Suara Di Bilik Iparku (12)
(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**
[Bara, apa kamu tahu kalau setiap bulannya Mas Akbar transfer uang ke rekening Hanum?]
Send
Kuhela nafas panjang, aku harus memastikan apakah Bara tahu tentang uang yang selalu suamiku kirimkan untuk istrinya. Jika ia tidak tahu, maka mereka berdua benar-benar keterlaluan.
Tak hanya tubuh saja yang mereka bagi, melainkan juga materi. Apa Mas Akbar dan Hanun sama sekali tidak punya hati? Membagi seluruh kepunyaan kami. Apa belum cukup semua yang telah akudan Bara lakukan kepada mereka. Keterlaluan!
Sekitar sepuluh menit, tak kudapatkan balasan dari Bara. Karena hari sudah menjelang malam, aku memutuskan untuk beranjak dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh tubuhku yang sangat penat ini.
Gemericik air yang mengalir lewat kran membuat pikiranku sedikit lebih tenang, dinginnya air yang mengguyur tubuhku seakan mengangkat sediki
Suara Di Bilik Iparku (13)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Mbak, Mas. Aku sama Anisa ikut mobil kalian saja, ya. Badanku sedikit kurang enak badan, nggak kuat nyetir sendiri," tutur Mas Akbar ketika kami telah berkumpul di depan rumah Mas Agus hendak berangkat ke rumah orang tuanya.Kedua kakaknya itu hanya terdiam, lalu masuk ke dalam mobil fortuner miliknya."Anisa, kamu di belakang sama aku, ya." Mbak Mawar meneriakiku dari seberang mobil, sedangkan Mas Agus telah lebih dulu masuk ke dalamnya.Hatiku miris, ketika melihat Mas Akbar benar-benar diacuhkan oleh kakaknya. Aku hanya tersenyum, lalu masuk ke dalam mobil mengikuti Mbak Mawar. Selama ini Mas Akbar tak pernah mengijinkan aku untuk belajar menyetir mobil, katanya hanya kan membuang anggaran rumah tangga kalau sampai aku minta dibelikan mobil sendiri.Kami berjalan dalam diam, terlebih dengan Mas Agus yang duduk bersebelahan deng
Suara Di Bilik Iparku (14)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Kutundukkan kepalaku di atas pusara ibu mertuaku. Tangisan pilu Mbak Mawar dan Wulan masih terdengar jelas di telingaku.Mereka sangat kehilangan wanita yang telah melahirkannya itu. Terlebih kepergian ibu sangat mendadak dan juga sedikit banyaknya atas tragedi yang menimpa anak lelaki dan menantu perempuannya.Miris, ketika nyawa seorang ibu harus melayang karena ulah anaknya sendiri. Mas Akbar dan Hanum benar-benar tak punya hati. Mereka seakan hanya memperdulikan hasrat dan nafsunya saja tanpa memperdulikan perasaan orang-orang terdekatnya.Entah, akan jadi apa manusia seperti mereka. Kini, bahkan orang yang paling berjasa dalam hidup mereka harus meninggalkan kami terlebih dahulu karena rasa sakit dalam hatinya yang ia bawa sampai mati.Dua hari berselang setelah aku mundur dari menantu keluarga ini ibu sakit parah dan akhirnya mengh
Suara Di Bilik Iparku (15)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Bara, tolong ... Bawa dia keluar," ucap Mas Agus memberi perintah pada adik iparnya tanpa memandang Hanum sedikitpun.Sedangkan Wulan masih menangis sesegukan di pelukanku. Ia sangat terpukul dengan kepergian ibunya, wajar jika ia bersikap seperti ini. Para kerabat yang masih tinggal di rumah ini pun ikut menangis, mereka merasa kasihan dengan nasib Wulan.Bara diam bergeming. Namun, sedetik kemudian ia melangkah dan menarik Hanum yang terduduk di lantai dapur."Mas, tolong. Maafkan aku, aku memang salah. Tapi berikan aku kesempatan lagi. Bagaimanapun juga aku juga masih menantu di rumah ini," tutur Hanum membela diri, membuat beberapa kerabat kami saling berbisik."Dasar wanita tak tahu diri! Pergi kamu dari sini!" racau Wulan lagi membuat suasana semakin panas.Kupeluk erat adik iparku itu, selain untuk menenangkannya aku tak i
16 Suara Di Bilik Iparku (16)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Tadi malam, akhirnya kuputuskan untuk tidur di rumah orang tua Mas Akbar. Jika bukan karena kasihan pada Wulan, aku sudah tak akan mau tidur di sana lagi karena aku telah memutuskan untuk sejenak menjauh dari Mas Akbar dan keluarganya sampai luka di hatiku sembuh.Pagi ini aku bersiap-siap, memasukkan beberapa barang yang semalam aku keluarkan di kamar Wulan seperti cas ponsel, peralatan make-up dan mukena. Wulan sudah tak nampak lagi di dalam kamarnya, mungkin ia sedang di luar membantu Mbak Mawar beres-beres usai acara semalam.Memang sudah menjadi kebiasaan warga di tempat ini jika ada seseorang yang meninggal akan diadakan acara tahlilah selama tujuh hari berturut-turut. Rencananya aku hanya akan datang kemari tanpa menginap lagi, karena sungguh ... Berhadapan dengan Mas Akbar bak menyiram air garam di atas lukaku."Mbak, jadi balik?" tanya Wulan tiba-tiba membuyarkan lamuna
Suara Di Bilik Iparku (17)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Hatiku berkecamuk saat bapak menanyakan tentang rumah tanggaku dengan Mas Akbar. Beberapa hari setelah kepulanganku ke rumah ini, aku sama sekali belum menceritakan tentang masalah yang sebenarnya terjadi antara aku dan Mas Akbar, bahwasannya kami baru saja mengalami pertengkaran hebat karena perbuatan buruk Mas Akbar."Nisa, rumah tanggamu baik-baik saja, kan?" tanya bapak sekali lagi saat aku tak kunjung menjawab pertanyaannya.Aku menghela nafas panjang, lalu kembali menghampiri kedua orang tuaku yang masih duduk di sofa ruang tamu. Di satu sisi aku tak ingin mereka tahu kabar ini dari orang lain, tapi di sisi lain aku sangat takut jika kabar yang akan kusampaikan ini pada akhirnya hanya akan membuat kesehatan kedua orang tuaku memburuk.Jantungku berdegup kencang. Aku sadar, meski sekuat apapun aku menyembunyikan masalah ini, cepat atau lambat mereka pasti akan tahu juga. Dan s
Suara Di Bilik Iparku (18)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Kupejamkan kedua mataku setelah selesai menyiapkan beberapa berkas yang akan aku masukkan ke kantor dimana Mas Akbar bekerja. Tentunya dengan bantuan Oki. Ia bersedia membantuku untuk lebih mudah masuk ke dalam kantor itu.Semoga saja, dengan pekerjaanku yang baru nantinya bisa melipur laraku. Dan juga, sedikit banyaknya aku bisa menuntut balas pada Mas Akbar atas apa yang telah ia lakukan padaku.Mungkin ia lupa bagaimana konsep Tuhan, bahwasanya tak selamanya yang di atas akan selalu di atas. Ada kalanya memang seorang manusia itu akan jatuh dan terpuruk pada waktu yang tepat. Terlebih apabila orang itu telah dzolim pada sesamanya.Huufftt haaahhKuhela nafas panjang sebelum benar-benar masuk ke alam mimpi.**DdrrrtttKukerjapkan kedua mataku saat ponselku berdering di atas meja samping tempat tidur. Alarmku berbunyi, tepat pukul setengah li
Suara Di Bilik Iparku (19)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Serasa aku masih belum percaya dengan pertemuanku dengan Hanum beberapa saat yang lalu saat kami tak sengaja ingin membeli kue yang sama. Dengan percaya dirinya ia mengatakan kalau kue itu akan dibawa ke rumah mertuanya, yang itu artinya akan ke rumah orang tua Mas Akbar, kan?"Kerumah mertuamu?" tanyaku spontan membuatnya menoleh seketika ke arahku.Ia tersenyum miring, lalu berjalan mendekat."Iya, tentu saja. Ke rumah mertuaku, alias ke rumah mertuamu juga kan, Mbak?" tuturnya dengan nada setengah mengejek, padahal status kami sama, sama-sama tengah pisah ranjang dengan suami kami masing-masing.Aku mendesah pelan, memang tak ada gunanya aku berbicara dengan orang seperti Hanum. Buang-buang waktu saja! Kita lihat saja nanti malam, apakah ia masih benar-benar punya muka untuk datang ke rumah mediang ibu lagi.Tanpa memperdulikannya lagi aku lantas be
Suara Di Bilik Iparku (20)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Tubuhku masih membeku setelah bapak melarangku untuk meneruskan kontak kerjaku di tempat kerja Mas Akbar yang itu artinya perusahaan Om David. Kenapa? Kenapa bapak tiba-tiba saja bersikap seperti itu, padahal sebelum ini bapak lah yang paling semangat ketika aku hendak melamar kerja di tempat yang sama dengan Mas Akbar."Nis. Kamu dengar Bapak, kan?" ucap bapak lagi membuyarkan lamunanku.Aku tergagap, lalu menatapnya dengan wajah bingung."I-iya, Pak. Tapi kenapa?""Pokoknya Bapak nggak suka kamu kerja di sana. Batalkan saha, ya," tuturnya dengan wajah memohon.Hatiku gamang, padahal tinggal selangkah lagi aku bisa membalas perlakuan Mas Akbar dengan menduduki jabatannya yang bisa membuatnya sombong seperti sekarang ini. Lagi pula, seharusnya bapak senang kalau aku bekerja di tempat sahabat lamanya."Pak, beri Nisa alasan yang tepat. Ke
Aku dan Kekasih SuamikuPart 28Satu tahun kemudian ...."Sarapannya sudah siap, Mas," ucapku pada Mas Chandra ketika aku baru saja menyiapkan dua lembar roti tawar dengan selai kacang di atasnya, juga susu hangat di samping piringnya."Iya, sebentar," jawabnya dari kamar.Aku tersenyum tipis, lalu melanjutkan menyiapkan sayuran yang hendak kumasak untuk makan siang. Namun, sebelum itu aku mengelus lembut perutku yang mulai menyembul.Ya, tepat bulan ini usia kandunganku sudah memasuki bulan ke tujuh, rencananya sepulang dari kantor Mas Chandra akan mengantarkanku pergi ke dokter untuk kontrol bulanan.Tak berselang lama, Mas Chandra menghampiriku dengan melingkarkan tangannya di perut buncitku. Dia menciumi pipiku brutal hingga aku meletakkan pisau yang kugunakan untuk mengupas bawang."Ini masih pagi, Mas," ledekku, membuatnya terkekeh kecil lalu melepaskanku."Kamu cantik banget hari ini," ujarnya.Aku mendengus, lalu mundur darinya. "Jadi aku cantiknya hari ini saja?"Dia tak han
Aku dan Kekasih Suamiku (27)“Kamu sudah tahu kalau Lusi kecelakaan?” tanya ibu ketika aku baru saja pulang bekerja.Aku memicingkan mata, “dari mana Ibu tahu?”Wanita yang telah melahirkanku itu tersenyum, lalu berjalan mendekat ke arahku. “Apa kamu pikir gara-gara Ibu tidak perna bertanya padamu mengenai masalahmu lantas Ibu tidak tahu?”Sampai ibu berkata demikian pun aku masih belum paham mengenai apa yang beliau maksud. Memang selama ini aku sangat jarang sekali menceritakan masalah pribadiku pada ibu maupun bapak karena aku takut jika apa yang kuceritakan akan menganggu pikirannya.“Bu ….”“Sayang … selama ini Ibu dan Bapak hanya diam, tapi diamnya kami bukan karena tidak perduli melainkan kami memilih mengawasimu seperti sebelumnya,” kata ibu lagi memotong pembicaraanku.“Selama ini Ibu pun kesana kemari mencari informasi tentangmu dan semua yang berhubungan denganmu. Semua itu kulakukan karena semata-mata kami tidak ingin ada yang menyakiti hatimu, Nak.”Kedua mataku berkaca-k
Aku dan Kekasih Suamiku (26).Untuk beberapa saat kedua orang yang baru saja kubongkar rahasianya itu terdiam, terlebih dihadapan Lusi. Mana mungkin mereka akan mengakui kebobrokan masalalunya di hadapan anaknya?"Pa, Ma. Kenapa diam? Katakan apa yang sebenarnya terjadi."Aku tersenyum kecut, melihat orang yang hendak menghancurkan rumah tanggaku nyatanya justru akan hancur dengan sendirinya. Mungkin ini yang dinamakan 'karma'."Pak Akbar, Bu Hanum. Kenapa? Lebih baik jujur, bukan?""Lancang kamu!" bentak perempuan yang duduk di atas kursi roda itu.Bukan aku ingin menjadi wanita yang jahat, hanya saja mereka sudah lebih dulu menjahatiku. Mungkin dulu ibuku diam, dan menerima semuanya. Namun, aku tak terima. Mereka harus mendapatkan sanki atas apa yang sudah dilakukannya.Kulihat Pak Akbar menarik rambutnya kasar, lalu menatapku dan Lusi secara bergantian. Bisa kulihat jelas bahwa dia tengah tertekan dengan keadaan saat ini.
Aku dan Kekasih Suamiku (25).“Dari mana kamu yakin bahwa orang tuaku lah yang telah membuat hidup mamamu menjadi seperti ini? Dan juga, bagaimana kamu bisa yakin bahwa orang tuaku pula telah merebut semua milik mamamu?” tanyaku ketika telah duduk berhadapan dengan Lusi di meja nomor 8.Dia tampak santai, raut tenang tergambar jelas di wajahnya. Semua ini terlihat berbanding terbalik dengan apa yang biasa dia tunjukkan padaku. Jika biasanya dia selalu saja terlihat menjengkelkan tapi kali ini dia terlihat jauh lebih tenang.“Kamu tau hanya dari ucapan mamamu, kan?”“Mana mungkin aku bisa mempercayai orang lain, sedang aku yakin Mama tidak akan pernah berbohong kepadaku,” tandasnya begitu percaya dengan mamanya.Memang, kuakui bahwa di dunia ini tidak ada orang yang patut kita percayai selain perempuan yang telah melahirkan kita. Namun, bukankah seharusnya kitak boleh menelan kebenaran itu secara mentah-me
Aku dan Kekasih Suamiku (24).Aku masih tertegun setelah mendengar penuturan Mas Chandra mengenai alasannya mengenai foto itu. Rasanya kini untuk percaya dengannya terlihat sangat lah sulit, karena aku pernah dikecewakan olehnya."Hanan, kamu percaya, kan?" ucapnya lagi ketika aku masih terdiam.Jika dilihat dari gerak-gerik dan mimik wajahnya, dia terlihat seperti benar-benar tidak berbohong. Namun, bukankah tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengannya?"Terserah, sekarang kamu kamu percaya atau tidak denganmu. Namun, yang pasti aku telah mengatakan semua kejujuran ini padamu."Hatiku bimbang, sejujurnya aku sangat ingin percaya padanya. Aku juga tidak ingin rumah tanggaku hancur hanya karena wanita seperti Lusi."Baik, aku percaya. Tapi jangan memaksaku untuk bersikap baik seperti dulu lagi," tuturku setelah beberapa saat memikirkan mengenai hal ini.Mas Chandra tersenyum, sepertinya dia memang menunggu jawaban ini dar
Aku dan Kekasih Suamiku (23).Pak Akbar masih menatapku heran, ketika dengan sengaja aku mengatakan tentang hubungan saudara antara diriku dan juga Lusi. Hatiku sudah terlanjur panas, terlebih setelah aku mengetahui semua kebenaran yang terjadi antara mama, papa dan juga Pak Akbar."Apa maksud kamu?"Aku memutar bola mata malas, lalu berdiri dan berjalan sedikit menjauh darinya. Bagaimana bisa, aku berbaik hati pada orang yang telah berbuat buruk pada mamaku. Bahkan dia juga tidak berniat mengakuiku sebagai anaknya."Tentunya Anda ingat bukan dengan Anisa dan Oki Wijaya? Sudah lah, aku lelah dengan sandiwara ini, Pak. Lebih baik, jika Anda dan istri Anda masih memiliki dendam pada kedua orang tuaku, jangan bawa-bawa aku dan Mas Chandra. Setidaknya aku hanya ingin rumah tanggaku ini baik-baik saja. Terlepas bahwa ternyata Anda adalah ayah kandungku, itu sudah bukan menjadi prioritasku lagi karena bagiku ayahku cuma satu, yaitu Papa Oki Wijaya."
Aku dan Kekasih Suamiku (22)."Jadi, kamu menuduh kami telah mencelakakan mamanya Lusi?" sahut papa ketika aku berbicara demikian."Oh ... Bukan begitu, bukan ....""Lalu? Dengan nada bicaramu seperti itu tandanya kamu menuduh kami melakukan hal itu, Nan. Papa kecewa, bisa-bisanya kamu bersikap seperti itu," tandas papa dengan raut wajah kecewa.Aku menunduk dalam, seharusnya aku memang tidak berkata seperti itu karena mungkin hal itu akan menyakiti hati kedua orang tuaku. Namun, aku hanya ingin mencari kebenaran atas apa yang telah menimpaku ini. Apa aku salah?Mama hanya diam, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya. Membenarkan pertanyaanku, atau justru sama kecewanya dengan papa?Kedua bahu papa naik turun, menandakan bahwa dia terlihat sedang menahan amarah."Ma, Pa. Bukan begitu maksudku, hanya saja aku benar-benar sedang ingin mencari kebenaran. Hidupku sudah terlalu penat dengan semua masalah ini. Bukankah lebih
Aku dan Kekasih Suamiku (21)**Siang ini aku berencana untuk menyegarkan pikiranku dengan berjalan-jalan di Mall besar kota. Setelah tragedi Mas Chandra kemarin, dia belum berani pulang ke rumah. Entah, dia pergi kemana setelah aku mengusirnya.Tidak ada sesuatu yang penting, aku hanya ingin menyegarkan pikiranku sejenak dengan berjalan-jalan dan menikmati hari. Usai kunjunganku ke rumah kakek, aku juga belum bertemu dengan Pak Akbar yang ternyata adalah ... Ayahku.Ah, memuakkan sekali. Ternyata, selama ini aku telah mengenal pria yang dulu telah mengkhianati mama sedalam itu. Bahkan mungkin bisa saja mama depresi karena ulah pria itu.Dan sekarang, anak perempuannya pun juga ingin merusak rumah tanggaku. Bukan kah hal itu adalah suatu kebetulan yang sangat mengejutkan. Atau ... Sebenarnya ini bukan kebetulan? Melainkan direncanakan. Entahlah.Kedua mataku tertuju pada sebuah toko baju yang sering kukunjungi. Jika biasanya aku akan datang
Aku dan Kekasih Suamiku (20)."Sudah berapa lama kamu kenal orang ini?" tanya kakek tanpa menjawab pertanyaanku.Aku menghela nafas panjang, sepertinya orang yang aku tanyakan ini memang benar ayahku."Kek, tolong. Apa benar, orang ini ayahku?" ucapku sekali lagi.Kakek menatap Bibi Wulan seperti meminta persetujuan, lalu berbalik menatapku setelah Bibi Wulan menganggukkan kepalanya. Jantungku berdetak dua kali lipat dari sebelumnya, menunggu saat kakek akan menjawab pertanyaanku."Iya. Itu memang ayahmu," jawab kakek membuat duniaku seketika berhenti berputar.Aku terpaku, semua ini benar-benar membuatku sangat terkejut. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Benar hanya kebetulan, atau memang sudah di rencanakan?"Selama ini kami benar-benar kehilangan kontak dengannya karena kami memang tidak ingin mengenalnya lagi. Sikap dan perbuatannya dulu sangat membuat kami terutama Kakekmu ini sakit hati, hingga akhirnya aku memutuskan un