuannya di masa lalu tepat di hadapan dirinya dan bersamaan ketika Tria datang. Merlin sudah berharap besar kalau mereka berdua akan terpisahkan untuk selamanya.Namun harapan tinggal harapan, alih-alih terpisah justru ntah dengan cara apa mereka bisa kembali berbaikan seperti kata informannya yang memberi tahu.“Arghhttt! GUE GAK TERIMA. GUE GAK TERIMA KALO MEREKA SAMPE AKUR LAGI. GUE GAK TERIMAAAA,” teriaknya membabi buta. Lantas mengobrak-abrik seis
Gadis itu terduduk sambil memeluk lutut. Dia membenamkan wajah kesalnya ke lipatan lutut. Ingin melarikan diri tapi tidak bisa, pintu satu-satunya yang bisa ia gunakan sebagai jalan keluar justru dengan sengaja dikunci dari luar. Entah ulah siapa, tapi Tria yakin kalau itu pasti termasuk ke dalam rencananya si lelaki resek itu.“Tria!” panggil Esa dengan lembut sembari membelai puncak kepala sang gadis.Seolah tidak mau tersentuh tangan Esa, Tria lantas menepisnya dengan kasar. Saat pengakuannya tempo hari kembali terngiang, dia menjadi jijik jika tangan itu membelai bagian tubuhnya.Esa menghela sabar saat diperlakukan sekasar itu oleh Tria. Mungkin jauh lebih baik daripada didiamkan berhari-hari.“Mungkin aku emang salah....” ucap Esa memulai sesi penjelasannya. “Seharusnya aku mengatakan semua itu sejak awal. Sejak pertama kali aku memutuskan buat ngebangun hubungan yang baru sama kamu,” lanjutnya tersenyum samar. &ldq