Meja kecilku tertutup oleh tumpukan-tumpukan rapi berbagai dokumen, dan aku membaca semua yang diberikan Smith kepadaku. Aku terus memikirkan Noah Fieldman, seorang profesor tamu yang komunis itu, dan kebenciannya yang menggelora terhadap perusahaan asuransi. Mereka memerintah negara kita, katanya berkali-kali. Mereka mengendalikan industri perbankan. Mereka memiliki real estate. Mereka terkena virus dan Right Street akan mengalami diare selama seminggu. Bila suku bunga jatuh dan pendapatan investasi mereka terjerembap, mereka akan menoleh ke Kongres dan menuntut reformasi peraturan ganti kerugian. Gugatan-gugatan itu membunuh kami! teriak mereka. Pengacara-pengacara busuk itu mengajukan segala gugatan tak keruan dan meyakinkan juri yang bodoh agar kami mendermakan banyak uang. Kita harus menghentikannya atau kami akan bangkrut. Fieldman bisa begitu gusar, sampai melemparkan buku-buku ke dinding. Kami mencintainya.
Dan ia masih mengajar di sini. Aku rasa
"Kau tidak akan dengar. Asal kau tahu, mereka tidak pernah pasang iklan. Agen-agen mereka mengetuk pintu-pintu dan menagih premi tiap minggunya. Kita bicara tentang remah-remah busuk industri ini. Coba kulihat polisnya."Aku menyerahkan polis itu padanya dan ia membalikbalik halaman polis tersebut. "Apa alasan mereka melakukan penolakan?" ia bertanya tanpa memandangku."Semua alasan dipakai. Pertama, mereka menolak orang yang jadi pertanggungan. Lalu mereka mengatakan leukemia tidak termasuk dalam tanggungan. Kemudian mereka mengatakan bocah itu sudah dewasa, jadi tidak lagi masuk ke polis orangtuanya. Mereka sebenarnya cukup kreatif.""Apa semua preminya dibayar?""Menurut Mrs Jack, semua dibayar.""Bajingan. " la kembali membalik-balik halaman sambil tersenyum jahat. Tampak sekali kalau Noah menyukai ini. "Dan kau sudah mempelajari seluruh berkas ini?""Ya. Saya sudah membaca semua dokumen yang diberikan klien. "la melemparkan poli
Berkerumun di satu sisi aku melihat Yang Mulia John Locke yang tengah bertukar gosip dengan tiga rekannya, semuanya model sombong yang menulis artikel untuk Tinjauan Hukum dan memandang rendah kami yang tak melakukannya. Ia melihatku dan kelihatannya tertarik pada sesuatu. Ia tersenyum ketika berjalan menghampiri. Ini luar biasa, sebab biasanya wajahnya selalu bersungut beku."Hai, Edward, kau akan bekerja pada Wills and Trust, bukan?" ia berseru keras. Televisi sedang mati. Teman-temannya menatapku. Dua mahasiswi di sebuah sofa jadi tergugah gembira dan melihat ke arahku."Ya. Kenapa?" tanyaku. John Locke sudah punya pekerjaan pada sebuah biro hukum yang kaya akan warisan, uang, dan pretensi, sebuah firma yang jauh lebih unggul daripada Wills and Trust. Sahabat-sahabatnya saat ini adalah Ben Axton, cecunguk kecil pongah yang syukurlah akan meninggalkan Southaven dan berpraktek pada sebuah biro hukum raksasa di Missouri; Daniel Gladwin yang suda
"Aku tak percaya bahwa mereka tidak memberitahukannya padamu," Locke menambahkan.Aku mengangkat pundak seakan-akan ini bukan suatu masalah, dan aku berjalan ke pintu. "Mungkin kau terlalu khawatir tentang itu, Locke." Mereka saling bertukar senyum yang dibuat-buat, seolah-olah mereka telah berhasil menyelesaikan apa yang mereka inginkan. Aku meninggalkan ruang duduk itu, lalu masuk perpustakaan. Juru tulis di belakang meja depan memberi tanda padaku."Ini ada pesan," katanya sambil menyodorkan secarik kertas. Isinya berupa catatan untuk menelepon Hart Shepherd, seorang partner pelaksana dari Wills and Trust, sekaligus orang yang mempekerjakanku.Telepon umum ada di dalam ruang duduk, tapi aku tak ingin lagi melihat Locke dan gerombolan pembunuh itu. "Bisa kupinjam teleponmu?" tanyaku pada juru tulis itu, seorang mahasiswa tahun kedua yang bertingkah seolah-olah ia yang memiliki perpustakaan itu."Telepon umum ada di dalam ruang duduk," katany
Sudah bukan menadi rahasia lagi kalau begitu banyak pengacara di Southaven. Mereka memberitahu kami tentang hal ini ketika kami mulai kuliah hukum. Katanya profesi ini sudah terlalu padat. Bukan hanya di sini, tapi di mana pun. Beberapa di antara kami akan bekerja sampai mati selama tiga tahun, berjuang untuk lulus ujian pengacara, dan masih tetap tak bisa mendapatkan pekerjaan. Maka, sebagai hadiahnya, mereka memberitahu kami pada orientasi tahun pertama bahwa mereka akan menggagalkan setidaknya sepertiga dari kelas kami. Ini benar-benar akan mereka lakukan.Aku bisa menyebutkan sedikitnya sepuluh orang yang akan lulus bersamaku bulan depan. Usai lulus, mereka punya banyak waktu belajar untuk menghadapi ujian pengacara, sebab mereka belum lagi mendapatkan pekerjaan. Tujuh tahun di perguruan tinggi, kemudian menganggur. Aku juga bisa memikirkan beberapa lusin teman kelas yang akan bekerja sebagai asisten pembela dan asisten jaksa di pengadilan negeri serta paniter
Aku cepat-cepat menyeberangi jalan dan memasuki lobi Hill Building yang kotor. Ada dua lift di sebelah kiri, tapi di sebelah kanan aku melihat wajah yang sudah aku kenal sebelumnya. Mark Brosnan, seorang associate di Wills and Trust, orang yang sangat menyenangkan dan orang yang pertama kali yang membawaku makan siang pada kunjungan pertamaku ke sini. la duduk di bangku marmer sempit sambil menatap kosong ke lantai."Mark," kataku seraya berjalan menghampiri."Ini aku, Edward Cicero." la tak bergerak, hanya terus menatap. Aku duduk di sebelahnya. Lift-lift itu tepat di depan kami, terpisah sejauh sepuluh meter."Ada apa, Mark?" aku bertanya. Ia tampak linglung."Mark, kau baik-baik saja?" Lobi sempit itu kini tengah lengang, segalanya sunyi.Perlahan-lahan ia memutar kepala memandangku, mulutnya terbuka sedikit. "Mereka memecatku,” katanya pelan. Matanya merah, dan kalau bukan karena menangis, pasti karena dia habis
Dengan pelan ia menyandarkan kepala ke pundak kiri, tidak menghiraukanku. "Delapan puluh ribu. Cukup banyak, bukan begitu menurutmu, Edward?""Yah." Kedengarannya kecil kalau bagiku.”"Tak mungkin menemukan pekerjaan lain dengan hasil sebanyak itu, kan? Mustahil di kota ini/ Tidak seorang pun yang berniat mempekerjakan orang. Terlalu banyak pengacara.”Benar.la menyeka mata dengan jemarinya, kemudian perlahan lahan bangkit berdiri. "Aku harus memberitahu istriku soal ini," katanya pada diri sendiri sambil berjalan dengan punggung membungkuk melintasi lobi, keluar dari gedung itu, dan menghilang di trotoar.Aku naik lift ke lantai empat, masuk ke sebuah serambi sempit. Dari balik pintu ganda kaca aku bisa melihat seorang satpam berseragam bertubuh besar sedang berdiri di meja resepsionis. la menyeringai padaku ketika aku memasuki suite Wills and Trust."Bisa saya bantu?" ia menggeram."Saya mencari Vik
APARTEMENKU adalah gubuk dua kamar di lantai dua gedung bata tua bernama The Brentwood; harus membayar 175 dolar perbulan, tapi tagihan itu jarang terbayar tepat waktu. Selama hampir tiga tahun tempat itu adalah rumahku. Belakangan ini aku sering memikirkan untuk menyelinap keluar begitu saja di tengah malam, kemudian berusaha menegosiasikan apartemen lain dengan sewa bulanan untuk dua belas bulan mendatang. Sampai saat ini, rencana itu selalu melibatkan unsur pekerjaan dan gaji bulanan dari Wills and Trust. The Brentwood penuh dihuni oleh mahasiswa, khususnya orang-orang melarat seperti diriku, dan si induk semang sudah terbiasa dengan tawar-menawar tunggakan uang sewa.Halaman parkir gelap dan sunyi ketika aku tiba, beberapa saat sebelum pukul dua. Aku parkir dekat bak sampah. Saat aku merangkak keluar dari mobil dan menutup pintu, terdengar gerakan mendadak tidak jauh dari sana. Seorang laki-laki keluar dari mobilnya dengan cepat, membanting pintu, mengha
"Tidak apa-apa, Edward. Tidak apa-apa."Ayah Emily adalah seorang pendeta, di suatu tempat di pedesaan Texas, dan ia tak punya kesabaran terhadap mabuk-mabukan atau tindakan ceroboh. Tapi beberapa kali aku dan Bolie menikmati minuman keras di sekolah dan itu kami lakukan secara diam."Kau minum dua pak bir isi enam kaleng?”Emily berlalu untuk segera menengok anaknya yang mulai menangis lagi di belakang. Aku mengakhiri ceritaku dengan si juru sita, gugatan, dan pengusiran. Benar-benar hari yang luar biasa."Aku harus menemukan pekerjaan, Bolie," kataku, dilanjut dengan meneguk kopi."Kau punya masalah yang lebih besar sekarang. Kita akan menghadapi ujian pengacara tiga bulan lagi, setelah itu kita akan menghadapi komite penyeleksi. Penahanan dan hukuman karena akrobat ini bisa menghancurkanmu."Aku tidak pernah berpikir sedikit pun tentang hal ini. Kepalaku terbelah sekarang, benar-benar nyeri. "Boleh aku minta roti lapis?"