Wanita bisa berubah kapan saja.Jelas-jelas sebelumnya dia tampak sangat tidak berdaya dan menyedihkan, tetapi sekarang malah sangat garang.Sebenarnya wanita seperti apa dia?Tidak ada yang bisa memprediksi isi hati Zico, termasuk Jason. Namun, dia tahu salah satu dari mereka harus pergi dari sini.Meskipun Jason tidak memahami keseluruhan masalah, dia sangat cerdas.Dia berdiri, lalu menepuk bahu Hazel sambil berkata, "Ayo pergi."Hazel enggan.Dia ingin mengetahui posisinya di hati Zico.Namun, kalau Zico memilih Cassie, semua usahanya akan terbuang sia-sia. Zico tidak mencintainya, dia jelas akan hal ini.Zico baik padanya karena malam itu dan kesetiaannya selama beberapa tahun ini.Tidak ada suka maupun cinta.Dia tidak boleh bertaruh.Dia tidak ingin kalah!"Aku nggak ingin mempersulit Zico, kamu menang." Pada akhirnya, Hazel pergi dengan terhormat.Dia tidak mengaku kalah, melainkan tidak ingin melihat Zico kesulitan.Dia baik hati dan pengertian.Tak lama kemudian, seisi ruanga
Zico tidak sempat menghindar dan hanya bisa melihat Cassie menimpanya.Kening Cassie membentur dagunya sehingga Cassie kesakitan. Sedangkan bibir Cassie menempel pada sesuatu yang keras dan berbentuk, aroma ini agak familier.Cassie tertegun sejenak. Ketika dia tersadar, dia segera bangun dan menemukan area yang disentuh oleh bibirnya adalah jakun Zico.Dia memegang keningnya yang sakit, pipinya memanas.Dia malu.Kontak fisik ini membuat Zico linglung sejenak. Dia perlahan-lahan mengangkat matanya, lalu menatap Cassie sambil bertanya, "Kalau aku mesum, kamu itu apa?"Sebelum Cassie menjawab, dia sudah bangun dan sengaja merapikan kerah bajunya. Dia menyentuh area yang dicium oleh Cassie sambil berkata dengan nakal, "Kita suami istri, kalau kamu ingin menciumku, bilang saja. Aku nggak sepelit itu."Cassie terdiam untuk beberapa saat.Siapa yang ingin menciumnya?Itu hanya kecelakaan!"Aku nggak ingin menciummu!" Cassie berbalik pergi, dia ingin segera meninggalkan ruang tamu.Zico dudu
Lasri mengembuskan napas. "Aku melakukan ini demi kamu."Setelah berkata demikian, dia berbalik pergi.Di ruang makan yang luas itu, hanya tersisa Zico seorang. Lampu kristal yang terpasang di plafon menyinari seisi ruangan, termasuk Zico. Dia memasukkan sepotong brokoli ke dalam mulut dan mengunyah secara perlahan.Keesokan harinya.Setelah Zico berangkat ke kantor, Cassie pun menyusul. Dia setuju akan bekerja di kantor, jadi dia perlu pergi ke restoran untuk mengundurkan diri.Saat mengganti sepatu di dekat pintu, Lasri bertanya, "Mau keluar?"Cassie mengangguk."Pulang lebih awal, jangan berkeliaran di malam hari, kamu sudah menikah," kata Lasri."Ya." Cassie memakai sepatu dan keluar.Sesampai di persimpangan jalan, dia memanggil taksi dan pergi ke restoran.Tidak ada bus umum yang melewati tempat ini.Di hari pertama bekerja, Cassie langsung meminta cuti dan sekarang ingin mengundurkan diri. Manajer agak kesal. "Kalau kamu nggak mau kerja, untuk apa melamar? Kamu menghambat pekerj
Melihat mereka berdua, Cassie menghentikan langkahnya. Shella pun mengerutkan kening."Bu, bukannya itu Cassie? Kok dia ada di sini?" Gita tidak sesabar Shella. "Dia makan di sini?"Hidangan dan rasa makanan di sini adalah yang terbaik, orang biasa tidak akan sanggup makan di sini.Cassie bisa makan di tempat seperti ini?Shella mendengus dingin. "Cassie sudah menjadi menantu Keluarga Carlo. Meskipun pria itu lumpuh, status dan kekayaannya nyata, nggak heran kalau Cassie datang ke tempat seperti ini."Cassie tidak ingin berurusan dengan mereka. Ketika dia hendak pergi, Gita menghalangi jalannya."Kamu menikah dengan pria lumpuh. Sekalipun kamu datang ke tempat mewah seperti ini, kamu cuma anak kampung." Sembari berbicara, dia memindai Cassie dari atas ke bawah sambil tersenyum sinis."Minggir!" kata Cassie dengan nada dingin.Gita menolak. "Buru-buru sekali? Karena aku bilang kamu menikah dengan pria lumpuh, kamu marah?"Jason mengerutkan kening. Ketika dia hendak menghentikan Gita, Zi
Kafin sedang mengkhawatirkan masalah ini."Tuk tuk ...."Siapa yang berani mengusiknya di saat seperti ini? Tepat ketika dia hendak mengumpat, pintu kantor dibuka. Melihat ekspresi Kafin, Shella pun bertanya dengan hati-hati, "Ada apa denganmu?"Suasana hati Kafin sangat buruk, dia duduk di kursi. "Ngapain datang ke sini?"Shella mengabaikan suasana hati Kafin. Dia berjalan mendekat sambil bertanya, "Kamu tahu nggak, Zico sudah bisa berdiri?"Kafin tertegun. Dia mengerutkan kening sambil memandang Shella. "Dia digigit ular beracun, bukannya nggak bisa diobati? Mana mungkin bisa berdiri?"Memang benar, Kafin pun tidak tahu. Ekspresi Shella makin muram. "Dia sudah bisa berdiri ....""Siapa yang bilang?" Sebelum Shella menyelesaikan ucapannya, Kafin sudah menyelanya."Kita lihat dengan mata kepala sendiri," jawab Gita.Masalah ini sudah berlalu beberapa waktu, suasana hatinya pun jauh lebih tenang. Dia berjalan ke depan meja sambil memandang Kafin. "Ayah, kita tertipu."Kabarnya tidak aka
Zico meliriknya. "Jangan menanyakan masalah pribadiku."Jason terkekeh. "Aku cuma penasaran. Nona Hazel sudah lama menemani Pak Zico, kurasa lebih cocok.""Jason." Zico merendahkan nada bicaranya. Suatu hawa dingin melanda dan membuat Jason bergidik. Tepat ketika dia ingin menjelaskan, Zico menatapnya dengan penuh maksud. "Kamu begitu tertarik pada masalah pribadiku, bagaimana kalau kita duduk dan mengobrol?"Keringat dingin bercucuran di punggung Jason. Dia berkata sambil tersenyum, "Nggak berani."Saat ini, lift berhenti. Jason segera mundur selangkah untuk menjauhkan diri dari Zico.Zico meliriknya dengan santai, lalu keluar dari lift.Sepertinya Hazel tahu Zico akan kembali, dia menunggu di depan pintu dengan membawa seberkas dokumen. Melihat Zico berjalan mendekat, dia segera menghampiri Zico. "Dokumen ini perlu ditandatangani."Dia tidak mengungkit soal kejadian kemarin.Meributkan hal sepele hanya akan mengurangi nilainya di hati Zico.Patuh dan pengertian adalah senjata paling
Tidak, dia tidak mungkin tahu. Satu-satunya orang yang tahu sudah meninggal, mana mungkin dia tahu?Dia menahan kegelisahannya dan berkata dengan tenang, "Aku nggak paham maksud Nona Cassie.""Nona Hazel nggak pernah pergi ke Kompleks Murna?" tanya Cassie sambil memandang Hazel.Hazel tertegun, ternyata ini yang dimaksud oleh Cassie.Tak disangka, Cassie akan begitu cepat mengetahui hal ini.Yang penting bukan masalah itu.Walaupun demikian, dia tidak akan mengaku dan berpura-pura bodoh. "Kompleks Murna, tempat tinggal Nona Cassie?"Cassie tersenyum dingin, dia tidak melabrak Cassie. "Di mana tempat dudukku?"Hazel menunjuk posisi paling ujung. "Di sana."Cassie sengaja membuatnya marah. "Sekalipun kamu menempatkanku di sudut, kita tetap berada di gedung yang sama."Setelah selesai berbicara, dia berjalan menuju tempat tersebut.Dokumen yang berkaitan dengan pembangunan proyek baru di Negara Aruna sangat banyak. Karena mereka tidak menemukan penerjemah, semua dokumen itu belum ditangan
Cassie berusaha untuk tenang. "Pak, tolong kembali. Barangku ketinggalan di kantor."Sopir berpura-pura tidak mendengarnya.Cassie meninggikan suaranya. "Tolong berhenti!"Sopir itu mempercepat laju mobil, sikapnya berubah drastis. Dia berkata dengan nada dingin, "Kita belum sampai."Saat ini, napas Cassie menjadi tidak beraturan! Akal sehat memberitahunya untuk tidak panik, dia diam-diam menggerakkan tangannya ke samping kaki untuk mengeluarkan ponsel dan meminta bantuan.Melihat tindakannya, sopir taksi tiba-tiba menginjak rem. Karena terlalu mendadak, ponsel yang baru dikeluarkan Cassie jatuh."Kamu, siapa kamu? Apa maumu?" Cassie menahan rasa gugup dan takut di dalam hatinya.Sopir itu menginjak pedal gas dan meliriknya dari kaca spion. "Nona, kamu menyinggung orang? Aku hanya bekerja untuk uang."Jantungnya berdebar kencang dan tangannya gemetaran, siapa yang ingin mencelakainya?Hazel?"Aku bisa memberimu uang!" Cassie berusaha untuk bernegosiasi dengan sopir.Sopir meliriknya. M