“Apa kamu Nona Dewi Sasikirana?” sahut seseorang yang berjalan mendekat ke arah Sasi. Seorang laki-laki dengan pakaian formal dan rapi yang tersenyum kepadanya. Terlihat Ghea dan Sella yang menundukkan kepalanya ketika laki-laki itu menghampiri kami.
“Iya, Saya Dewi Sasikirana,” jawab Sasi dengan menyiratkan senyuman tak kalah dengan laki-laki berpakaian formal itu yang tersenyum ramah kepadanya.
“Ternyata kamu di sini, kenalkan saya Hardy. Salah satu HRD di sini dan orang yang telah menelepon Nona Sasi pagi tadi,” ucapnya yang menadahkan tangannya ke arah Sasi mengajaknya untuk bersalaman. Dengan cepat Sasi pun membalas tagutan tangan sang HRD.
“Maafkan saya, Pak. Saya memang mencari-cari ruangan presdir, tapi nggak ketemu.”
“Baiklah Sasi, saya akan antar kamu ke ruangan Pak Anders karena beliau sedang menunggu kamu,” ucapnya yang segera pergi dari hadapan Sasi dan juga kedua karyawannya itu. Namun, ketika Hardy yang akan melangkah pergi dihentikan sebentar dan menoleh kembali khususnya kepada Ghea dan juga Sella yang masih setia berdiri lekat memperhatikan.
“Dan untuk kalian berdua segera mulai bekerja, jangan bergosip terus, kalian akan langsung dipecat jika Pak Anders tahu dengan apa yang kalian berdua lakukan,” gertak Hardy kepada Ghea dan Sella.
“B-baik Pak Hardy,” jawab Sella dan Ghea secara bersamaan.
Sasi segera mengikuti langkah sang HRD menuju ruangan pribadi atasannya itu, sembari menyiratkan senyuman di wajahnya, terlepas setelah Pak Hardy memarahi kedua karyawannya itu yang menurutnya aneh.
“Lo, ngerasa ada yang ganjal nggak sih, Sell. Perasaan akhir-akhir ini karyawan yang sering diterima sama Pak Anders itu karyawan perempuan,” ucap Ghea yang mengarahkan matanya kepada Sella.
“Iya kenapa emang?” tanya Sella.
“Yah, berarti kalau Pak Anders itu laki-laki normal, nggak penyuka sesama jenis. Berarti isu kalau Pak Anders nggak suka perempuan itu cuma hoaks, dan kita nggak boleh percaya gitu aja.”
“Tapi ... selama gue kerja di sini, gue nggak pernah lihat kalau Pak Anders deket sama perempuan, bahkan jalan atau memiliki hubungan dengan perempuan. Nggak mungkin ‘kan pria sekeren dan setampan Pak Anders nggak punya kekasih, para karyawan perempuan aja pada antre untuk bisa mendapatkan hati Pak Anders haha, tapi semua itu cuma dalam mimpi.”
“Udahlah, gue nggak mau memikirkan tentang itu, yang pasti kalau vampir ganteng gue itu pria normal yang suka perempuan,” sahut Ghea yang segera pergi meningalkan Sella. Tak lama Sella pun mengikuti langkah Ghea yang sudah jalan terlebih dahulu.
Selama di perjalanan menuju ruangan Presdir, tak henti-hentinya Sasi mengusap-usapkan kedua telapak tangannya yang sudah keluar keringat basah di setiap buku-buku jarinya. Bahkan ia merasakan jika jantungnya benar-benar berdetak begitu kencang, tak seperti biasanya. Tubuhnya terasa bergetar, rasa tidak nyaman mulai melandanya. Walaupun Pak Hardy beberapa kali mengajaknya mengobrol dan tersenyum ramah kepadanya, namun cara seperti itu tidak mampu menghilangkan rasa grogi dan takut Sasi, untuk bertemu dengan Presdir di perusahaan ini.
Setelah melewati lift menuju ruangan sang presdir, akhirnya Sasi sudah tiba di depan pintu ruangan pria yang akan ditemuinya. Sesekali Sasi mengeluarkan napasnya pelan dan hal itu terdengar jelas oleh Pak Hardy, sampai membuat pria yang sudah tak muda lagi itu atau mungkin seumuran dengan ayahnya tersenyum dengan tingkah Sasi.
“Apa kamu gugup untuk bertemu dengan Pak Anders?” tanya Pak Hardy sembari menyiratkan senyuman.
“Hehehe,” Sasi nyengir kuda memamerkan gigi-giginya yang putih. “S-sedikit Pak, karena ini adalah pertemuan pertama saya dengan beliau, saya takut akan membuat beliau marah,” jawab Sasi apa adanya, berusaha untuk bersikap baik seolah tidak terjadi pergolakan di dalam batinnya untuk bertemu dengan orang nomor satu di perusahaan elite ini.
“Pak Anders bukan tipe orang yang galak kok kepada karyawan yang memang mengikuti aturannya, kecuali jika karyawannya pembangkang, dan suka bergosip seperti kedua karyawan tadi.”
Sasi teringat dengan perkataan dari kedua karyawan perempuan itu. “Tapi Pak, kedua karyawan tadi memanggil Pak Anders dengan sebuat Pak Vampir ganteng, saya nggak paham maksudnya apa?” tanya Sasi.
“Ah ... ucapan dari kedua karyawan tadi nggak usah kamu dengar dan tanggapi. Pak Anders memang memiliki sikap dingin kepada para karyawannya, mungkin dari sikap itulah beberapa karyawan menyebutnya dengan vampir ganteng, tapi sebenarnya Pak Anders adalah orang yang sangat baik ... dengan caranya sendiri.”
Sasi mencerna tiga kalimat terakhir yang dilontarkan oleh Pak Hardy tadi, apa maksudnya orang baik namun dengan caranya sendiri.
Keduanya sudah tiba di depan pintu ruangan Presdir, dengan bertuliskan papan nama Presdir Kim Anders. Sasi benar-benar tak ingat dengan nama itu.
“Tok ... tok ...” Hardy mengetuk pintu ruangannya secara pelan namun begitu nyaring.
“Masuklah.” Terdengar jelas jawaban dari arah dalam pintu.
“Ayo masuk,” ajak Hardy kepada Sasi.
Sebelum masuk Sasi terlebih dahulu membenarkan penampilannya yang memang sudah rapi, tak lupa dengan rambutnya. Setelah terlihat rapi, Sasi mengembuskan napasnya pelan dan meraba area jantungnya, mencoba menormalkan detak jantungnya yang dirasa tambah berdegup kencang ketika akan memasuki ruangan.
Tak lama perempuan itu segera masuk ke dalam ruangan mengikuti langkah kaki sang HRD. Mata Sasi tak henti-hentinya menatap lekat dan kagum isi ruangan pribadi presdir dari perusahaan ini yang begitu luas dan megah. Bahkan berjejer lemari yang dipenuhi oleh buku. Seorang pria bersetelan jas rapi dengan postur tubuhnya yang begitu menjulang tinggi sedang berdiri membelakanginya, terlihat sedang membaca berkas yang dipegangnya. Penampilanya begitu sempurna, dan mungkin rupa dari pria itu tidak dapat diragukan lagi. Walaupun Sasi belum melihat rupa atasannya itu, namun aura seorang pemimpin yang terkenal dingin sudah terasa olehnya.
Sasi masih terlihat gugup, berdiri di samping tubuh Pak Hardy dengan menundukkan wajahnya.
“Maaf Pak Anders mengganggu waktunya. Salah satu pelamar yang diberikan kesempatan oleh anda untuk menjalani interviu hari ini sudah tiba,” ucap Hardy dengan melirikkan matanya ke arah Sasi yang masih terlihat gugup.
“Hem ... anda nggak mengganggu kok, Pak Hardy. Karena memang saya yang akan memimpin interviu ini. Baguslah dia datang nggak terlambat,” jawab Kim yang membalikkan tubuhnya ke arah Hardy dan juga Sasi yang sedang berdiri sembari menutup berkas yang sedang dibacanya tadi.
Baik kedua bola mata Kim maupun Sasi membulat seketika. Kim yang tidak menyangka jika satu-satunya pelamar yang diterima olehnya adalah Sasi, perempuan yang bekerja di restoran semalam yang mampu membuat detak jantungnya berjalan tidak normal. Sedangkan Sasi pun dibuat terkejut, bahkan kedua matanya sulit untuk dikedipkan ketika melihat pria yang begitu menyebalkan dan sudah melecehkannya secara verbal sedang berdiri di depannya yang hanya terhalang oleh meja atasan. Sasi terus terheran-heran mengapa bisa bertemu lagi dengan pria aneh seperti Kim, bahkan Sasi belum mencerna dengan baik jika Kim adalah Presdir di perusahaan ini.
To be continued...
“Kamu ....” ucap Kim yang menunjuk ke arah Sasi dengan jari telunjuknya. Bibirnya melengkung bebas, sebuah senyuman tersirat di wajahnya ketika mendapati Sasi. Perempuan yang mampu memorakporandakan hatinya semalam sedang berdiri di depan kedua bola matanya.“Anda ‘kan pria semalam yang begitu menyebalkan, mengapa anda bisa ada di ruangan ini?” tanya Sasi dengan polosnya, sedangkan kedua matanya melotot tajam ke arah Kim yang belum menyadari jika Kim adalah Presdir di Perusahaan TBC, dan orang yang akan menginterviu Sasi.Hardy merasa bingung, mengapa atasannya bisa mengenal Sasi, bahkan dengan raut wajahnya yang tampak senang dengan salah satu karyawan yang diterimanya ini, dan mengapa Sasi pun terlihat berani dengan atasannya ini.“Sasi ... beliau ini adalah ....”“Biar saya yang menjelaskan kepadanya, Pak Hardy.” Kim langsung memotong ucapan Hardy yang akan menjelaskan kepada Sasi. Ketika pria itu akan memberitahukan kepada Sasi, jika Kim adalah pres
Keduanya sudah saling berhadapan. Sasi yang duduk di kursi berseberangan dengan Kim yang hanya terhalang oleh meja kerja Kim, sedangkan Kim yang duduk di kursi kerja kebesarannya dengan sikap yang sudah seperti seorang presdir. Bahkan dalam keadaan seperti ini, Sasi merasa gugup karena terlihat raut wajah dan gaya Kim yang sedang fokus melihat berkas biodata dan latar belakang pendidikannya. Sikap dari Kim Andersean sangat berbeda sesaat dirinya bertemu tadi. Sekarang, terlihat jiwa seorang pemimpin bahkan sesekali Sasi tampak mengedarkan pandangannya ke arah Kim, rupanya memang begitu tampan, pasti banyak perempuan yang menginginkannya. Namun yang Sasi herankan, mengapa pria ini selalu menatapnya lekat seolah jatuh cinta pada pandangan pertama padanya.“Saya kira, nggak ada yang harus saya tanyakan ke kamu, Sasi,” ucap Kim yang mengarahkan pandangannya ke arah Sasi. “Karena saya sudah melihat sendiri kinerja kamu semalam di restoran tempat kamu bekerja. Jadi ....” Kim beranja
Kim menyimpan cangkir kopi buatan Win ke atas meja, karena setelah kepergian Sasi tak lama sang sekretarisnya itu tiba dengan membawa secangkir kopi. Padahal Kim tidak memerintahkannya namun atas inisiatif Win sendiri.“Apa interviu-nya berjalan lancar, Pak Kim?” tanya Win karena melihat gelagat Kim yang tidak biasa. Karena Win menyadari jika salah satu karyawan yang diinterviu-nya oleh Kim adalah perempuan semalam, perempuan yang telah membuat sikap Kim sedikit berubah dan mengenal dengan yang namanya cinta lagi, setelah melupakan pengkhianatan yang dilakukan oleh cinta pertamanya. Dan baru sekarang jika atasannya itu mengenal cinta lagi. “Tentu saja berjalan lancar, tidak banyak yang saya tanyakan kepada Sasi. Karena saya sudah sangat percaya dengan kinerja perempuan itu yang memang seorang pekerja keras,” balas Kim yang menatap ke arah layar laptopnya yang menyala. Tanpa diketahui oleh Win, jika sejak tadi Kim sedang mengamati foto-foto Sasi yang di
Kim menyemprotkan parfum kesukaannya di setiap ruas pakaian yang dikenakannya malam ini, aromanya begitu maskulin. Bagi perempuan yang menghirup aroma parfum Kim pasti akan langsung terpincut. Bahkan rambut yang sudah dioles pomade tampak berkilap, bibirnya yang sedikit kemerahan melengkung bebas sembari menatap wajah tampannya di depan cermin.Sebelum pergi, Kim memperhatikan kembali penampilannya yang memang sudah terlihat rapi. Jam tangan mewah buatan Swiss yang melingkar di pergelangan tangannya. Tak menunggu lama Kim berjalan keluar menuju mobil mewahnya yang sudah terparkir di halaman rumahnya yang begitu luas.Kim hidup seorang diri di rumah miliknya dan ada beberapa pelayan yang bekerja di rumahnya, setiap pelayan sudah diberikan tugas masing-masing, sikap Kim kepada para pelayannya pun terbilang baik dan ramah, walaupun wajahnya sering menampilkan tatapan dingin. Bahkan Win sang sekretaris Kim pun tinggal dengannya, kemanapun Kim pergi pasti Win akan ikut dengan
“Apa yang sedang dilakukan Pak Kim di sini, hah? Pak Kim nggak bosan-bosannya menggangu hidup saya,” ujar Sasi dengan nada suara sedikit ketus di hadapan Kim, bahkan Sasi mengerutkan keningnya ketika harus berhadapan lagi dengan Kim, pria yang sudah menjadi atasannya sekarang.Diperhatikannya sikap Kim yang tampak santai seperti tidak merasa bersalah, karena Sasi yakin kedatangan pria itu hanya ingin mengganggunya saja, tidak lebih yah seperti itu. Sementara Kim hanya tersenyum simpul dengan wajah keterkejutan Sasi. Kim begitu suka dengan raut wajah Sasi yang ditampilkan seperti itu. Dalam pandangan matanya jika Sasi tampak lucu.“Pertanyaan kamu itu bodoh banget, Si. Saya di sini sebagai tamu, dan kamu harus melayani saya,” balas Kim yang mengubah posisi duduknya dan membuka maskernya sebentar untuk menyesap kopi buatan Sasi yang dirasa begitu menggoda matanya.Sasi hanya dapat menggerutu dalam hati, bisa-bisanya ia bertemu lagi dengan pria menyebalka
Hari pertama bagi Sasi untuk memulai pekerjaannya sebagai Graphic Designer di Perusahaan TBC milik Kim Andersean Bharaswarra. Terlihat Sasi yang mengembuskan napasnya secara pelan jika mengingat dirinya akan berhadapan lagi dengan pria menyebalkan seperti Kim. Sasi mencoba menyemangati dirinya untuk bekerja pagi ini, dirinya harus bersikap profesional dalam bekerja tidak boleh memasukkan urusan pribadi ke dalam pekerjaannya, terutama urusan dengan sosok Kim, walaupun ia begitu malas harus bertemu dengan pria aneh yang pertama kali ditemui di muka bumi ini.“Semangat Sasi, gue yakin kalau Pak Kim nggak mungkin berbuat yang macam-macam sama lo, jika dia nggak mau reputasinya hancur di perusahaan karena kelakuannya itu,” lirih Sasi yang kembali menatap penampilannya yang sudah rapi di depan cermin, walaupun begitu terlihat sederhana tidak mencolok dan menonjol apapun. Mana ada pria yang mau melirik kepadanya.Sasi segera mengambil tas kerjanya yang tergeletak di atas nakas
Sasi sudah berada di depan pintu ruangan Kim, ketika salah satu kepala divisi ruangannya memberitahukan kepada Sasi jika sang atasan memanggilnya. Dengan cepat Sasi segera menghentikan pekerjaan untuk menemuinya. Bahkan sekarang terpampang dengan jelas papan nama dari sang presdir yang bertuliskan Kim Andersean Bharaswarra ketika ia masih berdiri di depan pintu ruangannya. Begitu bodohnya bagi Sasi tidak mengenal sosok pria itu, yang Sasi tahu hanyalah nama depannya saja Kim saat di restoran. Namun ternyata nama panjangnya adalah Kim Andersean.Sasi masih berdiri dengan tatapan kedua bola matanya yang tampak lekat menatap papan nama itu. Perasaannya sedikit was-was ketika ia harus berhadapan dengan pria menyebalkan di hari pertamanya bekerja, dan posisinya hanya ada ia dengan Kim.
Sasi ingin segera keluar dari ruangan atasannya yang memang dirasa tidak waras. Bahkan dengan tatapannya yang semakin menggila, membuat jantung Sasi terus berdegap dengan kencang dan berpikirannya sudah ke mana-mana, karena ucapan dari Kim yang melantur.“Saya permisi, Pak Kim,” pamit Sasi yang akan segera pergi. Namun, langkah kakinya kembali dihentikan ketika Kim mencekal pergelangan tangannya mencegah Sasi untuk pergi.Antara Sasi dengan Kim saling pandang, Sasi yang tanpa sadar terus menatap wajah atasannya dari jarak dekat, membuatnya sedikit terbuat. Tersadar, Sasi pun langsung menurunkan pandangannya. Sudah dua kali bagi pria itu dengan berani menyentuh anggota tubuhnya, walaupun hanya tangannya saja tidak lebih. Namun, hal itu mampu membuat jantungnya terus berdetak tak karuan.“Lepaskan tangan saya, Pakm” pinta Sasi dengan sopan dan mencoba melepaskan diri dari cekalan Kim.Pergelakan Sasi tidak mampu membuat Kim melepaskan tangannya dengan begit
“Nggak!” jawab Sasi singkat. “Mantan kekasih?” tanya Kim kembali yang begitu penasaran dengan kehidupan Sasi sebelum ia bertemu dengannya, tidak mungkin juga bagi perempuan itu tidak pernah berpacaran selama hidup, karena Sasi memiliki wajah yang cantik namun terasa sedikit pendiam dan mungkin kejadian di masa lalu yang tidak diketahui oleh Kim, membuat perubahan di sikap perempuan itu. Sasi begitu malas untuk membicarakan mengenai mantan kekasih, baginya setelah dikhianati oleh cinta pertamanya yang bernama Dave, ia sudah benar-benar mengubur ingatan dan kenangannya dengan Dave. Bahkan sekarang karena perasaannya yang masih digantung oleh Linggar tanpa ada kepastian, membuat Sasi pun sudah tidak memperdulikan lagi akan perasaan Linggar kepadanya, walaupun di dalam hatinya masih ada sosok pria itu. Sasi sudah benar-benar membuang kenangan dan menganggap keduanya sudah mati bak ditelan bumi, dan tidak penting harus dibicarakan kepada orang lain.
Sasi sedang berdiri menunggu taksi online yang sudah dipesannya tadi sesaat dirinya bergegas untuk segera pulang, karena melihat awan yang sudah mulai mendung membuat Sasi memilih untuk menumpangi taksi saja kali ini, daripada ia kehujanan karena harus menempuh perjalanan lagi menuju halte untuk menunggu bus. Karena jarak perusahaan dengan halte bus tidak terlalu dekat dan membutuhkan sedikit waktu.Sesekali Sasi mengarahkan matanya ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, perempuan itu terlihat was-was ketika taksi online yang sudah dipesannya tak kunjung datang. Dirinya harus segera pulang untuk menyiapkan makan untuk sang ayah, karena ia tidak bisa mengharapkan banyak kepada ibu tirinya itu. Setelah menyiapkan makan untuk ayahnya, Sasi akan kembali bekerja di restoran sampai malam. Bukankah, hal itu begitu melelahkan fisiknya. Namun, tak ada yang dapat dilakukannya lagi selain bekerja untuk kesembuhan ayah tercintanya. Diberikan kesempatan untuk bekerja d
“Maaf, jika saya mengganggu obrolan Pak Kim dengan Nona Sasi, tapi saya datang ke sini hanya ingin memberikan pesanan dari Pak Kim,” ucap Win yang menghentikan kedua orang yang sedang bertatapan lekat, seperti seorang pasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara.Mendengar suara Win, baik Kim mampun Sasi kembali menormalkan keadaannya seperti semula, seolah tidak terjadi apap-apa.Win masuk begitu saja ke dalam ruangan Kim dengan penuh senyuman, sembari menatap ketidakpercayaan ke arah Kim dan juga Sasi. Win merasa heran, karena baru perempuan yang terlihat sederhana inilah yang dapat masuk dan bercengkerama dengan atasannya. Mungkinkah jika perasaan atasannya ini memang benar adanya, dan bukan hanya kepura-puraan semata.Antara Kim dan Sasi tampak serempak menoleh ke arah Win yang sudah berdiri, dengan wajah yang masih menyiratkan senyuman. Sasi yang sebentar menatap Kim dan langsung dibalas tatapannya oleh Kim yang tersenyum aneh. Bahkan, di dalam posisi sepert
Sasi ingin segera keluar dari ruangan atasannya yang memang dirasa tidak waras. Bahkan dengan tatapannya yang semakin menggila, membuat jantung Sasi terus berdegap dengan kencang dan berpikirannya sudah ke mana-mana, karena ucapan dari Kim yang melantur.“Saya permisi, Pak Kim,” pamit Sasi yang akan segera pergi. Namun, langkah kakinya kembali dihentikan ketika Kim mencekal pergelangan tangannya mencegah Sasi untuk pergi.Antara Sasi dengan Kim saling pandang, Sasi yang tanpa sadar terus menatap wajah atasannya dari jarak dekat, membuatnya sedikit terbuat. Tersadar, Sasi pun langsung menurunkan pandangannya. Sudah dua kali bagi pria itu dengan berani menyentuh anggota tubuhnya, walaupun hanya tangannya saja tidak lebih. Namun, hal itu mampu membuat jantungnya terus berdetak tak karuan.“Lepaskan tangan saya, Pakm” pinta Sasi dengan sopan dan mencoba melepaskan diri dari cekalan Kim.Pergelakan Sasi tidak mampu membuat Kim melepaskan tangannya dengan begit
Sasi sudah berada di depan pintu ruangan Kim, ketika salah satu kepala divisi ruangannya memberitahukan kepada Sasi jika sang atasan memanggilnya. Dengan cepat Sasi segera menghentikan pekerjaan untuk menemuinya. Bahkan sekarang terpampang dengan jelas papan nama dari sang presdir yang bertuliskan Kim Andersean Bharaswarra ketika ia masih berdiri di depan pintu ruangannya. Begitu bodohnya bagi Sasi tidak mengenal sosok pria itu, yang Sasi tahu hanyalah nama depannya saja Kim saat di restoran. Namun ternyata nama panjangnya adalah Kim Andersean.Sasi masih berdiri dengan tatapan kedua bola matanya yang tampak lekat menatap papan nama itu. Perasaannya sedikit was-was ketika ia harus berhadapan dengan pria menyebalkan di hari pertamanya bekerja, dan posisinya hanya ada ia dengan Kim.
Hari pertama bagi Sasi untuk memulai pekerjaannya sebagai Graphic Designer di Perusahaan TBC milik Kim Andersean Bharaswarra. Terlihat Sasi yang mengembuskan napasnya secara pelan jika mengingat dirinya akan berhadapan lagi dengan pria menyebalkan seperti Kim. Sasi mencoba menyemangati dirinya untuk bekerja pagi ini, dirinya harus bersikap profesional dalam bekerja tidak boleh memasukkan urusan pribadi ke dalam pekerjaannya, terutama urusan dengan sosok Kim, walaupun ia begitu malas harus bertemu dengan pria aneh yang pertama kali ditemui di muka bumi ini.“Semangat Sasi, gue yakin kalau Pak Kim nggak mungkin berbuat yang macam-macam sama lo, jika dia nggak mau reputasinya hancur di perusahaan karena kelakuannya itu,” lirih Sasi yang kembali menatap penampilannya yang sudah rapi di depan cermin, walaupun begitu terlihat sederhana tidak mencolok dan menonjol apapun. Mana ada pria yang mau melirik kepadanya.Sasi segera mengambil tas kerjanya yang tergeletak di atas nakas
“Apa yang sedang dilakukan Pak Kim di sini, hah? Pak Kim nggak bosan-bosannya menggangu hidup saya,” ujar Sasi dengan nada suara sedikit ketus di hadapan Kim, bahkan Sasi mengerutkan keningnya ketika harus berhadapan lagi dengan Kim, pria yang sudah menjadi atasannya sekarang.Diperhatikannya sikap Kim yang tampak santai seperti tidak merasa bersalah, karena Sasi yakin kedatangan pria itu hanya ingin mengganggunya saja, tidak lebih yah seperti itu. Sementara Kim hanya tersenyum simpul dengan wajah keterkejutan Sasi. Kim begitu suka dengan raut wajah Sasi yang ditampilkan seperti itu. Dalam pandangan matanya jika Sasi tampak lucu.“Pertanyaan kamu itu bodoh banget, Si. Saya di sini sebagai tamu, dan kamu harus melayani saya,” balas Kim yang mengubah posisi duduknya dan membuka maskernya sebentar untuk menyesap kopi buatan Sasi yang dirasa begitu menggoda matanya.Sasi hanya dapat menggerutu dalam hati, bisa-bisanya ia bertemu lagi dengan pria menyebalka
Kim menyemprotkan parfum kesukaannya di setiap ruas pakaian yang dikenakannya malam ini, aromanya begitu maskulin. Bagi perempuan yang menghirup aroma parfum Kim pasti akan langsung terpincut. Bahkan rambut yang sudah dioles pomade tampak berkilap, bibirnya yang sedikit kemerahan melengkung bebas sembari menatap wajah tampannya di depan cermin.Sebelum pergi, Kim memperhatikan kembali penampilannya yang memang sudah terlihat rapi. Jam tangan mewah buatan Swiss yang melingkar di pergelangan tangannya. Tak menunggu lama Kim berjalan keluar menuju mobil mewahnya yang sudah terparkir di halaman rumahnya yang begitu luas.Kim hidup seorang diri di rumah miliknya dan ada beberapa pelayan yang bekerja di rumahnya, setiap pelayan sudah diberikan tugas masing-masing, sikap Kim kepada para pelayannya pun terbilang baik dan ramah, walaupun wajahnya sering menampilkan tatapan dingin. Bahkan Win sang sekretaris Kim pun tinggal dengannya, kemanapun Kim pergi pasti Win akan ikut dengan
Kim menyimpan cangkir kopi buatan Win ke atas meja, karena setelah kepergian Sasi tak lama sang sekretarisnya itu tiba dengan membawa secangkir kopi. Padahal Kim tidak memerintahkannya namun atas inisiatif Win sendiri.“Apa interviu-nya berjalan lancar, Pak Kim?” tanya Win karena melihat gelagat Kim yang tidak biasa. Karena Win menyadari jika salah satu karyawan yang diinterviu-nya oleh Kim adalah perempuan semalam, perempuan yang telah membuat sikap Kim sedikit berubah dan mengenal dengan yang namanya cinta lagi, setelah melupakan pengkhianatan yang dilakukan oleh cinta pertamanya. Dan baru sekarang jika atasannya itu mengenal cinta lagi. “Tentu saja berjalan lancar, tidak banyak yang saya tanyakan kepada Sasi. Karena saya sudah sangat percaya dengan kinerja perempuan itu yang memang seorang pekerja keras,” balas Kim yang menatap ke arah layar laptopnya yang menyala. Tanpa diketahui oleh Win, jika sejak tadi Kim sedang mengamati foto-foto Sasi yang di