Kabar rencana pernikahan itu telah sampai di telinga keluarga Ale, Vella serta Darius. Tentu saja kabar tersebut mengundang amarah Ale. Ia berencana menemui Gea dan menanyakan kebenaran kabar tersebut.
"Ale, kamu mau kemana?" tanya Vella.
"Bukan urusanmu!" seru Ale meraih kontak mobilnya.
Ia mengendarai mobilnya dengan laju kecepatan tinggi. Amarahnya sudah tak terkendali lagi. Wanita yang dicintainya akan menikah dengan pria lain.
Sesampainya di rumah Gea, Ale berteriak memanggil Gea. Bahkan sampai menggedor pintu supaya Gea cepat keluar dan menemuinya.
"Ge, buka Ge!"
"Gea, kita harus bicara!" teriak Ale.
Dibukalah pintu itu,
"Kak Ale, haruskah pakai teriak-teriak seperti
Pernikahan itu tetap berlanjut. Ale juga menghadiri pernikahan itu dengan lukanya. Tuan Nathan dan Gea kini resmi menjadi suami istri yang sah. Merelakan seseorang yang dicintainya menikah dengan pria lain memang sulit. Namun, Ale memang harus siap melakukan itu demi kebahagiaan Gea dan juga putrinya.Berjalan dengan kehancuran, menyambut hidup baru dengan kehampaan. Itu yang Ale rasakan saat ini. Sebelum ia pergi ke luar negri, Ale menemui putrinya dulu. Ya, ia memutuskan untuk ke luar negri karena tak sanggup mengingat kenangan lama bersama dengan Gea di Kota itu."Kenapa harus ke luar negri, sih?" tanya Gea."Ini satu-satunya cara agar aku bisa melupakanmu dengan mudah, Ge." jawab Ale dngan berat hati.Cinta itu tidak selamanya harus memiliki. Terkadang kita harus merelakan orang yang kit
"Maaf, apakah aku memilih film yang salah?" tanya Gea gugup."Em, aku rasa … tidak. Berciuman itu juga hal yang lumrah, bukan?" jawab Tuan Nathan."Astaga, kenapa harus di perjelas!" umpat Gea dalam hati.Hujan tiba-tiba turun malam itu. Hujannya sangat deras dan mengundang petir yang mengharuskan listrik padam."Yah, kenapa harus mati listrik, sih? Filmnya lagi seru jugak!" gerutu Gea."Mungkin karena ada petir. Sebaiknya kita tidur lebih awal saja, bagaimana?" usul Tuan Nathan.Mau tidak mau, memang mereka harus tidur lebih awal. Kembali canggung, mereka juga naik ke ranjang dengan perlahan. Antara Tuan Nathan dan juga Gea memang sudah hampir 4 tahun selalu bersama. Namun, dengan menjadi suami istri dan harus tidur di satu ranja
"Oh iya, hari ini … aku ingin berdua saja denganmu. Mbak Rini bilang, kalau dia sedang mengajak putri kita jalan-jalan bersama dengan sahabatmu juga," ucap Tuan Nathan."Boleh, hari kita memasak saja. Bagaimana?" usul Gea."Apapun yang istriku mau. Pasti aku akan lakukan dengan sesuka hatiku!" seru Tuan Nathan mencubit hidung Gea.Semua yang diinginkan Gea, Tuan Nathan memang selalu turuti. Tuan Nathan begitu mencintainya, sehingga Gea merasa hidupnya selalu bahagia.Tahun demi tahun terlewati dengan baik. Tuan Nathan juga mengajaknya ke rumah lama di Kota. Bersama dengan kebahagiaan itu, Gea juga memberikan seorang putra yang tampan untuk Tuan Nathan.Di balik kebahagiaan tersebut, ada hal yang selama pernikahannya disembunyikan oleh G
15 Tahun berlalu,Hidup Gea dan Mutiara kian membaik ketika ia dibawa ke kota oleh Tuan Nathan. Dari pernikahan Gea dengan Tuan Nathan juga, mereka di karuniai seorang Putra bernama Ivan Ananta (15) duduk di bangku SMA kelas satu. Sementara Mutiara, tahun ini akan lulus dan akan melanjutkan kuliahnya.Mutiara tumbuh menjadi sosok gadis tombol seperti Gea pada usianya yang sama dulu. Namun, bedanya Mutiara lebih dingin hingga terkesan lebih cuek dari pada Gea dulu yang ceria dan suka bergaul.Pagi hari ketika sarapan ...."Muti, baju kamu kenapa dilipat gitu sih lengannya. Biar apa coba? Biar di bilang jagoan, gitu" tegur Gea."Maaf!" ucap Mutiara menurunkan gulungan di lengan bajunya."Ma, jangan gitu, dong. Muti kan tau ketika dia di sekolah dan di luar sekolah. Ketertiban juga pasti dilakukan oleh putri kita, bukan begitu, princess Papa?"
Sampai di sekolah, Mutiara dan Ivan berpisah di parkiran. Kelas Ivan ada di belakang maka ia pergi dulu karena takut terlambat masuk."Kak, aku duluan, ya. Ada tugas yang harus aku selesaikan pagi ini soalnya," pamit Ivan dengan senyuman manisnya."Belajar yang giat, Van!" teriak Mutiara.Sebelum ke kelas, Mutiara memastikan semuanya sudah terbawa. Meski dingin dan tak berperasaan di sekolah, Mutiara tergolong siswi yang cerdas, yang selalu bisa mengharumkan nama sekolah juga.Ia memiliki satu sahabat bernama Jesica. Jesica ini termasuk satu-satunya orang yang sabar dengan kedinginan hati Mutiara.Ada seorang teman lelakinya yang menyukai Mutiara. Murid lelaki itu juga idaman bagi para siswi di sekolah. Meski idaman semua siswi, namun tidak masuk kriteria Mutiara. Itu sebabnya, ia tidak pernah menanggapinya.Tujuan mutiara hanyalah belajar,
Ini bukan pertama kalinya bagi Mutiara dibawa keruang bimbingan. Sering kali ia keluar masuk di ruang bimbingan. Entah bagaikan dengan kepribadian Mutiara ini. Di sisi nakalnya Mutiara, ia selalu mengharumkan nama sekolah di tingkat nasional maupun kotanya saja."Muti, keluarga Reinhard tidak dapat menerima anaknya kamu pukul sampai pingsan. Sekarang, bagaimana kamu mau menjelaskan kepada kami semua?" tanya pembimbing."Jika anda ingin menghukum saya, silahkan saja, saya akan Terima konsekuensinya, kok," ujar Mutiara penuh percaya diri."Tapi jangan sampai mereka bertiga ini ... membully adik saya lagi. Ivan Ananta, murid kelas sepuluh itu juga selalu mengharumkan nama sekolah ini bersama saya, bukan? Dimana keadilan baginya?" sambungnya."Dan Ibu tau hal ini dengan jelas. Bahwa ini bukan pertama kali bagi mereka membully adik saya!" tegas Mutiara dengan mengetuk meja pembimbing.
Pulang sekolah, Mutiara memarkirkan motornya di abang-abang yang jualan siomay di pinggir jalan. Ia tak ingin langsung pulang, sebab ia tahu jika nanti Mamanya akan memarahinya.Di samping itu, ia juga ingin sekali ngadem pikiran dibawah rindangnya pohon di pinggir jalan itu."Sebaiknya aku isi amunisi dulu. Supaya aku kuat menghadapi badai, ketika negara Api menyerang," gumamnya."Bang, siomay dan batagornya masing-masing satu porsi ya. Makan di sini!""Siap. Duduk dulu, Neng." ucap Abang-abang siomay memberikan bangku kepada Mutiara.Menunggu sesaat sampai makanan yang ia pesan jadi. Dengan lahapnya, Mutiara memakan siomay dengan cepat. Terlintas si pikirannya tentang murid baru di sekolah yang bernama Rico itu.
"Jadi, Mutiara itu anaknya, Tuan Ale? Pantas saja, mirip sekali wajah dan perilakunya," gumam Aldi dalam hati."Lalu, Vella …?" tanya Aldi kepada Gea.Tuan Nathan pamit. Beliau hendak masuk ke ruangan Ivan dan memberi waktu untuk istrinya berbicara berdua dengan Aldi. Tuan Nathan sadar diri, jika hubungan mereka sudah terbentuk sebelum hadirnya dirinya. Jadi, ia memilih untuk pergi.Setelah Tuan Nathan pergi, Gea bercerita pada kenyataan yang ada. Dimana ia menjelaskan tentang siapa Mutiara sebenarnya, dan juga keberadaan akan Bella. Aldi terkejut, ia merasa tidak percaya jika dirinya memiliki seorang putri dengan mantan kekasihnya terdahulu."Tunggu, aku … memiliki seorang putri? Bagaimana bisa, Ge? Waktu itu, Nenek mengatakan bahwa anakku meninggal karena sakit,"
"Aku iri denganmu, Mut," kata Bella mengemudi sedikit pelan."Iri kenapa?" tanya Mutiara."Kamu begitu menyayangi adikmu, begitu juga sebaliknya. Persaudaraan kalian juga begitu dekat. Aku, mana ada saudara, punya saudara satu aja di jauhkan dariku," ungkap Bella menatap Mutiara."Aku kan ada di sini sekarang. Jangan sedih lagi ya, masih ada kesempatan buat kita main, kok, hehehe …." Mutiara sangat berhati besar. Ia mampu menerima Bella sebagai saudaranya dengan mudah.Sesampainya di kampus, Mutiara sudah ditunggu oleh sahabatnya. Mereka seperti tak bisa dipisahkan. Jesica menyapanya dan melambaikan tangan juga kepada Bella."Pagi, sista ... tumben nggak bawa kendaraan sendiri, siapa dia?" sapa Jesica sekaligus bertanya.
Hal mengejutkan terjadi ketika mereka bertiga kembali ke rumah. Bendera kuning, tenda yang sudah berdiri dan tetangga rumah semua datang dengan baju hitam-hitam. Mutiara langsung melepas genggaman tangan Ale, begitu juga Ivan yang melepaskan rangkulannya."Papa!"Baik Mutiara maupun Ivan sudah tahu tentang keadaan Tuan Nathan akhir-akhir itu. Tuan Nathan sering merasakan sakit, merasa dingin dan juga wajahnya selalu terlihat pucat ketika mereka bersama. Mutiara dan Ivan langsung berlari masuk ke rumah.Benar saja, Tuan Nathan sudah terbaring kaku di selimuti kain jarik. Di sampingnya, Gea terlihat sedang menangis dan berusaha tenang atas kepergian Tuan Nathan. Penyakit Tuan Nathan kembali kambuh saat Ale mengajak anak-anak pergi jalan-jalan."Papa!""Papa
Malam bertabur bintang. Ale sedang mengajak Mutiara, sang putri berjalan-jalan mengitari kota hanya berdua saja. Dengan tenang, Gea dan Tuan Nathan mengizinkan anak dan Ayah itu menghabiskan waktu bersama."Jadi, pacar baruku … Malam ini kita mau makan apa?" canda Mutiara."Hello Tuan putri. Terserah Tuan putri mau makan apa malam ini. Semuanya, akan aku Ayah turuti apa maumu," jawab Ale."Ayah, bisakah kita terus menghabiskan waktu bersama?" tanya Mutiara."Tentu saja!""Lalu bagaimana dengan Bella? Bukankah dia juga anak Ayah selama ini?""Aku bertemu dengan Bella hanya setahun sekali. Lagi pula, dia sudah menemukan Ayahnya. Kenapa pula harus repot?"Sejak hari itu, pulang pergi ke kampus, Mutiara dan Ivan selalu bersama dengan Ale. Mereka juga menghabiskan waktu bertiga bak Ayah dengan sepasang anak
Dikarenakan mobil Ale sedang mogok, terpaksa Ale bersama dengan Gea dan Ivan pulang naik taksi. Ketika dalam perjalanan, sengaja Ivan duduk di depan, agar Gea dan Ale leluasa mengobrol.Tetap saja, Gea hanya diam saja, bahkan mengalihkan pandangannya dari Ale. Hal itu membuat Ivan sedih, karena terlihat sangat jelas jika Mamanya masih menyimpan rasa dendam terhadap Ayah dari kakaknya itu."Kita sudah sampai, biarkan barangnya aku yang bawa. Mama bisa mengajak Ayah Ale masuk lebih dulu." ujar Ivan turun lebih dulu.Awalnya, Ale sangat canggung jika harus mampir di rumah mantan istrinya. Terlebih, ia masih sangat mencintai mantan istrinya itu.Namun, demi bisa bertemu dengan Mutiara, ia harus menghilangkan rasa gengsi yang selalu tertanam dalam hatinya."Ini kesempatanku. Supaya aku bisa minta maaf kepada putriku, atas selama ini … aku tidak pernah menjenguknya." gumam
"Sakit? Tangan ini kan yang kau gunakan untuk menamparku?" tanya Mutiara dengan santai. Beberapa temannya mulai membantu lagi. Lelaki itu dilepas olehnya. Mutiara kembali menarik tangan teman dari lelaki itu sebagai jaminan supaya lelaki yang menamparnya mau meminta maaf kepadanya. "Apa kau tidak tau? Dia ini adalah Anggara, anak dari kepala yayasan kampus ini. Apakah kau ingin mencari ribut dengannya?" ucap salah satu temannya. "Aku nggak mau tau siapa dia. Jika dia anak kepala yayasan, lantas … aku harus gimana?" sahut Mutiara masih santai. Anggara membantu melepaskan temannya dari cengkraman Mutiara. Dengan sengaja Mutiara melepaskan dan membuat cowok mesum tadi tersungkur ke tanah. "Segini doang?" tanya Mutiara meremehkan mereka. "Otak kalian berdua kosong, gaya sok preman, berani sentuh sahabatku pula. Beruntung kalian nggak masuk rumah sakit hari ini. Ayo
"Selamat pagi Tante," sapa Jesica pagi itu."Eh, Jesi, ya? Pagi, sayang. Kuliah di sini juga?" tanya Gea dengan ramah."Iya, dong. Kan aku sama Muti udah klop banget, susah mau jauh, Tante!" seru Jesica memulai celoteh tak berfaedahnya.Jesica adalah sahabat satu-satunya Mutiara sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Di kampus, mereka juga akan menjadi teman seperjuangan lagi dalam menganyam pendidikan."Kamu datang sendirian?" lanjut Gea."Sama Mama tadi. Cuma, langsung ke butik," jawab Jesica. "Anaknya di tinggal saja, Tante. Akan aman bersamaku, percayalah!" imbuhnya dengan senyum konyolnya.Gea menatap putrinya. Ia tidak menyangka jika putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik
Pertemuan antara anak dan ayah ini juga sangat mengharukan. Dalam sekejap, Bella berubah menjadi gadis yang baik. Perihal racun itu, Tuan Nathan dan juga Gea sudah memaafkannya, Gea memberikan kesempatan Bella supaya bisa berubah."Kenapa kalian tidak marah kepadaku?" tanya Bella dengan wajah bersalah.Gea tersenyum, kemudian membelai rambutnya dengan lembut. Ia berkata, "Sudahlah, kamu membenci kami juga karena kamu berpikir kami akan memisahkanmu dari Papa Ale-mu, bukan?""Tenang saja, kakakku, dan kedua orang tuaku tidak mungkin menghancurkan kebahagiaanmu, Kak Bella," imbuh Ivan memberikan makanan baru yang ia bawa bersama dengan pelayan.Bella benar-benar merasa malu dengan Gea. Ia membenci Gea tanpa alasan yang belum tentu terjadi. Malam itu, Bella tak perlu ke hotel untuk istirahat. Aldi de
Sebelum Mutiara masuk ke mobil, ia menghampiri Rico dan meminta maaf jika dirinya selalu mengacuhkannya. Kejadian malam itu, membuat Mutiara sadar, jika dirinya memang jatuh cinta kepada pria yang beberapa minggu terakhir dekat dengan dirinya itu."Selamat tinggal, Rico. Jika aku ada salah, aku mohon maafkan kesalahanku, baik di sengaja atau tidak," ucap Mutiara tanpa menatap menatap mata Rico."Jangan pernah mengucapkan kata selamat tinggal jika di hati kita masih berharap pertemuan. Maafkan aku karena waktu itu aku sudah mengecewakanmu, Mutia. Aku benar-benar menyesal. Maafkan aku." Rico memberikan sesuatu di tangan Mutiara.Kali ini, tatapan Mutiara penuh dengan arti untuk Rico. Ia hanya berharap, jika rasa sukanya hanya sekadar angin lalu saja. Tapi masa-masa SMA tidak akan datang untuk yang kedua kalinya, masa-masa indah y
"Sial! Apa yang sudah aku lakukan?" umpat Rico menyalahkan dirinya sendir. "Sekarang, apa yang akan Mutia pikirkan tentangku? Kenapa aku sangat gegabah?"Rico terus menyalahkan dirinya sendiri. Sementara itu, Mutiara tengah kesulitan mengatur debaran jantung yang tak seperti biasanya. Jantungnya berdebar hebat, apalagi ketika Rico menyentuh kulit dada miliknya."Kenapa jantungku berdegup cepat begini?" gumamnya. "Sebenarnya … rasa apa yang kurasakan saat ini. Lalu, kenapa ketika Rico menciumku, aku hanya bisa diam dan tidak menolak?" ujarnya menyentuh tanda merah yang diukir oleh Rico."Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Apa aku jatuh cinta kepadanya? Tapi apa yang membuatku jatuh cinta dengannya?"Pertanyaan-pertanyaan kecil selalu muncul dalam pikirannya. Mutiara tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, yang ia rasakan hanyalah debaran jantung yang cepat dan juga rasa kegelisah