“Apa kamu menganggap profesi model itu buruk? Aku tidak menyangka seorang CEO dari perusahaan kosmetik bisa memiliki pikiran yang sangat sempit. Dan ternyata seleramu terhadap wanita juga berada di bawah rata-rata,” sarkas Yasinta. Ia sengaja menyerang balik Rajendra yang sudah melukai harga dirinya sedemikian rupa. “Aku menghargai semua pekerjaan, termasuk model. Tetapi aku adalah tipe pria yang konservatif. Aku tidak mau memiliki pasangan yang selalu disorot oleh kamera, karena aku terbiasa hidup tenang di desa.”“Apa? Kamu pernah menjadi … orang desa?” tanya Yasinta tak percaya. Mustahil rasanya bila keturunan dari keluarga konglomerat tumbuh besar di daerah pedesaan yang terpencil.“Iya, karena ibuku juga berasal dari desa. Sekarang kamu tahu kenapa tidak cocok, karena kita dibesarkan di lingkungan yang sangat berbeda. Selain itu, aku belum berminat untuk berpacaran maupun menikah. Jadi, sebaiknya kita bicara pada keluarga kita masing-masing, untuk membatalkan perjodohan ini.”Ya
Berkebalikan dengan Rajendra, Ibrahim justru merasa kesal setengah mati. Tanpa pikir panjang lagi-lgi Tuan Chandra menyetujui usulan Rajendra yang tidak masuk akal. Apalagi pria tua itu malah menyuruhnya untuk tunduk kepada Rajendra. Pastilah bocah itu akan semakin pongah dan besar kepala.Namun tak selamanya roda keberuntungan Rajendra ada di atas. Tunggu saja tanggal mainnya. Pada akhirnya semua mandat untuk mengatur pesta akan jatuh ke tangan Bintang. Bahkan sebelum perayaan perusahaan dimulai, Rajendra sudah tersingkir dari singgasananya sebagai CEO.“Baiklah, Pa, aku akan memberitahu Bintang bahwa tim keuangan yang akan mengambil alih tugas sebagai panitia.”Masih mengembangkan senyum palsu, Ibrahim kemudian memandang Rajendra. Namun, ia tidak mau melakukan kontak mata secara langsung, untuk menyembunyikan rasa bencinya kepada sang keponakan. “Jendra, Om izin tidak dapat hadir di acara launching lipstik Pesona Dewi. Om ada pertemuan dengan Pak Winata, pemilik Royal Mart, untuk m
Sementara itu, dalam kondisi setengah sadar Catleya mengernyitkan alis karena merasakan seseorang menyentuh gaun tidurnya. Belum sempat ia merespon, tubuhnya tiba-tiba terangkat ke atas. Sontak, ia pun menjerit ketakutan karena mengira ada hantu atau vampir yang membuatnya berpindah tempat. “Kyaaa.…”Plak! Plak!Secara refleks, tangan Catleya terangkat ke udara dan mendaratkan tamparan keras kepada sosok yang telah mengusiknya. Namun, makhluk tersebut bergerak lebih cepat dari perkiraan. Ia segera menidurkan Catleya di kasur lalu menangkap kedua tangannya ke atas. Alhasil, Catleya semakin panik dibuatnya. Tak berani membuka mata, Catleya berusaha memberontak dengan menendang makhluk tersebut menggunakan kedua kakinya yang masih bebas. Ternyata usahanya membuahkan hasil. Dia mendengar hantu itu mengerang kesakitan lalu ambruk menindih tubuhnya.Tidak, tunggu dulu! Sejak kapan hantu bisa mengeluh sakit, dan kenapa suhu tubuhnya sehangat ini? Bukankah hantu seharusnya tembus pandang? A
Pikiran ingin menolak, tetapi tubuh malah berkhianat. Itulah yang dirasakan oleh Catleya saat ini. Tak mampu menghentikan diri sendiri, Catleya pun memejamkan mata ketika Rajendra membelit lidahnya sembari merajut saliva. Catleya hanya mengikuti nalurinya untuk mengikuti permainan bibir dan sapuan lidah Rajendra yang begitu lihai. Ternyata suaminya ini sama sekali tidak amatir, justru ia seperti seorang ahli yang sudah memiliki segudang pengalaman. Mungkinkah Rajendra berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum pernah berpacaran? Sepertinya mustahil bila lelaki muda setampan Rajendra tidak pernah menjalin hubungan dengan seorang gadis.Pagutan itu berlangsung cukup lama hingga membuat Catleya kewalahan. Buru-buru ia melepaskan diri dengan napas tersengal-sengal. Bila tidak menyudahinya sekarang juga, bisa dipastikan ia akan pingsan akibat kehabisan napas. Dengan bibir yang membengkak, Catleya berusaha meraup oksigen sebanyak mungkin. Ia pun menundukkan wajah karena malu dengan tatap
Bintang langsung menghembuskan napas berat. Ternyata di balik restu yang diberikan sang ayah terselip sebuah maksud yang kurang baik. Memang dia sepemikiran dengan Ibrahim dalam menggeser Rajendra dari posisi CEO, tetapi bukan berarti mereka harus menggunakan cara yang licik. Apalagi dengan memanfaatkan perasaan wanita yang ia sukai. “Maaf, aku tidak bisa melakukan itu, Pa. Kalaupun nanti aku mendekati Leya, itu karena aku ingin menjalin hubungan serius dengannya, bukan karena alasan yang lain. Justru aku akan menyuruhnya mundur dari jabatan sekretaris CEO bila dia menjadi wanitaku,” tukas Bintang. Apa yang dikatakan Bintang kali ini berasal dari lubuk hatinya yang terdalam. Dia memang tipe laki-laki posesif yang tidak tahan jika wanitanya berdekatan dengan pria lain. Apalagi sedikit banyak ia curiga bila Rajendra juga menaruh hati pada Catleya. “Kamu terlalu melankolis sebagai pria, Bintang. Inilah sebabnya kamu bisa dikalahkan oleh anak ingusan seperti Rajendra. Belajarlah dari P
Ketika membuka mata di pagi hari, Catelya merasa otot leher dan bahunya terasa kaku. Mungkin ini semua akibat semalaman dia tidur membelakangi Rajendra. Habis mau bagaimana lagi? Ia sangat kesal kepada lelaki itu yang tak pernah jera berburuk sangka, terutama menyangkut hubungannya dengan para pria. Bukankah seharusnya ia yang berhak mempertanyakan soal kepolosan Rajendra? Mengaku cupu ternyata suhu dalam urusan membuai wanita. Terlebih semalam Rajendra pulang terlambat tanpa memberikan penjelasan apa-apa. Sebelum turun dari tempat tidur, Catleya melirik ke sisi di sebelahnya. Ya, biang keladi dari rasa marahnya masih tertidur pulas di balik selimut. Mungkin saja Rajendra kelelahan usai menjalani berbagai kegiatan, sehingga ingin bangun lebih siang. Tak berbeda dengan hari biasanya, kali ini mereka juga bangun dalam posisi bertolak belakang. Catleya jadi berpikir bahwa adegan di serial romansa, di mana si tokoh pria bangun dalam kondisi memeluk tokoh wanita adalah sesuatu yang meng
“Cepat sedikit, nanti handuk ini tidak hangat lagi,” kata Rajendra melihat Catleya masih melamun.“A-apa harus?” tanya Catleya bimbang. Pastilah akan sangat canggung bila ia harus buka-bukaan di hadapan Rajendra. Apalagi selama ini dia tidak pernah berganti pakaian di depan Rajendra meski mereka telah berstatus suami istri.“Saya pernah memakai cara ini saat bahu saya keseleo di kandang. Coba saja sendiri, nanti rasa nyerinya pasti berkurang. Jika tidak segera diatasi, besok leher dan bahumu akan semakin sulit untuk digerakkan,” ucap Rajendra memperingatkan sang istri. Setelah menimbang-nimbang sebentar, Catleya berpikir bahwa apa yang dikatakan Rajendra ada benarnya. Tidak lucu bila ia menghadiri pesta pernikahan sang adik tiri dengan kondisi seperti ini. Bisa jadi Adrian dan Meliana akan mengira dirinya menderita lantaran belum bisa melupakan masa lalu. Padahal yang sesungguhnya terjadi, ia sedang berjuang melawan rasa sakit.“Baiklah, tetapi jangan mengintip ke depan,” ucap Catley
“Kalau kalian sudah ada janji kencan, kami tidak akan mengganggu,” kata Meliana melempar senyum kepada Rajendra.Dari ekor matanya, Catleya melirik sekilas untuk melihat respon Rajendra. Ternyata suaminya itu hanya mengangguk tanpa membalas senyuman Meliana. Membuatnya merasa lega karena Rajendra bukanlah lelaki yang mata keranjang.Suasana di meja makan itu terasa canggung, hingga Nyonya Nandini kembali untuk bergabung. Perempuan paruh baya itu mendominasi percakapan dengan menjelaskan urutan acara, dari akad sampai dengan resepsi kepada Catleya dan Rajendra. Semangatnya seolah tak pernah padam setelah ia berhasil memperdaya sang anak tiri.“Mas, aku ganti baju sebentar, ya. Setelah itu kita berangkat ke rumah Mama Pamela,” kata Meliana beranjak dari meja makan. “Tapi bajumu sudah bagus, kenapa harus ganti lagi?” protes Adrian. Ia paling malas menunggu Meliana berdandan, karena bisa menghabiskan waktu berjam-jam lamanya. “Ini kurang rapi, Mas. Aku akan dikenalkan dengan saudara-sau
Esok harinya Rajendra dan Catleya berangkat ke desa Purwabinangun untuk berbulan madu. Begitu mereka tiba, kepala desa dan seluruh warga menyambut Rajendra dengan hangat. Mereka merasa gembira lantaran sang juragan peternakan ayam akhirnya kembali, pasca meninggalkan desa cukup lama.Setelah beramah tamah sebentar dengan warga, Rajendra mohon diri untuk membawa Catleya beristirahat di rumah. Semula Catleya mengira bahwa rumah itu akan terlihat kotor dan berbau apek karena sudah lama tidak dihuni. Namun dugaannya ternyata keliru. Begitu pintu terbuka, Catleya terkejut melihat rumah bercat hijau itu terlihat rapi dan bersih. Ia juga disambut oleh Isti dan Irma, gadis kembar yang dulu menjadi perias pengantinnya. Nampaknya, Rajendra menugaskan kedua gadis itu untuk merawat dan menjaga rumahnya selama mereka tidak ada. “Mbak Leya sedang hamil. Sudah berapa bulan, Mbak?” Isti memandang perut Catleya yang membuncit dengan mata berbinar.“Lima bulan, Isti,” kata Catleya.“Mbak Leya dan Pak
Catleya sudah bersIap-siap pergi ke butik untuk melakukan fitting baju. Hari ini, Catleya pergi dengan ditemani oleh Ineke, karena sahabatnya itu sedang cuti. Setibanya di tempat tujuan, Ineke langsung bergerak aktif bersama para pegawai butik untuk memilihkan gaun bagi Catleya. Sementara itu, sang ibu hamil hanya berdiri sambil melihat kesibukan mereka. Dalam hal ini, Catleya berperan sebagai manekin yang bertugas mencoba gaun. Rasanya bagaikan mimpi ketika Catleya memandang dirinya di depan cermin. Sebuah gaun putih berenda mawar, dengan ekor panjang yang menjuntai membalut tubuhnya. Persis seperti imajinasinya semasa kecil, bahwa ia akan berpakaian seperti putri raja dan menikah dengan seorang pangeran. Dan pangeran tersebut tak lain adalah Rajendra Aryaguna, lelaki yang mendadak hadir dalam hidupnya tanpa disangka-disangka. “Setelah ini, kita akan ke mana? Belanja ke mall, perawatan ke salon, makan di kafe, atau nonton film?” tanya Ineke pasca urusan di butik sudah selesai. “Ki
Bibir Catleya berubah sepucat kertas takala mendengar kabar duka itu. Cairan bening berdesakan di kedua sudut matanya. Pasalnya, sejahat apa pun perilaku Nyonya Nandini dan Meliana, tetap saja mereka pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Bahkan, selama ini ia telah menganggap Nyonya Nandini sebagai ibu kandung sendiri.“Halo, Non. Apa Non Leya masih mendengar suara saya?” tanya Bi Ijah dari seberang telepon.“I-iya, Bi. Tolong tanyakan, di rumah sakit mana Mama Nandini dirawat,” kata Catleya dengan suara parau.“Sebentar, Non.”Terdengar suara langkah kaki Bi Ijah yang menjauh, disertai sayup-sayup percakapannya dengan petugas kepolisian. Tak berselang lama, Bi Ijah kembali untuk memberitahukan informasi yang berhasil dia dapatkan. “Kata Pak Polisi, Nyonya Nandini ada di IGD rumah sakit Premier, Non.”“Baik, Bi, terima kasih. Aku dan Jendra akan ke sana sekarang,” ucap Catleya sebelum memutus sambungan telepon. Bersamaan dengan itu, Rajendra datang dengan membawa namp
“Mama!”Catleya berteriak di dalam tidur karena memimpikan ibu kandungnya berjalan pergi bersama Nyonya Nandini. Merasa sedih sekaligus takut, perempuan itu meraih guling yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Anehnya, guling tersebut terasa lebih besar dan hangat seakan memiliki nyawa.“Eummm, jangan tinggalkan aku,” racau Catleya. “Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang.”Mendengar suara bariton yang menjawabnya, Catleya serasa terlempar kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka perlahan. Seolah tak percaya, Catleya mengusap mata beberapa kali. Berusaha menajamkan penglihatan, supaya tidak salah mengenali benda. Siapa tahu mimpi buruk tadi telah membuat dirinya mengalami halusinasi berlebihan. “Kenapa guling bisa berubah menjadi Jendra?” tanya Catleya bingung. Dalam sepersekian detik, Catleya bersitatap dengan netra hitam milik sang suami. Entah mengapa perwujudan dari imajinasinya saat ini benar-benar nyata.Catleya pun mengulurkan t
“Biarkan Mama ikut denganmu, Mel. Mama akan selalu menemani kamu, ke mana pun kamu pergi,” kata Nyonya Nandini berusaha meluluhkan hati Meliana. Bagaimanapun, dia tidak akan membiarkan putrinya pergi seorang diri. Apalagi, Meliana saat ini sedang dirundung keputusasaan yang mendalam. Melihat ibunya terus memohon, Meliana akhirnya membuka pintu mobil. Setelah Nyonya Nandini masuk, perempuan itu langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang diinginkan Meliana hanyalah melampiaskan amarah yang sedang membakar dirinya, dengan cara mengemudi secara ugal-ugalan. Catleya hanya bisa memandang kepergian ibu dan adik tirinya dengan tatapan nanar. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi, ia mencemaskan kondisi Meliana dan Nyonya Nandini, tetapi di sisi lain hatinya masih terlalu pedih untuk bertatap muka lagi dengan mereka. Terlebih, bayi dalam rahimnya hampir saja celaka gara-gara ulah sang adik tiri. “Ayo, masuk, Non. Sebaiknya Non Leya istira
Meski harus melanggar pesan dari Rajendra, Catleya bertekad untuk mendatangi Nyonya Nandini. Hanya saja, dirinya saat ini sedang dijaga ketat oleh para pelayan. Jika ia nekat keluar dari apartemen, mereka pasti akan mengadu pada Rajendra. Oleh karena itu, ia harus mencari cara supaya diizinkan pergi seorang diri. Setelah berganti pakaian dan mengambil tas, Catleya pun berjalan mengendap-endap dari kamarnya. Namun, salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tamu mengetahui pergerakannya. “Nyonya, mau ke mana? Tuan Muda berpesan agar Nyonya istirahat di kamar,” tegur pelayan itu. Pelayan yang satu lagi juga menghentikan pekerjaannya di dapur dan menghampiri Catleya.“Saya sedang merindukan mama saya, Mbak. Saya akan berkunjung ke rumahnya sebentar,” bohong Catleya. “Kalau begitu kami akan menelepon Tuan Muda dulu untuk meminta izin,” kata salah satu pelayan.“Jangan, Mbak, suami saya sedang ada urusan penting, tidak bisa diganggu. Lebih baik Mbak berdua tetap di apartemen untu
Pagi hari, Catleya langsung merengek kepada Rajendra agar mengurus kepulangannya. Tentu saja, Rajendra menuruti keinginan sang istri meski dia tidak melakukan sendiri. Ada Rama yang siap sedia menangani urusan administrasi rumah sakit, sedangkan Rajendra lebih memilih berduaan dengan Catleya.Setibanya di apartemen, dua orang pelayan yang diutus Nyonya Tiara sudah menantikan kedatangan Catleya. Mereka yang akan ditugaskan melayani Catleya, selama Rajendra berada di kantor. Sebelum berangkat, Rajendra pun mewanti-wanti para pelayan itu agar tidak lalai dalam menyiapkan segala keperluan Catleya.Sementara Catleya hanya memperhatikan dari sofa sambil geleng-geleng kepala. Dia merasa heran melihat perubahan drastis pada diri sang suami. Siapa sangka Rajendra yang dulu irit bicara, sekarang bisa mengucapkan kalimat panjang tanpa jeda, mirip seorang ibu mertua yang sedang mengomeli menantunya.“Jangan lupa siapkan vitamin dari dokter setelah Catleya makan siang,” pesan Rajendra.“Baik, Tuan
Rajendra yang sedang menemani Catleya di rumah sakit, mendapat telepon dari Tuan Rinto. Pengacara sekaligus sahabat mendiang ayahnya itu memberikan kabar bahwa pihak yang berwajib sudah mendatangi rumah Ibrahim. Hampir saja pria paruh baya tersebut melarikan diri ke Amerika, tetapi kepergiannya berhasil dicegah.“Apa sekarang Om Ibrahim sudah diamankan?” tanya Rajendra memastikan.“Iya, Jendra. Ibrahim sudah ada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Om akan terus mengikuti perkembangan penyelidikan kasus ini,” kata Tuan Rinto.“Terima kasih, Om. Kalau memang aku perlu datang ke sana, tolong kabari aku secepatnya.”“Baik, Jendra.”Setelah percakapan itu berakhir, Rajendra meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia bermaksud hendak menemani Catleya yang sedang tertidur. Namun tidak sampai lima menit, ponselnya bergetar-getar. Melihat nama Bintang di layar, Rajendra segera menekan tombol hijau. Ia sama sekali tidak terkejut bila kakak sepupunya itu menelepon, karena ia sudah menebak
Kedua perempuan beda usia itu berpelukan dalam haru. Pipi Catleya ikut basah oleh air mata, tak mengira bila ia akan bertemu lagi dengan pembantu sekaligus pengasuhnya semasa kecil.Setelah melepas rindu satu sama lain, mereka pun duduk di kursi dengan posisi saling berhadapan. Mbok Tami berusaha menghentikan tangisnya, sebab dia sudah mengetahui tujuan Catlleya mengunjunginya kali ini.“Non, Mbok Tami benar-benar minta maaf atas kesalahan Mbok selama ini. Mbok tidak bermaksud untuk mendukung perbuatan buruk Nyonya Nandini,” kata Mbok Tami dengan suara parau.“Perbutan buruk apa, Mbok?” tanya Catleya dengan mata terbeliak.“Nyonya Nandini yang sudah menyebabkan Nyonya Sofia mengalami serangan jantung, Non,” Ucapan Mbok Tami terputus lantaran sesak yang menghimpit rongga dadanya. “Saya sudah berusaha mencegah Nyonya Sofia, tapi akhirnya dia melihat Nyonya Nandini dan Tuan Wirya di kamar. Mereka bertiga bertengkar hebat. Nyonya Nandini justru menghina Nyonya Sofia. Dia bilang Tuan Wiry