Home / Pernikahan / Suami Baru untuk Istriku / 15 tahun yang kosong

Share

15 tahun yang kosong

Author: Ana Battosai
last update Last Updated: 2022-06-28 10:09:40

❤️❤️

Sepanjang perjalanan Imran tak berhenti mengucapkan istighfar. Hatinya pun terasa sesak saat melihat pakaian kerjanya sudah rapi, juga sarapan pagi yang tersedia seperti biasa.

Lima belas tahun Imran melakukan kebiasaan bersama-sama dengan Nisa, setiap hari tanpa ada kata bosan. Tapi kini ia sendiri yang harus menghentikan ini semua. Menyelesaikannya sampai akhir.

Mobilnya berhenti di parkiran kantor, tapi lelaki itu tidak langsung turun. Kedua matanya terpejam, lalu sesaat setelahnya muncul bayangan Nisa yang menangis atas perbuatannya pagi ini.

“Nisa ... maafin, Mas!” ucapnya lirih. Imran menangisi sikap bodohnya. Hatinya benar-benar dilema.

Untuk beberapa lama Imran tidak beranjak dari tempatnya, ia begitu terhanyut pada kesedihan yang ia buat untuk wanita yang dicintainya. Nisa terluka, tapi ia pun teramat sangat sakit.

Imran menoleh sisi kiri kanan, sudah ada beberapa kendaraan yang parkir di sebelahnya. Dengan tangan ia mengusap wajahnya yang basah, embusan napas panjang keluar dari mulutnya, tangan kanan membuka pintu mobil lalu berjalan masuk ke kantor.

Beberapa karyawan mengangguk dengan sedikit badan dibungkukkan saat Imran lewat. Di kantor Imran dikenal sebagai bos yang humble dan low profile. Terhadap para karyawannya pun ia tidak pernah memaksakan jika pekerjaan itu tidak selesai pada hari itu.

Hari ini ada meeting dengan seorang clien penting. Orang itu akan mengadakan kerjasama juga investasi yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Imran harus fokus pada pekerjaannya, meski tidak bisa dipungkiri isi kepalanya penuh dengan Nisa.

“Semangat, Imran!” serunya pada diri sendiri saat sudah tiba di ruangan kerjanya.

Beberapa dokumen menumpuk di meja kerjanya, ia harus menyelesaikan melihat-lihat tumpukan kertas itu sebelum meeting dimulai.

Kring ... sebuah pesan masuk.

[Meeting di luar, ya, Im. Nanti saya kirim alamatnya.]

Imran tersenyum. Pesan dari Fadhil, sahabatnya saat kuliah. Lelaki itu pula yang akan meeting bersamanya siang ini dan akan investasi pada perusahaannya.

[Ok!]

Imran kembali fokus pada kertas-kertas di mejanya. Biasanya ada Siti-sekertarisnya, tapi ia sedang cuti pulang kampung, menengok orang tuanya yang sedang sakit.

Dalam urusan pekerjaan, Imran termasuk lelaki yang gigih. Sekali ia fokus pada satu titik, ia akan menyelesaikan itu sampai tuntas.

Pukul sebelas siang, Fadhil mengirimkan chat yang isinya lokasi meeting hari ini, letaknya tidak terlalu jauh dari kantor milik Imran.

Biasanya jika Imran meeting akan ditemani Siti atau salah seorang karyawan, tapi kali ini lelaki berambut ikal itu memilih pergi sendirian. Setelah meeting selesai, ia berniat ingin menceritakan keluh kesahnya pada Fadhil dan berharap jika lelaki bujang itu bisa memberinya jalan keluar.

Mobil meluncur ke sebuah restoran cepat saji di bilangan Jakarta pusat, Fadhil mengatakan jika ia memesan sebuah ruang VIP untuk pertemuan mereka. Lelaki berkacamata itu pun datang sendiri tanpa ditemani partner. Fadhil paham jika Imran mengatakan butuh saran, itu tandanya Imran benar-benar dalam keadaan tak tentu arah.

Setelah sampai di restoran, Imran langsung masuk dan di sambut pelukan hangat oleh Fadhil. Kedua lelaki itu melepas rindu setelah hampir enam belas tahun tidak bertemu. Yah, sejak keduanya lulus kuliah dan Fadhil memilih kembali ke kota kelahirannya dan memilih meneruskan bisnis keluarganya. Fadhil bahkan tidak menghadiri pernikahan Imran dan Nisa.

Ditemani secangkir kopi dan camilan, meeting pun berjalan lancar. Fadhil menginvestasi pada perusahaan Imran, diakhiri dengan saling jabat tangan.

Meeting selesai. Kedua lelaki itu menutup dokumen dan menyimpannya dalam tas. Fadhil memandang ke arah Imran yang masih diam. Wajah lelaki itu terlihat suram dan tidak bergairah.

“Ada apa, Im? Kamu terlihat sedih?” tanya Fadhil. Lelaki berhidung mancung itu tak sabar menanti Imran berbicara.

“Saya menceraikan Nisa, Dhil.” Sebuah pengakuan terlontar dari mulut Imran. Fadhil yang mendengarnya terkejut. Pandangannya semakin lekat ke arah Imran yang kini kembali diam.

“Apa alasan kamu menceraikan istrimu, Im? Dia selingkuh?”

“Wanita itu bahkan tidak pernah sekali pun berpaling dariku. Dia sempurna, Fadhil.”

“Lantas?”

“Karena aku ingin melihat dia bahagia. Apa salah aku menceraikan dia dan mengizinkannya untuk menikah lagi?”

“Apa yang membuatmu yakin jika dia tidak bahagia bersamamu, Imran? Bukankah katamu dia baik dan sempurna?” Fadhil bertanya dengan kedua tangan mengepal menahan gejolak marah pada sahabatnya. Sifat egoisme Imran tidak berubah sama sekali.

“Dia sempurna, Fadhil. Tapi aku, tidak!”

“Maksud kamu?”

“Saya divonis dokter mandul, Fadhil. Sampai kapan pun tidak akan bisa memiliki keturunan.”

Fadhil mengendurkan kepalan tangannya, hatinya iba mendengar pengakuan Imran. Jika pun ia ada di posisi Imran, sudah pasti akan seperti dirinya, kehilangan semangat untuk hidup.

“Apa istrimu mengungkit masalah ini? Tentang kekuranganmu?” tanya Fadhil lagi.

Imran menggeleng lemah. “Dia bahkan selalu terlihat baik-baik saja dan selalu tersenyum. Tapi justru itu yang membuat saya semakin merasa bersalah padanya.”

“Anak ‘kan bisa diadopsi, Im. Jangan gegabah mengambil keputusan, nanti kamu juga yang akan menyesal.”

“Saya tidak akan menyesal, Fadhil. Hal yang akan saya sesali seumur hidup adalah karena membiarkan dia ada di samping saya.”

“Pendapat apa yang kamu minta dari bujang lapuk seperti saya. Jangankan menikah, jodoh saya saja belum tahu ada di mana.” Wajah Fadhil mendadak muram.

“Bantu saya mencari lelaki yang baik untuk Nisa. Saya ingin ada lelaki yang mampu menjaga dan membahagiakan dirinya.”

“Imran. Pernikahan bukanlah soal berapa banyak keturunan. Pernikahan itu adalah ibadah seumur hidup, jangan bermain-main dengan itu. Hidupmu sudah sempurna, memiliki istri yang baik.” Fadhil menghentikan ucapannya, ia menarik napas panjang untuk kembali berbicara.

“Tahukah kamu jika wanita yang saya cintai dan saya idam-idamkan menikah dengan orang lain karena dijodohkan orang tuanya?” Fadhil bertanya dengan mimik wajah serius. Imran terlihat kaget dan memandang tidak percaya.

Fadhil memiliki wajah lebih tampan dari Imran. Bagaimana mungkin kisah cintanya lebih tragis.

“Bersyukurlah dengan apa yang kamu miliki, Imran. Kehidupan yang bahagia seperti dirimu bisa jadi kehidupan yang orang lain impikan, termasuk saya.”

“Tapi saya mandul, Fadhil!”

“Tapi Nisa bahagia bersamamu, Imran. Buang sifat egois kamu. Kembalilah rujuk dengannya!” ucap Fadhil dengan lantang. Dada lelaki berkacamata itu terlihat naik turun saat mengucapkan kalimat terakhir. Ia ingin melihat Imran selalu bahagia, meski kebahagiaan Imran adalah kebahagiaannya yang terenggut.

Related chapters

  • Suami Baru untuk Istriku    cinta itu, luka

    ❤️❤️Fadhil mengembuskan napasnya berat. Ia bahkan tidak langsung turun dari mobil meski kendaraan itu sudah tiba di depan rumahnya. Isi kepalanya terngiang-ngiang wajah Nisa, teringat bagaimana dulu saat mereka menghabiskan waktu bersama, meski hanya dalam status teman.Nisa dan Fadhil sepakat membatasi kebersamaan mereka dalam ikatan persahabatan, meski banyak orang-orang di sekitar mereka yang berharap keduanya berjodoh. Tapi Fadhil menghargai keputusan Nisa yang hanya menginginkan hubungan mereka sebatas itu.Dirasa cukup lama melamun, lelaki berkacamata itu keluar dari mobilnya dan masuk ke rumah. Bangunan yang memiliki dua lantai itu terlihat megah, meski dekorasi ruangan yang sederhana.“Assalamu’alaikum, Bu.” Fadhil mendekati seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di kursi kayu yang menghadap kolam ikan. Wanita menjawab salam putra semata wayangnya, tapi wajahnya terlihat berubah saat melihat ke arah Fadhil yang pulang kerja dalam keadaan murung.“Ada apa?” tanya Bu Sri.

    Last Updated : 2022-06-28
  • Suami Baru untuk Istriku    Nisa pingsan

    Masa Iddah Nisa sudah berjalan satu bulan. Namun tekad Imran sama sekali tidak bisa diganggu gugat. Banyak pihak yang berharap keduanya kembali rujuk, tapi sikap Imran yang kekeh membuatnya pantang untuk berkata mundur.Imran dibuat ketar-ketir, sampai saat ini ia belum bisa menemukan sosok lelaki yang akan dijodohkan untuk Nisa. Imran tidak bisa menyerahkan Nisa ke sembarang orang. Bagaimana pun, Nisa adalah wanita yang baik dan pantas mendapatkan lelaki yang baik pula.Lelaki itu tidak memprotes sikap Nisa yang tetap menyiapkan pakaian kerjanya, juga sarapan pagi dan malam yang selalu menanti untuk disentuh. Meski begitu, Imran sama sekali tidak mencicipi barang sedikit pun.Pagi ini, Nisa bangun kesiangan. Dengan cepat-cepat ia menyiapkan sarapan pagi untuk Imran setelah menyiapkan pakaian kerja lelaki itu. Tapi saat tangannya sedang menggoreng telur, Imran sudah hendak berangkat kerja.“Mas ....” Panggilan Nisa membuat langkah lelaki itu terhenti. Tanpa memutar badan, ia menanti w

    Last Updated : 2022-06-29
  • Suami Baru untuk Istriku    bab 7

    Imran dibuat ketar-ketir dengan keadaan Nisa. Alifah meneleponnya saat dirinya hendak meeting pagi dengan seorang klien. Beruntung pertemuan itu belum dimulai, Imran pun mengatakan pada sekretarisnya untuk membatalkan meeting tersebut dan dengan tergesa-gesa ia meninggalkan kantor.Lelaki itu menyarankan agar Alifah menghubungi Dokter Mimi, dokter langganan Imran dan Nisa yang tak lain adalah teman kuliah Imran. Lelaki itu lebih percaya pada sang dokter karena sudah menjadi langganan selama mereka menikah jika ingin mengadakan konsultasi. Selama perjalanan Imran terus berdoa semoga Nisa tidak mengalami sakit yang serius.Jalanan yang sedikit macet membuatnya semakin tidak sabar. Berulang kali ia mengatakan sumpah serapah saat ada beberapa kendaraan roda dua menyalip di depannya dan nyaris tertabrak jika Imran tidak langsung menginjak rem.“Bego! Mentang-mentang pake motor, maen serobot aja!” seru Imran dengan nada kesal. Tangannya meninju stir mobil.Imran sendiri tahu jika ocehannya

    Last Updated : 2022-07-07
  • Suami Baru untuk Istriku    bab 8

    Imran keluar rumah dan menghidupkan mesin mobil, disusul Alifah di belakangnya. Tanpa keduanya ketahui, di balik pintu kamar, ada seseorang yang mendengarkan dengan hati yang semakin remuk redam.Imran masih terduduk di sofa, matanya menatap lurus ke arah kamar. Ia sendiri bingung harus bagaimana. Masuk ke dalam kamar dan mengurus Nisa, atau masuk ke dalam kamar dan menyerahkan obat lalu kembali ke kamarnya. Membiarkan Nisa mengurus dirinya sendiri.Kedua tangannya mengacak-acak rambutnya, ia benar-benar dilema kini. Matanya menatap plastik putih di meja, obat yang ditebus dari apotek sesuai anjuran Dokter Mimi. Mau diapakan obat itu.Saat tengah dilema, pintu kamar terbuka. Nisa keluar kamar dan berjalan mendekati Imran. Lelaki itu salah tingkah saat Nisa menatapnya dengan penuh kasih.“Mas ....” Nisa berjalan semakin dekat, lalu duduk di kursi yang berseberangan dengannya.“Apa yang ada dalam pikiranmu, Nisa? Sejak kapan kamu tidak bisa mengurus diri sendiri?” bentak Imran. Nisa ya

    Last Updated : 2022-07-07
  • Suami Baru untuk Istriku    bab 9

    Di balik pintu berbeda, ada hati yang semakin remuk redam. Imran tak henti-hentinya menangis, terlebih saat dirinya menyantap masakan Nisa. Masakan mantan istrinya itu tidak berubah, tetap enak. Ingin menolak keinginan Nisa, tapi rasanya sulit. Terasa semakin sesak saat melihat Nisa memandang dengan tatapan memohon.“Allah ... bantu hamba untuk lebih ikhlas!” Imran hanya bisa berteriak dalam hati. Dalam hal cinta, tidak ada hal yang paling membahagiakan dari pada melihat orang yang dicintai bahagia, meski harus merelakan senyum di wajah kita sendiri. Begitulah Imran, entah ini cinta atau egonya. Terlampau jauh melangkah, pantang untuk mundur.Imran bisa bernapas lega saat ia menyadari Nisa bisa bersikap seperti biasa. Saat dirinya tanpa sengaja berpapasan dengan Nisa di pintu dapur, ia bisa melihat dengan jelas gurat kesedihan yang dulu terlihat di wajah Nisa, perlahan memudar. Wanita itu sudah bisa menguasai kesedihan juga emosinya. Nisa sudah lebih ceria kini, ia bahkan sudah bisa

    Last Updated : 2022-07-07
  • Suami Baru untuk Istriku    bab 10

    Imran tiba di rumah Fadhil sebelum Maghrib, lelaki berkacamata itu mempersilakan tamunya masuk dan langsung memasuki ruang makan, di mana sajian sedap sudah siap.“Assalamualaikum, Bu,” sapa Imran sambil mencium punggung ta’zim.“Waalaikumsalam, Nak. Apa kabar?” Bu Sri menyapa. Wanita paruh baya itu sudah lama tidak bertemu Imran, terakhir saat Imran dan Fadhil masih kuliah. Lalu setelahnya, mereka jarang dan bahkan tidak bertemu lagi.“Saya baik, Bu.” Imran menegakkan badannya, lalu menyerahkan sesuatu yang ditaruh dalam paper bag yang dibelinya saat menuju rumah Fadhil.“Masya Allah, Nak. Repot-repot sekali.” Bu Sri menerima pemberian Imran, lalu menggandeng tangan lelaki itu mendekati kursi meja makan. Fadhil sudah terlebih dulu duduk di sebelah kiri meja.“Hanya hadiah kecil, Bu. Semoga suka.”“Makasih, Nak.” Ketiganya lalu memulai acara makan dan terlibat obrolan hangat. Dari seputar kantor sampai pada akhirnya Bu Sri bertanya perihal Nisa. Imran yang mendapat pertanyaan seperti

    Last Updated : 2022-07-07
  • Suami Baru untuk Istriku    bab 11

    Imran sudah tiba di restoran yang diberitahu Fadhil. Lelaki itu berulang kali mengela nafasnya panjang. Otaknya terus memikirkan Fadhil, entah bagaimana tanggapan lelaki itu atas ucapannya semalam. Imran merasa jantungnya berdetak kencang, terlebih saat dirinya melihat sosok Fadhil yang berjalan mendekat. Rasanya mau copot.“Sorry, lama. Tadi macet,” ucap Fadhil. Lelaki jangkung itu terlihat santai, membuat ketampanannya terlihat semakin memesona.Keduanya kembali terdiam, bahkan Imran dan Fadhil terlihat canggung. Mirip pasangan suami istri yang sedang berbulan madu.“Fadhil ... saya.” Imran berucap, tapi menggantung kalimatnya, udara di sekitarnya terasa sesak saat dirinya hendak mengatakan untuk meminta Fadhil menikahi Nisa. Lidah Imran terasa kelu untuk mengatakan itu.“Saya terkejut, Imran.” Fadhil terlihat berpikir, ia juga terlihat memikirkan ucapan Imran semalam. Pun Fadhil terjaga semalaman dan tidak bisa tidur. “Bagaimana mungkin kamu bisa melakukan hal segila ini. Dengan me

    Last Updated : 2022-07-07
  • Suami Baru untuk Istriku    bab 12

    Imran masih merasakan jantungnya berdetak kencang, padahal sudah satu jam berlalu obrolannya dengan Fadhil. Sebuah keyakinan yang berasal dari mimpi yang membuat Imran dengan yakin memilih Fadhil sebagai penggantinya untuk Nisa.“Kamu harus kuat, Imran!” serunya pada diri sendiri.Masa Iddah Nisa hanya tersisa beberapa hari lagi. Wanita itu masih berharap ada keajaiban dan mukjizat lunaknya hati Imran dan mengajaknya untuk kembali rujuk. Akan tetapi, lelaki itu justru terlihat sebaliknya. Imran malah terlihat lebih kuat dan tegar.Imran manusia bukan, sih?Terlebih saat pulang dari kantor sore ini, Imran pulang dengan menenteng kue cubit kesukaan Nisa dan meletakkan makanan itu di meja makan. Seperti biasa, sepucuk surat kecil ditulis Imran dan meletakkan di atas dus makanan itu.Lagi-lagi, Nisa menerimanya dengan perasaan senang sekaligus sedih. Senang karena Imran masih memperhatikannya dan mengingat apa yang ia suka, sedih karena ia tidak bisa menikmati makanan itu bersama Imran.

    Last Updated : 2022-07-12

Latest chapter

  • Suami Baru untuk Istriku    Tamat

    “Fadhil, kok, kamu lain hari ini?” tanya Bu Sri saat menemani putra semata wayangnya itu makan siang. Bi Sumi, Nisa dan Syafira sedang pergi ke supermarket membeli es krim, karena Syafira rewel minta jajan. “Lain gimana, Bu? Fadhil masih ganteng ‘kan, meski mau punya anak dua?” tanya Fadhil sambil terkekeh. “Ish, kamu, nih!” Bu Sri urung melanjutkan perkataannya karena takut Fadhil akan kepikiran. Fadhil melanjutkan makannya, sementara Bu Sri terus memandangi putranya itu. Perasaan Bu Sri dipenuhi kekhawatiran yang membuatnya takut. Wajah Fadhil seolah membuat Bu Sri Dejavu. Bayangan masa lalu itu seolah kembali. Dulu ... sebelum atau Fadhil meninggal dunia, Bu Sri memiliki firasat seperti ini. Terlebih rona wajah Fadhil sama persis seperti mendiang suaminya dulu. Satu hari sebelum ayah Fadhil meninggal, rona wajahnya terlihat cerah, bersih dan seperti bercahaya. Tidak ada tanda-tanda sakit atau apa pun. Bahkan sangat sehat dan segar bugar. Masih teringat jelas saat Bu Sri

  • Suami Baru untuk Istriku    kecelakaan

    Kesedihan dan patah hati membuat Imran berubah menjadi sosok yang lebih kuat. Sikapnya terlihat jelas dengan ia lebih giat dalam bekerja. Tidak pernah sekali pun Imran menunjukkan gelagat sedih di hadapan orang tuanya atau pun orang lain. Karena Imran benar-benar sedang menerapkan ajaran dari Fadhil untuk bisa bersikap secukupnya.Keceriaan terpancar dari raut wajah Imran. Lelaki itu sudah membuang jauh-jauh rasa sedih dan iri terhadap kebahagiaan yang dimiliki Fadhil. Imran sudah ikhlas, lahir dan batin. Bu Surya pun bisa bernapas lega melihat putra sulungnya bisa mengambil hikmah dari perbuatannya itu.“Kalau Allah masih menyisakan jodoh untuk Imran. Pasti suatu saat nanti dipertemukan, kok, Ma. Mama nggak usah khawatir,” ucap Imran pada sang mama saat sore hari usai pulang dari kantor.“Mama cuma ....”“Mama nggak usah takut. Allah maha segalanya, serahkan pada-Nya,” ucap Imran bijak. Kali ini Bu Surya tidak lagi banyak membantah. Ia percaya pada putranya, bahwasanya Imran bisa mem

  • Suami Baru untuk Istriku    selanjutnya

    Sejak obrolannya dengan Fadhil waktu itu, Imran seolah menjadi sosok manusia yang baru. Tidak mudah uring-uringan atau pun marah karena hal sepele. Terlebih saat ia ditolak oleh orang tua Fitri, Imran dengan mudah bisa move on dengan cara menyibukkan diri dengan pekerjaan. Meski tidak bisa dipungkiri, Imran masih sering memikirkan gadis itu.Beberapa bulan kemudian, saat sedang di kantor, salah seorang teman mengantarkan undangan pernikahan untuk Imran. Pada kertas undangan berwarna putih dengan ukiran batik itu tertulis nama Fitri dan Imran. Yah ... nama calon suami Fitri juga Imran, tapi bukan dirinya yang terpilih, melainkan orang lain.“Ikhlas itu memang tidak mudah, tapi saya pasti bisa melewati ini semua!” ujar Imran dalam hati. Lalu mengembuskan napasnya panjang.Dibukanya kertas undangan yang diikat dengan tali yang terbuat dari serabut kayu itu, lalu dibacanya kata demi kata acara yang tertulis di sana. Acara akad nikah Fitri bertepatan dengan acara tujuh bulanan kehamilan Ni

  • Suami Baru untuk Istriku    firasat

    Imran masih duduk dengan di kursi restoran, tanpa ada niat untuk pergi atau mengurung diri seperti yang ia lakukan dulu jika menghadapi situasi ini. Lelaki itu justru mencoba menghabiskan makanannya yang masih tersisa, meski makanan itu terasa pahit di lidah. Teringat pesan sang mama agar tidak menyisakan makanan, karena banyak di luaran sana orang-orang yang sulit untuk mendapatkan makanan.Lelaki itu tidak menangis lagi, bahkan Imran merasa air matanya sudah kering. Yang ingin Imran lakukan sekarang adalah menghabiskan makanan itu dan pergi untuk segera pulang ke rumahnya. Imran tidak lagi menempati apartemennya sejak ia tertangkap basah oleh Pak Surya di saat sedang mabuk.Saat Imran hendak menyendok suapan terakhir, seseorang menepuk bahunya. Imran menoleh. “Fadhil!” Fadhil tersenyum lalu duduk di hadapan Imran. Kening Fadhil berkerut saat melihat piring bekas makan seseorang.Imran yang menyadari keanehan di wajah Fadhil berucap. “Tadi saya makan sama Fitri.”“Dia ke mana?” tany

  • Suami Baru untuk Istriku    Gagal

    Seperti kisah sinetron yang akan menuju ending yang bahagia dan tidak ada lagi air mata. Kisah cinta Nisa, Imran dan Fadhil pun seperti itu. Imran turut bahagia dan terharu kala mendengar kabar tentang kehamilan Nisa, pun dengan orang tua Imran, mereka tentu bahagia pula.Bu Surya sering mengunjungi Nisa di rumahnya. Bersama Alifah ia datang. Bu Sri tentu tidak keberatan dengan hal itu. Justru dengan seringnya Bu Surya datang berkunjung, hubungannya dengan ibu dari Fadhil pun terlihat semakin akrab, bahkan keduanya semakin kompak.Nisa bersyukur karena dua wanita yang paling disayanginya kini terlihat bak teman, semoga saja mereka akan terus menjalin hubungan baik ini.Imran doble bahagia, karena sebentar lagi Fitri akan pulang dan niatnya untuk melamar dan meminang gadis itu akan segera ia wujudkan di hadapan Semuanya. Tentunya Fitri sudah mengetahui latar belakang Imran dan gadis itu dengan hati terbuka menerima. Imran tentu tidak akan pernah menyia-nyiakan ini dan akan mencintai Fi

  • Suami Baru untuk Istriku    dua tahun kemudian

    Dua tahun kemudian ....“Unda ....” Syafira merengek pada Nisa minta digendong, sedangkan wanita itu tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk Fadhil di dapur. Syafira bangun tidur tanpa sepengetahuan Fadhil, lelaki itu entah ke mana. Biasanya, bocah mungil itu akan digendong Fadhil jika ikut bangun subuh seperti ini.Syafira ... kini bocah itu mulai bisa berjalan dan mengoceh. Ia bisa membedakan mana bundanya dan orang lain. Syafira semakin manja dan enggan digendong orang lain, bahkan jika pun terpaksa, harus diiming-imingi hal lain. Ajak jajan, misalnya.Nisa mematikan kompor dan melap tangannya, lalu menggendong Syafira.“Kok anak bunda udah bangun, sih. Ayah, mana, nih? Bunda lagi bikin sarapan, Syafira sama ayah dulu, ya,” ucap Nisa sambil berjalan ke kamarnya. Di sana, ia melihat Fadhil baru ke luar dari kamar mandi.“Syafira udah bangun, Nis?”“Iya ... gendong bentar, ya, Kak. Nisa lagi buat sarapan buat Kak Fadhil.”Tanpa menunggu jawaban Fadhil, Nisa menyerahkan Syafira pada le

  • Suami Baru untuk Istriku    ikhlas yang sudah ikhlas

    Fadhil dan Nisa menjalani hari-harinya sebagai orang tua muda. Mereka banyak melakukan hal-hal yang biasa orang lain lakukan. Fadhil tidak pernah menyia-nyiakan waktunya untuk bersama Syafira dan Nisa. Terlebih kini bocah mungil itu sedang gemas-gemasnya karena sudah mulai berceloteh meski usianya belum genap satu tahun.Seperti biasa, sore ini Fadhil pulang lebih awal. Saat kakinya melangkah masuk dan mengucapkan salam, Syafira dengan riangnya menyambut kedatangan sang ayah. Balita itu merangkak pelan mendekati Fadhil sambil tersenyum riang. Nisa di belakang Syafira menuntun.Nisa meraih tangan kanan Fadhil dan menciumnya lembut, Fadhil lalu meraih kepala Nisa dan mencium keningnya. Kepala Syafira mendongak menyaksikan adegan mesra orang tuanya itu sambil senyum dan memperhatikan.“Assalamualaikum anak ayah. Cantik banget hari ini,” ucap Fadhil sambil tangannya menggendong Syafira. Bocah itu tersenyum sambil tangannya mengusap wajah Fadhil dan mencoba membuka kacamatanya. Tapi Nisa k

  • Suami Baru untuk Istriku    Imran betah menduda

    Allah sudah menjamin kehidupan manusia di bumi. Tidak perlu khawatir akan kekurangan. Allah menyuruh kita untuk berusaha dan berdoa. Kedua hal itu tentunya harus dilakukan seimbang. Doa tanpa usaha, itu bohong. Sedangkan usaha tanpa doa, itu sombong. Begitulah pepatah yang ada.Kehadiran bayi di tengah-tengah kehidupan Fadhil dan Nisa membawa banyak perubahan. Fadhil yang semakin siaga menjaga Nisa dan memberikannya perhatian lebih agar tidak terkena syndrom baby blues. Bergantian menggendong bayinya jika terbangun malam hari dan Nisa bisa istirahat. Bu Sri terlihat antusias membantu Nisa merawat juga menjaga bayi mungil itu. Tidak seperti cerita menantu dan mertua yang sering terjadi, yang malah mertua yang membully menantu, atau mertua yang enggan membantu dan banyak lagi kisah negatif tentang itu semua. Sedangkan Bu Sri berbeda, ia justru membantu Nisa bahkan ia mengajari Nisa cara memandikan bayi dengan baik agar tidak menangis.Nisa merasa beruntung memiliki mertua selembut dan

  • Suami Baru untuk Istriku    Nisa melahirkan

    Fadhil harus semakin hati-hati dalam melakukan sesuatu hal. Berbicara tentang apa pun Nisa sensitif. Terlebih jika hal yang dibicarakan ada kata wanita. Sudah bisa dipastikan jika sikapnya akan berubah, yang semula manis, ujungnya malahan menangis.Pernah suatu hari Nisa menyaksikan saat seorang tetangganya menyapa Fadhil yang sedang menyiram tanaman, serta merta Nisa langsung masuk ke dalam kamar dan langsung menangis. Fadhil dibuat keteteran dengan sikap istrinya. Bukan karena capek melihat tingkah Nisa yang seperti anak ABG yang memiliki over protective pada pasangannya, melainkan Fadhil khawatir pada bayi yang dikandungnya. Pun kesehatan Nisa bisa terganggu. Maka dari itu, demi menjaga suasana, Fadhil memilih untuk terus berada di rumah dan tidak melakukan aktivitas di luar.Kehamilan Nisa membuat banyak perubahan. Fadhil yang semakin sabar, juga Nisa yang sikap cemburunya bikin geleng-geleng kepala. Tapi Nisa dan Fadhil berusaha untuk tidak menunjukkan rasa kesal yang ada di hati

DMCA.com Protection Status