Sejak pulang sekolah, Exel terus menerus lengket dengan Tania. Bahkan siang ini pun sama, mereka berdua tengah duduk bersama di teras samping. Anak itu menolak berbicang dengan Mamanya hingga dia ke mana-mana dengan Tania. Seperti sekarang ini, Exel melihat Elizabeth yang tengah bersama Pauline di dalam rumah. Mamanya itu, tengah mengajari adiknya membaca."Huuuhh..." Exel menyergah napasnya panjang tiba-tiba. "Kenapa, Tuan Kecil?" tanya Tania tersenyum manis menatapnya. "Tuan Kecil tidak mau bergabung dengan Mama di dalam sana?" Exel menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Mama hanya sayang pada Pauline saja, tidak denganku lagi, Bi," jawab anak itu. "Heemmm ... dari yang Bibi lihat memang seperti itu. Nyonya semakin hari sayangnya hanya pada Nona Kecil saja, sedangkan Tuan Kecil diasingkan. Apa yang membuat Nyonya seperti itu pada Tuan Kecil?" Tania menatap wajah Exel yang sedih, anak itu juga masih lekat menatap lurus ke arah Elizabeth dan Pauline di dalam rumah. Exel mencebikka
Setelah Exel tenang, Evan pun bergegas pergi untuk menemui Elizabeth di rumah lamanya. Evan menitipkan Exel pada Tania. Wanita itu menjaga Exel di dalam kamar dan setia duduk di samping Exel menemaninya. "Tuan Kecil yang sabar ya, Bibi tahu pasti Tuan Kecil sedih sekali sekarang ini ... bahkan Papanya Tuan Kecil sekarang pun lebih memilih mendatangi Mama dan Adik Pauline," ujar Tania mengusap-usap punggung Exel. "Tidak ada lagi yang sayang sama Exel, Bi," ujar anak itu dengan tangis sesenggukan. Tania menggelengkan kepalanya. "Jangan bicara seperti itu. Bibi sayang sekali dengan Tuan Kecil, Bibi sangat menyayangi Tuan Kecil..." Exel masih merengek dalam pelukannya. Suasana hati anak itu benar-benar kacau. Exel berbaring di atas ranjang dan memeluk lengan Tania. "Bibi Tania jangan ke mana-mana, di sini saja temani Exel, ya?" "Iya Tuan Kecil, jangan khawatir..." Exel memukul bantal di sampingnya dengan wajah memerah marah."Exel kesal sama Mama! Exel marah sama Mama!" seru anak
Tiga hari ini sangat melelahkan bagi Evan. Laki-laki itu harus mondar-mandir dari rumahnya, ke kantor, dan ke rumah istrinya. Apalagi istrinya sekarang sedang sakit setelah ribut dengan Exel kemarin. Malam ini Evan baru saja kembali dari rumah Elizabeth. Laki-laki itu mendapati putranya yang tengah duduk di sofa dan menonton acara kartun. "Exel..." Suara Evan memanggil sang putra. Anak itu menoleh dan menatapnya, tanpa mengatakan apapun. "Kau sudah makan malam?" tanya Evan pada putranya tersebut. Anak itu terdiam sejenak dan mengangguk. "Sudah. Exel sudah makan tadi." Evan merasa Exel sudah lebih baik. Mungkin kali ini Evan bisa mengajaknya berbincang pelan-pelan. Dan Evan pun memutuskan untuk duduk di samping Exel. Anak laki-lakinya itu sama sekali tidak bereaksi, dia masih asik dengan tontonan kartunnya. "Sayang, apa Exel nyaman dalam keadaan seperti ini?" tanya Evan menatap putranya tersebut.Exel mendongak menatapnya, sepertinya dia bingung ingin menjawab apa. "Exel benar
Kecurigaan Evan terhadap Tania semakin besar. Selama ini ia berusaha menepisnya karena perubahan sikap pembantunya itu menjadi lebih baik. Tapi kini … Evan tak yakin lagi. Ia ingin mengetahui semua yang terjadi di antara Exel dan pembantu itu saat Evan tidak di rumah. Apalagi setelah barusan Exel menolak bertemu Elizabeth dan mengatakan kalau Elizabeth bohong tentang sakitnya, hal ini membuat Evan merasa kesal. Dan ia harus melakukan sesuatu. Laki-laki itu berjalan ke lantai satu mencari satu pembantunya lagi."Bi..." Evan memanggil wanita tua yang tengah menyapu teras belakang itu. "Tuan Evan," lirih Bibi Lidia, wanita itu mendekati Evan. "Ya, Tuan? Apa Tuan butuh sesuatu?" Alih-alih menjawab, Evan justru menarik pelan lengan wanita itu dan mengajaknya untuk sedikit menjauh dari teras. Bibi Lidia terlihat bingung dengan apa yang Tuannya lakukan saat ini. "Tuan, ada apa?" tanya wanita itu. Evan menatapnya lekat. "Bi, aku butuh bantuan Bibi saat ini. Aku ingin Bibi mengawasi Tan
Setelah mengantarkan Exel pulang dan mengomelinya di jalan, Evan pun kembali pergi. Dia sangat khawatir dengan Elizabeth yang dia tinggalkan. Dan Exel kini hanya bersama dengan Tania. Anak itu cemberut setelah Papanya marah-marah. "Papa selalu saja membela Mama, padahal Mama itu jelas-jelas salah! Papa sebenarnya sayang atau tidak, denganku?" gerutu Exel duduk di sofa ruang keluarga. Di sampingnya ada Tania yang tengah menyuapinya makan siang. "Kalau misalkan sayang, tidak mungkin Mamanya Tuan Kecil akan melakukan hal ini pada Tuan Kecil, apalagi membuat Tuan Kecil sampai dimarahi sama Papa," sahut Tania mendengar gerutu Exel. "Iya, Bibi memang benar. Papa dan Mama itu sama-sama jahat! Tidak sayang sama Exel!" seru Exel memukul bantalan sofa di pangkuannya. Sedangkan Bibi Lidia, wanita yang tengah merapikan beberapa mainan Exel itu, langsung menoleh saat mendengar obrolan Tania dan Exel. "Tuan Kecil ... kalau Mama Tuan Kecil tidak sayang dengan Tuan Kecil, tidak mungkin Tuan Ke
Usai bertemu dan diusir oleh Exel di jalan beberapa menit yang lalu, Elizabeth pun kini datang ke kantor, tempat suaminya berada. Kedatangan Elizabeth yang tiba-tiba membuat Evan sedikit bertanya-tanya, apa yang membuat istrinya datang tanpa mengabarinya lebih dulu?"Sayang, kenapa tidak mengabariku lebih dulu kalau ke sini?" tanya Evan beranjak dari duduknya saat Elizabeth baru saja masuk. Istrinya masih terdiam, sesekali dia mengusap pipinya yang masih basah. "Elizabeth..." Evan menyadarkan Elizabeth kini menangis. "Apa yang terjadi, hem?" Wanita itu menatapnya dengan lekat. "Aku akan kembali pulang ke rumah kita dan mengasuh anak-anak seperti kemarin-kemarin lagi," ujar Elizabeth tiba-tiba. “Aku sendiri yang akan menjaga Exel.”"Ya, tidak masalah. Tadinya aku juga ingin mengajakmu pulang," ujar Evan mengusap punggung kecil Elizabeth. "Kenapa? Apa yang membuatmu menangis seperti ini?" Elizabeth duduk bersama Pauline yang kini tertidur di sofa setelah Elizabeth rebahkan. Dengan
Setelah Elizabeth kembali ke rumah, di situlah Exel mulai gampang merasa kesal. Hidupnya mulai diatur-atur oleh Mama dan Papanya. Namun, kali ini ada yang berubah. Evan dan Elizabeth cukup lama membicarakan bagaimana menangani Exel saat ini, tanpa harus ada perselisihan. Elizabeth akan lebih posesif lagi pada Exel, bahkan tidak memberikan kesempatan untuk Tania mendekati putranya.Seperti pagi ini, Elizabeth melihat Tania berada di dalam kamar Exel, dan jelas saja, Elizabeth segera menghampiri mereka. "Selamat pagi," sapa Elizabeth membuka pintu kamar. Tania dan Exel menoleh. Anak laki-laki itu menatapnya dengan tatapan tidak suka. Di situ, Elizabeth memperhatikan Tania yang langsung terdiam berdiri di dekat ranjang. "Tan, sudah aku bilang kan, padamu ... kau tidak perlu melayani dan membantu anakku bersiap karena kau bukan pengasuhnya. Sekarang tinggalkan Exel, dan pergilah ke dapur bantu Bibi Lidia menyiapkan sarapan," kata Elizabeth. "Tapi Nyonya, Tuan Kecil ingin bersiap ke
Usai Elizabeth mendapatkan laporan dari Bibi Lidia mengenai Tania yang kini mulai tidak fokus bekerja, Tania selalu nampak resah tiap kali melihat Exel bersama Elizabeth. Hal ini membuat Elizabeth senang. Dan, Elizabeth sore ini mencari Tania, karena ia ingin membicarakan sesuatu dengannya. Namun, belum sempat Elizabeth menemui wanita itu, justru ia menemukan Tania yang tengah berbincang di telepon dengan nada yang begitu terburu-buru dan cemas. "Aku tidak mau tahu! Bisa tidak bisa kau harus datang ke sini besok!" pekik Tania dengan suara kecil. "Ada sesuatu yang harus aku urus, jadi aku memintamu datang! Aku tunggu kedatanganmu besok!" Dari cara berbicaranya yang terburu-buru, hal ini membuat Elizabeth penasaran dengan Tania. Siapa yang sedang dia hubungi hingga terlihat sangat serius dan tidak biasa. 'Siapa yang dia hubungi dan dia minta untuk datang ke sini, bukannya dia dan adiknya juga masih satu kota ini?' batin Elizabeth bertanya-tanya. Sampai akhirnya, Elizabeth muncul s