-32-
Wajah pria dewasa yang sudah mendekati usia paruh baya itu tampak tegang. Sesekali dia menyeka bulir peluh di wajah dengan saputangan motif kotak-kotak, yang sudah basah sejak tadi. Demikian pula dengan kerah kemeja merah dan bagian lipatan ketiak, kentara sekali bila tubuhnya sudah bermandikan keringat.
Nadine dan Santi menatap tajam wajah bulat sang pria bertubuh gemuk itu. Sementara Theo dan Evan mengawasi dari meja sebelah, berjaga-jaga jika pria bernama Mario itu akan melakukan tindakan frontal pada kedua perempuan di hadapannya.
"Maaf, Mbak Nadine. Saya ... benar-benar kepepet kemaren," ucap Mario sambil menunduk.
"Semua orang juga butuh uang, Om. Tapi nggak harus jadi pengkhianat kan!" tukas Nadine dengan suara yang terdengar dingin.
"I-iya, Mbak. Saya salah." Mario semakin menundukkan kepala. Dia merasa sangat malu sekaligus bingung, bagaimana caranya bisa memperbaiki hubungan dengan Nadine dan kelua
-33-Malam itu Theo kesulitan untuk memejamkan mata. Pria berparas tampan tersebut sudah mengubah posisi tubuh puluhan kali, tetapi kantuk tak kunjung menyapa.Pikirannya sangat penuh dengan berbagai kelebatan berbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini. Dari mulai kebodohannya mengambil kehormatan Nadine. Janji untuk menikah yang membuatnya dilema. Rasa bersalah karena telah melukai hati Fenita, padahal hatinya masih terpaut pada gadis itu.Serta yang terbaru. Theo semakin merutuki diri karena tidak mampu berbuat apa-apa saat Nadine dicopot jabatannya oleh Pak Daniel. Diusir dari apartemen. Semua fasilitas dicabut. Serta berbagai ancaman Bagaskara yang pernah dilontarkan pria tersebut, membuatnya benar-benar pusing.Lelah mencoba untuk tidur akhirnya Theo bangkit dan jalan ke belakang rumah. Meraih sebuah kotak kecil yang disembunyikan di ceruk terdalam lemari di bagian bawah rak piring dan membukanya. Mengeluarkan isi d
-34-Pria gemulai yang menjadi perias pengantin Nadine itu berulang kali bersenandung lagu cinta, tetapi tidak ada satupun judul lagu tersebut yang selesai dia nyanyikan. Hal itu tak urung membuat Nadine beberapa kali mengikik, demikian pula dengan sang penata rias yang bernama Roni."Sssttt! Cicing heula atuh!" pinta Roni dengan suara yang diberat-beratkan. (Diam dulu)"Masnya ngebanyol mulu, jadi ketawa terus," sahut Nadine di sela-sela tawa kecilnya."Di sini sepi banget, jadi eikeh nyanyi aja.""Mau dengar lagu apa?" Nadine meraih ponsel dari atas meja rias. Menekan layar benda pipih hitam itu untuk mencari aplikasi khusus pemutar musik."Lagu apa aja deh. India boleh. Indonesia boleh. Barat boleh. Timbuktu juga mangga.""Mana ada lagu berbahasa Timbuktu?" Nadine kembali tertawa mendengar candaan pria tersebut."Ada dong, khusus negara sana pasti!" Roni menyeringai. Dia menyukai
-35-Janji sumpah setia telah diucapkan dengan lancar oleh kedua mempelai. Diiringi dengan kabut di mata kedua pasang orang tua masing-masing. Demikian pula dengan para tamu yang hadir, semuanya ikut larut dalam keharuan proses penyatuan kedua insan tersebut.Theo mengangkat kain penutup wajah Nadine, merapikannya dengan hati-hati di atas kepala sang istri. Pria itu mengulaskan senyuman sebelum memajukan tubuh dan mengecup dahi Nadine yang memejamkan matanya.Teriakan teman-teman yang memanas-manasi suasana agar Theo mengecup bibir Nadine, dibalas tawa kecil kedua pengantin. Sesaat mereka beradu pandang dengan penuh rasa bahagia dalam hati.Beberapa detik berlalu, kemudian tubuh Nadine menegang ketika Theo kembali mendekat sambil berbisik,"Aku sayang kamu, Istriku yang seksi."Nadine membeliakkan mata, tetapi bibirnya membentuk sebuah senyuman. Merasa senang atas ungkapan jujur dari Theo yang telah sah me
-36-Malam semakin larut. Pesta pernikahan telah usai. Satu per satu orang menuju kamar dan cottage masing-masing, yang telah disewa oleh keluarga Nadine selama dua hari. Untuk acara ini Pak Daniel tidak segan-segan mengeluarkan biaya banyak, karena ingin memberikan kenangan terindah untuk putri kesayangannya.Pria paruh baya itu menatap punggung Nadine yang tengah berjalan menjauh dengan dituntun oleh Theo. Matanya kembali mengabut karena merasa telah kehilangan hak pada sang putri. Sekarang Theolah yang akan bertanggung jawab atas kehidupan Nadine."Jangan nangis, Pi," ucap Bu Rianti yang ternyata sudah berada di samping Pak Daniel."Papi nggak nangis, ini cuma kelilipan doang," kilah pria berkulit putih tersebut, merasa malu karena ketahuan tengah menangis oleh istrinya.Tawa kecil Bu Rianti akhirnya membuat Pak Daniel pun turut tertawa. Pria itu melingkarkan tangan di pinggang istrinya dan mendaratkan kecupan di peli
-37-"Na." Suara khas Bu Rianti yang disertai dengan ketukan di pintu, menyapa pagi hari Nadine yang bergegas bangun.Perempuan berambut panjang itu jalan dengan sedikit gontai. Membuka pintu dan melongok ke luar, beradu pandang dengan seraut wajah sang mami yang tengah tersenyum lebar."Ya, Mi?" tanya Nadine."Sarapan, yuk!" ajak Bu Rianti sambil mengulurkan tangan ke leher sang putri. "Theo geragas sekali," sambungnya seraya terkekeh.Mata Nadine seketika membola. Refleks menyentuh leher dan mengira-ngira ada apa di sana."Tutupin pake foundation dan bedak tebal. Nggak mungkin kamu pake syal kan."Nadine mengangguk ragu-ragu, dan hanya bisa memandangi punggung maminya yang jalan menjauh sambil tetap tertawa kecil. Setelah menutup dan mengunci pintu, Nadine bergegas menuju meja rias.Pekikan kecilnya membangunkan Theo yang seketika langsung bangkit dan duduk di tempat tidur. P
-38-Napas Theo tersekat ketika melihat sosok Nadine yang jalan ke luar dari lorong toilet. Tatapan tajam sang istri terasa menghunjam kalbunya. Firasat buruk seketika menghantam hati, tetapi Theo tetap berusaha untuk menampilkan sikap tenang dan raut wajah santai.Kala Nadine sudah berada di hadapan, pria bertubuh tinggi itu mengulaskan senyuman yang diharapkan bisa mencairkan suasana. Akan tetapi, Nadine malah melengos dan berlalu, melenggang pergi menuju gerbang untuk naik ke terminal keberangkatan.Theo menggeleng pelan. Menarik ransel yang tadi diletakkannya di kursi tunggu, kemudian jalan cepat mengejar Nadine. Setelah melewati gerbang masuk dan menaiki eskalator, Nadine jalan mendahului dan memasuki sebuah toko di deretan kiri."Na, kita ngopi di situ aja," tunjuk Theo pada sebuah kafe di sebelah kanan."Jangan belagu deh, di situ kan mahal!" ketus Nadine yang membuat Theo terkejut.Pria itu hanya bisa pasrah sa
-39-"Kamu ... mau apa?" cicit Nadine ketika Theo mendekat sembari membuka kausnya dan melemparkan benda itu ke lantai."Menurutmu?" Theo balas bertanya sambil melepaskan sabuk. Mendudukkan diri di sebelah kiri Nadine dan menyentuh rambut sang istri yang tampak tegang."Jangan pernah ngajak aku bercinta lagi!" bentak Nadine. Perempuan itu menggeser tubuh menjauh, tetapi Theo semakin bergeser mendekati. Tak peduli Nadine memandanginya dengan tajam."Kenapa? Kita kan sudah sah menikah. Aku dan kamu menjadi satu," balas Theo sembari mengernyitkan dahi."Kamu lupa, pernikahan kita ini cuma pernikahan kontrak. Setahun langsung selesai!""Aku nggak pernah menandatangani kontrak, Na. Cuma kamu doang. Cek aja!""Pokoknya aku nggak mau terus-terusan nikah sama cowok penipu!"Theo terkesiap, memajukan tubuh dan menatap wajah Nadine lekat-lekat. "Apa maksudmu? Aku nggak ngerti.""Jangan pu
-40-Langit sudah terang saat Theo terbangun di pagi hari itu. Setelah menguap dan mengucek mata beberapa kali, pria berambut cepak itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tatapannya terhenti di sebelah kanan, di mana Nadine masih bergelung dalam selimut.Pria tersebut melebarkan senyuman, mengulurkan tangan dan merapikan rambut sang istri yang berantakan di atas bantal. Dia memandangi raut wajah cantik perempuan tersebut sambil mengucap syukur dalam hati.Kini hatinya telah mantap seiring dengan membesarnya rasa cinta untuk Nadine. Theo berjanji tidak akan menyakiti perasaan sang istri, apalagi sampai harus bercerai.Membayangkan harus berpisah membuatnya menggeleng tanpa sadar. Theo benar-benar tidak mau hal itu terjadi dan dia akan berusaha keras untuk mewujudkan rumah tangga yang harmonis, dan meyakinkan Nadine agar tetap bersamanya sampai kapan pun.Perhatian Theo teralihkan oleh getaran di ponselnya yang berada
-57- Beberapa hari kemudian. Di kediaman Theo tampak banyak pria tengah berkemas-kemas dan mengangkut berbagai perabotan ke mobil truk yang telah disewa. Mereka adalah karyawan bengkel yang sengaja diliburkan, serta beberapa sahabat Theo yang bersedia membantu. Sementara Nadine dan sahabat-sahabatnya telah lebih dulu berangkat menuju kediaman baru mereka di kawasan Kalibata. Para perempuan itu bersama ketiga calon nenek tampak sibuk mempersiapkan aneka menu makan siang buat para pria pengangkut barang. Di ruang tamu, keempat pria paruh baya tengah serius membahas perkembangan kasus mereka melawan Bisma Hartawan dan sang putra, Bagaskara Aditya Hartawan. Wajah Daniel tampak semringah karena yakin pihaknya akan menang di pertempuran kali ini, sebab pihak pengacara pihak Bisma telah menghubunginya dan meminta berdamai. Satu jam kemudian, rombongan yang dipimpin oleh Theo tiba di rumah modern mini
-56-Waktu terus berjalan, proses persidangan Bagaskara dan anak buahnya berlangsung dengan alot. Hal ini disebabkan sikap Bagaskara yang enggan untuk mengakui perbuatannya, padahal semua bukti-bukti sudah sangat memberatkan.Pihak pengacaranya pun sudah lelah untuk memperjuangkan pria bertubuh tinggi besar itu, karena sikap arogan Bagaskara yang masih memandang rendah orang lain, serta kepongahan ayahnya, Bisma Hartawan.Pria paruh baya itu sampai melakukan tindakan frontal, melaporkan Fenita dan Theo dengan tuduhan palsu. Hal itu membuat Daniel murka, demikian pula dengan Herman Kween dan Toni Liem.Malam ini, ketiga pria paruh baya itu berkumpul di ruang tamu kediaman Theo. Sedangkan istri-istri mereka duduk bersama Nadine yang tengah hamil tua di ruang tengah.Theo, Anto dan Pak Dibyo juga ikut dalam obrolan serius para pria di depan. Keenam orang tersebut membahas berbagai rencana untuk melakukan serangan balik pa
-55-Suasana kelenteng yang termasuk tertua di daerah Belitung itu tampak cukup ramai. Dua keluarga besar menghadiri acara penyematan dan pengubahan marga, hal yang sangat jarang terjadi bahkan nyaris tidak pernah dilakukan di tempat tersebut.Theo menjalankan berbagai ritual acara dengan penuh kesungguhan. Dengan didampingi oleh sang ayah dan ibu tiri di sebelah kanan, serta Herman Kween dan Ida Deswita di sebelah kiri.Nadine, Tania dan Evan berada di belakang mereka, bersama dengan Sherly dan Dessy, dua adik se-ayah Theo. Kesepuluh orang tersebut mengikuti setiap bagian acara dengan serius. Saat semuanya selesai, rombongan tersebut beserta seluruh keluarga besar yang mengikuti acara sejak awal, memasuki kendaraan masing-masing dan beriringan menuju restoran sekaligus hotel, yang telah dipesan oleh Toni Liem.Setibanya di tempat tujuan, semua penumpang turun dan memasuki restoran yang telah ditutup untuk umum selama satu ha
-54-Theo mengusap wajah dan leher Nadine dengan menggunakan waslap basah, sangat berhati-hati ketika menyentuh leher istrinya yang tampak lebam. Hal yang sama juga dilakukannya di bagian lain, hingga tubuh bagian atas Nadine akhirnya terbasuh. Dengan sabar dan telaten Theo membantu Nadine berganti pakaian.Hati Theo berkecamuk, antara ingin marah sekaligus sedih. Beberapa lebam yang menghiasi tangan dan kaki Nadine membuatnya geram. Bertambah emosi ketika Nadine akhirnya bisa menceritakan tentang peristiwa dirinya yang nyaris diperkosa oleh Bagaskara, sebelum pria itu dipukul oleh Yuri dan jatuh pingsan."Sekarang dia tidak akan bisa mengganggu lagi, Sayang," ucap Theo dengan lembut sambil menyisiri rambut panjang Nadine dengan pelan."Kenapa?" tanya Nadine dengan suara parau. Cekalan tangan Bagaskara di leher dan rahang membuatnya kesulitan untuk berbicara."Dia sudah ditangkap. Om Dibyo memastikan bahwa peng
-53-Keempat orang di ruang kerja Elsa itu tampak sangat tegang. Theo tak henti-hentinya berjalan mondar-mandir sepanjang ruangan. Sementara Elsa dan Anto menelepon ke sana kemari, mencari informasi kemungkinan tempat Nadine dibawa. Sementara Santi nyaris tak berhenti menangis sambil menyandarkan tubuh ke sofa.Ketika sosok Pak Dibyo, pengacara perusahaan tiba bersama tiga orang asistennya, mereka langsung membahas tentang kejadian penculikan Nadine. Rekaman cctv di depan gedung kantor event organizer itu sayangnya tidak bisa menangkap nomor plat kendaraan tersebut. Demikian pula dengan sosok orang yang menarik Nadine masuk ke mobil. Yang tampak hanya sosok pemilik warung dan dua orang tenaga satuan pengamanan yang berteriak sambil berusaha mengejar mobil hitam itu. Namun, sayangnya mobil itu berhasil kabur."Om belum buat laporan ke polisi, karena ingin menyelidiki hal ini terlebih dahulu," ujar Pak Dibyo, sesaat setelah mereka selesai menon
-52-Tangan Nadine bergetar hebat ketika melihat hasil alat tes kehamilan, yang baru saja digunakannya di toilet klinik praktek dokter. Bulir bening luruh dari matanya tanpa sempat ditahan lagi. Isak tangisnya terdengar hingga ke luar pintu, di mana Theo telah menunggu dengan cemas."Sayang, udah selesai?" tanya Theo sambil mengetuk pintu toilet.Saat pintu itu terbuka, pria tersebut menatap wajah sang istri yang masih menangis. Berjuta tanya muncul di dada ketika Nadine menghambur memeluk tubuh Theo dengan erat. "Gimana hasilnya?" tanya Theo, benar-benar penasaran.Nadine tidak menjawab, melainkan mengulurkan tangan dan memperlihatkan alat tes kehamilan itu ke arah Theo yang kebingungan."Ini, maksudnya apa? Aku nggak ngerti," ucap Theo sembari membolak-balikkan alat tersebut."Garis dua, Sayang," sahut Nadine."Artinya?""Positif. Aku ... hamil."Seper
-51-Hari demi hari berlalu. Theo dan Nadine kembali disibukkan dengan kegiatan masing-masing yang sangat menyita waktu. Terkadang mereka hanya bertemu dan menyempatkan untuk mengobrol ketika sarapan pagi, karena keduanya kadang pulang terlalu larut dan langsung tertidur pulas.Namun, hari ini sangat berbeda. Theo pulang lebih awal sore itu dan langsung menghias rumah. Asisten rumah tangga yang bekerja semenjak satu minggu yang lalu, tampak bingung melihat tuannya yang tengah menghias setiap pojok ruangan dengan aneka bunga segar yang harum.Perempuan berusia empat puluh lima tahun yang bernama Ani itu menyetrika sambil sesekali melirik ke arah Theo yang tampak sangat sibuk. Dalam hati dia menebak-nebak hal istimewa apa yang tengah disiapkan oleh tuannya itu."Bi, aku mau mandi dulu, nanti kalau ada yang nganterin makanan dan kue, terima aja, ya. Semuanya udah dibayar," ujar Theo sambil jalan ke belakang rumah, dan kembali lagi den
-50-Langit senja mulai meneduh. Angin berembus sepoi-sepoi menambah kesejukan udara. Dedaunan bergoyang tertiup angin, ada yang bertahan pada dahannya, ada pula yang lelah dan memilih untuk gugur ke bumi.Sepasang anak muda tengah duduk bersila di atas karpet plastik tebal yang digelar di rumput. Sementara dua orang dewasa lainnya duduk di undakan semen yang dibentuk mirip dengan kursi berkaki pendek.Dua anak muda lainnya duduk di belakang orang tua mereka sambil memegangi payung.Theo mengusap pusara yang bertuliskan nama Windarti, perempuan yang selama ini diingatnya sebagai Tante Winda, tetapi ternyata adalah ibu kandungnya. Meskipun Theo tidak pernah bertemu, tetapi dia tahu bahwa ibunya adalah perempuan yang baik dan keras hati, sifat yang diturunkan padanya.Untaian doa mengalun dari hati pria tersebut, berharap ibunya bisa melihat dirinya dari surga saat ini. Setitik bulir bening luruh dari sudut matanya
-49-Suasana di dalam ruangan itu sangat hening. Cahaya satu-satunya hanya berasal dari lampu kecil yang berada di sudut kiri. Selebihnya tampak samar-samar.Kedua orang di atas tempat tidur tidak bergerak semenjak beberapa belas menit yang lalu. Nadine masih memeluk dan mengusap rambut sang suami, yang menyandarkan kepala di dadanya. Pria itu sesekali menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Seakan-akan tengah melakukan pelepasan beban pikiran."Sekarang terjawab sudah, kenapa wajahku tidak mirip dengan ayah dan ibu," lirih Theo. "Sejak dulu aku sudah merasa diperlakukan beda. Setiap aku meminta sesuatu, ayah akan segera mengabulkannya. Beda dengan Tania dan Evan yang harus merengek lama untuk mendapatkan keinginan mereka," lanjutnya."Menurutmu, kenapa bisa begitu?" tanya Nadine."Dulu aku pikir karena anak pertama dan kesayangan semua orang. Tapi ternyata salah. Bos ayah selalu ngirim uang tiap b