"Aku bertemu Alan di sebuah resto saat meeting dengan Barack, dia lumpuh dan tidak bisa menggunakan kakinya, dan itu terjadi sebelum hari pernikahan kami," ujar Yoona menjelaskan.
"Tapi yang kakak tahu rumah itu kosong sampai hari ini Yoona! Dan Kenapa mereka menyembunyikan semua ini dari kita?" tanya Malik.
"Itu yang sedang aku cari tahu! Bukannya aku terlalu percaya diri tapi aku masih melihat Cinta dari Alan untukku dan penyesalan yang terlihat jelas karena meninggalkanku tanpa alasan," ujar Yoona tidak berani memandang semua yang ada disana.
"Apa kamu masih merasa kecewa Yoona akan gagalnya pernikahanmu?" tanya Demian dengan bibir tersungging.
"Apa aku harus menjawabnya Kakak ipar? Yoona menjeda ucapanya dan menatap Demian. "Akan aku jawab. Ya aku memang masih merasa kecewa karena tidak mendapatkan penjelasan ataupun kabar darinya. Tapi jika boleh aku berkata jujur, aku berterima kasih kepada siapapun yang telah memisahkan kami. Dengan begit
"Salam sayang Buenda Vania šš semua info tentang buku ada bisa ikuti buendavania
"Benarkah? bahkan kamu belum mencobanya Yoona, belut pemuaskuāohh tidak, bukan belut. Bagaimana kalo anak piton?" tanya Dante sudah mulai berjalan kearah Yoona. "Apapun itu aku tidak perduli. Walaupun kata kata orang sex tidak harus soal cinta, itu omong kosong," ucap Yoona melirik Dante tajam. "Ayolah, kamu bahkan pernah terhanyut dan terbuai oleh sentuhanku. Jika bukan karena Mommy sudah bisa dipastikan kamu akan terkapar dan mendesah sangat kuat di bawah kungkunganku." Dante menarik tangan Yoona yang sedang memegang es krim dan melumat es krim itu dalam sekali suap. "Aku sarankan untuk Kamu mencobanya sebelum merasakan dinginnya kateter." ucap Dante dengan menyapukan bibirnya di bibir Yoona. 'Ohhh tubuh sialan kenapa kamu selalu berkhianat dari pikiranku sendiri,' Maki Yoona pada tubuhnya sendiri yang saat ini memang sedang benar-benar terhanyut dalam buaian bibir Dante yang sedang menyesap dan mengulumnya penuh nafsu bibirnya yang dingin dan lembu
Dante berdecak sambil membuang wajahnya ke samping. "Cik, ayolah Yoona! Ini bukan soal berniaga, tapi kita sedang berusaha membina rumah tangga yang bahagia." Melihat senyum mengejek Dante dengan cepat Yoona menepis ibu jari pria itu yang sedang memegangi dagunya. "Aku tahu, dan aku hargai itu, tapi masalahnya disini hatiku sebagai jaminannya. Aku tidak bisa membuatnya terluka lagi, ayolah!" "Baiklah, apa yang kamu inginkan sebagai jaminan. Aku pria miskin asal kamu tahu Yoona," ucap Dante mengingatkan. Yoona sedikit menundukkan wajahnya merasa malu jika kembali mengingat hal itu. "Aku tahu, jika kamu pria kaya mana mau aku menikah denganmu." Yoona kembali membenamkan wajahnya di dada Dante dan mulai mencari kenyamanan. "Ya, dan maaf soal itu. Aku tidak bisa mengikuti semua permainanmu," desah Dante yang juga merasa bersalah. "Jadi bagaimana? apa kita bisa memulai dari awal? Aku tidak akan memaksamu untuk melakukan hubungan ranjang, Yoona. Kit
Entah mengapa Yoora sudah bisa memastikan bahwa Dante akan mencecar dirinya dengan berbagai pertanyaan. Walau bagaimanapun itu memang hak Dante untuk meminta kejelasan lebih detail dari masa lalu mereka. "Baiklah Mom, aku akan mengantarnya," sahut Dante cepat. "Tidak usah repot," tolak Yoora dengan tegas. "Tapi aku memaksanya kakak ipar, karena aku memang melewati tempat tujuanmu," desak Dante lagi seolah itu adalah perintah mutlak. Dante mendekati Yoona berdiri tepat di sisi Yoora yang sedang berdiri di sisi lain ranjang "Untuk nanti malam kamu ingin dibawakan apa?" Suara lembut Dante benar-benar terdengar indah di telinga Yoora membuat dadanya berdegup seolah pertanyaan itu terlontar untuk dirinya. "Aku ingin pizza dan chicken wings," pinta Yoona terlihat begitu gembira dengan perhatian dari Dante. Dengan mengacak rambut Yoona Dante kembali berkata. "Baiklah, akan aku bawakan. Ada lagi?" tanya dante memastikan karena dia tahu
"Karena aku belum bisa membalas budi mereka Dante. Aku ingin bekerja dan membuat mereka bangga karena telah membesarkanku," jawab Yoora cepat. "Bukankah selama ini kamu sudah menjadi anak yang baik dan penurut Yoora. Semua orang tua pasti bahagia jika melihat anak-anaknya bahagia, bukan?" "Tapi hidupku tidak sesederhana itu Dante! Tidak semudah yang orang lihat," desah Yoora dengan menghapus sudut matanya. Sejak hari itu Dante tidak pernah tahu apa alasan sebenarnya Yoora selalu menolak untuk memperkenalkan dirinya kepada orang tua Yoora. Yang Dante tahu Yoora memang gadis pendiam dan lembut. Selalu tampil rapi dan feminim, hanya itu yang Dante tahu tentang Yoora. Dante memang merasa kecewa kepada Yoora karena tidak memberitahukan kebenaran akan masa lalu yang sebenarnya terjadi. Mungkin jika mendengarnya sebelum menikah yang pertama kali dia akan bersimpuh dihadapan Yoora dan meminta wanita itu kembali. Tapi Dante bisa memastikan pada dirinya sendiri
'Sial, ternyata dia sedang berbicara dengan seseorang. Aku pikir dia memanggilku sayang. Tunggu apa aku cemburu? Dan siapa yang dipanggil sayang?' Karena penasaran walaupun dengan jalan tertatih Yoona menghampiri Dante dan memeluk pria itu dari belakang. "Aku mau es krim Dante. Ajak aku makan es krim." pinta Yoona semakin mengeratkan pelukannya. "Nanti Deddy telpon lagi." Dante langsung memutuskan sambungan dan memasukkan ponselnya kedalam saku. "Siapa yang kamu panggil sayang Dante? Apa kamu mulai selingkuh dariku?!" Yoona melepaskan tangan yang tadi memeluk Dante erat. Padahal jelas tadi Yoona sendiri mendengar Dante memanggil dirinya Daddy. Tapi sepertinya Yoona memang sedang membuat perkara dengan Dante. "Apa kamu mulai cemburu." Dante menahan pergerakan Yoona dengan menarik tangan wanita itu. Dengan gerakan dan sangat hati-hati Dante mengangkat tubuh Yoona hingga membuat Yoona dengan cepat melingkarkan ta
Yoona tersenyum menatap wajah Hasan. Memang benar apa yang dikatakan oleh Hasan, Dante memang sudah membuatnya bahagia. "Dante pria yang baik Ayah. Dia juga sangat perhatian pada Yoona. Ayah tidak usah khawatir," jelas Yoona menenangkan. Dengan ditemani oleh Hasan, Yoona menikmati sorenya dengan begitu damai. Sampai Dante pulang Yoona masih bersandar pada tiang gazebo dengan mata terpejam. Dante hanya bisa menatap lekat wajah Yoona yang sedang terlelap sambil duduk. "Bagaimana bisa dia tertidur dengan posisi seperti itu?" "Begitulah Yoona, dia bisa tidur dimanapun dan kapanpun dia mau. Lebih baik kamu pindahkan ke atas karena angin semakin kencang di sini." ujar Malik dengan menepuk pundak Dante. "Ya, Bang. Akan saya angkat." Tanpa menunggu lagi Dante langsung membawa Yoona pindah ke kamar mereka dan membaringkannya dengan sangat hati-hati. "Sepertinya dia habis minum obat makanya tidak terbangun saat aku pindahkan." Sete
"Ya sudah ayo turun!" Dante sedikit mendorongnya bahu Yoona. "Aku mau gendong Dante," rengek Yoona manja yang langsung mendapatkan kerutan di wajah Sulis dan Anna. "Kamu ini berat Yoona, saat Malik menggendongmu dari atas ke bawah itu masih mudah, tapi ketika Dante menggendongmu dari bawah ke atas pasti dia sangat keberatan," desak Sulis mengingatkan. 'Yoona minta di gendong oleh Bang Malik? Cik perempuan ini bisa-bisanya masih bersikap seperti itu!' keluh Dante dalam diamnya. "Biar Dante gendong Bun." Dante langsung berdiri dengan mudahnya walaupun Yoona dalam pangkuannya. "Jangan lupa minum obatmu Yoona!" teriak Sulis saat Dante sudah menaiki tangga. "Akan Dante ingatkan Bunda!" jawab Dante sedikit berteriak menjawab ucapan Sulis. Dante membaringkan tubuh Yoona dengan sangat hati-hati. Menurut Dante tubuh Yoona terasa lebih ringan dari biasanya semenjak istrinya sakit. Dante mengambil obat Yoona yang harus diminum malam hari
Siang itu Yoona sudah sangat kelelahan mengikuti kemauan Ainun dan Sulis mengatur pose dalam pemotretan yang diadakan di rumah Sulis. Ini adalah baju kedua yang Yoona kenakan. "Yoona senyum dong. Ini akan kita gunakan untuk undangan," decak sulis kesal karena yoona selalu memasang wajah datar. "Yoona lelah Bun, ini sudah keseratus gaya yang bunda minta!" Yoona terus merenggut dengan kaki yang di hentak-hentakan berulang kali. "Dua kali lagi Sayang ... jika yang ini hasilnya bagus maka semua selesai," bujuk Ainun lembut. "Tadi juga Mommy dan Bunda bilang seperti itu," dengus Yoona karena pada kenyataannya mereka selalu mengulang gaya yang sama. Dante mendekatkan bibirnya di telinga Yoona. "Setelah ini bagaimana jika kita makan eskrim?" "Benarkah! Tapi aku mau B&B, bagaimana?" tanya Yoona dengan sedikit berjingkrak. "Tidak masalah. Aku akan belikan yang paling besar, sepuasnya," tawar Dante lagi. Jika boleh juju
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat.Ā 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Diaā" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita.Ā Jadi Priyankaābenarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya."Ā Ā Apa? ( ā¦. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencobaāYoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapiā" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik ā¦. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma ā¦ selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem ā¦?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena