Zayver kembali mencengkram erat leher Arsana, kali ini Zayver benar-benar menggunakan sedikit kekuatannya. Mata Arsana membulat, di saat tenggorokan nya mulai terasa sesak. Dengan mata nyalang, Zayver menatap Arsana, wajahnya merah padam menahan amarah. Arsana berusaha mendorong tangan Zayver di lehernya. Mata Arsana mulai berair, tanpa berniat untuk melawan Zayver. Arsana bisa saja menendang kakinya, agar tangan Zayver di lehernya bisa terlepas. Namun, Arsana sama sekali tidak melakukan perlawanan terhadap Zayver. Arsana terlihat seperti gadis lemah tak berdaya di hadapan Zayver. “Z-Zayver…. Lepas!” Zayver masih saja mencekik leher Arsana, sampai di detik-detik terakhir Zayver melepaskannya dengan kasar. Arsana menghirup nafasnya dalam-dalam, sampai terbatuk-batuk. Belum juga selesai Arsana mengatur pernapasannya Zayver kembali menjambak rambut Arsana dan memberikan tamparan keras padanya. Di saat Zayver sedang melepaskan kancing bajunya, Arsana mencoba bicara. “Zayver, b
Senyum licik Zayver muncul di wajahnya saat melihat Arsana terdiam, sebelum dia mencuri sebuah kecupan ringan di leher Arsana."Aku akan mengajarimu cara mengedit gambar yang benar," ujarnya dengan suara rendah yang penuh janji.Arsana merasa lega, dalam hatinya bahwa Zayver tidak sempat melihat tampilan layar sebelumnya.Dia mulai memusatkan perhatiannya pada layar monitor, menyerap setiap kata dan gerakan saat Zayver menunjukkan cara mengedit gambar dengan benar.Energi antara mereka berdua berdenyut, mirip dengan sepasang kekasih yang tenggelam dalam cinta satu sama lain.Zayver tampak sangat menikmati saat mengajari Arsana, menjelaskan dengan serius bagaimana membuat gambar menjadi lebih menarik."Sekarang giliranmu," Zayver memberi instruksi, memberikan kesempatan kepada Arsana untuk menerapkan apa yang baru saja diajarkan.Arsana meraih mouse dengan ragu, tangan gemetar sedikit sebelum dia sempat menggerakkannya. Dia berhenti, memutuskan untuk berbicara."Zayver, mungkin sebaikn
Arsana melihat sekeliling kamar dengan kebingungan. Ternyata, dia berada di kamar yang bukan miliknya. Zayver ternyata membawanya ke kamarnya sendiri."Zayver, mengapa kamu membawa aku ke sini?" tanya Arsana dengan suara terkejut.Arsana merasa kebingungan. Biasanya Zayver tidak pernah membawa dia ke kamarnya. Apa yang sedang terjadi dengannya?"Kita harus melakukan apa yang seharusnya dilakukan sepasang suami–istri." jawab Zayver."Apa kamu sudah tidak waras? Kita hampir setiap hari melakukannya, ini sangat merugikan," keluh Arsana dengan nada kesal.Zayver menatap Arsana dengan tajam dan berkata, "Apa maksudmu? Jadi, kamu ingin aku membayar untuk itu?” Arsana terdiam sejenak, terkejut dengan pernyataan Zayver. Dia tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. "Ya, kamu harus membayar aku mulai sekarang! Aku tidak ingin dirugikan. lagi pula, utang Wijaya kepadamu seharusnya sudah lunas sejak kamu merenggutnya pada malam pertama.” tegas Arsana, menatap Zayver dengan tatapan seakan ti
Sebuah ciuman yang tiba-tiba mendarat di bibir Zayver, membuat Arsana terkejut dengan ulahnya sendiri, sampai menutupi bibirnya yang mencium Zayver sekilas. Arsana melirik ke arah Zayver, yang matanya masih tertutup rapat. Napasnya terhenti sejenak, merasa lega bahwa dia berhasil mencuri ciuman tanpa Zayver sadar.Arsana, dengan rasa penyesalan yang mendalam, bergumam pelan. Dia merasa bodoh karena apa yang baru saja dia lakukan. Dia membalikkan badannya, membelakangi Zayver, berusaha melupakan apa yang baru saja terjadi.Namun, dibalik mata yang terpejam, Zayver tersenyum tipis. Dia mendengar gumaman Arsana yang tidak jelas, dan dia tahu bahwa Arsana sedang menyesali perbuatannya. Senyumnya makin lebar, mengetahui apa yang baru saja terjadi.****Pagi yang cerah, sinar matahari menerobos masuk ke dalam ruangan rumah sakit tempat Arsana masih terlelap dalam tidurnya. Tak lama kemudian, Arsana terjaga, mengusap sebelah matanya yang masih berair, dan menoleh ke sisi tempat tidur yang k
Arsana memasuki ruangan VIP, di mana di dalamnya begitu mewah dengan keindahan lampu yang menghiasi ruangan tersebut. Bahkan di dalam ruangan karaoke terdapat layar yang besar dan meja biliar beserta tiang khusus penari striptis di sudut ruangan.Para wanita berjajar dengan rapi, berdiri di hadapan para lelaki hidung belang yang akan memilih mereka.Ini bukan yang pertama kalinya Arsana melakukan tugas di klub malam. Namun, baru kali ini dia cukup gelisah.Arsana takut bertemu Zayver di klubnya, walaupun itu tidak akan mungkin terjadi karena dia menggunakan topeng untuk menutupi setengah wajahnya.Tetapi untuk apa merasa takut?Bukankah ini bagus baginya, agar Zayver tidak menyukainya dan menceraikannya dengan cepat tanpa harus membayar Zayver dengan harga yang sangat mahal hanya karena meminta cerai darinya.Arsana melihat ke arah lima orang yang sudah Arsana tandai wajah-wajah mereka sebagai target dalam misinya.Mereka menatap setiap lekukan tubuh Arsana dari ujung rambut sampai uj
Arsana berdiri tepat di samping Zayver yang saat ini meletakkan kedua kakinya di atas meja.Zayver menoleh ke arah Arsana yang berdiri dengan detak jantung yang sangat cepat. Pikirannya terus bertanya-tanya apakah dia telah ketahuan.Zayver berdiri di hadapan Arsana yang sedikit menundukkan kepalanya."Apa kamu tahu berapa harga minuman itu?" tanya Zayver dengan nada yang sangat lembut.Arsana terkejut mendengar suara Zayver yang sangat berbeda. Biasanya Zayver akan bicara dengan suara yang terdengar keras padanya, tetapi kali ini sangat berbeda. Bahkan suara yang keluar dari mulut Zayver saat ini membuat Arsana merasa takut. Namun, Arsana mencoba tetap tenang.Arsana menggelengkan kepala, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dan tetap menundukkan kepala sampai Zayver mengangkat dagunya. Mata mereka saling menatap dengan tangan Zayver yang mulai meraba bibir tipis Arsana yang terlihat menggoda."mengapa wajahmu berkeringat? Apakah AC di sini kurang dingin?" Zayver mengelus pelipis Arsa
Suasana di dalam ruangan itu terasa berbeda dengan pandangan mata mereka yang saling bertautan. Arsana hanya bisa menatap Zayver tanpa mengucapkan sepatah kata pun setelah Zayver mengungkapkan hal tersebut. Tarikan di tengkuk lehernya membuat Arsana tertarik ke arah Zayver, dan pada saat itu, ciuman lembut menyentuh bibirnya dengan penuh kehati-hatian. Arsana terpaku dalam ciuman yang begitu berbeda dari biasanya. Biasanya Zayver menciumnya dengan kasar dan merengkuhnya dengan erat. Namun kali ini, Zayver melakukannya dengan penuh perasaan dan kehati-hatian, seolah-olah ingin menjaga Arsana dari rasa sakit. Zayver memperlakukan wanita yang bernama Arsa dengan begitu baik, namun perlakuan lembut itu tidak akan terjadi ketika wanita itu melepas topengnya. Arsana yang sejak tadi diam tanpa merespons ciuman, kini merasakan sentuhan lembut di punggungnya. Suasana di dalam ruangan makin memanas saat Arsana membalas ciuman Zayver dengan makin intens. Zayver mulai menjelajahi leher jenj
Alex dengan beraninya mencolek dagu Arsana yang sedang cemberut."Kau hanya perlu makan siang denganku sebagai ganti ruginya," ujar Alex.Arsana sedikit terkejut dengan tangan Alex yang berani menyentuhnya. Untuk sesaat Arsana terdiam, lagi-lagi dia mendapatkan ajakan makan siang."Oke, baiklah! Kita akan makan siang bersama. Sekali lagi aku minta maaf, dan kapan rencana makan siang itu?" tanya Arsana."Tentu saja hari ini!" jawab Alex.Arsana menggigit bibir bawahnya, dengan terpaksa dia menganggukkan kepalanya, menyetujui ajakan Alex dengan mata yang mengantuk.****Di dalam klub malam, Arsana mencoba melancarkan aksinya untuk mencari informasi tentang keberadaan markas mereka. Di markas tersebut, orang-orang yang terlibat dalam perdagangan manusia menyimpan orang-orang yang mereka culik dan tahanan di dalamnya.Mereka biasanya menculik para gadis yang masih berumur belasan tahun dan tentunya masih perawan, atau anak-anak yang berumur antara 7 hingga 12 tahun. Mereka akan menjual ga
Arsana selesai mengemasi semua pakaiannya dengan hati yang berat. Setiap pakaian yang dilipatnya terasa seperti menambah beban di dadanya. Setelah semuanya dimasukkan ke dalam koper, dia menghela nafas panjang, mencoba menguatkan diri. Dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi nomor Zayver, namun sayangnya ponselnya tidak aktif. Kegelisahan menyelimuti hatinya. Arsana merasa bingung dengan kepergian Zayver yang tiba-tiba dan juga dengan hilangnya pengawalan anak buah Zayver yang biasa menjaganya. Seakan-akan Zayver telah menarik semua penjagaannya, meninggalkannya sendirian di rumah.Merasa hampa dan kesepian, Arsana mencoba mengirim pesan kepada kedua sahabatnya, Leana dan Zahra, bahwa dia akan meninggalkan Papua lebih dahulu. Kata-kata yang dituliskannya terkesan datar, mencerminkan kebingungannya. Dia menatap layar ponselnya sejenak, berharap ada keajaiban yang akan terjadi, namun kenyataan tetap saja menyakitkan. Setelah semua persiapannya selesai, Arsana segera menuju band
Setelah memarkir mobilnya, Arsana masuk ke dalam mall dan berputar-putar untuk mengetahui siapa yang membuntutinya. Dari kaca toko yang dilewatinya, Arsana melihat dua orang pria mengikuti dari kejauhan. Arsana segera merencanakan langkah berikutnya.Dengan cepat, Arsana memasuki sebuah toko pakaian dan menghilang di antara rak-rak baju. Dia memilih beberapa pakaian, berpura-pura mencoba beberapa di antaranya di ruang ganti. Di dalam ruang ganti, Arsana mengamati dua pria itu dari cermin kecil yang dipasangnya di sudut ruangan. Pria-pria itu tampak kebingungan mencari Arsana.Setelah beberapa saat, Arsana melihat celah untuk keluar dari toko tanpa terlihat. Dia menyelinap keluar dan dengan cepat menuju pintu belakang mall. Begitu berada di luar, Arsana dikejutkan oleh dua orang yang tiba-tiba mencegatnya."Nona Arsana, ini kami," ucap salah satu pria yang tak dikenali Arsana."Siapa kalian? Kenapa mengikutiku?" tanya Arsana dengan tegas."Aku anak buah Zayver yang diperintahkan Matteo
Saat sampai di rumah, Arsana mendapati Matteo, Kris, serta kedua temannya, Leana dan Zahra, sudah menunggunya. Leana dan Zahra langsung memeluk Arsana, mencoba menenangkannya."Arsana, kami di sini untukmu," kata Leana dengan suara lembut."Kami tahu ini berat," tambah Zahra sambil mengusap punggung Arsana.Arsana menarik napas panjang, lalu melepaskan pelukan mereka. Ia menatap Matteo dan Kris dengan mata penuh pertanyaan. "Aku harus tahu. Apakah Zayver benar-benar terlibat dalam kasus ilegal ini?"Matteo mengangguk pelan. "Ya, kita memang terlibat, tetapi bukan dalam barang ilegal seperti narkoba. Kami berempat terlibat dalam perdagangan senjata ilegal, bahkan kami baru saja membangun sebuah tempat gudang penyimpanan dan juga tempat pembuatannya disini untuk cabang baru."Arsana di buat terkejut. "Senjata ilegal? Bagaimana bisa?"Matteo melanjutkan, "Sejak dulu, Zayver adalah seorang Mafia dengan koneksi yang cukup luas, sebelum menjadi CEO di perusahaannya sekarang. Namun, dia tida
Keesokan harinya, Zayver berpamitan pada Arsana untuk pergi bekerja. Begitu juga dengan Arsana yang meminta izin pada Zayver untuk pergi ke studionya.Setelah mendapatkan izin, Arsana segera mengemudikan mobil miliknya. Namun, dalam perjalanan, Arsana mengambil arah lain, bukan ke tempat studionya. Dia menuju sebuah bangunan untuk bertemu dengan rekan tim agennya. Mereka telah mendapatkan informasi dari salah satu rekannya yang berhasil masuk ke dalam bangunan tersebut dan mengaku sebagai pekerja, bahwa bangunan itu digunakan untuk memproduksi barang ilegal dan obat-obatan terlarang. Selain itu, di dalam bangunan besar tersebut juga terdapat banyak gudang penyimpanan persenjataan ilegal yang baru saja tiba.Sebelum sampai ke tempat tujuan, Arsana menyimpan mobilnya di sekolah lamanya, di mana dia biasanya mengajar sebagai guru relawan. Namun, setelah insiden kebakaran villa yang membuatnya kehilangan anak pertamanya, Arsana berhenti mengajar.Arsana segera berjalan mendekati sebuah mo
Alex belum juga menjawab, Zayver telah memutuskan teleponnya, menyimpannya begitu saja. Zayver memandang ke arah wajah Arsana yang sedang terlelap tidur. Dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Alex, sehingga memilih untuk tidur kembali dan membawa Arsana kedalam pelukannya. ****Keesokan harinya, Arsana tidak dapat pergi kemanapun karena Zayver ada di rumah. Dia hanya duduk di ayunan taman belakang sambil menunggu kedatangan Zayver yang sedang mengambil minuman untuk mereka berdua.Zayver yang ingin kembali menemui Arsana di halaman belakang, tiba-tiba melihat kedatangan Alex, Matteo, dan Kris. Entah apa yang mengundang kedatangan mereka tiba-tiba, tanpa menghubungi Zayver terlebih dahulu.Zayver mengerutkan kening, merasa ada yang tidak beres. Dia berjalan mendekati mereka dengan langkah cepat. “Apa yang kalian lakukan disini?” tanyanya dengan nada tegas, seakan tidak suka dengan kehadiran mereka.Alex tersenyum tipis. "Tentu saja untuk bertemu istrimu,” jawabnya."Ck!” Zayve
Setelah pertemuan selesai, Arsana keluar dari ruangan dengan langkah tegap. Dia tahu bahwa kegagalan bukanlah salah timnya melainkan dirinya sendiri yang terlalu fokus pada kehidupan pribadinya. Namun kali ini, Arsana akan berusaha untuk mulai fokus kembali pada misinya yang belum selesai sebelum dia mengundurkan diri dari pekerjaannya.Dengan langkah cepat, Arsana memasuki sebuah taksi untuk menuju studio.Arsana berhenti tak jauh dari studio foto miliknya yang sudah lama tidak dikunjunginya. Namun, ketika dia melangkah lebih dalam, hatinya sedikit terkejut melihat apa yang ada di hadapannya. Studio itu berantakan. Semua barang yang ada di dalamnya berserakan tak karuan. Dengan langkah cepat, Arsana berjalan menuju meja kerjanya, tempat di mana komputer yang biasa digunakan untuk mencetak foto seharusnya berada. Namun, yang dia temukan hanyalah ruang kosong. Komputer dan mesin cetak lainnya hilang begitu saja.Arsana berdiri terpaku sejenak, mencoba memahami apa yang terjadi. "Ini pa
Setelah mendapatkan izin dari Arsana, Zayver segera pergi dari rumah sakit menuju tempat eksekusi.Anak buah Zayver telah kembali dengan Wijaya beserta anak istrinya. Mereka terikat dan terlihat ketakutan. Dengan kasar, anak buah Zayver mendorongnya masuk ke ruangan gelap itu dan menjatuhkannya di hadapan Zayver. Wijaya berusaha berdiri namun dengan cepat didorong kembali ke lantai.Zayver menatapnya dengan tatapan dingin. "Kenapa kau melakukan ini, Wijaya? Apa kau sudah bosan hidup?" tanyanya dengan suara yang tenang namun penuh ancaman.Wijaya tertawa kecil, meskipun ada ketakutan di matanya. Namun, dia terlalu percaya diri dan mengira bahwa Zayver tidak mungkin melakukan hal kejam padanya. "Kau tidak akan pernah mengerti, Zayver. Arsana tidak seharusnya ada di hidupmu. Dia hanya pengganti sementara. Arsina adalah yang seharusnya menjadi istrimu." Zayver menatap tajam Wijaya, seakan tidak ada ampun lagi baginya."Kau telah berani menipuku sejak awal, dan sekarang kau melakukan ke
Saat di dalam kamar, Arsana mencoba menghubungi Zayver untuk menceritakan tentang Wijaya. Perasaannya mendadak tidak karuan setelah mendapatkan telepon dari ayahnya. Namun, Zayver tidak mengangkat telepon dari Arsana karena dia sedang sibuk dengan urusan bisnis di kantornya, membahas rencana ekspansi perusahaan dengan beberapa klien penting. Dia tidak terlalu fokus pada ponselnya yang bergetar di atas meja kerjanya sementara dia berada di sofa.Arsana menghela nafas pasrah, dia akan menceritakannya saat Zayver pulang nanti, lalu meraih sebuah buku. Namun, buku di tangannya jatuh ke lantai dan tiba-tiba dia mendengar suara tembakan dan suara langkah kaki berat mendekati kamarnya.Pintu kamar Arsana didobrak dengan keras. Beberapa pria bersenjata masuk dengan penutup wajah.Orang-orang itu mencoba menarik tangan Arsana dan ingin membawanya pergi, Arsana melawan dengan sekuat tenaga, memukul salah satu pria dengan vas bunga, membuatnya terhuyung ke belakang.Namun, jumlah mereka ada li
Arsana menghentikan pergerakan Zayver yang ingin melepas semua pakaian yang menempel pada tubuhnya.“Zayver, apa yang kamu lakukan?” tanya Arsana dengan nafas terengah-engah.“Aku menginginkanmu, Arsana.”“Tapi, aku—” belum selesai Arsana berbicara, Zayver sudah menyela.“Aku sudah berkonsultasi dengan Zahra tentang ini. Dia hanya melarangku bersikap terlalu kejam. Itu tidak akan terjadi lagi, aku tidak akan menyakitimu seperti sebelumnya.” Suara Zayver terdengar pelan di akhir perkataannya, membuat Arsana tak berani melarangnya.Arsana mengangguk, membiarkan Zayver menyalurkan keinginannya. Zayver menatapnya dengan penuh kasih, matanya lembut dan mengerti. Perlahan-lahan, Zayver mulai mengecup bibir Arsana, membelainya dengan kelembutan yang membuat Arsana merasa aman dan dicintai. Tangannya yang hangat menjelajahi tubuh Arsana dengan sentuhan penuh kasih sayang, membangkitkan gairah yang sudah lama terpendam."Zayver, aku...," desah Arsana, matanya memandang Zayver dengan rasa cinta