"Kamu nggakpa-" ucap Azlan terpotong. "Ayo kita ke dalam," timpal Jenifer menarik tangan Azlan meninggalkan Nauma dan Mr. Jhon yang masih dalam posisinya. 'Rese banget sih ini cewek, mereka juga ngapain pelukan lama gitu?' gerutu Azlan. Ia masih menolehkan wajahnya melihat Nauma dan Mr. Jhon. "T-terima kasih," ucap Nauma sambil melepaskan diri dari pelukan Mr. Jhon. "Apakah ada yang luka?" tanya Mr. Jhon. Nauma tidak menjawab pertanyaan Mr. Jhon, ia membantu pelayan tadi memunguti pecahan gelas di lantai. "Maaf... maafkan aku, aku yang salah tidak melihat jalan," ucap Nauma sambil membantu memunguti pecahan gelas. "Saya yang salah Nona," balas pelayan itu tapi wajahnya murung. "Kenapa kamu murung?" "Pasti habis ini gaji saya yang dipotong." Nauma merasa kasihan dengan pelayan yang ada di hadapannya, ia juga merasa bersalah karena tidak melihat jalan. Nauma merogoh saku celananya dan mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan yang ia miliki. Belum juga memberikan uang itu ke
"Kenapa kamu ingin tahu sekali? Mau Nauma ngapain di ruanganku itu bukan urusanmu," balas Mr. Jhon dingin. Azlan terdiam mendengar jawaban Mr. Jhon. Sendangkan Nauma acuh dengan pertanyaan Azlan. Ia tidak mau ambil pusing dengan pemikiran-pemikiran Azlan. "Benar apa kata Kak Jhon, ngapain kamu nanya itu?" timpal Jenifer. "Sudah tidak usah dibahas lagi. Kamu bawa kendaraan?" tanya Mr. Jhon pada Nauma. "Tidak, Tuan," balas Nauma. "Kalau begitu aku yang antar kamu pulang. Kebetulan rapat siang ini dibatalkan," ucap Mr. Jhon lagi. "Tidak bisa! Nauma pulang denganku, ada yang mau aku bicarakan padanya, ini tentang suaminya," timpal Azlan cepat. Ia tidak ingin Nauma satu mobil dengan Mr. Jhon. "Aku terserah Nauma saja," balas Mr. Jhon acuh. Azlan mantap mata istrinya, tatapannya terlihat tajam. Tatapan itu mengisyaratkan jika Nuama harus pulang dengannya. Rupanya Nauma mengerti arti tatapan suaminya. "Aku pulang dengan Tuan Azlan saja, Tuan. Terima kasih tawarannya," ucap Nauma meno
"Tidak! Aku tidak akan menceraikanmu sampai kapan pun, tidak akan," ucap Azlan sambil menarik tubuh istrinya lalu memeluknya. Air matanya jatuh saat membayangkan perpisahan yang Nauma sebutkan tadi. Tidak ada niat sedikit pun untuk menceraikan wanita yang sangat dicintainya. Begitu juga dengan Nauma, ia menangis di dalam pelukan suaminya. Tapi tangis itu ditahannya, ia tidak mau Azlan melihat kerapuhannya. Ia hanya ingin terlihat tegar dalam menjalani hidup. Meski kedekatan Azlan dan Jenifer melukai hatinya, tapi ia masih mencintai suaminya. Nauma hanya ingin Azlan tidak semena-mena lagi karena emosinya. Ia membentengi diri agar tidak mudah rapuh dan putus asa. Hidup terus berlanjut, dengan ataupun tanpa suaminya. "Tidak usah bersedih, aku masih di sini kok, aku hanya mencoba menerima semuanya dengan ikhlas saja," ucap Nauma sambil melepas pelukkannya. "Jangan pernah berkata seperti itu lagi ya, janji?" pinta Azlan. "Ayo pulang Kang, aku lelah ingin istirahat," balas Nauma tanpa m
"Tidak bisa, tidak semudah itu, dia berbeda" balas Mr. Jhon. 'Andai kamu tahu siapa suaminya, pasti kamu tidak akan menyarankan hal bodoh itu,' sambungnya lagi dalam hati. "Kenapa tidak bisa? Bukankah Kakak sudah biasa membunuh orang-orang yang menghalangi jalan kita?" ucap Jenifer lagi. "Kali ini aku tidak mau." Kakak adik itu masih saja tenggelam dalam perdebatan, sedangkan Azlan dan Nauma sudah kembali ke kontrakkannya. Azlan masihi tidak percaya jika istrinya menolak untuk tinggal di rumah barunya. "Beneran kamu nggak mau tinggal di rumah itu?" tanya Azlan lagi penasaran. "Kenapa sih Akang nanya itu terus, aku nggak mau Kang. Kalau Akang mau silahkan saja, aku tetap di sini, lagi pula rumah itu terlalu jauh dari tempatku kerja," balas Nauma. Azlan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia terus membuntuti istrinya sampai ke kamar. Dilihatnya Nauma yang sedang menghapus riasan, masih ada sisa-sia make up di wajah cantiknya. "Kamu beneran mau jadi model?" tanya Azlan. "Memangn
"Kenapa honey... kamu kaget ya lihat aku di sini? Aku menawarkan diri menjadi bintang tamu, dan mereka senang dengan itu. Aku ingin selalu bersamamu." "Lepas!" bentak Azlan. Ia menghempaskan tangan Jenifer, lalu pergi meninggalkannya. Semua kru melihat itu dan berfikir jika mereka sedang bertengkar. Jenifer memperhatikan langkah Azlan, tangannya mengepal tapi bibirnya terus tersenyum. "Kenapa kamu berubah seperti ini lagi? Apakah karena wanita kampungan itu?" Fero memperhatikan semuanya, ia merasa Jenifer bodoh sama seperti dirinya karena menyukai seseorang yang sudah menikah. Bedanya Jenifer tidak tahu, sedangkan Fero sudah mengetahuinya. Fero memilih untuk menyerah akan perasaannya pada Nauma karena ia melihat sendiri betapa Nauma mencintai suaminya. Tapi Fero berjanji dengan dirinya sendiri untuk terus memperhatikan Nauma dari jauh, ia akan menjaga wanita yang ia cintai. Fero tidak mau menjadi penyebab keretakkan hubungan mereka. 'Mungkin sekarang gue menyerah, tapi gue akan r
"Tidak! Aku tidak mau, pulang sana!" usir Azlan, lalu ia masuk ke dalam rumahnya. Jenifer tidak menerima pengusiran dalam hidupnya. Ia mengikuti langkah Azlan dalam diam. Azlan pikir Jenifer tidak mengikutinya, tapi saat ia sudah berada di dalam rumah, Jenifer membuka suaranya dan mengejutkannya lagi. "Lumayan juga rumah kamu," ucap Jenifer. "Astaga, sudah seperti jelangkung. Datang tidak diundang," balas Azlan. "Kenapa sih honey? Ini sudah malam, kamu tega ngusir aku? Kalau aku kenapa-kenapa di jalan bagaimana?" "Tapi tidak menginap di sini juga, nanti ada yang salah paham," ucap Azlan. "Aku numpang bermalam di sini aja ya? Aku mohon, aku juga sudah lelah, tidak sanggup mengendarai mobil lagi. Kecuali kamu mau mengantarku. Atau kita habiskan saja malam ini bersama?" balas Jenifer dengan nada centil. "Hais... sudahlah kamu tidur di kamar sana saja, aku lelah, malas ngantar kamu pulang," kesal Azlan, lalu ia naik ke lantai menuju kamar utama yang rencananya menjadi kamarnya bersa
"Masuk kamu," ucap Azlan sambil menarik tubuh istrinya. Begitu mereka sampai di kamar, Azlan melepaskan tangnnya dan membiarkan Nauma berdiri di hadapannya. Azlan memandang lekat tubuh istrinya dari atas sampai bawah. Pandangannya terhenti saat melihat paha istrinya yang terekspos. Azlan membayangkan jika Nauma mengenakan lingeri seksi seperti yang dikenakan Jenifer tadi malam. Bibirnya tersenyum membayangkan lekuk tubuh istrinya. Sikap Azlan membuat Nauma merasa bingung, baru saja tadi ia dibentak oleh suaminya, sekarang suaminya memandanginya dengan senyuman. Tidak bisa dipungkiri, lingeri yang dikenakan Jenifer semalam mampu membuatnya menahan hasrat sampai pagi. Begitu pagi menjelang, ia buru-buru pulang untuk menemui istrinya. Siapa sangka, pakaian Nauma justru mengingatkannya pada Lingeri yang dikenakan Jenifer. "Akang kenapa?" tanya Nauma bingung. "Kamu cantik sekali sayang," balas Azlan yang sudah dikabuti oleh gairah kelelakiannya. Azlan mendekatkan diri ke arah istrinya
"Sayang...." panggil Azlan sambil meraba sampingnya. Azlan tidak mendapati tubuh istrinya dan dia tersenyum saat melihat keadaan kamar sudah rapi. "Ternyata kamu sudah tidak marah lagi, aku semakin mencintaimu," gumamnya lagi. Waktu sudah menungjukkan pukul sebelas siang saat ia bangun, Azlan meregangkan tubuhnya. Sudah lama ia tidak mendapatkan tidur nyenyak seperti ini. Ditambah lagi hatinya merasa bahagia, beban yang ada di hatinya terlepas begitu saja saat mengingat pergulatan mereka tadi pagi. "Kamu masih seperti dulu, Ah aku jadi ingin merasakannya lagi." Azlan bangkit dari kasur dan memakai pakaiannya, ia ingin mencari istrinya dan melakukan apa yang ia inginkan lagi. Tapi sayang, Azlan tidak mendapati Nauma di kontrakkannya, mau tidak mau, ia melepas hasrat itu seorang diri. Meski begitu, bibirnya terus saja tersenyum saat melihat kepuasan istrinya pagi tadi. Begitu selesai, Azlan mempersiapkan dirinya untuk melakukan kativitas rutinnya. Ia masih memiliki jadwal syuting si
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang