Ivanna’s PoV Jax membawaku menuju ke sebuah bangunan megah yang tidak kuketahui tempat apa itu sebenarnya. Aku tak banyak tahu dan tidak pernah ikut dengan Damon ke mana pun ia pergi. Sangat jarang, jika boleh kukatakan. Dan saat mendengar jawabannya bahwa tempat itu adalah kantor Damon, aku ingin sekali melarikan diri. Tidak seperti ini yang kubayangkan mengenai perkataannya. Memberi pelajaran yang Jax maksudkan kupikir dengan mengempiskan ban mobilnya dan mobil Tatiana yang kini terparkir bersebelahan. Namun, ternyata tidak.Ia masih terus melangkah melewati dua mobil yang berbaris mesra di tempatnya. Saat aku mendekat, tampak jelas debu yang cukup tebal pada mobil milik Tatiana. “Dasar pelacur!” DUAGH! Kutendang ban mobil milik perempuan itu sebelum kemudian kulakukan apa yang ada di kepalaku. Aku merogoh saku celanaku, benda itu masih berada di sana. Sebuah pisau lipat yang selalu kubawa ke mana pun untuk melindungi diri, kini kutancapkan pada masing-masing ban mobil yang ad
Jax’s PoV Aku masih memandangi seraut wajah cantik di hadapanku tanpa terpejam sesaat pun. Aku memang tak pernah tidur dan itu menjadi kesempatanku untuk menikmati kecantikan gadis ini, meski hampir setiap hari aku selalu melakukannya—menyelinap masuk ke rumahnya dan memandanginya saat ia terlelap di kamarnya. Seperti saat ini, Ivanna masih pulas setelah apa yang kami lakukan semalam. Akhirnya aku—yang entah terpengaruh setan apa—melakukan apa yang menjadi fantasiku sejak lama; aku bercinta dengannya.Meski aku tak tahu apakah ia melakukannya atas dasar sukarela dan dengan penuh perasaan sepertiku, ataukah hanya sekadar meluapkan nafsu yang tak pernah tersalurkan selama ini, yang pasti aku menikmatinya. Aku membelai wajah cantiknya. Tanpa polesan make-up dan wajah teler karena alkohol pun ia sangat menawan. Ada banyak hal yang ia tidak ketahui, dan aku belum siap untuk mengatakan padanya. Namun, setidaknya setelah hari ini, aku bisa mengungkapkan segalanya secara perlahan. Salah sa
Ivanna’s PoVAku tak tahu berapa lama berada di tempat yang tak kukenal. Saat terbangun, Kay dan Bri ada di sampingku dan menghambur seolah telah terjadi sesuatu padaku. Aku hanya tidur, kan? Tidak terjadi apa pun dan aku pun tak merasa seperti telah terjadi sesuatu, kecuali kepala yang berdenyut dan kali ini lebih menyakitkan dibanding biasanya.Aku juga tak bisa menggerakkan tubuhku. Ada nyeri di lengan dan kakiku yang membuatku memilih untuk menyerah dan hanya mampu menarik napas dalam.“Jax ...” Aku tak mengerti mengapa nama itu yang justru keluar dari mulutku. Mungkin karena aku tahu pria itu tak ada di ruangan ini, sementara hal terakhir yang terekam oleh memoriku adalah aku tengah bersama Jax. Aku bercinta dengannya. Lalu di mana pria itu? Apakah ia sedang berada di suatu tempat?Aku kembali memanggil nama pria itu. “Di mana Jax?”Aku baru sadar kalau ada selang oksigen dan jarum infus yang menancap di tanganku.“Tak perlu menanyakan pria brengsek itu, aku sudah mengusirnya! Di
Ivanna’s PoVPagi ini kabarnya dokter akan memberikan hasil tes dan biopsi. Entah mengapa aku harus menjalani serangkaian tes. Bukankah aku hanya mengalami kecelakaan dan tak ada hubungannya dengan kesehatanku atau lainnya?Aku merasa baik-baik saja selama ini dan tak mengeluhkan apa pun selain nyeri di kepala yang kerap terjadi. Namun, ya, aku baik-baik saja.Sayangnya, Bri dan Kay tidak sependapat denganku. Mereka tampak cemas saat dokter masuk ke ruanganku dan membacakan hasil dari tes apa pun itu. Dan kenyataan yang kudengar membuat duniaku seakan runtuh di bawah kakiku.Aku tak menyangka bahwa penyakit yang ibu derita ternyata juga harus kualami sekarang. Kanker darah dan harus menjalani kemoterapi satu hingga dua kali dalam sepekan rasanya melelahkan. Aku pernah mendampingi ibu pada masa itu dan aku tahu bagaimana ibu yang begitu lelah dan pada akhirnya menyerah.“Kami bisa menjadwalkan kemoterapi mulai sekarang, agar sel-sel kanker tidak makin menyebar,” ucap dokter yang baru b
Jax’s PoVAku tak menyangka Ivanna memintaku untuk menghisap darahnya. Meski aku juga tahu kalau ia tengah mengidap penyakit mematikan, tetapi memberinya jalan pintas bukanlah cara yang tepat meski demi bisa hidup lebih lama.Menjadi vampir bukanlah hal menyenangkan yang bisa membuatnya menikmati kehidupan seperti yang ia bayangkan. Namun, bagaimana caraku menjelaskan padanya?Aku tak memberi kejelasan apa pun mengenai permintaannya dan memilih untuk menjauh. Aku tak tahu apa yang kulakukan, tetapi hanya ini yang terbaik agar ia tidak terus-menerus berpikiran untuk menjadi kaum mengerikan seperti kami.Hari ini aku tengah membuat janji bertemu dengan Ayden. Memanfaatkan kemampuannya sebagai seorang ilmuwan mungkin akan kujadikan langkah awal usahaku membantu Ivanna agar bisa bertahan hidup lebih lama. Dan ketika Ayden ada di hadapanku, aku justru tak tahu apa yang akan kukatakan padanya.“Jax! Ada apa denganmu? Mengapa kau sejak tadi terlihat tidak berada di sini?” komentar Ayden yang
Ivanna’s PoVJax masih tetap bersikeras tidak ingin menjadikanku sepertinya. Padahal aku tahu, meski sedikit lupa, ia sempang begitu menikmati darahku saat kami mengalami kecelakaan. Haruskah aku mengingatkannya?Ini entah hari ke berapa sejak aku tahu kalau diriku sebentar lagi mungkin akan mati, dan aku memutuskan untuk tidak melakukan kemoterapi karena tak ingin mengalami apa yang pernah ibuku alami. Namun, kali ini tampaknya aku akan berubah pikiran saat Jax memintaku untuk bertemu dengan Ayden.Ia mengatakan bahwa ada cara lain agar aku bisa bertahan lama dengan penyakitku. Dengan kata lain, bukan penyakitnya yang akan dimatikan, melainkan tubuhku yang ia buat jauh lebih kuat.“Ini adalah serum yang sudah kubuat dengan ekstraksi sumsum tulang belakang dan beberapa bahan serta suplemen lain. Kau tidak perlu melakukan operasi pencangkokan atau kemoterapi jika ini berhasil.” Ayden menunjukkan beberapa ampul berisi cairan aneh itu ke hadapanku.Kebetulan aku datang menemui Ayden bers
Jax’s PoV Aku meninggalkan Ivanna untuk beristirahat di kamarnya. Mendengarnya berkata bahwa Kay akan datang, membuat dadaku memanas. Aku tak pernah menyangka akan menjadi Jax yang berbeda dari diriku sebelumnya. Kini aku diam-diam membenarkan perkataan Ayden yang menyebutku terlalu melankolis. Aku merebahkan diri di kamarku. Kamar yang Ivanna sediakan untukku. Aku tak tahu apakah pria bernama Kay itu tahu kalau aku telah kembali menjadi pengawal Ivanna, aku tak bisa melupakan bagaimana pria itu mengusirku saat mengantar Ivanna menuju ke rumah sakit. Dia punya alasan untuk marah terhadapku karena telah membahayakan nyawa Ivanna, tetapi bagaimana dengannya? Apa yang kusaksikan tentu saja tak bisa kubiarkan terus terjadi. Namun, aku tak bisa mengatakan pada Ivanna karena mungkin dia tak akan percaya. Pria itu telah melakukan sesuatu yang tak pantas dan aku tak mungkin hanya diam dan membiarkan ia terus melakukannya tanpa sepengetahuan gadis itu. Aku merasa bersalah dan kasihan pada
Ivanna’s PoVAku masih tak terima dengan apa yang Jax katakan padaku hari ini. Pikiranku melayang tak tentu arah dan tidak fokus saat acara pertunanganku berlangsung. Aku masih belum memeriksa lemari penyimpananku, seperti yang Jax minta demi membuktikan kebenaran perkataannya dan aku tetap melaksanakan pertunanganku dan Kay.Aku tak tahu apakah keputusan ini merupakan hasil pemikiranku sendiri, ataukah karena kemarahanku atas penolakan Jax mengenai permintaan untuk menjadikanku vampir sepertinya. Aku hanya ingin memberinya pelajaran.Akan tetapi, pria itu tampak tenang saat hadir dalam acara pertunanganku dan Kay. Tak kulihat raut kesal atau cemas di wajahnya.Jax Alister ... kau memang misterius. Andai sedikit saja ia tunjukkan rasa tak suka, atau berkata jujur mengapa ia menghalangi pertunangan dan meminta aku membatalkan pernikahan, aku mungkin tidak akan marah lagi.Aku sudah berada di kamar bersama Kay yang sejak tadi terus mengecupi leher hingga punggungku. Aku sungguh sedang t
Jax's POV Aku dan Ivanna saling bertatapan, begitu pula Gabby yang terlihat tak percaya apa yang baru saja ia dengar. “Kehamilanmu adalah hadiah dari Amethyst, Sang Dewi Bulan, untukmu dan Dokter Davidson, karena kalian telah menolong kami,” lanjutnya. Aku bisa melihat air mata bahagia menetes dari sudut mata Gabby. Ia telah lama menantikan seorang bayi, karena menurutnya, dirinya tak mungkin bisa mengandung. Vampire tak mungkin mengandung, meski Ayden adalah seorang hybrid yang masih mungkin memiliki organ dan sel hidup dalam tubuhnya untuk bereproduksi, tetapi tidak dengan Gabby.Itu sebabnya ia mengusahakan dengan eksperimen yang telah hancur akibat perbuatan Jason. “Aku sangat bahagia mendengarnya. Selamat, Gabby!” Ivanna turut meneteskan air mata dan memeluk Gabby dengan erat, begitu pula lainnya bergantian mendekap wanita berambut merah itu. “Lalu bagaimana dengan embrio yang Jason bawa saat itu?” tanya Ivanna tampak ingin tahu. “Dia tak pernah tumbuh, Ivanna. Aku melihatny
Jax’s POVAku bisa merasakan nagamaki yang menembus punggung Jason semakin mengoyak tubuhnya, termasuk juga tubuhku. Jason menarikku mendekat dan seolah tak membiarkanku hidup sementara dirinya harus berakhir di tangan wanita yang selama ini ia anggap lemah.Ivanna berhasil menaklukkan apa yang selama ini membuatnya gentar. Pertemuan dengan Bethany dan Jason, adalah hal paling menakutkan baginya.Jason mendekapku cukup lama. Bola mata kelabunya menatapku dengan tatapan bengis, penuh kebencian. Aku masih ingat perkataannya yang terdengar sebagai ancaman seolah aku akan takut dan memilih untuk berpihak padanya.“Kau tidak akan pernah bisa lari, Jax. Aku akan terus memburumu dan keturunanmu di kehidupanku selanjutnya,” ujarnya, kemudian menyeringai.“Mungkin. Jika kau memang terlahir kembali, aku akan dengan senang hati menghadapi dan membunuhmu dengan tanganku sendiri,” jawabku sebelum kemudian mendorong Jason menjauh dan berusaha menopang tubuhku sendiri agar tak terjatuh.Aku masih in
Ivanna's POV Aku bangkit perlahan, duduk dengan tegak dan meraih Ash yang semula kubaringkan di atas hamparan pasir. Tak ada tangis sedikit pun, seolah ia mengerti bahwa ibu dan ayahnya sedang berjuang untuk keselamatannya, maka ia tak ingin membebani kami dengan rengekan.Aku menyerahkan Ash pada Ivory, membiarkan wanita itu merengkuh putraku.“Aku tak tahu apakah ini keputusan benar, mempercayakan bayiku padamu. Namun, seperti kau percaya padaku, maka itu yang kulakukan. Aku percaya padamu. Tolong jaga Ash untuk kami. Aku akan kembali ke sana menolong Jax dan kawan-kawan lainnya. Aku akan kembali mengambil Ash setelah kekacauan ini selesai.”“Tenang saja, Ivanna. Kau bisa percaya padaku. Aku berjanji akan menjaga Ash, karena ia adalah jodoh Mackenzie. Tak mungkin aku melenyapkan jodoh putriku sendiri. Sekarang kembalilah, tolonglah Jax dan lainnya. Aku akan membantu kalian dari sini,” ucap Ivory yang membuatku tertegun sejenak mendengar apa yang barusan ia ucapkan.Ash berjodoh den
Ivanna’s POVGabby menatapku dengan tatapan yang tak mampu kuterjemahkan. Apa yang tengah ia pikirkan saat ini? Mengapa aku tak bisa membaca pikirannya, dan pikiranku seolah tak mampu menangkap sinyal darinya. Apakah ini karena perasaanku tengah kacau balau?Gabby tampak gugup dan tak bisa memberikan jawaban maupun menuruti keinginan Jason, untuk memberikan Ash pada Bethany yang sudah tampak begitu kelaparan. “A-aku ingin ke kamar kecil,” ucap Gabby yang membuatku terhenyak. Apakah ia berniat untuk melarikan diri di tengah kekacauan yang telah ia buat? Jax mengatakan padaku bahwa Gabby sempat berniat untuk mengkhianati kami. Apakah ini salah satunya?Mendengar perkataan Gabby, Jason tersenyum mengejek. “Kau ingin menipuku, huh?”Gabby menggeleng. Bahkan ketika Jason akhirnya mencengkeram wajahnya, perempuan itu sama sekali tidak memberi perlawanan. Ayden yang tampak geram dan berusaha melepaskan diri untuk bisa menyelamatkan kekasihnya, sementara aku dan Ash, nyawa kami di uju8ng tan
Ivanna's POV Bethany, jika aku tak salah mengenali, layaknya seekor anjing yang datang bersama tuannya. Jason mengikatnya tanpa ampun.“Halo, Ivanna. Apakah aku lupa mengatakannya, bahwa kau tak akan pernah bisa lari dariku. Ke mana pun kau pergi, aku akan selalu bisa menemukanmu.” Ia menoleh pada makhluk yang ada dalam ikatannya. “Benar begitu, kan, sayang. Kau boleh menyapa dirimu di kehidupan terakhir, Beth. Setelah ini, kaulah yang akan hidup dan dirinya hanyalah tinggal kenangan.”“Kami tak akan biarkan kau menyentuh Ivanna!” geram Gabby kemudian menerjang Jason yang dengan gesit selalu berhasil menghindar.Lalu giliran Ayden yang menyerang. Kekuatan keduanya imbang, tetapi bagaimana pun, Jason adalah lelaki yang licik. Ia menggunakan Bethany sebagai senjata untuk menghalau dan mempersulit posisi Ayden dan Gabby.“Kau harus menghabisinya, Ayden. Kita harus selamatkan Ivanna.” Aku masih mendengar suara mereka berdua tengah bercakap-cakap sembari sesekali kudengar suara denting be
Ivanna’s POVDi tengah kekacauan yang terakhir kali kulihat adalah sosok kekasihku yang telah siap dengan sahabat karibnya, nagamaki yang selalu tersemat di balik punggung. Jika Jax sudah mengetatkan genggaman di ujung pegangan nagamaki, itu artinya, pertarungan besar akan terjadi. Jumlah Feral yang datang, aku lupa tepatnya, tetapi aku tahu kalau mereka tak hanya satu, dua, atau sepuluh. Ratusan, jika aku boleh memperkirakan. Apakah Jax dan Max akan baik-baik saja menghadapi mereka?Ivory menarik lengan dan membawaku melarikan diri bersamaan dengan datangnya gerombolan makhluk liar itu. Aku merasa beruntung karena tak hanya aku yang ada di sana, melainkan Ayden dan Gabby yang bertemu dengan kami di sebuah persimpangan.Beruntungnya, Ash tak pernah jauh dariku. Ia masih berada dalam gendonganku setelah mendapatkan tanda keanggotaannya.“Ivy, akan kau bawa ke mana kami?” tanyaku, sembari mengikuti kecepatan wanita itu. Ivory sangat gesit dan lincah. Ia seolah sudah terbiasa melarikan
Jax's POV “Jax, apakah kau sudah gila? Aku sudah katakan kalau Ash berada dalam bahaya. Kau malah setuju untuk ikut dengan mereka.” Ivanna menyuarakan protes ketika mendengar permintaanku agar kami segera berkemas. “Aku tak menyangka kau menganggap perkataanku hanya bualan.”“Aku tak pernah berpikir demikian, Ivanna. Mengertilah!” Aku meraih wanita itu agar menghadap padaku. “Ivanna, dengarkan aku. Kita tidak memiliki pasukan dan Jason bisa menyerang kapan saja.”“Devon sudah menyerahkan klan-nya untukmu, bukan? Kita bisa memulainya jika kau mau.”Aku menggeleng. “Tidak semudah itu, Ivanna. Banyak yang harus kita lakukan dan persiapkan untuk membentuk sebuah klan yang kuat. Kita belum sebanding dengan Jason, kecuali kalau ia berani berduel melawanku, maka kupastikan aku akan menang.”Ivanna tampak gelisah. Wajah pucatnya yang biasanya masih merona, kini terlihat makin pucat. Ia tampak kelelahan setelah apa yang kami lalui selama beberapa hari terakhir. Aku tak ingin jika penderitaan
Jax’s POVAku membawa Ivanna untuk ikut denganku menuju ke ruang bawah tanah. Aku susdah mengatakan padanya, meski masalah ini bukanlah rahasia dan Max bahkan tak melarangku jika aku ingin menyampaikan pada Ivanna, tetapi tidak seharusnya kami datang ke ruang bawah tanah di malam hari seperti ini.Kekuatan feral akan meningkat di malam hari dan aku tak ingin sampai membuat kekacauan karena sikap keras kepala kekasihku ini. Namun, apa boleh buat?Kubiarkan ia melihat di sekeliling, di mana beberapa lycan tengah dikurung, tetapi dalam kondisi normal. Ivanna tampak tertarik dengan apa yang membuat Max dan member pack memutuskan untuk memenjarakan mereka.“Pastinya karena masalah yang cukup besar mereka mendapat hukuman sebagai efek jera,” jawabku saat Ivanna tampak tak mampu menahan diri dan sebelum ia berpikir bahwa pemerintahan yang Max jalankan terlalu ketat, aku memberikan penjelasan padanya.Tiba di satu sel yang tampak berbeda dibanding lainnya, langkahku terhenti dan ia pun melaku
Ivanna's POV Aku masih memikirkan perkataan Ivory mengenai penawarannya agar Jax menjadi warior bagi Alsenic pack dan kami menjadi bagian dari pack tersebut. Aku bahkan belum menyampaikan pembicaraan itu pada Jax. Ia tengah menyibukkan diri menimang Ash dan aku hanya memerhatikannya dengan banyak pikiran yang semrawut.Setelah berhasil menidurkan Ash, Jax membaringkannya di sebuah box bayi yang juga sudah tersedia lengkap di rumah ini, lalu menghampiriku yang sejak tadi termenung memandangi Jax dengan tatapan kosong.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Jax setelah mengecup bibirku sekilas. Aku mendesah dan memaksa tubuhku untuk berbaring, sementara ia meraih kakiku dan memijitnya dengan lembut. “Lihatlah, kau sangat kelelahan. Katakan apa yang sedang kau pikirkan? Mungkin saja membaginya denganku pikiranmu bisa sedikit lebih tenang.”“Jax, apakah Max mengatakan sesuatu? Bukankah kalian tadi berjalan ke suatu tempat berdua? Apakah dia mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan politik atau