SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 53"Bu, besok Johan sama Mona mau pindahan." Bu Susan yang semula pandangannya tertuju ke arah layar televisi seketika tersita. Ia menoleh ke arah Johan yang tanpa ia sadari tengah terduduk di sampingnya. "Pindah? Kemana?""Kami sudah dapat kontrakan, Bu." Mendengar ucapan Johan, senyuman sinis terlihat di bibir Bu Susan. "Memang ada uang buat bayar kontrakan?""A–ada, Bu." "Baguslah, biar nggak nambah beban ibu di sini." Johan menelan salivanya dengan susah payah begitu mendengar respon dari ucapan wanita paruh baya itu. Apalagi dalam pengucapannya, Bu Susan sama sekali tak merasa canggung. Setiap kata, lolos dengan mudahnya dari mulut tajamnya. Sungguh, ia sama sekali tak memikirkan perasaan putranya. Sebenarnya, sejak dulu Johan pun merasa jika sang ibu seperti terkesan membencinya. Namun, Johan tak tau alasan pastinya. Sikap Bu Susan, berbanding terbalik saat memperlakukan dirinya dengan sang adik. Bahkan, bisa dikatakan sebagai langit
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 43Mika menoleh ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Dan ternyata waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, dan semua olahan telah tersaji. Bibir Mika tersenyum saat ia melihat sudah tersedia risoles, lumpia dan donat. Masing-masing tersedia hanya satu nampan berukuran lumayan besar.Sengaja Mika hanya membuat sedikit, sebab ini adalah hari pertama berjualan. Khawatir jika tak akan habis semuanya. Oleh sebab itu, Mika membuat masing-masing hanya satu nampan. Sebelum Mika membawa semua kue ke toko yang berdiri di depan rumah, Mika akan memandikan dan menyuapi sang anak, yang sudah sejak pukul lima pagi sudah bangun dan Mika baringkan di kasur bayi dan ia letakkan tak jauh darinya. Tak bisa dipungkiri, Mika sedikit kewalahan harus membuat dagangan dan menjaga sang buah hati dalam waktu yang bersamaan. Tak jarang Mika harus mematikan kompor terlebih dahulu saat sang buah hati merengek atau hanya sekedar memberikan ASI untuk bayi
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 55Dan benar saja, ponsel Mika terus berdering sebab ada beberapa nama yang mengomentari story Mika.Cukup lama Mika membalas pesan-pesan tersebut. Ada beberapa orang yang hanya sekedar bertanya, dan ada beberapa orang yang berminat memesan dagangan Mika. [Mbak bisa antar nggak? Soalnya saya lagi nungguin bayiku tidur. Nggak mungkin kalau aku tinggal.]Salah satu pesan membuat Mika berpikir. "Kenapa, Mik?" "Ini ada satu pelanggan mau beli, tapi nyuruh antar. Gimana dong.""Lah, kenapa bingung? Kan ada aku di sini. Biar aku yang jaga toko sama Nando. Kamu antar dulu saja.""Gapapa?" tanya Mika dengan ekspresi ragu. Tak enak jika ia harus merepotkan sahabatnya itu. "Nggak apa-apa. Terima saja," ucap Elisa. Mika pun akhirnya mengangguk. Lalu, ia bergegas mengetikkan pesan balasan untuk calon pembeli kedua. [Bisa, Mbak. Mau berapa?][Risoles 1, lumpia 2, sama donatnya 2, Mbak. Oh ya, Mbak, tolong bawa uang kembalian sekalian ya. Uangku 20 ribu, n
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 56Sebuah mobil taksi online mulai melambatkan laju kendaraannya begitu sampai di alamat pemesannya. Mona dan Johan yang menyadari adanya mobil berhenti lekas keluar kamar lalu melihat ke arah depan. Dan benar saja, taksi online yang ia tunggu telah tiba. "Mas, ayo berangkat," ajak Mona, dan Johan pun mengangguk. Gegas, keduanya pun melangkah masuk ke dalam kamar. Membawa satu koper dan 2 tas jinjing berukuran besar keluar. "Bu, kami pamit dulu, ya," ucap Johan begitu ia sampai di ruang tamu, dan melihat sang ibu tengah berbaring di sofa. Sang ibu yang mendengar ucapan Johan pun bergegas bangkit dari tempatnya rebahan lalu melangkah mendekat. "Ya, yang betah di sana. Jangan kontrak dua hari, balik lagi. Berat, ibu kalau suruh tanggung makanan kalian, apalagi kamu sekarang jadi pengangguran lagi," celetuk sang ibu. Johan yang mendapatkan jawaban yang terkesan seperti sebuah hinaan itu pun hanya mampu menghembuskan napas berat. "Iya, Bu." Sel
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 57Brak!Bu Susan menutup laci dengan kesal lalu disusul dengan suara pintu lemari yang ia banting. Gemuruh di dalam dada wanita itu terasa begitu membuncah. Kemudian, Bu Susan melangkah menuju ke arah depan. Mengambil ponsel yang ia tinggal di meja ruang tamu. Begitu sampai, cepat-cepat Bu Susan mengambil ponsel di atas meja. Dengan posisi masih berdiri, ia mengutak-atik benda pipih itu hingga ia menemukan nomor Johan, dan kemudian Bu Susan menekan menu panggil. Berdering, namun tak kunjung diangkat. Bu Susan menggerutu, sebab panggilan pertama tak diangkat. Ia tak putus asa, Bu Susan mengulangi panggilan kedua. "Halo, Bu, ada apa?" Suara Johan dari seberang sana seketika terdengar saat panggilan terhubung. "Heh, Johan! Sejak kapan kau jadi maling, ha?!""Apa sih, Bu? Apa maksud ibu?" tanya Johan dari seberang sana. Dari nada suaranya terdengar biasa saja. "Jangan belaga nggak ngerti kamu, Johan! Jangan kau pikir ibu nggak tau kalau perhias
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 46Satu minggu berlalu, dan satu minggu sudah Mona dan Johan menempati tempat tinggal barunya. Dan kini, sepasang suami istri itu tengah bersiap-siap untuk datang ke tempat Johan bekerja dulu, untuk mengambil uang gaji terakhir dan pesangon berikut juga dengan bonusnya. "Ayo berangkat, Mas." "Iya, Sayang."Sepasang suami istri itu pun melangkah menuju ke arah depan. Dimana sebuah taksi online telah menunggu keduanya. "Sesuai aplikasi, Pak?" tanya Sang sopir begitu dua penumpangnya telah duduk di bagian belakang. "Iya," jawab Johan dengan singkat. Kemudian, mobil pun mulai bergerak lalu melesat membelah jalan raya."Nanti aku mau beli satu set perhiasan ya, Mas." Dengan wajah berbinar, Mona menoleh ke arah sang suami. "Iya, beli saja apa yang kamu mau." Semakin nampaklah kebahagiaan yang terpancar pada wajah Mona. Hingga puluhan menit kemudian, kendaraan roda empat itu mulai memelan lalu berhenti tepat di depan gerbang dimana dulu Johan beker
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 47"Jadi usaha yang lu lakuin bukan yang mengharuskan langsung ikut terjun, begitu?" tanya Johan setelah Bagas menceritakan perihal usaha yang selama ini geluti untuk mencapai kesuksesannya. "Enggak, Bro. Ibaratnya kita tinggal Investasi saja. Misal nih, lu investasi 50 juta, setiap bulan lu bisa dapat 10% dari modal yang lu kasih."Johan terdiam, menghitung dalam angannya berapa nominal yang akan ia terima jika ia menginvestasikan 50 juta uangnya pada Bagas. "5 juta per bulan?" "Iya. Lumayan kan. Tinggal duduk ngopi di rumah. Biarkan uang yang bekerja untuk kita, bukan malah kita yang bekerja untuk uang." Lagi, Johan kembali terdiam. Mencerna kalimat yang diucapkan oleh Bagas padanya."Lu kerja pagi sampai sore, gaji 10 juta. Dikibulin sama perusahaan itu!" Bagas tertawa mencemooh. "Gini saja deh, Bro. Coba saja Investakan 50 juta dulu, kalau lu merasa cocok, nanti tambah lagi nilainya. Katakanlah investasi 100 juta, bayangkan saja setiap bul
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 60Jarum jam di dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajah Mona yang tubuhnya masih berbaring di atas ranjang dan di bawah selimut. Wanita itu menggeliat pelan, lalu kedua netranya mengerjap beberapa kali. Mona pun bergerak pelan. Mengubah posisinya dari semula tertidur miring, lalu menjadi berbaring setelah memindahkan tangan sang suami yang melingkar di pinggangnya. "Mas, bangun. Sudah jam 8," ucap Mona pelan saat ia melihat ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Mona pun segera menyibak selimut, lalu mendudukkan tubuhnya. Ditepuk pelanlah pipi kanan Johan beberapa kali hingga akhirnya lelaki itu mulai membuka matanya. "Ada apa, Sayang?" tanya Johan dengan suara serak khas seorang yang baru saja bangun tidur. "Sudah jam 8 itu. Kita mau makan apa? Laper," ucap Mona sembari mengusap perutnya yang mulai terlihat membuncit. "Beli saja lah di luar." "Nggak ada motor, Mas. Mau jalan kaki?" uca