Share

28

Author: Allein Gios
last update Last Updated: 2022-08-20 19:00:09

Summer

Agustus 2015

Nafasku terengah merasakan sentuhan lembut yang berbeda darinya. Aku terhanyut. Aku tak tahu apa yang tengah kupikirkan. Yang kutahu saat ini hanyalah, kehadirannya melenyapkan begitu saja rasa sakit yang menyergap hatiku.

Tapi, rasanya kemudian tidak pas, ini tidak seperti yang biasa kurasakan dari Cloud, aku tidak bisa menerima ini. Ini bukan Cloud. Bahkan aku tidak bisa benar-benar mengusir bayangan Cloud saat cowok lain bersamaku, meski ini Jon sekalipun. Baru saja aku terhanyut pada sensasi itu, namun aku langsung tersadar dan langsung melepaskan diri darinya yang merengkuhku di depan jendela. Tidak. Aku tidak bisa melakukan ini. Aku juga tidak ingin mempermainkan Jon.

"Summer..."

"Aku tidak bisa, Jon..." Air mataku mulai menggenang.

"Kau... menangis?" Ia menatapku lekat-lekat dan memegang kedua bahuku. "Summer... ya ampun, maafkan aku..."

Air mataku tumpah begitu saja. Entahlah, rasanya benar-benar kacau dan tidak pas. "Ini bukan salahmu, Jon. Aku yang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Summer Pieces   29

    SummerAgustus, 2015"Apa yang kau lakukan di sini?!" pekik cewek yang sedang memakai masker itu di depan pintu rumahnya, tatkala tahu bahwa aku yang tengah berdiri menunggunya di beranda.Aku langsung tersadar dari lamunanku dan menoleh mendengar suaranya. Ingin sekali menghambur padanya. Sesaat air mataku tumpah lagi. Sungguh payah, cengeng, dan nampak kacau. Pasti gadis di depanku ini tak segan menertawakan betapa jeleknya aku sekarang. Tapi, Rub hanya melongo. Ia maju menghampiriku. Cewek itu mengambil ujung jaketku yang bebas dan melapkannya pada pipiku yang basah. Sikapnya barusan bikin aku ingin memeluknya. Dahi di balik masker putih itu berkerut, mungkin khawatir atau masih heran. Ia menarik lenganku segera mungkin."Ayo cepat masuk!""Siapa, Rub?" suara wanita menggema dari ruang dalam. Itu pasti ibunya."Hanya Summer, Mom. Kami ada tugas kelompok. Kami langsung ke kamarku." Ruby mengeraskan suaranya agar didengar ibunya. Ia berusaha mengalahkan suara kencang tv yang menyiar

    Last Updated : 2022-09-17
  • Summer Pieces   30

    SummerSeptember 2015Pagi di minggu awal bulan ini membuatku setengah bergidik. Bisa jadi karena aku was-was jika peristiwa antara aku, Jon, dan Cloud kemarin bocor di lingkungan sekolah. Dan mungkin juga karena suhu udara yang semakin menurun. Muramnya hariku kini bertepatan dengan masuknya musim gugur. Daun-daun sudah mulai meranggas. Menguning dan berguguran. Membuat janji dengan sesama untuk merayakan pedihnya hatiku. Jika tahu begini, aku mengomel sendiri kenapa namaku tidak "Seasons" saja karena kisah hidupku silih berganti layaknya pergantian musim. Bukan summer, karena sama sekali tidak cocok.Aku menghela nafas. Pagi-pagi sekali setelah keluar dari rumah Rub, lalu merasa kedinginan mengantar koran, aku menyelinap melalui pintu belakang dengan kunciku sendiri. Aku tidak mau lewat depan karena mom belum berangkat bekerja dan jika ia melihatku, aku malas sekali berdebat dengannya.Segera aku naik ke kamarku dengan sebisa mungkin tanpa suara. Lalu mencuci muka, menggosok gigi, d

    Last Updated : 2022-09-17
  • Summer Pieces   31

    JonSeptember 2015Cemas. Tentu saja. Ini pertama kalinya aku dipanggil ke ruang kepala sekolah. Apa artinya jika bukan ada hal yang serius. Pasti tentang kekacauan yang kubuat kemarin. Tidak kupungkiri kalau aku salah. Aku tahu aku salah dan terlalu terbawa emosi. Setelah melihat kembali rekaman peristiwa kemarin yang sudah menyebar luas hingga satu sekolah sepertinya tahu, aku jadi tambah sadar kalau aku lah yang salah. Aku tidak bisa mengontrol emosi. Padahal pelatih basketku saja tidak hanya mengajariku teknik bermain, tapi juga bagaimana cara mengatur emosi. Oke. Sepertinya kali ini aku kecolongan karena masalah cewek. Tapi, bagaimana aku tidak tersulut? Aku menyayangi Summer sejak kecil, dan melihat seorang yang membuat hatinya berantakan masih berani mendekatinya, rasanya sulit diterima. Menjengkelkan.Sekarang aku duduk di hadapan Mr. Shirley. Pentolan sekolah ini yang sejujurnya ditakuti oleh semua murid. Aku tahu, setelah menghadapi pria yang tengah mengamatiku ini, persoal

    Last Updated : 2022-09-21
  • Summer Pieces   32

    JonSeptember, 2015Langkahku semakin berat ketika melewati lorong panjang menuju ke kelas. Semakin berat saat kelas sudah ada beberapa langkah di hadapanku. Aku berhenti. Menjernihkan pikiranku yang mendadak sangat ingin marah dan membanting sesuatu. Sejenak kuambil nafas panjang sembari menatap langit-langit berwarna putih itu. Lalu dengan perlahan membuang nafas dan menenangkan diri. Kusadari sekarang, kembali ke sini sendiri salah. Ini tidak tepat!Kuputar tiga ratus enam puluh derajat kakiku. Lalu secepat mungkin berlari ke arah aku datang tadi. Setiap langkah kakiku yang melayang lalu menginjak lantai, setiap itu pula pikiranku hanya padanya. Aku berharap aku belum terlambat. Nafasku memburu. Jantungku berdetak lebih cepat. Temperatur tubuhku meninggi. Aku tak peduli sekesal dan selelah apapun diriku, hanya satu yang ingin kutuju di sana. Aku berbelok ke kanan di persimpangan. Kembali berlari di lorong.Kulihat dari jauh, satu-satunya orang yang saat ini ingin kurengkuh untuk pe

    Last Updated : 2022-09-21
  • Summer Pieces   33

    JonSeptember, 2015Matanya terbelalak. Sangat berbinar. Rasa kesalnya padaku sirna seketika. Summer masih saja Summer yang kukenal. Sekesal apapun ia padaku, bila aku menyogoknya dengan sesuatu yang ia suka, maka seketika kesalnya hilang.Ia berlari-lari kecil di depanku. Mendahuluiku. Langkahnya tak sabaran. Aku menertawainya. Jelas karena tingkah kekanakannya muncul begitu saja."Jon! Kenapa tidak dari dulu sih kau ajak aku kemari?" protesnya padaku."Hanya orang spesial yang kuajak kemari," kataku jujur padanya. Dulu sebelum dekat kembali dengan Summer. Hampir saja yang ku ajak kemari adalah Roxie."Kenapa tidak Roxie saja yang kau ajak kemari?" tanyanya enteng. Jemarinya menyisiri rak-rak dan toples kaca besar berisi permen warna-warni.Ya. Kami sedang berada di toko permen dan coklat kesukaanku.Pertanyaan Summer barusan berhasil menyentilku. Aku sedikit terkejut. Aku pun terdiam memandangi sekitar.Summer berhenti seketika. Sepertinya ia baru saja tergelak dan sadar dengan ucap

    Last Updated : 2023-02-04
  • Summer Pieces   34

    SummerSeptember 2015Aku bernafas bebas. Tiap kali aku melangkah dan menjelajah bersamanya. Jonathan Finch, namanya. Bocah laki-laki yang dari dulu hingga kini masih saja menjadi favoritku untuk bermain bersama. Tiap kali langkahku berderap ringan, adrenalinku memuncak, jiwaku bergemuruh antusias, dan darahku berdesir. Aku adalah aku, saat bersamanya. Bebas merajuk sekaligus terkekeh sampai jelek. Tak masalah melotot dan berdebat dengannya. Tak masalah bergelayut padanya ketika butuh kenyamanan.Ketika ia mengaitkan jemarinya padaku, aku tahu aku tak sendiri. Ia menggenggamku bersamanya. Ajaibnya, segala sakit, perih, dan kecemasan yang kurasakan hilang seketika. Seakan potongan-potongan diriku yang rapuh dan hampir pecah melekat kembali seketika saat ia bersamaku, terlebih saat ia merengkuhku. Seperti contohnya kini, saat aku berjalan kembali ke sekolah bersama Jon. Seharusnya aku memikirkan segala tentang Cloud, keretakan menyakitkan di antara kami yang terjadi begitu cepat serta k

    Last Updated : 2023-02-04
  • Summer Pieces   35

    Summer September 2015 "Masalahnya bukan begitu! Sulit buatku melupakannya." Rubby berdecak setelah mendengar curahan hatiku. Ia tak tahu lagi harus berkata apa agar aku benar-benar lepas dari galau hati terhadap Harry. Ia jadi sebal dengan sepupunya itu. Bisa-bisanya memutuskan jatuh cinta dengan gadis SMA yang ternyata murid di kelasnya. Aku. "SANGAT MELANGGAR ATURAN!" Begitu pekiknya tadi. Aku sadar itu pelanggaran berat. Tapi, hati tak pernah memilih. Tak pernah memaksa. Mengingat kisahku dan Cloud. Itu seperti mimpi indah dan mimpi buruk. Ada rindu dalam diriku. Mengingatnya membuatku pedih. Sekarang ia bersikap naik turun, semaunya sendiri. Sementara aku, berusaha keras tidak memikirkan gejolak tentangnya, pun berusaha keras menjauhkan diri dari keinginan menjadikan Jon sebagai pelarian semata. Sejauh ini Rub mengambil kesimpulan bahwa Harry belum bisa melepaskan diriku seutuhnya, meskipun situasi mengharuskannya bertindak demikian. Kami berdua masih bungkam. Belum melanju

    Last Updated : 2023-02-05
  • Summer Pieces   36

    Summer September 2015 Malam itu Jon datang tanpa peringatan. Ia ingin bercengkrama denganku. Dan dengan konyol mengusir Rub pulang dari rumahku. Rub tak menggubris. Ia dengan santai menonton tv dan bercanda bersama ibuku. Hal yang membuatku melongo setengah mati. Tanpa pikir panjang Jon menyeretku keluar dari sana. Rub dan mom hanya melambaikan tangan padaku sembari cekikikan. Aku tak habis pikir bagaimana bisa keduanya dengan cepat bisa berkomplotan. Jon mengajakku duduk di undakan beranda. Menikmati angin malam terakhir di musim panas. Ia membawakanku sebotol jus jeruk dingin. Aku menegaknya dengan senang hati. Ia mengeluarkan sebuah rubik dari saku. Rubik yang tidak terlalu besar. "Kau ingat?" ia menatapku sejenak, lalu memainkan benda itu. "Yeah..." aku tersenyum padanya. "Mainan yang membuat resah hilang sejenak." Ia terkekeh. "Roxie tidak pernah bisa menyelesaikannya, sebanyak apapun aku mengajarinya. Rupanya kau lebih pandai..." Aku tersenyum hangat padanya. "Kau mulai

    Last Updated : 2023-02-05

Latest chapter

  • Summer Pieces   46

    SummerMei 2016Tadinya aku mengira kesempatanku mendatangi pameran Cloud begitu kecil. Mengingat pada awalnya ia berkata tengah menyiapkan pameran untuk musim dingin. Benar, sekali lagi kata Jon, siapa yang bakal datang di cuaca yang gigil. Seorang seniman, demikianlah, selalu punya sisi idealisme yang tinggi, tapi kali ini sepertinya Cloud menyadari tidak selamanya bersikap idealis itu diperlukan. Ada kalanya kita butuh mempertimbangkan kondisi dan saran dari berbagai sudut. Entah apa alasannya pada awalnya ia akan menyenggelarakan agenda pentingnya itu di musim dingin, tapi pada akhirnya acara itu jatuh bertepatan ketika kami, anak-anak Pittsfield, selesai melalui akhir semester.Semester yang penuh cerita dan perjuangan. Dari kepindahan tempat tinggal dan sekolah, pergumulanku dengan mom, kepingan-kepingan masa lalu yang kembali hadir dengan jelas, perjuanganku menjadi lebih tegar, mandiri dan berani, percintaan masa SMA yang mendadak menjajah hati dan pikiranku, teman-teman baik

  • Summer Pieces   45

    SummerDesember 2015Mendung masih bergelayut di angkasa. Aku ditemani secangkir kopi hangat di sebuah cafe penuh kenangan. Sendirian. Dulu tempat ini adalah pertama kalinya di mana aku menyadari kehadiran Cloud. Siapa Cloud sebenarnya. Siapa Cloud bagiku. Kini aku tahu artinya untukku.Semenjak cincin itu melekat di jariku, Jon jadi jarang mengajakku ke Lucky or Not, katanya dengan setengah bercanda ia ingin mengenyahkan pikirannya dari para cewek. Aku tahu ia mungkin iri, aku berakhir epik, sementara ia masih berjuang menghadapi kehilangan Roxie di dekatnya. Dan aku senang ia jadi begitu fokus bermain basket sekaligus menyiapkan kelulusan. Aku merindukannya. Tapi, aku lebih merindukan Cloud.Tak masalah bagiku menjalani ini. Ia tengah berjuang di sana. Aku pun demikian di sini. Hanya saja, aku masih berat mengatakan apa yang baru saja terjadi kepada ibuku. Tentang Cloud yang mengikatku dengan cincin ini. Belum, mungkin nanti ketika lambat laun ibuku menyadarinya sendiri, atau saat na

  • Summer Pieces   44

    SummerNovember 2015Sore menjelang senja. Dingin mulai menusuk tulang lagi melalui tiupan angin yang menyerempet tubuhku. Ibuku berpesan akan terlambat pulang dan ia sudah menyimpan makan malam untukku untuk dihangatkan lagi. Aku sudah lapar dan bergegas masuk ke dalam rumah.Baru saja aku menyampirkan jaketku ke lengan sofa, terdengar ketukan pintu. Aku pun kembali melangkah ke ruang depan. Kubuka pintu. Membuatku terkejut. Seseorang sedang berdiri di sana membawa sebuah mangkuk."Jon?""Ya ini aku, siapa lagi?" ia masuk saja ke dalam, menerobosku lalu menuju dapur. Meletakkan mangkuk yang dibawanya di meja konter. "Bibi Diana hari ini membuat sup ayam banyak, ia ingin membagikannya ke beberapa tetangga."Tanpa pikir panjang kuambil mangkok kecil dan mulai mengambil sup hangat itu. "Dia baik sekali. Terima kasih.""Tahu sendiri kan, udara mulai membuat menggigil, makan sup hangat sangat bikin nyaman. Bisa melawan flu. Well, bagaimama kabarmu?""Baik. Kau?""Jauh lebih baik dari sebel

  • Summer Pieces   43

    SummerNovember 2015"Kau melamarnya?!" Rub tak percaya. Tentu saja, siapa yang akan percaya seorang pria muda mengagumkan sepertinya melamar seorang gadis yang baru akan melepaskan masa SMA-nya dalam hitungan beberapa bulan lagi.“Ya. Karna aku akan pergi sore ini,” kata Cloud tiba-tiba.Aku menatapnya, kaget. Dia tak mengatakan tentang hal itu kemarin.Rub tersambar lagi. Antara tak mengerti dan terkejut. Ia menatap Cloud tak percaya. “Pergi? Maksudmu pergi bagaimana? Ada apa?”“Ini hari terakhirku mengajar di sini. Aku akan kembali lagi ke Springfield.”“Kau mau menyusul ibumu?”“Tidak dan ya. Mr. Shirley merekomendasikanku langsung mengajar di sekolah seni. Itu akan sangat membantu karirku. Dan, ibuku memang sangat ingin aku menangani galerinya.”Ibunya. Aku begitu penasaran dengan sosok ibunya. Wanita yang sepertinya luar biasa. Seorang dosen dan seniman di Berkshire. Cloud belum pernah sekalipun menunjukkan padaku seperti apa nyonya Garret itu, walaupun ia sudah pernah mengajakk

  • Summer Pieces   42

    CLOUDNovember 2015Sedari tadi kuperhatikan ia dari balik jendela. Ia memarkirkan sepeda, dan terlihat kerepotan membawa tugas mix media dariku. Rub dengan cepat berlari mendatanginya. Mengatakan sesuatu tanpa henti sambil membantu membawa kanvasnya. Mungkin mengomel pada Summer, tapi Summer nampak lebih diam dan acuh.Ia datang. Masih belum ada satu pun murid masuk, kecuali dia dan Rub. Aku tentu saja segera berlagak menyelesaikan sesuatu di tumpukan kertas. Pura-pura merekap nilai, yang sebenarnya sudah selesai sedari tadi. Konyol bukan.“Di mana bisa kuletakkan ini?” tanyanya langsung.Aku menunjuk meja panjang di sepanjang bingkai jendela. “Di sana.”Ia meletakkan tugas itu di sana. Kulirik sekilas pekerjaan tangannya. Kusunggingkan senyum puas, sebab ia nampak lebih mahir. Ya ampun, demi apa... melihatnya mengenakan dress boho dan jaket denim sambil menenteng kanvasnya, sungguh membuatku berdesir.Sementara Rub menatapku tajam. Berdeham keras. Mencoba menarik perhatianku.Aku men

  • Summer Pieces   41

    CLOUDNovember 2015Sudah sebulan dan ia tak lagi memandangku seperti sebelumnya. Aku pun berusaha keras untuk mengabaikan. Sekeras apapun itu, setiap kali ia melewati mejaku di kelas dan keluar menuju kelas lain tanpa menatapku sama sekali, aku ingin lunglai."Sum..." panggilku saat tiap kali ia melewatiku.Ia meninggalkan senyum tipis dan berlalu.Terkadang aku masih menyimpan harap. Saat mengetahui ia berlama-lama bertahan duduk di bangkunya, memilih waktu terakhir sampai semua murid di kelas keluar, baru ia bangkit meninggalkan tempatnya. Aku sadar ia memperhatikanku, berlama-lama. Mungkin menyedot segala kesempatan untuk menatapku, sebelum akhirnya harus berjauhan. Saat aku merekahkan senyumku untuknya, ia malah menunduk dan pergi. Pupus harapku. Selalu seperti itu, kembang kempis.Atau saat ia mengumpulkan tugas-tugasnya dan berlama-lama menunggu responku. Bertanya-tanya sudahkah itu benar, apakah ada yang kurang, bagian mana yang perlu dikoreksi, saat aku mendongak fokus memper

  • Summer Pieces   40

    JonSeptember 2015Gadis itu mendadak terhenti. Langkahnya membeku. Sorot mataku mengikuti arah pandangannya di depan, di seberang sudut parkir mobilku. Cloud-nya memeluk seorang perempuan.Saat ini, hanya satu hal yang ingin kulakukan. Menyelamatkannya dari sini. Kuraih pundaknya, dan menuntunnya dengan cepat memasuki jok penumpangAku memutar ke arah pintu kemudi. Sebelum masuk, sekali lagi mengamati Harrison Garret. Dadaku bergemuruh. Tempo hari ia mengirimkan pesan gencatan senjata dan menyuruhku menjaga Summer, tapi kali ini ia membuatku ingin mencekiknya. Apa-apaan kelakuannya itu. Harry menyadari keberadaan kami. Ia melepaskan pelukannya dari cewek di hadapannya itu. Bahasa tubuhnya ingin segera menghambur ke arahku. Tapi, kuacungkan jari tengah padanya. Aku masuk dan membanting pintu menutup. Kuinjak pedal kuat-kuat, mencap gas pergi dari sana."Brengsek!" umpatku.Sorot Summer masih nampak syok. Tertuju ke depan. Memandang kejauhan di depan kaca jendela mobil. Kuyakin pikiran

  • Summer Pieces   39

    SummerSeptember 2015Mengambil jeda dan melihat semuanya dengan kepala lebih jernih memang perlu. Membawaku ke titik ini. Setelah gemuruhku lebih terkontrol, tidak ada yang ingin aku lakukan selain mengamankan suasana hati Jon saat ini. Bila yang lalu aku takut menjadi dekat dengannya adalah sebuah kesalahan, kali ini aku merasa itu pengecualian. Aku hanya ingin berperan sebagaimana seorang sobat menghibur hatinya yang pelan-pelan tergores. Dan Jon sendiri, kurasa, tidak menyadari hatinya yang sedang tidak baik-baik saja. Dan itu malah membuatku sedikit bernafas lega. Setidaknya perkataan Ruby waktu itu ada benarnya. Aku bukan inti dari hatinya.Empat puluh lima menit berlalu dari awal kami duduk di Crossfire. Sepuluh menit setelah menyantap menu, aku rasa sudah cukup untuk angkat kaki dari sini. Aku menatap Jon yang sedari tadi berusaha menyembunyikan gelisahnya. Tepat saat ia meneguk kolanya untuk terakhir kali dan pandangan kami bertemu, aku pun mengangguk padanya. Ia menyambut kod

  • Summer Pieces   38

    JonSeptember 2015Aku menunggunya setengah jam dari bel waktu pulang berdering. Masih bersandar di pintu mobilku dan mengamati setiap siswa yang keluar dari pintu hall depan sekolah.Roxie melambaikan tangan dari kejauhan. Ia tersenyum simpul, kukira ia akan mendekatiku. Tapi setelahnya, ia melangkah ke arah lain, melambaikan tangan dengan langkah riang ke seorang lain di jalan luar sekolah. Ia masuk ke sebuah suv hitam dengan seorang cowok mengemudi di sampingnya. Entah mengapa aku penasaran dan merasa tak suka melihatnya."Hai..." sapa suara itu di hadapanku. Summer entah sejak kapan sudah ada di sana. Mengikuti pandanganku yang barusan."Kita akan membahas itu atau tidak?""Tidak." jawabku singkat. "Apakah hari ini lancar?"Summer mengangguk. Ia melambaikan dua kertas di hadapanku. A untuk sebuah tes Biologi dan B+ untuk tes agriculture. Aku otomatis membeliak. "Sejak kapan kau ambil mata pelajaran pilihan itu?!""Kau kan tahu aku suka ilmu alam. Ada biologi dan fisika. Dan seper

DMCA.com Protection Status