"Iya, Pak. Nggak papa," sahut Zora, meski dirinya sudah gelisah sejak tadi lantaran sekarang hampir pukul setengah sembilan malam dan Zia masih berada di rumah sakit sendirian.
Pak Septian membukakan pintu belakang mobil untuk Zora. Gadis itu berjalan hati-hati masuk ke mobil. Untung saja kakinya yang terkilir tidak terlalu sakit lagi, sehingga tak menyulitkannya untuk berjalan normal.
Nevano sudah berangkat ke bandara sejak pukul enam sore lalu. Ia harus pergi guna mengurus masalah perusahaan. Sebelum pergi, ia mewanti-wanti Zora untuk makan makanan yang telah disiapkan pelayan. Pemuda itu juga meninggalkan salah satu kartu kreditnya, memaksa gadis itu menerima dan memakainya.
Zora selalu tidak mengerti dengan jalan pikiran Nevano. Pemu
"Ini semua adalah produk kopi Robusta yang diproduksi oleh perusahaan kami. Biji kopi yang kami pakai adalah hasil dari perkebunan kopi kami sendiri dan telah memenuhi sertifikasi 4C sesuai ketentuan standarisasi lembaga kopi internasional," jelas seorang pria berkacamata dengan perawakan sedikit gempal. Ia menjabat sebagai Direktur Operasional PT. Jaya Nusantara, yaitu perusahaan biji kopi yang sedang Nevano kunjungi di Lampung.Ini adalah hari kedua Nevano berada di sini. Setelah kemarin ia diajak berkunjung melihat-lihat perkebunan kopi yang mereka budidayakan. Sekarang gilirannya mengunjungi pabrik pengelolaan biji kopi mereka. Dan mengenai 4C yang dimaksud oleh pria berkacamata itu adalah Common Code for the Coffee Community, yang artinya semua petani kopi harus mengikuti pelatihan dalam menerapkan budidaya Kopi Robusta dengan memperhatikan ekonomi, sosial dan lingkungan. Dan sertifikasi petani akan diaudit setiap tahun oleh Sustainability Development Serv
"Nevano ngasih lo Black Card?!" seru Alin dengan mata terbelalak. Saat ini ia sedang mengunjungi Zora di rumah sakit sekaligus menjenguk Zia yang besok pagi jadwal operasinya diadakan.Tadi pagi, tim dokter yang akan mengoperasi Zia datang membesuk gadis itu. Mulai malam nanti Zia sudah diharuskan berpuasa, beristirahat yang cukup dan mandi menggunakan sabun khusus yang mereka berikan.Untungnya, Zia tampak tenang sekali menghadapi operasi perdana yang mesti dilakukannya. Ia bahkan yang memberi Zora semangat lantaran Zora tak henti merasa gelisah dan tegang memikirkan jalannya operasi tersebut.Kadang-kadang, Zia memang sering bersikap lebih dewasa dibanding gadis seusianya dan ini yang membuat Zora semakin menyayanginya."Iya, Mbak. Nevano ngasih Black Card-nya kemarin sama aku." Zora menjawab dengan anggukan pelan, lalu menunjukkan Black Card Nevano kepada sahabat karibnya itu.
"Wah!" seru Zia seraya menutup mulut dengan kedua tangan sewaktu melihat kedatangan Nevano yang mendadak di depan pintu kamar perawatannya.Kesan pertama yang gadis itu tangkap dari sosok Nevano saat ini adalah, pemuda itu wangi, rapi, ganteng dan sangat tinggi. Namun, hal yang paling menarik perhatian Zia sampai membuat rahang gadis remaja itu terbuka lebar adalah roman wajah Nevano yang mengingatkannya dengan seseorang."Jaehyun Oppa?" Zia masih menatap Nevano dengan perasaan tak percaya, lantas mengucek-ngucek mata. Berpikir mungkin saja ia salah lihat. "Kenapa Jaehyun Oppa ada di sini?"Kedua alis tebal Nevano otomatis terangkat. Sungguh, ia sendiri juga merasa bingung dengan reaksi Zia yang seperti melihat hantu di siang bolong kala menatapnya.Pemuda itu kemudian mengendarkan pandang. Bertanya-tanya apakah ia salah memasuki kamar? Tidak ada Zora di sini, hanya ada seorang gad
"Tolong, berikan ini untuk Zia. Aku harap operasinya bisa berjalan lancar." Levi menyerahkan sebuah toples kaca berukuran sedang, berisi lipatan origami pada Zora. "Kebetulan aku bakal ikut dalam operasi Zia besok."Zora menerima toples kaca itu dengan terperangah. "Levi ... ini?"Levi mengangguk. "Maaf, pasti kamu kaget. Itu memang origami yang kita buat dulu. Aku nggak sengaja nemuinnya di dalam lemari aku." Ia tersenyum getir. "Dan aku rasa, sebaiknya diberikan ke orang yang tepat daripada dibuang atau jadi barang rongsokan yang sia-sia."Zora menarik napas. Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak. Dipandanginya burung-burung bangau warna-warni dalam toples kaca tersebut. Origami yang mereka buat bersama. Origami yang berisi bait permohonan mereka."Berapa jumlahnya? Aku lupa udah berapa bangau yang kita buat waktu itu," kata
All the storms we weatheredEverything that we went throughNow, without you, what on earth am I to do?When I called the mathematicians and I ask them to explainThey said love is only equal to the painAnd when everything was going wrongYou could turn my sorrow into songOh, it hurts like soTo let somebody goTo let somebody go(Let Somebody Go ~ Coldplay Feat Selena Gomez)❣"Selamat ulang tahun, Nevano!"Bocah laki-laki dengan lesung di kedua pipi i
Nevano meletakkan seikat bunga lili di atas pusara makam bernisankan Agnia Martadinata binti Harsa Prawijaya. Angin sepoi-sepoi berembus menyapa tatkala Nevano memejamkan mata dan melantunkan beberapa bait doa di dalam hatinya untuk sang bunda.Ia kemudian berjongkok, membersihkan beberapa ranting dan dedaunan kering yang terjatuh di atas pusara. Napasnya terembus panjang. Sejak pulang ke Indonesia, terhitung baru saat ini ia menyempatkan diri datang kemari. Dan meski sudah bertahun-tahun kepergian sang bunda, entah mengapa rasa sesak itu masih sama. Menyakitkan tiap kali netranya menatap ukiran nama Agnia di atas nisan berwarna puting gading itu."Apa kabar, Bunda? Maaf, Nevano baru bisa datang kemari," gumam Nevano setelah terdiam beberapa saat. Ia mengulurkan tangan, mengusap halus batu nisan di hadapannya. "Sebentar lagi Bunda ulang tahun. Kalau Bunda masih hidup, sekarang usia Bunda sudah 53 tahun. Dan Bund
Zora meremat jari-jemarinya selama menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan gundah. Saat ini operasi katup jantung Zia sedang berlangsung dan sudah nyaris empat jam ia menunggu di sini. Namun, belum ada tanda-tanda operasi tersebut akan berakhir.Gadis itu mondar-mandir. Sesekali menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya. Bibirnya tak henti menyenandungkan doa. Berharap Zia akan baik-baik saja selama operasi.Sebenarnya, dokter Gibran yang menjadi kepala tim bedah kali ini sudah menjelaskan bahwa tingkat keberhasilan operasi Zia mencapai 95%. Itu artinya Zora tidak perlu mengkhawatirkan hal yang tidak penting. Namun, tetap saja Zora merasa gugup dan cemas, sebab ini adalah operasi perdana yang Zia lakukan dalam hidupnya.
Dua jam sebelumnya,"Akhirnya Bapak CEO kita dateng juga," sapa Rendy sewaktu menyambut kedatangan Nevano di depan pintu apartemennya."Nggak usah lebay." Nevano memutar bola mata seraya mengayunkan langkah melewati pintu dan masuk ke dalam. Tangannya mengangsurkan sesuatu yang disambut Rendy dengan sukacita."Apaan nih?""Hadiah buat apartemen baru."Kedua mata Rendy melebar. Dua botol wine merk Carbenet Sauvignon dengan tanggal pembuatan tahun 2006, membuat pemuda berpotongan undercut itu tersenyum semringah. Jelas Rendy senang. Seperti Nevano, ia juga penyuka wine. Dan sebagai seseorang yang menggemari minuman terbuat dari anggur itu, semakin tua umur wine maka semakin baik pula kualitasnya. Jadi, sudah barang tentu wine yang
"Bagaimana kalau kita mencoba mengenalkan new product kita dengan mengusung tema healthy, smarty and friendly?" usul Zora saat Tim Perencanaan, Tim Marketing dan Tim Produksi meeting bersama untuk ke sekian kali di Rabu pagi hari itu.Meeting kali ini dilakukan untuk membahas pengembangan desain serta penyempurnaan uji coba new product yang sebentar lagi akan dirilis ke pasaran."Healthy, smarty and friendly?" ulang Tami, salah satu staff Divisi Marketing, yang duduk tak jauh dari Zora. Ia terlihat menimbang-nimbang usul tersebut.Zora menatap ke arah wanita berambut hitam legam itu dan mengangguk. "Iya, karena dari product concept yang sudah kita kembangkan, tema ini yang paling cocok. Terutama untuk mie sagu.""Bisa dijelaskan lebih rinci?" pinta staff yang lain."Oke." Zora bangkit dari duduknya, sementara rekan-rekannya di Tim Perencanaan menatap gadis itu takjub. Ya, selama meeting berlangsung, mereka tak menyangka Zora begitu antusias memberikan banyak ide ajaib yang amat sangat
RING DING DONG!RING DING DONG!Suara dering alarm dari jam weker digital di atas nakas terdengar beberapa kali berdering. Pemuda di balik selimut itu perlahan-lahan mengulurkan tangan ke atas nakas untuk mematikannya. Namun, karena tak berhati-hati ia malah menjatuhkan benda berbentuk segi empat itu hingga menimbulkan bunyi jatuh cukup keras.Levi mengerang kasar. Matanya yang masih terpejam, seketika terbuka. Disibak selimut yang masih membalut tubuhnya dan menegakkan badan. Rasa pusing tiba-tiba saja mendera dan pemuda itu tersentak kala menyadari bahwa ada jejak air mata yang membasahi kedua pipinya.Hell? Rupanya tanpa sadar, Levi sejak tadi menangis dalam tidurnya.Apa-apaan ini? pikir pemuda itu, heran sekaligus aneh. Kenapa ia bisa menangis seperti ini?Dengan napas yang terembus kasar, Levi pun mencoba mengingat-ingat. Dan pemuda itu langsung terhenyak kala menyadari apa yang menyebabkan dirinya menangis dalam tidur. Ternyata itu karena ia memimpikan Zora.Ya Tuhan! Apa sih y
Sepi.Tak ada apapun selain angin yang berembus menerbangkan dedaunan kering serta tapak sepatu beradu aspal hitam yang dipenuhi jejak hujan semalam. Matahari baru sejengkal menampakkan sinarnya di ujung cakrawala dan keheningan itu masih terasa sama seperti hari-hari sebelumnya.Namun, ada sesuatu yang rasanya janggal.Sesuatu yang menjadi alasan remaja laki-laki itu berdiri diam dengan alis bertautan. Menatap penasaran pada sosok gadis di balik pintu gerbang. "Zora?" Vokal itu datang dengan sedikit tertahan. Ada keterkejutan di ujung nadanya."Ada apa? Kenapa nggak kasih tahu mau kemari sepagi ini?"Gadis yang dipanggil Zora itu tak menjawab. Ia berdiri dengan kepala tertunduk serta kedua bahu bergetar, seolah-olah sedang menahan sesuatu yang mengguncang. Jejemarinya mengepal, mencengkram ujung seragam lusuh yang masih dikenakan, sementara rambut hitam panjangnya yang tergerai, tampak lembab dan kusut di beberapa bagian."Kenapa kamu masih pake seragam? Kamu nggak pulang ke rumah?
"Jadi Nevano membuat ulah lagi di kantor?" Rafianto menatap sekretaris pribadinya yang sedang berdiri di hadapannya dengan pandangan tajam."Ya, Pak. Saya mendengar dari sekretaris Tuan Nevano kalau Tuan Muda mencium gadis bernama Zora itu di kantor kemarin. Sepertinya Tuan Muda sengaja melakukannya untuk membuat kehebohan," sahut Pak Hendris seraya menganggukkan kepala.Rafianto mengepalkan buku-buku jarinya dan mendengkus kasar. "Anak brengsek itu kenapa selalu saja bertindak ceroboh?""Apa yang harus kita lakukan, Pak?"Pertanyaan itu membuat perasaan Rafianto berkecamuk."Apa Anda yakin ingin tetap menjodohkan Tuan Nevano dengan putri Adi Nugraha itu? Saya rasa ini tidak akan berjalan lancar.""Saya harus melakukannya," tegas Rafianto. "Saya tidak bisa membiarkan apa yang sudah saya bangun dengan susah payah harus runtuh begitu saja. Lagipula ini semua demi kebaikan Nevano juga. Dia adalah ahli waris utama keluarga Abraham saat ini. Jadi mencarikannya pendamping yang tepat adalah s
"Oh ya, Pak Septian mana?" tanya Zora seraya mengedarkan pandang. Baru tersadar kalau pria tangan kanan Nevano itu sejak tadi tak kelihatan batang hidungnya."Pak Septian udah pergi dari subuh tadi," jawab Nevano. Kali ini ia bergerak memecah beberapa butir telur dan mengocoknya di dalam wadah kecil untuk dijadikan omelet. "Ke mana?""Ke acara peringatan kematian bunda."Kalimat itu membuat Zora tersentak. "Kamu nggak pergi?"Nevano menoleh sekilas dan menggeleng. "Nggak.""Kenapa?""That's just waste of time." Pemuda itu tersenyum miris. "Aku lebih suka ziarah ke makam bunda secara langsung daripada ikut acara seperti itu."Jeda."Karena apapun yang mereka lakukan sekarang, nggak mengubah fakta kalau mereka dulunya juga ikut andil atas kematian bunda."Zora terdiam. Ia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Tetapi, ucapan itu juga turut membuat hati Zora merasa sedih."Nanti siang kita jadi ziarah ke makam bunda kamu, 'kan?" tanya Zora kemudian, menatap Nevano lekat.Yang ditatap refl
It's so sweet, knowing that you love me.Though we don't need to say it to each other, sweet...Knowing that I love you, and running my fingers through your hair.It's so sweet...(Sweet ~ Cigarettes After Sex)❣"Ayo, kita menikah, Zora."Kalimat itu terus terngiang-ngiang dalam benak Zora sepanjang hari itu. Sepanjang Zora membuka mata dan terbangun dari tidurnya.Gadis itu bahkan sudah membersihkan diri dalam bathub selama nyaris satu jam. Memasang instrumental klasik kesukaan pada speaker phone. Menghidu lilin aromatherapy yang ia bakar dan diletakkan di atas lemari nakas. Melihat bagaimana sinar mentari pagi menyusup masuk melalui jendela dan membias di langit-langit membentuk pola kristal temaram.Namun, Zora masih saja belum bisa mengenyahkan kalimat itu dari pikirannya.Oke, satu hal yang rasanya aneh.Sepanjang Zora mengenal Nevano, pemuda itu memang tipikal pribadi yang spontanitas, impulsif dan sulit ditebak. Namun, tak pernah terbayangkan Nevano bisa mengatakan kalimat ing
"Lo nyari Nevano?" Kedua tangan Zora yang berada di sisi tubuh, mengepal sesaat. Gadis itu kemudian mengangguk sebagai jawaban.Laki-laki dengan tato bergambar mawar hitam di pergelangan tangan itu menilai sejenak penampilan Zora yang mungkin terlalu mencolok. Ya, mengingat gadis itu masih mengenakan seragam di hari menjelang petang dan di tempat para anak muda bermain billiard, tentu hal ini cukup menarik perhatian.Namun, laki-laki itu akhirnya mengendikkan kepala ke arah belakang punggungnya. "Dia ada di lantai dua. Masuk aja. Di meja paling ujung sebelah kiri.""Terima kasih," ucap Zora seraya menganggukkan kepala dan berjalan cepat menaiki tangga yang berada tiga meter dari laki-laki bertato itu.Hal pertama yang menyambut Zora ketika kakinya menjejak di lantai dua adalah bau asap rokok di mana-mana, dentuman keras musik punk serta gelak tawa dan suara geretakan bola-bola dipukul di atas meja pool.Pandangan Zora mengedar. Mencari sosok Nevano di antara para pengunjung yang nyar
"Zora, sudah berapa kali rasanya nilai ulanganmu turun drastis. Sebentar lagi kita akan ujian akhir kenaikan kelas. Kalau nilaimu begini terus, bisa-bisa beasiswamu terancam," tegur Pak Agung pada Zora yang tengah duduk di hadapannya.Saat ini sekolah sudah berakhir dan Zora secara khusus dipanggil oleh guru wali kelas XI IPA 1 itu. Membahas nilai Zora yang menurun beberapa minggu belakangan."Ini adalah nilai ulangan matematikamu kemarin. Bapak benar-benar tidak menyangka kamu bisa mendapat nilai di bawah 60 pada ulangan kali ini."Zora memandangi lembar ulangan miliknya dengan nanar. Angka 58 tertulis besar-besar di sana, membuat gadis itu menelan ludah. Ya, bila mengingat lagi ke belakang, ini adalah pertama kalinya Zora bisa mendapat nilai seburuk ini dalam sejarahnya bersekolah. Paling rendah nilai yang ia dapatkan setiap ulangan adalah 80. Jadi, kejadian ini tentu membuat wali kelasnya itu merasa kaget. "Apa terjadi sesuatu? Apa kamu sedang ada masalah?" Pak Agung menatap Zora
Haloo, berhubung update-an kali ini super duper molor, disarankan untuk membaca part sebelumnya biar gak lupa.Dan juga tiga bab ke depan akan menampilkan adegan flashback yaa.Terimakasih ❤Sembilan tahun lalu ketika rasa cinta itu belum bermekaran."Anjing!""Bangsat!""Mati aja lo sekarang!"Serentetan makian dan sumpah serapah mengiringi hantaman, tendangan serta pukulan bertubi-tubi pada sosok laki-laki bertubuh agak ringkih di pojokan teras rumah.Laki-laki itu adalah Gustian, ayah Zora. Ia hanya bisa mengerang serta meringkuk tak berdaya setiap kali menerima pukulan keras yang dilakukan oleh lima orang pria berwajah sangar yang mengelilinginya."Berani-beraninya lo kabur dan sembunyi setelah nipu kami semua! Lo pikir kami ini goblok, hah!?" seru pria berperawakan paling kekar di antara yang lain. Sepertinya pria itu merupakan pemimpin gerombolan preman-preman tersebut dan yang sejak tadi paling sadis menghajar Gustian."Mampus lo, anjing!"Satu tendangan lagi mendarat ke perut