Beranda / CEO / Suamiku Pangeran Muda / 95. Pengorbanan Faruq

Share

95. Pengorbanan Faruq

Penulis: Roesaline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku hanya menatap wajah suamiku yang lama sekali kurindukan. Air mata terus meleleh, bukan saja aku Muzammil pun demikian juga. Cinta dan rindu kami berdua begitu menyakitkan dan mengenaskan.

"Aku mencintaimu. Zhee! Aku lebih suka hidup di Inagara sebagai Muzammil," ujar Muzammil sambil menangis.

"Aku lebih menginginkan kamu datang kepadaku sebagai Muzammil bukan Pangeran Tukasha. Aku hanya menginginkan cinta yang tulus dan sederhana dari seorang Muzammil" jawabku.

Begitu ingin rasanya berada dalam dekapannya. Kehangatan napasnya, aroma tubuhnya masih lekat di hatiku.

"Aku percaya cintamu padaku tidak akan ternoda meskipun Faruq berada di sampingmu," ucap Muzammil berharap.

"Jangan khawatir, Pangeran! Cintaku padamu tidak akan habis dan tergantikan," hiburku.

"Zhee, aku sangat mencintaimu, aku sangat menyayangi Erkan. Kapan kita bisa berkumpul seperti dulu lagi," runtuk Muzammil sedih.

"Aku ingin kau datang ke rumahku sebagai Muzammil bukan Pangeran Tukasha," kataku lagi mengin
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suamiku Pangeran Muda   96. Erkan Diculik

    Pagi sekali Faruq dan Iqbal olah raga bermain bola di halaman depan rumah. Aku dan ibu memasak menyiapkan sarapan. Aku melihat mereka bedua mandi keringat. Setiap orang yang lewat depan rumahku selalu terpana dengan ketampanan bapak dan anak itu. "Ayo sudah istirahat dulu, setelah itu mandi kemudian sarapan!" usulku. "Adik sudah bangun, Umi?" tanya Iqbal, "Sudah, Sayang," jawabku. "Dia baru saja mandi. Makanya Kak Iqbal juga cepetan mandi terus main sama adik," lanjutku. "Fahim, hari ini kita jadi ke Imigrasi bukan" tanya Faruq. Aku kelabakan harus menjawab apa, padahal aku memutuskan untuk tidak ikut ke Inagara. Tapi aku takut melukai hati Faruq. "Fahim!" panggil Faruq karena melihat aku melamun. "Iya," jawabku reflek. "Apa hari ini kita jadi ke Imigrasi membuatkan paspor untuk Erkan?" tanya Faruq mengulangi. "Kita bicarakan nanti, kita sarapan dulu, Tuan muda," jawabku menghindar. "Apa itu artinya kamu mulai berubah pikiran, Fahim?" tanya Faruq kecewa. "Tuan muda, aku har

  • Suamiku Pangeran Muda   97. Kembali ke Inagara

    Dret ... dret ... dret! Ponsel Faruq terus bergetar, ternyata Marwa yang menelepon. "Angkatlah, Tuan muda!" saranku. "Tidak, Fahim, biarkan saja!" tolak Faruq. Mobil mulai menyusuri jalanan, hatiku semakin hancur membayangkan Erkan waktunya minum asi. Membayangkan dia rewel saat mengantuk, membayangkan dia kelaparan. Tangis meronta pun tidak terkendalikan lagi. "Bagaimana kalau mereka membunuh anakku, Tuan muda?" tanyaku lirih di sela tangisku. "Kamu jangan menyiksa dirimu sendiri dengan pikiran yang tidak-tidak, Fahim!" ketus Faruq. "Aku seorang ibu, terpisah dengan bayiku, tidak setiap orang bisa memahaminya, Tuan muda," runtukku. "Mungkin kamu benar, tapi paksalah berpikir positif agar kamu punya kekuatan untuk terus mencarinya, Fahim!" usul Faruq. Dret ... dret ... dret ...! Ponsel Faruq bergetar, Iqbal yang menelepon. "Iya Iqbal, ada apa?" jawab Faruq yang on lewat speaker mobil sehingga aku pun dapat mendengarkannya. "Abi, Umi Marwa meminta kita sekarang juga pulang.

  • Suamiku Pangeran Muda   98. Tragedi di Bandara

    Aku mengamatinya dan terdorong untuk semakin mendekatinya. Tak sadar kakiku melangkah mendekatinya. "Fahim, ada apa?" tanya Faruq heran. "Umi?" panggil Iqbal. Faruq dan Iqbal mengejar dan meraih tanganku. Aku terhenti tapi pandanganku tak berkedip. "Apa kamu mencurigainya?" bisik Faruq. "Itu sepatu Erkan," kataku sambil menunjuk anak kecil yang sedang digendong seorang wanita muda. Aku melihat anak kecil yang digendong dengan dibungkus rapat dengan selimut. Sejenak sempat minder karena disampingnya ada empat orang bodyguard dengan badannya yang tegap dan tinggi besar. "Dia Erkan, Tuan muda!" teriakku. "Berhenti!" teriakku kemudian dengan lantang. Semua orang menoleh ke arahku dan sontak menghentikan langkah mereka. Tanpa ragu lagi aku berlari menghampirinya sambil berteriak memanggil nama anakku. "Erkaaaaaaan!" panggilku. Spontan empat orang bodyguard pasang badan melindunginya. Mereka berdiri berjajar melindungi wanita yang menggendong anak kecil itu. "Ada apa?" tanya sa

  • Suamiku Pangeran Muda   99. Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

    Aku menyaksikan bapak dan anak itu tergolek tak berdaya demi Erkan anakku. Hatiku teramat hancur, rasa sakit ini tidak terlihat oleh mata tapi rasanya tidak terlukiskan. Sesampai di rumah sakit Iqbal langsung masuk ruang operasi. Muzammil yang panik dengan menggendong Erkan masuk ke ruang tindakan anak. Apakah terjadi sesuatu juga dengan Erkan? Bergegas aku berlari menghampirinya. Muzammil mondar-mandir di depan pintu ruangan, aku bisa melihat kepanikan di wajahnya. "Apa yang terjadi, Pangeran?" tanyaku penasaran. "Erkan tiba-tiba sulit bernapas, Sayang," jawab Muzammil sambil meraih tubuhku ke dalam pelukannya. "Bagaimana bisa?" pekikku tak percaya. Aku berusaha menarik tubuhku dari pelukan Muzammil. Tapi dia semakin kuat menahanku seolah takut aku bergejolak. "Tenangkan hatimu, Zhee!" bisik Muzammil di telingaku. "Kenapa mereka menghukum orang-orang yang tidak bersalah? Bukankah harusnya aku yang mereka sakiti?" gerutuku disela Isak tangisku. "Aku berjanji siapapun yang memb

  • Suamiku Pangeran Muda   100. Penyusup

    Tak berselang lama seperti ada kekuatan baru yang mengalir ke tubuhku. Saat terbangun aku melihat Muzammil tertidur di ranjang pasien bersamaku. Tangan kekarnya melingkar di tubuhku. Tak jauh dari tempat tidurku, terbaring Erkan di box bayi. Oh syukurlah, Erkan baik-baik saja. Bagaimana dengan Iqbal dan abinya?Perlahan aku menggeser tangan Muzammil, tapi justru membangunkannya."Kamu sudah bangun, Zhee?" tanyanya dengan memicingkan matanya. "Kamu mau kemana?" tanya Muzammil kemudian."Aku mau melihat Iqbal dan tuan muda, Pangeran," jawabku."Mari kuantar!" tawar Muzammil."Kamu tunggu Erkan saja, Pangeran, aku takut ada yang berniat jahat lagi kepadanya," pintaku."Kamu lupa bukan saja kamarnya, bahkan rumah sakit ini sudah dijaga ketat oleh pengawal istana," jawab Muzammil menenangkan.Akhirnya Muzammil mendampingiku datang ke kamar Iqbal. Aku menatap pilu anakku yang malang menjadi korban kejahatan orang yang tak dikenal."Pangeran, aku harus mencarikan donor darah golongan B+ untu

  • Suamiku Pangeran Muda   101. Penyusup Terbunuh Misterius

    Tiba-tiba dokter dan perawat gadungan itu keluar dari kamar sambil menggendong paksa Erkan. Dia menconcongkan pistol ke kepala Erkan mengancam kalau kita mengadakan perlawanan maka peluru itu akan menebus kepala Erkan. "Apa yang kalian inginkan sebenarnya? Kenapa harus menghukum bayi yang tidak berdosa? Kalau urusan kalian kepadaku atau pangeran ayo kita selesaikan kita bicara," usulku. Dua orang penjahat itu tidak merespon justru semakin kelihatan garang. Mereka semakin lari menjauh mencari jalan keluar. Yang membuat aku penasaran apa yang mereka inginkan. Kenapa selalu ingin menculik Erkan? Aku ingin lari mengikutinya, tapi sontak Muzammil menarik tanganku dan menghentikanku. "Tenangkan hatimu, Zhee!" pinta Muzammil. "Bagaimana bisa tenang, anakku dalam bahaya? Setelah hilang beberapa hari kini harus diculik lagi," tangisku menggerutu. "Dia sudah mulai berjalan keluar rumah sakit, awasi dan ikuti terus jangan sampai kehilangan jejak!" perinta Muzammil lewat telepon kepada sese

  • Suamiku Pangeran Muda   102. Musuh Dalam Selimut

    Kita bertiga mendatangi kamar dimana penyusup itu dirawat. Dia masih belum sadarkan diri. Di depan pintu masuk ada empat bodyguard sedang berjaga."Dia sepertinya orang Indonesia, Fahim," gumam Faruq lirih. "Betul, Tuan muda," jawabku setuju dengan pendapat Faruq. "Tapi untuk siapa dia bekerja, apa salahku?" lanjutku meruntuk. "Kita tidak mengenalnya, bahkan aku dan ibu tidak punya musuh di sini," lanjutku sambil mengingat-ingat.Tiba-tiba dokter datang bersama perawat untuk memeriksa pasien."Pak Faruq, kenapa bapak tidak istirahat malah jalan-jalan kemari," tanya dokter begitu bertemu Faruq sedang berada di kamar pasien lain."Iya Dokter, sebentar lagi saya kembali ke kamar," jawab Faruq."Dokter Farid yang menangani anda adalah dokter terkenal di Indonesia, semoga bisa membantu masalah anda, Pak Faruq," kata dokter Bagus."Amiin," sahut Faruq dan Muzammil bersamaan."Bagaimana keadaan pasien ini, Dok?" tanya Muzammi."Keadaannya sudah stabil, dia akan segera sadar," kata dokter op

  • Suamiku Pangeran Muda   103. Curiga

    Muzammil menarik tanganku dan mengajak ke ruang keamanan. Aku hanya pasrah dan mengikutinya bahkan Faruq pun mengikuti kami berdua. "Jaga kamar anak-anakku, Burhan, jangan sampai kecolongan lagi!" pesan Muzammil sambil mempercepat langkahnya menyempatkan menghubungi bodyguard yang menjaga kamar Iqbaal dan Erkan. "Aku takut anak-anak dalam masalah, Pangeran!" sahutku. "Atau biar aku yang menunggu mereka, Zammil?" usul Faruq. "Iya, Faruq, tolong!" jawab Muzammil. Akhirnya Faruq berhenti sejenak karena terlalu lemah fisiknya, dan kami pun juga berhenti mengikuti Faruq. "Kamu baik-baik saja, Faruq?" tanya Muzammil. "Aku hanya capek," jawabnya singkat dibalik napasnya yang berpacu. "Pangeran, bolehkah aku mengantar Tuan muda ke kamarnya? Kasihan dia pucat sekali," pintaku dengan pelan agar pangeran tidak cemburu. Aku melihat dia sedang berpikir, aku tidak tahu apa yang ada dalam otaknya.Tapi aku lebih kasihan melihatnya tampak kesakitan dan melemah. "Tidak perlu, Fahim, aku tidak

Bab terbaru

  • Suamiku Pangeran Muda   109. Akhir Cinta Segitiga

    Ternyata orang yang sangat kucintai menusukku dari belakang. Diam-diam dia akan mengambil Erkan dariku. Pandainya dia bersandiwara seolah dia adalah pahlawanku, pelindungku juga anak-anak. Ternyata dia ular yang berbisa. Semenjak aku mendengar telepon dari Hema itu aku harus lebih hati-hati kepada Muzammil."Faruq, berikan Erkan kepadaku!" pinta Muzammil kepada Faruq.Dengan suka hati Faruq memberikannya kepada Muzammil. Aku menatapnya dengan kecewa, "harusnya kamu menjaganya, Pangeran, bukannya malah akan menculiknya," batinku."Aku akan menyuapinya, Pangeran," kataku."Suapi saja biar kugendong," usul Muzammil.Tanpa berontak terpaksa aku menyuapi Erkan yang dalam gendongan Muzammil. Sambil bergurau riang menghibur Erkan agar mudah makan. Aku melihat Faruq terpaku menatapku, perasaan canggung mulai menghinggapiku."Assalamualaikum ...?" sapa Marwa yang tiba-tiba muncul di depan kami."Waalaikum salam," jawab kami bersamaan."Marwa?" panggil Faruq terkejut."Nyonya Marwa?" panggilku

  • Suamiku Pangeran Muda   108. Pengkhianatan Muzammil Terbongkar

    Muzammil terkejut ternyata yang menelepon pengawal istana dan mengabarkan hasil penyelidikannya. Ternyata benar wanita yang aku curigai itu adalah Marwa. Berarti Marwa ada di Indonesia? Apa yang dilakukan di negaraku? Apa karena Faruq dan Iqbal belum pulang ke Inagara? Apakah Marwa sudah tahu kalau Faruq sedang sakit? Kalau benar dia sudah tahu tapi kenapa masih mengejar-ngejar Faruq? Apa itu artinya cinta Marwa tulus kepada Faruq? Faruq tidak boleh menyia-nyiakan ketulusan hati seorang istri. Aku tahu Marwa begitu membenciku karena rasa cemburunya yang begitu buta karena takut kehilangan Faruq. Tapi kalau ternyata dia belum mengetahui kalau Faruq sedang sakit, apa yang akan terjadi bila akhirnya dia tahu? Apakah dia akan meninggalkannya?"Awasi terus jangan sampai kehilangan jejak!" perintah Muzammil kepada pengawal istana kemudian menutup teleponnya."Ternyata feeling kamu benar, dia adalah Marwa," gumam Muzammil."Aku takut, Pangeran!" ujarku lirih.Muzammil segera memelukku, hang

  • Suamiku Pangeran Muda   107. Salah Paham

    Aku sudah kembali ke rumah, betapa bahagianya melihat Iqbal dan Erkan serta adik barunya bermain dengan rukunnya.. Gadis yang manis itu akan aku adopsi dengan nama Naura. Sepertinya itu nama yang cantik dan cocok buat dia. Aku dan Muzammil menemani mereka bermain di teras rumah."Iqbal suka punya adik cantik dan manis seperti dia?" tanyaku kepada Iqbal."Suka, Umi," jawab Iqbal. "Aku senang tinggal di sini, Umi, rasanya tidak ingin kembali ke Inagara," gumamnya."Kasihan abi juga opa dan oma, Sayang," hiburku."Nanti Iqbal akan semakin sering bertemu dengan mereka, jangan khawatir!" Muzammil juga menghiburnya."Iqbal sayang kan sama adik-adik?" tanyaku."Iya Umi, aku sayang banget sama adik-adikku, mereka imut," sahut Iqbal. "Sekarang adikku ada dua iya kan, Abi?" lanjutnya bertanya Muzammil."Iya, ada dua, kamu mau nambah lagi?" kelakar Muzammil."Ih apaan sih, Pangeran, mereka masih kecil-kecil repot tahu?" selaku berbisik sambil mencubit lengan Muzammil."Auh sakit, Zhee!" tawa Muz

  • Suamiku Pangeran Muda   106. Surat Wasiat dari Ibu

    Aku segera membacanya, betapa terkejutnya hatiku membaca isinya. Ibu menginginkan aku menikah dan bahagia dengan Faruq. Karena di depan matanya Faruq banyak melakukan pengorbanan dan selalu melindungiku. Ibuku menyaksikan sendiri betapa besar cinta Faruq untukku. Sementara dengan Muzammil dia belum pernah bertemu. Meskipun Muzammil seorang sultan dari Kerajaan Tukasha ternyata tidak membuat ibuku silau dengan pangkat dan derajat."Apa isinya, Zhee?" tanya Muzammil yang ikut mengamati surat itu."Bukan apa, Pangeran," jawabku. "Untung kamu tidak mengerti bahasanya," pikirku dalam hati."Kita lihat ibuku, kamu belum pernah melihat ibu kan?" kataku sambil menggandeng tangan Muzammil mencari jenazah ibu di baringkan.Dengan penasaran dia mengikutiku menuju ruang tengah. Aku melihat jenazah ibu sudah dimasukkan keranda. Akhirnya paman dan beberapa orang membantu membuka keranda itu agar aku bisa melihatnya untuk terakhir kalinya."Jangan menangis, Fahim, jangan sampai air matamu menetes di

  • Suamiku Pangeran Muda   105. Cinta Tidak Harus Memiliki

    Entah apa yang sedang kupikirkan, tiba-tiba saja aku balik kanan dan berlari sambil menggendong Erkan. Tanpa berpikir lagi Muzammil sedang di sisiku. Juga hampir lupa bahwa Erkan sedang dalam gendonganku. "Zhee!" teriak Muzammil memanggilku. Aku tidak menggubrisnya lagi, yang ada di otakku wajah Faruq yang melemah dan butuh dukungan orang yang dicintainya. Tanpa terasa aku sudah berdiri di depan pintu ruang dokter spesialis kanker atau Dokter Onkologi. Tanpa ragu aku menerobos masuk. "Nyonya, ada apa ini?" hardik perawat spontan. Aku tidak peduli, aku terus masuk hingga akhirnya menerobos ruang periksa dokter. "Siapa dia, Tuan?" tanya dokter dalam bahasa Inggris. "Dokter, bagaimana keadaannya?" sahutku panik. "Apa dia istrimu, Tuan?" tanya dokter lagi. "Saya keluarganya, Dok," jawabku. "Kebetulan, Nyonya, silakan duduk!" perintah dokter. "Hanya dukungan keluarga yang paling dibutuhkan. Satu-satunya jalan dia harus kemoterapi, Nyonya, tapi Tuan Faruq menolaknya," ujar dokter

  • Suamiku Pangeran Muda   104. Saat Cinta Diuji

    Aku dan Faruq terbelalak kaget tidak mengira Muzammil tiba-tiba muncul. Dan kami tidak siap jawaban dengan pertanyaan itu. Aku dan Faruq saling berpandangan. Ada rasa tidak nyaman dengan kehadiran Muzammil terpancar di wajah Faruq."Ada apa kalian? Kenapa kelihatan tegang seperti itu?" tanya Muzammil sok polos."Penyusup itu, dia ... dia ... meninggal," ujarku pelan dan terbata-bata."Bagaimana bisa? Bukankah sebelumnya dia baik-baik saja?" tanya Muzammil heran. "Bagaimana bisa dengan tiba-tiba dia meninggal?" lanjutnya."Pura-pura!" sahut Faruq menggumam lirih."Maksudmu?" bentak Muzammil heran.Sontak mataku memberi isyarat agar Faruq bisa menahan diri. Belum saatnya kita membongkar kejahatan ini karena bukti belum jelas. Akhirnya Faruq pun menahan diri. Muzammil hendak membuka pintu ruang penyusup itu dirawat tapi perawat lebih dulu membuka pintu dan keluar membawa jenazah pindah ke kamar mayat."Mana mungkin? Dia satu-satunya harapan kita untuk mengungkapkan misteri kejahatan ini?

  • Suamiku Pangeran Muda   103. Curiga

    Muzammil menarik tanganku dan mengajak ke ruang keamanan. Aku hanya pasrah dan mengikutinya bahkan Faruq pun mengikuti kami berdua. "Jaga kamar anak-anakku, Burhan, jangan sampai kecolongan lagi!" pesan Muzammil sambil mempercepat langkahnya menyempatkan menghubungi bodyguard yang menjaga kamar Iqbaal dan Erkan. "Aku takut anak-anak dalam masalah, Pangeran!" sahutku. "Atau biar aku yang menunggu mereka, Zammil?" usul Faruq. "Iya, Faruq, tolong!" jawab Muzammil. Akhirnya Faruq berhenti sejenak karena terlalu lemah fisiknya, dan kami pun juga berhenti mengikuti Faruq. "Kamu baik-baik saja, Faruq?" tanya Muzammil. "Aku hanya capek," jawabnya singkat dibalik napasnya yang berpacu. "Pangeran, bolehkah aku mengantar Tuan muda ke kamarnya? Kasihan dia pucat sekali," pintaku dengan pelan agar pangeran tidak cemburu. Aku melihat dia sedang berpikir, aku tidak tahu apa yang ada dalam otaknya.Tapi aku lebih kasihan melihatnya tampak kesakitan dan melemah. "Tidak perlu, Fahim, aku tidak

  • Suamiku Pangeran Muda   102. Musuh Dalam Selimut

    Kita bertiga mendatangi kamar dimana penyusup itu dirawat. Dia masih belum sadarkan diri. Di depan pintu masuk ada empat bodyguard sedang berjaga."Dia sepertinya orang Indonesia, Fahim," gumam Faruq lirih. "Betul, Tuan muda," jawabku setuju dengan pendapat Faruq. "Tapi untuk siapa dia bekerja, apa salahku?" lanjutku meruntuk. "Kita tidak mengenalnya, bahkan aku dan ibu tidak punya musuh di sini," lanjutku sambil mengingat-ingat.Tiba-tiba dokter datang bersama perawat untuk memeriksa pasien."Pak Faruq, kenapa bapak tidak istirahat malah jalan-jalan kemari," tanya dokter begitu bertemu Faruq sedang berada di kamar pasien lain."Iya Dokter, sebentar lagi saya kembali ke kamar," jawab Faruq."Dokter Farid yang menangani anda adalah dokter terkenal di Indonesia, semoga bisa membantu masalah anda, Pak Faruq," kata dokter Bagus."Amiin," sahut Faruq dan Muzammil bersamaan."Bagaimana keadaan pasien ini, Dok?" tanya Muzammi."Keadaannya sudah stabil, dia akan segera sadar," kata dokter op

  • Suamiku Pangeran Muda   101. Penyusup Terbunuh Misterius

    Tiba-tiba dokter dan perawat gadungan itu keluar dari kamar sambil menggendong paksa Erkan. Dia menconcongkan pistol ke kepala Erkan mengancam kalau kita mengadakan perlawanan maka peluru itu akan menebus kepala Erkan. "Apa yang kalian inginkan sebenarnya? Kenapa harus menghukum bayi yang tidak berdosa? Kalau urusan kalian kepadaku atau pangeran ayo kita selesaikan kita bicara," usulku. Dua orang penjahat itu tidak merespon justru semakin kelihatan garang. Mereka semakin lari menjauh mencari jalan keluar. Yang membuat aku penasaran apa yang mereka inginkan. Kenapa selalu ingin menculik Erkan? Aku ingin lari mengikutinya, tapi sontak Muzammil menarik tanganku dan menghentikanku. "Tenangkan hatimu, Zhee!" pinta Muzammil. "Bagaimana bisa tenang, anakku dalam bahaya? Setelah hilang beberapa hari kini harus diculik lagi," tangisku menggerutu. "Dia sudah mulai berjalan keluar rumah sakit, awasi dan ikuti terus jangan sampai kehilangan jejak!" perinta Muzammil lewat telepon kepada sese

DMCA.com Protection Status