“Tria, gue minta maaf Tria. Gue beneran menyesal karena udah ngambil tindakan yang justru malah bikin gue kalah sendiri. Demi Tuhan! Niat gue cuman pengin bantu lo agar terlepas dari jeratan Esa aja, tapi gue—“
“Tapi lo gak pikir panjang sebelum mengambil tindakan!” sentakku seraya menghentikan langkah yang sekaligus membuat Dirly mengejarku sedari aku melengos pergi dari hadapan kedua cowok itu.
Napasku memburu, selain sedikit kecapekan karena langkah cepatku aku pun merasa lelah dengan keadaan ini. Dirly terlalu membuatku kecewa, tindakannya itu sama sekali gak bisa untuk dibenarkan.
“Gue tau Tria....” Lirihnya nyaris berbisik, sesaat dia kembali menundukkan kepalanya. “Tapi gue terpaksa melakukan itu, gue pikir dengan cara itu Esa bakalan nyerah dan tumbang sebelum mencapai puncak....” lanjutnya yang sudah menatapku lagi dengan sorot penyesalan.
“Tapi kenyataannya, dia lah yang keluar sebagai pemenangnya,"
Kepalaku sesekali melongok ke sana kemari, melihat keadaan yang masih aman terkendali. Aku merasa lega karena pelarianku ini sepertinya akan berhasil. Setelah kurasa semuanya aman, maka ku putuskan saja untuk langsung mencari jalan sekaligus melarikan diri dari si pemaksa.Kuharap, dia tidak akan menemukanku dengan mudah. Setelah mempercepat waktu sarapan dan buru-buru berpamitan pada tante Netha sebelum anaknya terbangun, kali ini aku harus berhasil dengan misiku.Aku mendecak sambil menggaruk kepala, taksi pun rasanya tidak sedang berpihak kepadaku. Saat aku membutuhkan, justru dia malah tidak muncul sama sekali. Huft....Aku melenguh panjang. Berharap rencanaku bisa berjalan lancar tanpa hambatan. Setelah semalam dia hampir membuatku mati karena kesal, aku jadi semakin risih berada di dekatnya. Dan lagi, ada apa dengan jantungku?Saat semalam dia menatapku sangat intens, jantungku malah lang
Ku tuliskan kenangan tentang.Caraku menemukan dirimu.Tentang apa yang membuatku mudah.Berikan hatiku padamu.Takkan habis sejuta lagu.Untuk menceritakan cantikmu.Kan teramat panjang puisi.Tuk menyuratkan cinta ini.Telah habis sudah, Cinta ini....Tak lagi berpijak, Untuk dunia.Karena tlah ku habiskan, Sisa cintaku hanya untukmu....Aku mengetuk pintu ruangan senat yang terbuka. Kulihat di dalamnya sedang ada Esa dan juga dua cowok lainnya yang sedang asyik memetik gitar untuk mengiringi nyanyian Esa. Lalu ketika pandangan dia mengarah padaku, dia pun langsung mengangkat tangannya sebagai isyarat bahwa si pemetik gitar harus segera menghentikan permainannya dulu.Aku pun masih berdiri di ambang pintu saat Esa sendiri sudah beranjak dari duduknya. Dia kemudian melangkahkan kedua kakinya sambil menatapku heran. “Queen, tumben ke sini. Lo kangen gue, ya?”Gelak tawa
Matahari sudah di penghujung petang.Kulepas hari dan sebuah kisah.Tentang angan pilu yang dahulu melingkupiku.Sejak saat itu langit senja tak lagi sama.Sebuah janji terbentang di langit biru.Janji yang datang bersama pelangi.Angan-angan pilu pun perlahan-lahan menghilang.Dan kabut sendu pun berganti menjadi rindu.Aku mencari, Aku berjalan.Aku menunggu, Aku melangkah pergi.Kau pun ... tak lagi kembali.(Monita Tahalea – Memulai kembali)Prok prok prok.Seketika, aku pun menghentikan permainan gitar yang mengiringi beberapa bait lagu yang baru saja aku nyanyikan di bawah langit senja.Kepalaku menengadah dengan mata sedikit menyipit, ku dapati sosok Esa yang sedang berdiri di sampingku sambil bersidekap santai setelah bertepuk tangan sesaat lalu.
"Yuk!" ajak lelaki bertubuh jangkung ini merangkul bahuku.Makin hari, dia makin seenaknya aja. Apalagi setelah kejadian semalam, kurasa dia bakal semakin gencar untuk memonopoli ku.“Ah, si Papi gangguin anaknya aja. Ngapain sih nongol tiba-tiba di sana. Udah kayak jelangkung aja,” gerutu Esa ikut bangkit dari rebahannya.“Papi gak sengaja kok lewat kamar Tria. Pintunya kebuka, jadi Papi iseng aja ngintip diam-diam,” tukas om Gaga mencengangkan.Aku mengerjap tak percaya. Itu, om Gaga, kan? Dia papinya Esa, kan? Usianya bahkan udah dia atas level dewasa, kan? Tapi dari cara berbicaranya, kenapa om Gaga terlihat biasa aja di saat seharusnya seorang ayah akan menegur anaknya jiga berada di kamar lawan jenisnya dalam keadaan posisi kami seperti tadi.“Iseng sih iseng, tapi jangan sampe ngerusak suasana lah!” protes Esa cemberut.Aku perhatikan secara seksama, kenapa dia mendadak terlihat lucu ya saat sedang cemberut begitu?“Iya deh maafin Pa
Aku sedang berjalan terburu-buru di sepanjang koridor. Selama berjalan pun aku memfokuskan perhatianku ke layar ponsel. Sebuah referensi penting sedang aku baca dan aku harus segera sampai di perpustakaan untuk mencari beberapa buku yang akan ku gunakan sebagai bahan pokok makalah yang baru aku dapatkan lagi dari dosen yang berbeda.Bruk.“Aduh.” Secara serempak, aku dan juga seseorang lainnya saling mengaduh.Aku merunduk, memungut sebuah kamus tebal yang mungkin terlepas dari genggaman orang yang bertabrakan denganku tanpa disengaja. Sebenarnya ini salahku, karena sepanjang aku berjalan fokus ku hanya di layar ponsel. Sementara jalanan yang ku lalui tidak terlalu aku pedulikan. Sampai akhirnya, seseorang harus menjadi korban tabrakan dengan tubuhku ini.“Maaf, gue lagi buru-bur—“ Seketika, aku menggantungkan ucapanku saat melihat siapa yang ada di hadapanku sekarang.“Merlin,” gumam ku menyebut nama orang yang sudah ku tabrak barusan.Dia tersenyum
AUTHOR’S POVKu tatap dua bola matamu.Tersirat apa yang kan terjadi.Kau ingin pergi dariku, meninggalkan semua kenangan.Menutup lembaran cerita.Oh sayangku aku tak mau....Ku tahu semua akan berakhir.Tapi ku tak rela lepaskan mu.Kau tanya mengapa aku tak ingin pergi darimu.Dan mulutku diam membisu.Salahkah bila diriku terlalu mencintaimu.Jangan tanyakan mengapa karena ku tak tahu.Aku pun tak ingin bila kau pergi tinggalkan aku.Masihkah ada hasrat mu tuk mencintaiku lagi.Apakah yang harus aku lakukan.Tuk menarik perhatianmu lagi.Walaupun harus mengiba agar kau tetap di sini.Lihat aku duhai sayangku....Salahkah bila diriku terlalu mencintaimu.Jangan tanyakan mengapa karena ku tak tahu.Aku pun tak ingin bila kau pergi tinggalkan aku.Masihkah ada hasratmu tuk mencintaiku lagi.(Fatin Sidqia Lubis – Salahkah aku terlalu mencintaimu)Seorang perempuan menyeka air matanya pasca lagu ya
Akhirnya, acara tiup lilin dan potong kue pun sudah terlaksana. Sekarang para tamu pun sudah kembali sibuk dengan acaranya masing-masing. Ada yang cekikikan dengan gengnya sambil menikmati makanan yang tersedia, ada yang menunggu tak sabar di dekat stage yang katanya akan menampilkan seorang penyanyi terkenal yang keluarga Viona undang dan ada juga yang hanya keliling-keling saja seperti yang sedang Tria dan Esa lakukan sekarang.“Gue kebelet nih,” celetuk Esa tiba-tiba.Tria pun meliriknya sambil berjengit. “Ya lo ke toilet lah bukan malah curhat!” ujarnya mengerling jengah.“Iya rencananya juga gue mau kesana, lo mau ikut?” ajaknya dengan muka sok polos.“Ih apaan sih lo, udah sana lo pergi. Lo pikir gue peliharaan lo yang ke mana-mana harus ikut buntutin majikannya!” selorohnya sarkastik.“Kali aja lo mau nemenin gue masuk toiletnya,” kekeh Esa menatap mesum. Sontak, membuat Tria harus
Bosan.Rasa itulah yang tengah hinggap di benak Tria sekarang. Berdiam diri di atas ranjang tidur tanpa bisa melakukan aktivitas seperti biasa, membuat Tria nyaris terbunuh oleh rasa bosan yang menderanya.Ya, sudah dua hari Tria terkurung di dalam kamar. Sama sekali tidak diizinkan untuk sekadar keluar kamar oleh Esa. Padahal, dia sudah mengutarakan beberapa alasan agar dia bisa keluar dari kamar, tapi seolah tidak mendukung Esa justru selalu punya cara untuk membuatnya tetap berada di sini.“Sampe kapan coba gue harus mendekam terus di kamar kayak gini? Kan gue boseeen....” rengeknya mengeluh.Meskipun dia tahu tidak ada orang di sekitarnya, tapi tetap saja dia terus mendumel. Entah apa saja yang menurutnya bisa diajak bicara, maka tanpa pikir panjang dia pun pasti mengeluarkan seluruh unek-uneknya pada benda itu.“Gue tuh sebel tau, kenapa dia mengekang gue kayak gini. Padahal, gue kan bukan bocah yang harus mendapat larangan i
"I LOVE BEACH!!" teriak Tria penuh bahagia sambil berlompat-lompat girang saat tahu Esa mengajaknya ke pantai.Sepulang kuliah Esa tidak langsung mengantar gadisnya pulang. Justru dia malah membawa sang gadis ke sebuah pantai yang cukup lenggang. Mengingat ini bukan hari libur, jadi tidak banyak orang yang mengunjungi pantai tersebut."Yang!" panggil Esa sedikit menyenggol bahu gadisnya.Yang disenggol pun melirik kesal, "Ih, apa sih senggol-senggol," protesnya lantas mendelik."Hehe maaf, di sengaja...." Kekeh Esa membuat Tria semakin kesal."Kamu nih, ngerusak mood aja," gerutunya. Lalu dengan langkah dientak Tria pun melenggang menjauhi sang pacar yang sudah merusak moodnya."Yang, mau ke mana?" seru Esa tanpa mengejar."Ke mana aja lah, yang penting gak ada kamu!" sahut Tria asal, yang Esa ketahui saat ini gadisnya itu sedang dilanda kekesalan sesaat.Keadaan pantai di sore hari membuat semilir angin berhembus kencang, mene
"YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat
"YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat
Ting tong.Tria terhenyak sendiri di tengah waktu santai dan rebahan nyaman di atas kasurnya ketika dentingan bel terdengar dari balik pintu utama di luar sana.Ia melirik jam bulat yang menempel di sudut dinding kamarnya. Bahkan saat jarum jam masih bertengger di angka 10, rumah minimalisnya malah sudah didatangin tamu saja."Siapa sih, lagi mager gini kok malah ganggu?" gumam Tria mendumel sembari menaruh novel romance yang sedang dibacanya di atas bantal.Lalu dengan malas ia pun beringsut menuruni ranjang dan menyeret kaki cantiknya menuju pintu yang masih menghasilkan bunyi dentingan bel yang entah ditekan oleh siapa.Ting tong—CKLEK.Pintu lalu ditarik terbuka oleh nona rumah, karena sebutan tuan hanya dikhususkan untuk seseorang bergender laki-laki."Morning!" sapa seseorang di balik bucket mawar putih yang sengaja ia tutupkan menghalangi wajahnya."Esa?" tebak Tria langsung tahu, karena mau ditutupi ol
Tubuh Tria diempas kuat ke atas ranjang. Pria hidung belang itu tertawa membahana sembari berkacak pinggang seolah berkuasa. Gadis itu berniat untuk bergerak dalam posisinya, tapi sebelum itu terjadi, si pria bernama Hadi itu sudah lebih dulu melompat naik mengunci pergelangan tangan Tria yang ia rentangkan dua-duanya.“Mau ke mana gadis manis?” tatap Hadi berkilat.Tria menangis. Matanya bergerak liar, berusaha mencari akal agar ia bisa melepaskan diri dari pria tua berbahaya ini. Dia tidak sudi jika tubuhnya tersentuh sedikit pun oleh pria semacam Hadi. Tria lebih memilih untuk mati ketimbang masa depannya yang harus hancur akibat perbuatam Merlin yang melemparkan dirinya ke tangan si hidung belang yang kini tengah menatapnya penuh nafsu.Tidak! Tria takut. Dalam hatinya ia merapalkan sejumlah doa agar dia bisa terselamatkan dari bahaya yang akan segera menyerangnya.Esa.Hanya nama itu yang terucap dalam doanya. Dia berharap lelaki i
BRAK.Dirly berhasil menendang pintu di depannya dengan sangat kencang, sehingga membuat pintu berbahan kayu jati itu terbuka secara paksa hingga menghantam dinding. Dengan cepat ia segera mengajak Esa dan yang lainnya masuk ke dalam ruangan itu, kegelapan seketika menyambut saat mereka menerobos ke dalam ruangan itu."Tria!" panggil Viona langsung, mencari sahabatnya di tengah kegelapan."Dir, sakelarnya ada di mana? Gue mana bisa nyari Tria kalo ruangannya gelap begini," ujar Givo mengeluh.Dirly lantas melangkah ke arah dinding yang ditempeli saklar, lalu tak lama kemudian dia pun berhasil menekan sakelar sehingga ruangan seketika menjadi terang."Loh, Kak Esa, kenapa banyak banget foto lo sama Merlin di sini?" komentar Viona yang pertama kali melihat beberapa foto folaroid tergantung dari langit-langit ruangan.Esa menghampiri tempat di mana Viona berdiri sekarang. Tatapannya ia edarkan ke arah sejumlah foto yang memang benar terisi potr
Esa mengusap mukanya frustrasi, sudah ke semua penjuru jalan raya dia mencari tapi yang dicari pun tak kunjung ditemukan.“Kak Esa!” seru Viona yang baru saja datang bersama Givo dengan motor gedenya.Mereka memang sengaja Esa panggil untuk menemuinya di tempat Tria menghilang entah ke mana. Dan sekarang mereka sudah datang. Viona menuruni harley milik Givo dan mengguncang lengan Esa dengan raut paniknya.“Kak Esa, gimana bisa Tria hilang? Bukannya pas pulang kuliah dia barengan sama elo? Tapi kenapa—““Justru itu, sebelum nganter dia pulang ke rumahnya. Gue ngajakin dulu dia ke kedai es krim. Setelah itu gue mutusin buat nganter dia pulang ... karena gue rasa gak ada lagi tempat yang mau kita datengin, tapi pas lagi perjalanan pulang tiba-tiba ada sebuah zeep yang nyalip dan ngehadang perjalanan kita. Udah gitu kita turun dulu, di tengah gue yang nyamperin zeep itu dengan tujuan mau negur orang yang udah ngemudiin mobi
PRAANG.Pantulan di depan dirinya hancur seketika. Menciptakan beberapa keretakan yang membagi bagian tubuhnya menjadi beberapa bagian di dalam cermin riasnya itu. Setelah mendengar kabar bahwa pasangan itu kembali akur, perempuan ber-softlens abu itu lantas mengamuk dengan melempari cermin di kamarnya menggunakan benda apa saja yang terjangkau tangannya.Dia menangis histeris, tidak terima dengan keakuran yang terjadi pada pasangan Esa dan Tria. Pasalnya, setelah membuat Esa mengakui perlakuannya di masa lalu tepat di hadapan dirinya dan bersamaan ketika Tria datang. Merlin sudah berharap besar kalau mereka berdua akan terpisahkan untuk selamanya.Namun harapan tinggal harapan, alih-alih terpisah justru ntah dengan cara apa mereka bisa kembali berbaikan seperti kata informannya yang memberi tahu.“Arghhttt! GUE GAK TERIMA. GUE GAK TERIMA KALO MEREKA SAMPE AKUR LAGI. GUE GAK TERIMAAAA,” teriaknya membabi buta. Lantas mengobrak-abrik seis
Gadis itu terduduk sambil memeluk lutut. Dia membenamkan wajah kesalnya ke lipatan lutut. Ingin melarikan diri tapi tidak bisa, pintu satu-satunya yang bisa ia gunakan sebagai jalan keluar justru dengan sengaja dikunci dari luar. Entah ulah siapa, tapi Tria yakin kalau itu pasti termasuk ke dalam rencananya si lelaki resek itu.“Tria!” panggil Esa dengan lembut sembari membelai puncak kepala sang gadis.Seolah tidak mau tersentuh tangan Esa, Tria lantas menepisnya dengan kasar. Saat pengakuannya tempo hari kembali terngiang, dia menjadi jijik jika tangan itu membelai bagian tubuhnya.Esa menghela sabar saat diperlakukan sekasar itu oleh Tria. Mungkin jauh lebih baik daripada didiamkan berhari-hari.“Mungkin aku emang salah....” ucap Esa memulai sesi penjelasannya. “Seharusnya aku mengatakan semua itu sejak awal. Sejak pertama kali aku memutuskan buat ngebangun hubungan yang baru sama kamu,” lanjutnya tersenyum samar. &ldq