"Tentu saja Axcel adalah anak mereka, jika dulu aku memberitahumu, pasti kau akan mencelakai Nauma dan membunuh anak yang dikandungnya. Aku paham siapa dirimu," balas Mr. Jhon.Jenifer akan melakukan apapun demi mendapatkan keinginannya. Bahkan ia tak segan membunuh siapa saja yang menghalangi jalannya. Nauma sangat berarti bagi Mr. Jhon, hingga ia terus melindunginya dari niat jahat Jenifer. Rasa cinta yang ia miliki menggerakkan hati untuk menjaga dan menemai Nauma di saat sulitnya. Bahkan cinta itu pun terus bekembang setelah kehadiran Axcel ke dunia. Terlebih lagi Axcel menganggap dirinya sebagai seorang ayah, ayah yang tak pernah Axcel dapatkan dari ia masih berada di dalam kandungan."Karena kau menutupi ini semua, Azlan jadi mengetahui jika anak itu adalah anaknya, dan dia ingin menceraikanku!" bentak Jenifer."Kau yang bodoh! Jangan salahkan aku!" balas Mr. Jhon tak kalah membentak.Jenifer dengan kesal meninggalkan sang Kakak, ia sangat paham siapa kakaknya. Jenifer pun tak
"Ya, bahkan aku tak menginginkanmu di dalam hidupku, ayo kita pulang ke Jakarta dan mengurus surat cerai. Dengan begitu aku bisa terbebas dari wanita gila sepertimu," balas Azlan, lalu berbalik pergi.Jenifer menggelengkan kepala, menolak percerain yang Azlan inginkan. Matanya menyiratkan kebencian, hingga ia melangkah dengan tergesa-gesa menuju parkiran. Azlan melihat kemarahan itu dari kaca yang ada di hadapannya, ia mengejar Jenifer dengan mobilnya. Kepanikan hadir di hati, pikiran buruk bersemayam di kepalanya. "Mau ke mana dia tegesa-gesa seperti itu?" gumam Azlan tanpa melepaskan pandangannya dari mobil yang dibawa Jenifer.Dua mobil membelah jalan dengan kecepatan penuh, Jenifer menyeringai saat tahu Azlan mengikutinya dari belakang. "Lihatlah, jika aku tak bisa memilikimu, maka wanita itupun tak akan bisa memilikimu," gumam Jenifer sambil tertawa speerti orang gila.Meski begitu Jenifer mengeluarkan air mata kesedihan, juga rasa putus asa di dalam hidupnya. Tak ada lagi alasa
"Maafkan kami, Tuan. Nyawa Nyonya Jenifer tak dapat kami tolong. Sedangkan wanita yang datang bersamanya hanya mengalami luka ringan di bagian kening dan lengannya saja," balas dokter.Tubuh luruh di lantai saat sang dokter menyatakan kematian Jenifer, tangis pecah begitu saja sambil memukul lantai dengan tangannya. Azlan pun merasakan kesedihan itu, tak dimunafikkan, Jenifer turut andil dalam kehidupannya dan memberikan kesan yang membekas.Tapi rasa lega dan syukur ia rasakan saat mengetahui keadaan Nauma yang baik-baik saja. Mr. Jhon masuk sambil berlari menghampiri tubuh sang adik yang sudah terbujur kaku. Tak akan ada lagi kerabat kandung yang menemani hidupnya, Jenifer pergi begitu pun dengan senyumannya."Mengapa kau memilih bunuh diri Je? Mengapa kau bodoh lebih memilih pria itu?" isak tangis Mr. Jhon terdengar di telinga Nauma.Nauma berbaring di samping ranjang Jenifer, hanya terpisah tirai yang membentang memisahkan mereka. Perlahan tirai itu terbuka, dan Nauma terkejut saa
"Tentu saja aku bisa meraih hatinya lagi, harusnya kau yang sadar diri. Nauma tak pernah membalas perasaanmu," balas Azlan.Azlan pergi dari kediaman Mr. Jhon. Ia kembali ke apartemennya, tapi baru beberapa langkah Mr. Jhon menghentikan langkahnya dengan menahan lengan Azlan."Ada apa lagi?" tanya Azlan sambil memutar tubuhnya."Keluar dari apartemen itu! Apartemen itu bukan milikmu lagi!" balas Mr. Jhon."Tenang saja, aku akan keluar dari paartemen itu."Azlan keluar dengan penuh kekesalan, yang tersisa hanyalah tabungan yang ada di dalam rekening pribadinya saja. Bahkan mobil yang ia bawa pun diambil oleh Mr. Jhon hingga ia pulang ke apartemen menggunakan taksi."Dengan tabunganku ini tak akan mungkin bisa bertahan lama tinggal di negara ini. Haruskah aku pulang dan merelakan Nauma juga Axcel?" gumamnya.Sepanjang perjalanan kepalanya terasa sakit, ia memikirkan kelangsungan hidupnya kelak. Ada rasa tak rela saat ia mengcapkan kalimat itu. Rasa cinta masih begitu besar untuk Nauma,
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang