Segera, Abimana menjadi pusat perhatian si kembar tiga. Segera 4321juga ibunya melerai pertengkaran antara si kembar dan Abimana. "Tolong jauhkan mereka, saya lelah," alasan Abimana sekalian menambahkan desahan penat."Iya ..., maaf ya Tuan CEO," kekeh wanita yang berstatus sebagai sepupunya Wira.Nadia menambahkan, "Padahal biarkan saja si kembar bermian kuda-kudaan sama Abi. Hihi ....""Jangan, saya lelah." Abimana duduk di samping Nadia seiring menempelkan tubuhnya ke punggung sofa. Segera, Nadia menuangkan air untuk sang suami. Pun, Abimana segera meneguknya.Wira baru saja menyusul masuk. Sikapnya sangat berbeda dengan Abimana, justru pria ini menyambut hangat si kembar tiga seiring berharap si kembar bisa menularkan kehamilan pada Nadia hanya saja harapannya tidak diungkap.Abimana memutuskan masuk ke dalam kamarnya untuk mandi, jadi Nadia menyusul. "Kenapa sih ... tidak mau berdekatan sama si kembar. Hihi ...," goda Nadia."Mereka merepotkan dan membuat saya menderita.""Lalu,
"Manusia satu itu selalu muncul di mana saja!" rutuk Abimana yang segera diserang cemburu karena Kafka tersenyum ke arah Nadia walau istrinya hanya membalas senyuman itu alakadarnya saja."Mungkin Pak Kafka juga pebisnis. Apa iya?" penasaran Nadia sangat meroket karena yang dia tahu selama ini pria itu hanyalah dosen, pun dari obrolan sebelumnya Kafka menyebutkan dirinya tidak memiliki propesi lain."Dia pewaris tunggual perusahaan ayahnya!" Dingin Abimana kala mengatakannya."Apa!" Nadia terhenyak mendengarnya, "tidak disangka ternyata Pak Kafka memang pebisnis!""Lalu kenapa, kamu kagum hm?" Kecemburuan Abimana semakin berlipat karena jika istrinya menganggap pria lain lebih hebat darinya maka dirinya tidak bisa memaafkan si pria itu."Kagum. Karena Pak Kafka punya dua propesi sekaligus." Senyuman lebar Nadia yang segera membaca ekspresi Abimana.Abimana membuang wajahnya yang dingin sekaligus kesal pada Kafka yang telah merebut kekaguman istrinya. "Menyebalkan!"Nadia terkekeh kege
Hari baru tiba, Nadia kembali ke kampus. Amira segera menyambutnya dengan heboh, "Beneran loh Pak Kafka balik lagi ke kampus!""Masa sih." Nadia masih tampak datar karena baginya ada Kafka atau tidak di kampus ini sama saja toh mereka sering bertemu."Iya ..., tadi anak-anak ribut bahas kembalinya aset kampus kita!" Amira sangat ekspresif, "Ya Tuhan ..., mimpi apa ya saya semalam sampai-sampai pangeran kampus kembali kesini!"Nadia memandangi Amira sedikit risih oleh antuasias sahabatnya itu. "Mi, biasa saja kali. Lagian Pak Kafka bukan artis, tapi kok sepertinya kamu ngefans sekali sih?" Dahinya berkerut cukup dalam."Artis kalah sama Pak Kafka. Pokoknya saya sangat bersyukur atas kembalinya Pak Kafka!" Amira masih menunjukan sumringahnya hingga setiap detiknya Nadia dibuat mengerti oleh perasaan berlebihan Amira pada pria bernama Kafka.Di jam pertama ini, Kafka adalah dosen Nadia dan Amira. Pria itu kembali mengenalkan dirinya dengan sangat ramah walau hampir semua gadis tetap meng
"Maaf nona, Anda mau kemana? Tuan Abi memerintahkan saya supaya tidak membiarkan nona pergi bersama pria bernama Kafka." Esther mencegah kepergian Nadia, pun Jack akan ikut bertindak andai pria yang bersama majikannya menunjukan gerak-gerik mencurigakan."Tapi kita cuma mau ke kolam renang," protes kecil Nadia yang merasa pergerakannya dibatasi."Termasuk ke kolam renang. Nona," santun Esther bahkan seiring menundukan sedikit wajahnya. Nadia tampak sangat keberatan, tetapi Kafka segera berkata."Turuti saja semua perintah serta larangan Abimana, dia menyayangi kamu dan tidak ingin hal buruk terjadi pada kamu.""Tapi kan ...." Nadia belum sempat menyampaikan kalimat lengkapnya, tetapi Kafka sudah berpamitan hingga membuat gadis ini kesal. "Abi over protektif, saya tidak suka!" rutuknya dengan kedua alis menukik."Kami minta maaf nona, kami hanya menjalankan perintah." Sopan Esther. Maka, Nadia mengomeli Abimana di ruangannya karena gadis ini menghampiri suaminya ke perusahaan. "Pak Kaf
Nadia menemani Abimana hingga pria itu menyelesaikan pekerjaannya. Kini keduanya sedang berjalan mesra, kebetulan bertemu Wira di lobby. "Sejak kapan Nadia di sini? Kok papa tidak tahu.""Sudah dari tadi pa, dari Nadia pulang kuliah, tapi cuma diam di ruangan Abi," kekeh kecil Nadia."Iya ampun ..., bisa-bisanya papa tidak sadar," kekeh kegelian Wira, "sekarang kalian mau kemana, ada acara?"Kini Abimana yang memberikan jawaban, "Tidak ada, kita akan segera pulang, Abi sudah tidak tahan ingin memangsa!" Wajahnya begitu mesum karena pria ini sengaja memerlihatkannya di hadapan Wira untuk menjahili Nadia, sedangkan ayahnya tertawa cukup puas karena semakin rajin mereka semakin bagus."Lanjutkan, nak. Jangan kecewakan papa!" Pun, Wira sama sama saja, dirinya menyisipkan kejahilan pada menantunya hingga pipi Nadia memerah padam.Sepeninggalan Wira, Nadia mencubit pinggang Abimana sekejam yang dirinya bisa. "Mesum tingkat dewa!""Semua pria memang begitu." Datar Abimana yang masih bisa ber
Tidak butuh waktu lama cleaning service itu dibuat mengaku di hadapan Abimana seiring menyered nama Riana. "Saya cuma inginkan uang dari Nona Riana. Saya minta maaf karena saya jadi bertindak seperti ini pada tuan."Abimana tidak menunjukan geram sama sekali. "Memangnya gaji sebagai cleaning service kurang untuk hidup Anda sehari-hari?" Satu kakinya diangkat kala duduk berwibawa di atas kursi putarnya."Sebenarnya cukup, tuan. Sekali lagi saya mohon maaf." Pria ini berlutut padahal Abimana tidak pernah memerintahkannya seperti itu, "saya mohon jangan pecat saya."Abimana meninggalkan duduknya, sekalian melangkah elegan menuju pintu, hendak meninggalkan ruangannya. "Teruslah bekerja, tapi dengan jujur." Tiba di ambang pintu kalimatnya beralih pada satpam, "umumkan saja kasus ini, sebut nama Riana dengan jelas. Intinya jika setelah ini masih ada karyawan yang memihak Riana maka saya tidak akan mentoreransi lagi!""Baik, tuan. Akan segera saya umumkan!" Kalimat tegas satpam.Abimana mela
Nadia sudah berada di dalam kamar, mengerjakan tugas kuliah yang menumpuk. Sekejap, dirinya mengintip lewat balkon karena deru mobil milik Abimana sangat jelas. "Mau kemana malam-malam begini?" Jam dinding dilirik, waktu sudah berhenti di angka sembilan. Penasaran, gadis ini turun ke lantai bawah, menemui mertuanya yang masih bersama sang nenek. "Mau kemana Abi malam-malam?""Katanya mau ke perusahaan karena listrik di sana mati," jelas Mila dengan santai karena wanita ini tidak mengetahui insiden yang terjadi.Nadia menjatuhkan bokongnya perlahan. "Tadi sore juga begitu, lampunya mati terus jadinya Abi lama deh di sana.""Kok bisa mati ya ...." Mila mulai keheranan, apalagi suami dan putranya tidak menjelaskan dengan rinci.Satu jam kemudian, Abimana tiba di dalam gedung yang gelap. Hampir semua ruangan menggunakan lampu darurat saja termasuk di lobby. "Antar saya ke bagian teknisi," titahnya pada satpam seiring banyak bertanya tentang hal ini. Satpam menjelaskan jika bagian teknisi
Satu bulan kembali berlalu, usia kehamilan Tania sudah menginjak bulan keenam. "Tiga bulan lagi bayi ini akan terlahir ke dunia," ucapnya dalam panggilan telepon langsung pada Abimana. "Lahirkan saja, jangan lupa hubungi saya di hari kelahirannya, saya akan menjadi orang pertama yang melihat bayinya setelah dokter." Abimana sedang memandangi langit cerah siang ini. Keberadaannya di lantai yang tinggi membuatnya seakan mampu meraup dunia dalam satu kedipan mata. "Saya sedang berada di luar negeri, kamu yakin akan menyusul saya kesini?" "Tentu saja, demi sebuah bukti apapun akan saya lakukan!" Tegad kuat Abimana yang membuat Tania semakin down karena hingga detik ini semua orang hanya memerdulikan bayinya. "Kalau begitu datanglah. Saya menunggu," lirih Tania yang segera memutus panggilan. "Bagaimana kata Abi?" Nia segera berburu informasi penting. "Abi bilang akan menyusul kesini di hari kelahiran bayi ini." "Untuk apa. Apa Abi ingin segera melakukan test DNA?" Tania mengangguk k
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg