"Hei gembel! Apa kau mampu melawan kami? Kau tidak tau siapa kami!"
Kedua pria itu menatap remeh Joe sambil petantang petenteng.
"Tunjukan kemampuanmu!" Pria yang dikenal dengan julukan Black karena kulitnya yang hitam mirip orang negro padahal dia asli pribumi, menggulung lengan bajunya untuk siap berduel melawan Joe.
Joe hanya menyeringai saja menghadapi dua bocah ingusan yang baru lahir kemarin sore.
Sementara Jilly sudah deg degan melihat suaminya di kelilingi dua laki laki yang bertubuh besar dan juga ahli bela diri. Salika baru saja memberi tahu kalau Black itu pemenang olimpiade Taekwondo tahun ini. Sungguh, Joe akan menjadi bulan bulanan baginya.
Karena mengetahui itu, Jilly pun memberitahu Joe untuk menghindar saja. "Joe, sebaiknya kita pergi saja. Biar nanti papaku yang akan mengurus adikku. Ayo," ajak Jilly sambil berbisik ke telinga Joe.
"Kamu pergilah, ajak Salika masuk ke dalam mobilnya," bal
Sungguh, tidak bisa dibiarkan. Joe pun mengepalkan tangan. Darahnya mendidih menggelora.Melihat Joe semakin emosi, Black pun melakukan serangan lagi. Kali ini dia menggunakan teknik tendangan Flying Eagle yang menjadi andalan seni bela diri Taekwondo. Hanya saja Joe mudah menangkap kakinya, lalu menghantamkan siku di lutut Black.BRUAK! BRUKK!Dengan sekali pukulan keras kaki Black patah."Aaaaarghhh!" Teriak Black histeris kesakitan.Joe mendekati Black yang terseok seok merangkak di tanah. Kemudian, dia mencengkram kerah baju Black."Sebaiknya kau jaga mulut sampahmu itu sebelum orang lain menyobek nyobeknya!" Kecam Joe serius. Black sampai gemetaran. Begitupun dengan rekannya dan juga Tere yang melongo mendapatkan Joe yang mengalahkan Black dengan sangat mudah tanpa keringat."What the hell? Siapa manusia sialan ini?" Ungkap Tere tercengan. Ponsel di tangannya pun terjatuh saking takjubnya
"Joe Hans."Baru saja sebuah nama terdengar sangar membelai telinga mereka. Walaupun mereka belum tau siapa Joe Hans ini. Yang hanya mereka ketahui, Joe Hans hanyalah sekurity rendahan yang bekerja di perusahaan istrinya.Namun karena seorang Joe Hans sudah membuat laki laki yang disegani di kampus ini patah kaki, jadi tidak bisa meremehkan Joe Hans sepenuhnya."Kau sudah salah besar berbuat seperti ini!" Ucap papa Tere penuh penekanan."Oh ya? Benarkah?" Sahut Joe santai. Sungguh, membuat papa Tere heran sekaligus kesal menghadapi Joe yang begitu tenang.Biasanya, jangankan menyahuti, menatap balas pandangan saja orang lain tidak akan mampu jika sudah berhadapan face to face dengan papa Tere. Tapi Joe bukan hanya menatapnya, justru Joe mampu membalas kata."Dia sudah kelewatan, pa. Papa harus memberinya pelajaran!" Seru Tere. Langsung saja papanya mengangkat tangan untuk menghentikan rengekan anakanya itu
Joe pun digiring paksa masuk ke dalam mobil. Yang kemudian diikuti juga oleh papa Tere. Sepertinya dia terpancing perkataan Joe.Tere dan yang lainnya tersenyum puas sambil mengibas tangan. Seolah mereka habis menyelesaikan sesuatu. Dia sudah yakin sekali kalau papanya akan membuat Joe tidak akan berani lagi menatap matanya secara langsung atau bahkan Joe akan merangkak di depannya.Haha! Rasakanlah kau pemuda kampung! umpat Tere dalam hati, sambil mengarahkan pandangan sinis ke mobil papanya. Kemudian, dia memalingkan pandangannya ke Salika dan juga Jilly yang wajahnya sudah semakin pucat lantaran terpojokan."Hei! Sini kau!"Tere menjambak rambut Salika dan menariknya lalu menghempaskannya sampai jatuh ke tanah. Semua orang tertawa tergelak. Sebagian yang lain terpingkal pingkal melihat badut mainan Tere."Super heromu sudah mati! Sekarang giliranmu!" Seru Tere menatap marah Salika.Jilly yang sedang menggendo
"Dasar gembel kaktus!"Sorot mata itu begitu menghina. Rosita Miller memperhatikan penampilan Joe dari atas sampai bawah, sambil mengipasi dirinya dengan kipas kecil. Dan kemudian, pandangannya beralih menatap Pevita."Oh, jadi sudah punya kekasih baru?" Rosita memandang sinis Pevita.Sementara Pevita yang tidak tahu apa apa, dia bingung sendiri."Siapa mereka Joe?" Bisik Pevita."Mantan keluarga istriku," sahut Joe pelan."Hei wanita! Sebaiknya kau berhati hati dengan laki laki busuk ini. Dia mantan napi!" Seru Salika. Dan kemudian anggota keluarga Miller menyeringai sinis."Bukan itu saja, Joe, dia ini mantan suami anakku, Jilly. Laki laki ini hanya ingin menumpang hidup dengan keluarga kami. Sebaiknya segera kau menjauh darinya dari pada kau akan menjadi korban selanjutnya," ujar Rosita tajam.Habis sudah Joe dibully keluarga Jilly. Hanya saja Joe berusaha sabar dan tidak mengh
Kemudian, Rayzen pun menyalami Pevita. "Apa kabar Pevita Larasati?" Sapa Rayzen menatap Pevita dingin.Tidak langsung Pevita membalas julurannya. Begitu Joe menganguk, barulah Pevita menerima juluran tangan Rayzen. Itu pun sampai gemetar dirinya."Tuan Rayzen kenal siapa wanita ini?" Tanya Rosita Miller penasaran."Tentu saja. Siapa yang tidak kenal dengan Pevita Larasati yang cantik dan juga anak konglomerat ternama di kota ini, putri kesayangan tuan Jeriko Putra Atmaja." Pada saat mengatakan ini, pria gendut dengan penampilan nyientrik ini membuka senyum lebar pada Pevita lalu mengedarkannya ke semua orang. "Bukan begitu, Pevita Larasati Atmaja?"JRENG!Sontak semua orang nanar, termasuk Joe, yang tidak mengetahui kalau ternyata Pevita merupakan anak dari seorang pengusaha yang saat ini meresmikan perusahaannya.Benarkah? Kenapa Caeasar tidak memberitahuku kalau Pevita putri Jeriko? Umm ... pantas saja d
"Pevita."Jeriko menghampiri putrinya yang telah lama pergi dengan mata berkaca kaca. Dia membelai rambut Pevita dengan penuh kasih sayang. Nampak sekali kalau Jeriko merupakan ayah yang peduli pada anaknya."Tiga bulan tanpa kabar, papa sampai mencarimu kemana mana. Apa yang terjadi sayang?" Tanya Jeriko penuh perhatian.Pevita melirik Rayzen, tipis. Hanya saja bibirnya berat untuk mengutarakan isi hati. Dia memilih memendamnya sendiri."Tidak ada pa. Aku hanya mencari ketenangan. Maafkan aku sudah membuat papa khawatir," sahutnya dengan memaksa senyum.Sangat dalam Jeriko memandangi wajah putrinya. "Kamu yakin baik baik saja? Tidak ada yang mengganggumu di luar sana?" Jeriko memastikan.Pevita pun tersenyum tipis. "Tidak ada pa. Papa jangan khawatirkan aku dengan berlebihan seperti itu."Hati Jeriko pun senang. Dan kemudian bola matanya memutar, mengarah pada Joe. "Siapa pemuda ini? Apa dia
Di sini Pevita diam. Memang benar. Dia baru beberapa hari mengenal Joe.Sementara Joe hanya diam saja. Tidak membantah atau membela dirinya satu katapun. Joe memang menunggu momen ini. Karena dengan begitu. Tentu saja selanjutnya papa Pevita akan menyuruh orang untuk mengusirnya. Lalu, Rayzen yang akan mengambil alih untuk membawa Joe. Itu memang rencananya. Walaupun bukan rencana awal yang sudah dia susun. Tapi, Joe memposisikannya sesuai keadaan. Alias, Joe melancarkan rencana B.Benar saja, tidak lama kemudian Jeriko menyuruh pengawal pribadi untuk membawa Joe pergi dari tempat ini."Sebentar tuan Jeriko. Bagaimana kalau pemuda ini aku yang urus," ujar Rayzen.Sepertinya ini akan menarik sekali, gumam Joe dalam hati. Apa yang dia inginkan terjadi."Oh, jangan tuan Rayzen. Aku tidak mau anda mengotori tangan anda untuk pemuda busuk ini. Biar anak buahku saja yang mengurusnya," balas Jeriko.Rayzen pun te
"Aku memang tidak kenal siapa kau, tapi, aku cukup mengagumi ketenanganmu. Sepertinya kau tidak takut mati, anak muda."Rayzen berbicara seolah dia sedang berceramah. Dia sangat cocok menjadi motivator sepertinya, pikir Joe."Aku baru melihatmu di kota ini, apa kau pendatang baru?" Tanya Rayzen."Pentingkah itu untukmu," balas Joe santai.Sungguh, membuat Rayzen keki. Kemudian, dia memberikan satu instruksi pada anak buahnya yang bediri di sebelah kanan Joe.Akibatnya, satu pukulan mendarat di wajah Joe."Auhh! Sakit. Pasti itu sangat menyakitkan," ejek Rayzen."Cuih!" Joe meludah. Air liurnya sudah bercampur darah."Lemah sekali pukulanmu. Apa tidak bisakah kau memukulku lebih keras," tantang Joe. Sungguh, membuat pria bermata coklat itu naik pitam."Keparat!"BUK!BUK!BAK!"Hentikan!" Teriak Rayzen s
“Tidak ada yang serius, pa,” sahut Joe sambil mengurai senyum. Kemudian, dia meletakan ponselnya di atas meja. Namun tidak lama setelah itu, pesan kedua dari pengirim tidak dikenal mengisi halaman notifikasi.Joe penasaran ingin membukanya. Tapi prof Ferguso langsung menegur,”sebaiknya kau kesampingkan dulu urusan kerjaanmu. Kita di sini untuk happy.”Dan Joe pun tersenyum. Dia sependapat dengan saran ayah angkatnya.Mereka semua bersulang minum untuk merayakan hari kebahagian ini. Nampak sekali wajah-wajah ceria penuh kesenangan terpancarkan dari semua orang yang ada di sini. Tidak terkecuali keluarga Miller yang sudah berangsur-angsur berkurang rasa bersalahnya terhadap Joe. Apalagi Joe sudah melupakannya.Tidak lama acara makan dan minum selesai, Joe meminta ijin untuk meninggalkan meja makan sejenak. Dia ingin bersantai di balkon dengan puterinya. Prof Ferguso mengijinkan.Pergilah Joe menuju tempat santai yang dari situ bisa melihat seluruh lampu yang menerangi kota ini. Sangat i
Setengah jam yang lalu pesta berakhir. Namun prof Ferguso masih belum ingin mengakhiri kerinduannya dengan Joe begitu saja. Dia mengundang Jeriko dan keluarga Miller untuk bergabung dengan pesta kecil miliknya. Ya anggap saja untuk merayakan kembalinya puteri semata wayang Joe yang hilang. Dan sekarang mereka semua sudah berada di ruangan khusus milik prof Ferguso. Mereka duduk di meja panjang dengan hidangan yang tidak kalah istimewa dengan yang di bawah tadi. Suasana sekarang tentu saja berbeda dari sebelumnya. Mereka sudah tidak bisa lagi memandang Joe sebelah mata walaupun dengan penampilannya yang buruk. Bahkan sekarang membuat wanita-wanita cantik dari keluarga Miller tidak berani menengadahkan wajahnya untuk menatap Joe secara langsung. Semua tertunduk malu atas sikap mereka selama ini terhadap Joe. Pun juga Jeriko yang mendadak bingung harus bersikap seperti apa di depan pemuda yang penah dia hina dan remehkan. Di sini dia baru sadar, kalau pantas saja Joe memiliki ilmu bel
Cerita ini bermula ketika Aland Miller mengalami masalah dengan anak perusahaan prof Ferguso yang berada di negeri Asal. Prof Ferguso begitu marah ketika ada orang yang berkeinginan untuk menikungnya dari belakang. Dan setelah diusut, nama Aland Miller keluar sebagai target utama.Aland Miller ditangkap anak buah prof Ferguso dan hampir mati disiksa. Namun di sini prof Ferguso masih punya hati dan ingin memaafkannya. Tapi tentu saja dengan syarat."Perbuatanmu sudah tidak bisa dimaafkan. Tapi, aku masih bisa mengampunimu kalau kau mau bekerja-sama denganku," kata prof Ferguso pada Aland Miller yang wajahnya sudah penuh luka dan darah dengan kedua tangan terikat menggantung juga tanpa pakaian kecuali selembar celana dalam."Apa kau mau menerima tawaranku?" tanya prof Ferguso, yang mau tidak mau dijawab iya oleh Aland Miller atau dia akan mati."Bagus." Prof Ferguso menepuk pipi Aland Miller. "Saat ini, ada putraku yang sedang mengemban tugas di negeri ini. Mungkin statusnya akan diraha
"Papa! Apa-apaan ini! Jangan mempermalukan diri kamu di depan banyak orang! Kamu tidak pantas memberi hormat sama pemuda kampung seperti dia!" Jangankan Rosita atau semua orang yang ada di sini, bahkan Joe sendiri pun bingung kenapa Aland Miller bisa seperti itu terhadap dirinya?Apa prof Ferguso sudah memberi tahu siapa aku sebenarnya? Dan tiba-tiba saja ... Plak! Aland Miller menampar istrinya dengan keras di depan banyak orang. "Kau tidak pantas berbicara kasar pada tuan Joe Hans, putra semata wayang prof Ferguso yang juga merupakan pangeran negeri Menara!" bentaknya, yang langsung membuat semua orang tercengang, sementara Rosita menahan sakit dan juga malu yang luar biasa. "Apa! Tidak mungkin!" Sontak semua orang kaget. "Mustahil! Tidak mungkin!" Salika masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan papanya. "Pa, jangan membodohi kami!" "Maafkan keluargaku prof Ferguso. Memang mereka tidak pernah tau siapa tuan Joe Hans. Karena sejak anda menugaskanku menjadi agent, aku tida
"Hei penjaga! Apa kerja kalian sampai membiarkan orang gila masuk ke acara besar seperti ini!" Seru salah seorang tamu undangan prof Ferguso, sebut saja dia Kenan. Dia baru saja berhasil meyakinkan prof Ferguso untuk menjadi donatur di perusahaannya. "Sudah gila! cepat usir dia!" ucap Matias, CEO perusahaan otomotif terbesar di negeri Menara. Dia juga baru mengajukan proposal kerja sama dengan prof Ferguso untuk mengekspand usahanya. Namun prof Ferguso masih mempertimbangkannya, kemungkinan setelah acara ini dia akan memutuskan untuk mengambil atau melepasnya. Gegas beberapa penjaga menghampiri kerumunan, mereka nanar mendapatkan pemuda dengan pakaian kusuh berada di tengah-tengah acara penting. Wajah mereka pun berubah kencang. Bahkan laki-laki ini tidak pantas untuk sekadar menjadi tukang bersih-bersih di Castile ini, pikir mereka. "Apa yang kau kerjakan sampai bisa meloloskan orang gila ini, hah!" Hardik William, kolega Ferguso, berbicara pada penjaga itu. Seketika orang jadi
"Sudah seharusnya anda mengenakan pakaian kebesaran, master Joe."Ceasar memberikan satu setel jubah terbaik yang dimiliki seorang kstria hebat di negeri Menara. Tidak sembarang orang yang bisa mengenakannya. Itu bagaikan pakaian raja yang tidak mungkin dikenakan rakyat biasa. Joe sudah menerima, namun dia belum mengenakannya. "Apa tidak berlebihan sampai aku mengenakan jubah kebesaran ini?""Justru ayah ingin mengenalkan pada semua orang yang ada di bawah sana siapa putra terbaik ayah yang pantas menggantikan posisi ayah nanti. Dan orang itu adalah kamu. Kamu lah pewaris yang tepat untuk menggantikan posisi ayah kemudian," ujar prof Ferguso. Dengan begitu, tidak ada alasan lagi untuk Joe menolaknya. Kemudian, dia mengganti baju yang kusam dengan jubah yang mewah. Sejurus kemudian, Joe sudah siap dengan penampilan barunya. Sementara itu dibawah sana Rosita dan dua putrinya sedang sibuk membantu kapten Frans untuk mencari Joe yang dianggap penyusup. Mereka sudah mencari sampai kesel
Rasanya tidak ada salahnya untuk mengikuti saran dari wanita-wanita cantik ini. Kapten Frans pun mengajak Rosita dan kedua putrinya masuk ke dalam ruangan monitoring CCTV yang dijaga langsung oleh anak buahnya. Di dalam ruangan itu ada empat petugas berseragam yang sedang serius bekerja, memperhatikan satu persatu layar monitor dari tembakan CCTV dari segala penjuru. "Silakan duduk," titah kapten Frans kepada Rosita, Salika dan Felicia. Dan kemudian dia berbicara pada salah seorang petugas pengendali monitor. "Bisa kau putarkan rekaman yang ada di lorong xx pada empat puluh lima menit yang lalu," pinta kapten Frans. Dengan sigap, petugas itu langsung mengikuti perintahnya. Dan sejurus kemudian, tayangan yang diminta Rosita sudah nampak di depan mata. Semua orang tertitik pada seorang pemuda yang sedang berjalan cepat menyusuri lorong xx sebelum bertemu dengan Salika dan Felicia. Penampilan yang hanya mengenakan kaos yang kusam menjadi perhatian kapten Frans dan yang lainnya. Saya
Kedua putri Miller secara kebetulan bertemu dengan induknya. Mereka saling pandang heran karena mendapatkan diri masing-masing sedang berada di tempat yang sama, pos utama penjaga. "Mama, sedang apa di sini?" Yang bertanya dengan wajah bingung ini adalah Salika. Tanpa sadar, dia masih memegang sebatang rokok yang nyaris habis. Begitu bola mata Rosita berputar pada benda yang dipegang putrinya, barulah Salika membuang puntung rokok itu. "Hanya sebatang. Tidak perlu diperpanjang," katanya. Beruntung ada hal lain yang mendominasi perasaan marah Rosita dibanding melihat putrinya merokok. Dan Rosita pun mengabaikannya. "Sedang apa kalian di sini?" Dia berbalik tanya pada kedua putrinya. "Baru saja kami melihat si gembel Joe dengan penampilan compang-camping masuk ke sini, ma. Aku rasa dia sudah menyusup. Aku khawatir dia akan membuat kericuhan di sini," ujar Felicia. Berkerutlah dahi Rosita saking kagetnya karena alasan dia ke tempat penjagaan utama serupa dengan kedua putrinya. "Kal
"Dasar gembel! Kau tau, negeri ini tidak pantas untuk laki-laki sampah sepertimu!" hardik Felicia. Joe yang berpisah dengan Ceasar nampaknya salah mengambil jalan. Tadinya, Joe ingin menemui prof Ferguso di tempat khusus untuk menghindari keramaian. Dan Joe mengambil arah selatan dari Castile ini untuk segera sampai ke ruangan itu. Sialnya, dia bertemu dengan dua kakak beradik yang menjadi musuhnya. Habislah Joe menjadi bulan-bulanan mereka. "Kau itu seperti hantu gentayangan, apa kau tau! Kau sengaja ingin terus mengikuti kami, hah!"Joe yang sudah malas meladeni dua wanita judes ini hanya menyeringai saja. "Aku tidak ada urusan dengan kalian," ujar Joe dingin. Dia ingin beranjak namun kerah bajunya ditarik Salika hingga robek. Sungguh, kejadian ini membuat Joe emosi. Namun justru itu menjadikan kakak beradik itu tergelak puas. "Haha! Dasar gembel! Bajumu sudah terlalu usang. Kenapa tidak kau jadikan lap lantai saja!"Dari kejauhan Joe melihat Ceasar sudah memberi arahan agar dia