Cassie berusaha untuk tenang. "Pak, tolong kembali. Barangku ketinggalan di kantor."Sopir berpura-pura tidak mendengarnya.Cassie meninggikan suaranya. "Tolong berhenti!"Sopir itu mempercepat laju mobil, sikapnya berubah drastis. Dia berkata dengan nada dingin, "Kita belum sampai."Saat ini, napas Cassie menjadi tidak beraturan! Akal sehat memberitahunya untuk tidak panik, dia diam-diam menggerakkan tangannya ke samping kaki untuk mengeluarkan ponsel dan meminta bantuan.Melihat tindakannya, sopir taksi tiba-tiba menginjak rem. Karena terlalu mendadak, ponsel yang baru dikeluarkan Cassie jatuh."Kamu, siapa kamu? Apa maumu?" Cassie menahan rasa gugup dan takut di dalam hatinya.Sopir itu menginjak pedal gas dan meliriknya dari kaca spion. "Nona, kamu menyinggung orang? Aku hanya bekerja untuk uang."Jantungnya berdebar kencang dan tangannya gemetaran, siapa yang ingin mencelakainya?Hazel?"Aku bisa memberimu uang!" Cassie berusaha untuk bernegosiasi dengan sopir.Sopir meliriknya. M
Begitu selesai berbicara, kakinya melemas dan dia terjatuh.Samar-samar, dia melihat seseorang bergegas menangkapnya."Cassie," panggil Reynold dengan cemas.Cassie berusaha untuk tersenyum, ternyata Reynold. "Kak Reynold ...."Sopir menyadari ada yang tidak beres, terlihat jelas mereka saling kenal. Dia langsung berbalik pergi.Reynold melirik sopir yang melarikan diri, tetapi tidak mengejarnya. Sekarang, Cassie lebih penting.Dia menggendong Cassie masuk ke kamar. Di bawah cahaya terang, dia baru melihat lutut Cassie berlumuran darah."Kok bisa begini?" tanya Reynold dengan prihatin.Cassie tidak sanggup berbicara. Setelah merilekskan badannya, rasa sakit yang menjalar membuatnya kehilangan tenaga.Reynold membaringkannya di sofa. "Aku pergi ambil kotak P3K buat bersihin lukamu. Biar kulihat parah nggak.""Reynold, siapa dia?" tanya seorang wanita bersanggul tinggi yang mengenakan setelan rapi. Terdapat sebuah cincin giok besar di jarinya, dia tampak sangat anggun dan berkelas.Saat
Reynold menghentikan aksinya, uang tidak membuatnya bahagia.Cassie hendak mengatakan sesuatu, tetapi setelah ragu-ragu sejenak, dia mengurungkan niatnya. Lusy yang disebutkan oleh ibu Reynold adalah pacar Reynold?Namun, sepertinya Reynold tidak suka mendengar orang membahas hal ini.Jadi, dia tidak bertanya.Reynold mendongak dan melihat lima sidik jari di wajah Cassie. Dia mengerutkan kening sambil bertanya dengan tidak tega, "Siapa yang melakukannya?"Cassie tidak tahu, dia hanya menebak ini adalah perbuatan Hazel.Karena sepertinya dia adalah ancaman terbesar bagi Hazel. Hazel takut dia makin dekat dengan Zico."Aku nggak punya bukti." Dugaan bukan jawaban pasti.Reynold mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Cassie, Cassie refleks menghindar. Alhasil, tangannya tergantung di udara. Dia agak kecewa dan berpura-pura marah. "Kenapa? Kakak nggak boleh sentuh kamu?"Sebenarnya Cassie bukan sengaja ingin menghindar. Hanya saja, dia agak sensitif terhadap lawan jenis.Reynold merap
Selain ibunya, mungkin Reynold adalah orang yang baik padanya. Kebaikan Reynold membuatnya merasa terbebani, dia tidak tahu harus bagaimana membalas Reynold."Bolehkah nggak sebaik itu padaku?" kata Cassie dengan suara serak.Reynold tersenyum santai. "Bodoh, kamu panggil aku kakak, bukankah wajar kalau aku menjagamu? Nggak usah sungkan."Lalu, dia mengulurkan tangan untuk menyentuh hidung Cassie. "Kamu sudah mau jadi ibu, masih mau menangis di hadapanku?"Cassie mendengus beberapa kali sambil tersenyum pada Reynold. Dia membawa pakaian itu ke kamar, lalu melepas jubah mandinya dan mengganti pakaian.Setelah sarapan, Reynold mengantarnya pulang."Pergi ke Kompleks Harbor." Karena masih ada waktu, dia harus pergi ke rumah Keluarga Lazuardy. Sekarang, Zico sudah memberinya tanah di Teluk Xabero, dia memiliki alat untuk bernegosiasi dengan Kafin.Dia harus mendapatkan kembali barang-barang itu. Dengan memiliki uang, dia baru sanggup melawan orang-orang yang ingin menyakitinya.Meskipun ti
Cassie tidak menyangka mereka akan menyakitinya karena takut dia mengandalkan Zico untuk melawan mereka.Sebelumnya dia tidak berpikir demikian, tetapi sekarang sudah berbeda.Mereka bukan hanya melukainya, tetapi juga anak di dalam perutnya.Karena dia mengalah, dia malah dianggap lemah dan mudah ditindas?"Memangnya kenapa kalau kamu dengar?" Karena tidak bisa disembunyikan, Shella tidak menyangkal."Benar, kamu kira kamu itu siapa? Kamu itu cuma anak yang dicampakkan oleh Ayah ....""Apa yang kalian ributkan pagi-pagi ... kok kamu bisa datang?" Kafin hendak menegur Shella, tetapi melihat Cassie datang, perhatiannya pun teralihkan.Cassie melirik Shella dan Gita, lalu pada akhirnya matanya tertuju pada Kafin. "Bukannya kamu menginginkan tanah di Teluk Xabero?"Kafin tercengang. "Kamu sudah mendapatkannya?"Pada saat yang sama, Shella dan Gita pun menatap Cassie dengan penuh amarah.Mereka kaget, Zico memperlakukannya dengan baik.Kalau tidak, bagaimana mungkin Zico memberikan kontrak
Ekspresi Kafin menegang. Dia tidak menyangka Cassie akan mengajukan permintaan lagi, kali ini apa yang diinginkan Cassie?Dalam sekejap, ekspresinya berubah muram."Jangan khawatir, aku nggak akan minta uangmu. Cukup kembalikan bagianku dan ibuku. Kalau kamu mau aku membantumu, bukannya nggak boleh, hanya saja ....""Kenapa?" tanya Kafin."Bercerai dengan Shella, aku akan membantumu."Kafin sangat tertekan.Cassie tidak berbasa-basi. Dia ingin melihat betapa pedulinya ayahnya pada wanita itu.Apa wanita itu lebih penting dari perusahaan?"Cassie ....""Cuma ini syaratnya. Kalau kamu nggak mau, aku nggak akan memaksamu," kata Cassie dengan tenang.Kafin benar-benar mencintai Shella?Kafin berkata dengan tertekan, "Cassie, aku tahu kamu masih marah karena aku mengantarmu pergi. Saat itu Shella hamil dan bayi di dalam perutnya adalah anak laki-laki. Jadi ... jadi ....""Jadi kamu mengirimku dan ibuku pergi. Apa dia melahirkan anak laki-laki untukmu?" Cassie mengepalkan tangannya erat-erat
Amarah itu makin membara, seolah-olah akan menelan orang!Dia merendahkan suaranya dan mengangkat sudut bibirnya sehingga tidak terdengar sedikit pun kemarahan. Sebaliknya, ucapannya dipenuhi dengan nada sinis. "Peringatanku nggak penting?"Cassie otomatis bergidik."Kalian cuma nikah kontrak, kamu nggak berhak mengatur hidupnya," kata Reynold dengan kasar."Aku nggak berhak, apalagi kamu. Baik kontrak atau bukan, kamu mengincar istri orang, sangat tercela." Setelah berkata demikian, dia melirik Reynold dan Cassie yang berada di belakang Reynold. "Kuberi waktu satu menit."Setelah selesai berbicara, dia berjalan ke dalam gedung.Reynold berbalik untuk menatap Cassie. "Jangan takut, ada aku. Aku akan temani kamu jelasin semuanya."Cassie menggelengkan kepalanya, dia memang salah.Dia sudah berjanji, tetapi malah ingkar janji."Nggak usah. Kak Reynold, kamu pulang dulu, aku masih perlu kerja." Cassie melangkah memasuki gedung dan menyusul Zico.Cassie pun naik lift.Dia berdiri di depan
Cassie mengabaikan rasa sakit di lututnya. Dia bangun dari lantai dan memohon pada Zico untuk tidak menceraikannya. Dia menatap Zico dengan tatapan memelas. "Jangan bercerai denganku."Dia takut, dia takut kehilangan segalanya. Akhirnya, dia bisa memanfaatkan status istri Zico untuk memberikan tekanan pada Kafin, tetapi semuanya akan segera lenyap.Dia panik hingga meneteskan air mata.Zico mendekat, lalu membungkuk untuk mengangkat roknya. Kain kasa putih membalut lututnya dan bagian atas kain kasa dipenuhi dengan darah.Dia terluka?Melalui suaranya, dia terdengar agak mengasihani Cassie. Sepertinya dia pun tidak sadar bahwa dirinya akan mengasihani Cassie. "Kok bisa?"Cassie menyeka air matanya dan memanfaatkan kesempatan ini untuk menjelaskan, "Semalam aku lembut dan pulang dengan naik taksi. Ternyata ada yang membayar taksi itu untuk mencelakaiku. Untuk melarikan diri, aku melompat turun dari mobil dan terluka. Aku bukan sengaja nggak pulang, aku bersama Reynold karena dia yang me