Evren terdiam. Panglima masih saja menatapnya tajam.
“Kenapa aku tidak boleh menyentuhnya?” tanya Evren singkat. Namun, pandangan itu masih saja terlihat tajam. Perasaan Evren mengatakan jika ada sesuatu dibalik syarat yang akan dia terima.
“Jika kau tidak mempercayaiku, kau boleh menolaknya. Aku sama sekali tidak memaksamu.” Jawaban Panglima seketika membuat Evren menarik napas panjang sekaligus mengangkat wajah.
“Apa yang harus aku lakukan?” balasnya singkat. Evren memutuskan untuk melakukannya. Dalam batinnya dia akan mengatasi masalah yang mungkin akan membelitnya nanti. Yang terpenting sekarang keinginannya untuk mendapatkan Aigul akan dia dapatkan.
Deriya yang mendengarkan di balik pintu, menatap anak kesayangannya itu dengan tegang. Dia sama sekali tidak pernah menyetujui jika Evren bersama Aigul. “Dasar anak bodoh. Banyak sekali wanita yang bisa dia dapatkan. Untuk apa dia bersama dengan wanita itu.”
Aigul masih berusaha menenangkan dirinya. Ketika dia melihat semua putri puas membuat dirinya tersakiti, tubuhnya yang semula meringkuk di lantai kini segera berdiri. Dengan amarah Aigul mengepalkan kedua tangannya. “Aku akan membalas kalian!” teriaknya keras. Kakinya melangkah cepat menghampiri salah satu putri yang sudah membuat rambut lebatnya terpotong sebelah. Kedua tangan Aigul dengan cepat menarik tengkuk leher sang putri, kemudian dia memberikan tatapan tajam.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu, wanita sialan!”Aigul mulai akan mengeluarkan kekuatannya. Kabut hitam sudah mulai muncul di kedua matanya. Semua putri menatapnya tegang.“Aku, akan membuat wajahmu menjadi sangat buruk!” Tangan Aigul terangkat tinggi. Dia akan mengarahkan kekuatannya untuk merusak wajah sang putri yang mulai menangis, dan memohon agar dia menghentikannya.“Aku mohon … maafkan aku,” lirihnya pelan menahan ketakutan.
Zivana tidak percaya dia melihat sosok Evren ada di hadapannya. Mantan Sri Sultan kerajaan Zengini itu menuruni kudanya, melangkah perlahan mendekati Zivana dan mengulurkan tangannya.Zivana masih saja diam berpikir. Apakah dia akan menerima uluran itu? Atau dia harus bangkit sendiri?“Aku bisa melakukannya sendiri, Pangeran.” Zivana memutuskan untuk bangkit tanpa bantuan sedikitpun dari Evren. Dia harus berhati-hati dengan sosok yang kini di hadapannya karena memang Evren lelaki penuh dengan tipu muslihat.“Apa yang membuatmu kemari, Pangeran?” tanya Zivana memicingkan kedua matanya.Evren masih diam menatap istana yang pernah menjadi miliknya. Namun, kini hanya bisa dia impikan. Tarikan napas panjang membuatnya bisa menekan emosi. Evren kemudian memandang Zivana yang masih terdiam menunggunya berbicara.“Aku menginginkan Aigul. Aku tidak akan mengambil apapun darimu, ataupun Mustafa. Aigul, dia sangat aku cintai. Han
Teriakan semakin terdengar keras dari mulut Aigul. Bayangan wajah amarah dengan kedua mata menyeramkan, menyerangnya. Hembusan angin dingin kencang menghempaskan tubuhnya hingga dia terlempar keras. Sebuah meja yang mengenai tubuhnya, membuat Aigul kini tergeletak di lantai sambil merintis kesakitan.“Putri …” Mustafa mengalihkan pandangannya yang semula menatap Aigul. Dia memutuskan untuk tidak menghampiri Aigul saat melihat sang putri masih tersadar. Yang paling penting sekarang bukan keselamatan Aigul. Namun, kerajaan Zengini yang mengalami penyerangan gaib.Mustafa menaiki pagar. Dia masih menatap tajam di hadapannya. “Kedua mata itu bukan untukku. Pandangan itu terus menatap Aigul. Dia … mengenal Aigul.” Kini Mustafa sadar dengan tatapan yang menyerangnya itu. Sebuah tatapan amarah kecemburuan untuk Aigul.“Dia bukan milikku. Kau sangat tahu. Hatiku milik wanita lain!” kata tegas Mustafa. Kecemburuan terpamp
Zivana terus menancapkan pandangannya. Dia mengingat sesuatu yang sempat pernah dia ketahui di masa lalu. “Aku tidak percaya. Apakah itu Pangeran kerajaan …” Zivana berlari menuju kamar Mustafa. Namun, kakinya terhenti saat melihat sesuatu. “Aigul …” Zivana melihat sesuatu yang sangat membuatnya terkejut. Mustafa menepuk-nepuk wajah Aigul dengan perasaan khawatir. Bahkan sesekali Pangeran memanggil namanya dengan berbisik di telinga Aigul. Burak bersama lainnya hanya memandang tanpa berucap. Zivana menahan hatinya yang berdebar. Perasaan bercampur aduk sangat terasa di dalam. Rasa cemburu semakin dia rasakan. Namun, dia memupuskan semua itu. Zivana membalikkan tubuhnya, untuk pergi dari sana. Pandangannya kembali tegang saat melihat Akasma di belakangnya sedari tadi tanpa dia sadari. Zivana sedikit tergerak saat Burak melewati mereka dengan tergesa-gesa. “Ratu,” ucap Burak menundukkan kepala. Akasma tersenyum kepada Burak sebelum Pangl
Mustafa mengernyit kepada Zivana yang hanya bergeming. Sang putri diam menarik napas, berusaha mengatur detakan jantungnya. Bagaimanapun juga, Zivana harus menceritakan apa yang dia ketahui. “Putri, kenapa kau hanya diam saja?” Mustafa melangkah mendekati Zivana yang kini memandangnya serius. “Putri, siapa dia?” imbuh Mustafa sembari memegang pundak Zivana, memberikan tatapan serius. “Putri Zivana, lebih baik Anda menceritakan semuanya. Pangeran berhak mengetahuinya.” Trisula tersenyum menatap Zivana dan menganggukkan kepala dengan maksud agar Zivana segera menceritakan apa yang dia ketahui. “Kenapa harus aku? Kenapa tidak kalian saja? Lagi pula, kalian, kan, juga mengetahui semuanya. Aku sudah melupakan dia. Aku … aku tidak berhak menceritakannya … dan itu bukan tugasku.” Mustafa semakin tidak mengerti dengan situasi ini. Dia hanya menatap Zivana yang segera membalikkan tubuhnya. “Putri. Jika kau tidak mau mengatakannya, aku akan menanyakanny
Zivana menarik tali kemudi kudanya dengan kuat. Sang kuda menghentikan langkahnya. Dia tidak menyangka melihat Aigul berada di hutan dan pingsan. Seorang pemuda tampan dengan sorotan tajam, mengamati Zivana sambil menggendong Aigul.Mereka saling bertatapan. Kedua alis Zivana mengernyit dalam. Dia ingin memastikan jika memang yang berada di hadapannya adalah Selim. Namun, Zivana benar-benar tidak menduga. Kini Selim bisa dikatakan Pangeran tertampan seabad.Tubuhnya tinggi, wajahnya putih bersih. Hanya saja, sorotan mata yang memperlihatkan amarah kebencian terlihat jelas.“Selim …,” ucap Zivana pelan kemudian menuruni kudanya. Dia melangkah pelan mendekati Selim yang masih diam menggendong Aigul.“Kenapa kau membawa Putri, Selim?” tanya Zivana masih menatapnya serius.“Aku menemukannya menangis di bawah pohon itu. Dia tiba-tiba pingsan. Aku menolongnya. Dia adalah putri yang pernah menolongku saat itu. Ketika a
Bibir Mustafa mulai menelisik ke dalam. Lidah mereka kini bersentuhan saling menyambut. Gigi mereka saling bertemu dan mengigit pelan dengan senyuman. Pelukan semakin erat, membuat kulit bersentuhan. Jemari kuat Pangeran terus membelai rambut hitam lebat Putri yang terurai. “Mustafa … aku mencintaimu,” bisik Putri membuat senyuman Pangeran mengembang. Kini tubuh sang putri berada di dalam gendongan kuat Pangeran. Mereka masih saling melempar senyuman sampai langkah Pangeran sampai di ranjang. Tubuh indah dengan lekukan seksi bak alat musik biola milik Zivana, kini terbaring pasrah di hadapan Mustafa yang selalu terpana. “Aku sangat mencintaimu, Zivana,” balas Mustafa mulai menikmati keindahan di hadapannya. Zivana menarik napas panjang saat bibir pujaan wanita itu mulai menelusuri setiap lekukan tubuhnya. Kedua mata sang putri memejam, tersenyum menikmati semua sentuhan lembut Pangeran. “Ah …” Rintihan pelan mulai terdengar saat milik indah Zi
Aigul tidak percaya melihat Evren berada di hadapannya. Dia masih terpaku dan tidak segera menerima uluran tangan Evren. Hingga beberapa detik setelahnya, Aigul menerimanya.Evren tersenyum, lalu menarik tubuh Aigul hingga berdiri di hadapannya. Dengan perlahan jemari Evren menghapus air mata yang membasahi pipi Aigul. Tatapan lembut dipenuhi rasa cinta, Evren perlihatkan. Bahkan Aigul bisa mengetahuinya lewat pikiran sang pangeran. Namun, dia berusaha tidak memperlihatkan. Dalam hati Aigul saat ini hanya ada Mustafa seorang.“Ikutlah denganku. Di sana kau bisa hidup dengan damai. Kita akan melawan mereka bersama-sama.” Perkataan Evren masih membuat Aigul diam dan hanya menatapnya.“Aigul, kau tahu jika Mustafa tidak pernah mencintaimu. Dia hanya akan menyakitimu hatimu. Sebaiknya kau mengikutiku untuk membalasnya. Jangan banyak berpikir. Tempatmu memang berada di dekatku. Aku berjanji akan membuatmu bahagia.”Aigul masih diam. Dia
Kebahagiaan semakin lengkap. Zivana akan melahirkan ahli waris Sri Sultan. Semua cemas saat menunggunya. Para tabib berjaga di dalam. Di depan kamar Zivana, Mustafa hanya diam, menatap pintu kamar Zivana. Pembawaannya yang tenang, membuat semua orang yang berada di sana juga ikut tenang. Akasma berdiri di sebelah Mustafa. Dia mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat dirinya akan melahirkan Mustafa. Namun, dia berusaha mengalihkan pikirannya. Saat itu, kejadian mengerikan terjadi. Akasma tidak ingin hal itu terulang kembali. Burak bersama sisa prajurit menjaga dengan sangat ketat. Walaupun mereka berjumlah sangat sedikit, Burak berusaha melakukan yang terbaik. Dia juga tidak mau kejadian masa lalu terulang kembali. “Burak, Maria datang dengan Ozone,” kata Agha dengan cemas. “Baiklah. Buka gerbang dan biarkan dia masuk,” balasnya dengan tegang. Sarman mendekati Burak. Perasaannya ikut cemas. “Maria mengejar Aigul saat menyerang perut sang rat
Aslan membuka mulutnya lebar. Dia melahap Selim sekali telan. Kini Raja Spartan benar-benar binasa. Zivana dan Akasma menatap tajam. Beberapa putri spontan menutup kedua mata mereka. Burak menarik kemudi kudanya. Dia mengarahkan sang kuda medekati Mustafa yang masih terdiam menatap langit. Arwah Selim melayang ke atas. Dia kini bersama semua korbannya. Mustafa menarik napas sejenak sebelum menatap Burak. “Sri Sultan. Semua sudah berakhir. Kita akan kembali ke istana.” Mustafa menganggukkan kepala. Dia kembali menghentakkan kudanya. Mustafa beserta rombongan kembali menuju Zengini. Semua bersorak gembira menyambut kedatangan Mustafa. Para rakyat kini menikmati sinar matahari yang kembali terlihat. Mereka keluar rumah. Menikmati keindahan alam yang sudah mereka nanti. Semua hewan juga merasakan kemenangan. Tumbuhan mulai bermekaran. Semua penghuni istana bersorak. Mereka terus mengagungkan nama Sri Sultan.
Pedang legenda masih menjurus tepat ke wajah Selim. Dia masih tidak menyerah. Wajahnya masih dipenuhi amarah. Kedua matanya memerah. Tidak peduli postur tubuhnya kembali seperti semula, Selim tetap akan melawan Mustafa.“Aku sudah melakukan pengorbanan dengan nyawaku. Aku tetap tidak akan menyerah. Kau bukan yang terkuat. Aku yang paling hebat!” teriaknya. Dia berusaha bangkit, tetap akan melawan Mustafa. Sambil mendongakkan kepalanya, dia mengepalkan kedua tangannya. Tatapan tajam, semakin mengarah dengan intens.“Selim. Kau tidak akan pernah bisa melawanku. Dan aku, tidak akan pernah melawanmu. Kau bukan tandinganku. Aku tidak akan pernah melakukan itu.”Beberapa kuda datang mendekati Mustafa. Aslan yang berada di sebelah Mustafa, terus mengerang. Giginya yang tajam, ingin sekali mengunyah Selim. Mustafa terus mengelus tubuh sang singa agar mereda dengan keinginannya.“Sri Sultan!” teriak Burak diikuti beberapa prajur
Arman berlari cepat. Dia melawan beberapa prajurit Spartan yang menjaga. Sarman sangat hebat dalam memanah. Dia melumpuhkan para prajurit dengan anak panahnya.Namun, Sarman terkejut. Kabut hitam melilit di semua tubuh para prajurit, membuat mereka tidak bisa bergerak."Pasti Asmat meminta Deriya melakukan ini. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktuku."Sarman berlari kencang. Dia menelusuri semua istana yang megah itu. Dia masih saja belum menemukan tempat batu itu berada."Aku tidak akan menyerah. Aku akan menemui pelayan," gumamnya sembari terus berlari menuju dapur istana. Sarman tidak menyangka. Sangat sepi di mana pun berada. "Ke mana mereka semua?" lanjutnya.Sarman semakin mengedarkan pandangannya ke semua arah, hingga dia mendengar suara di dalam gudang persediaan makanan. Sarman mengeluarkan pedang, mendekati pintu itu."Keluarlah kalian, atau aku akan mendobrak pintu ini!" teriaknya keras.Sarman masih bersiap. H
Mustafa tidak menyangka. Jemarinya berdarah. Dia perlahan mengangkat wajahnya, tersenyum ke arah Selim.“Aku terluka. Aku akan mengalahkannya,” batin Mustafa mulai bangkit.Aslan mengaum dengan keras. Bahkan, tanah sedikit membelah. Semua mata mendongak ke atas. Para rakyat dan penghuni istana mulai merasakan sedikit kehangatan. Paling tidak ada sesuatu yang tidak membuat mereka menggigil hingga nyaris kehilangan nyawa.Dia menatap pedang legenda, menyambarnya. Kakinya berlari cepat menghampiri Aslan dan menaiki punggungnya. Auman semakin terdengar keras. Selim mengernyit, tidak mengerti dengan Mustafa. Dia masih mengamati dengan saksama musuh hebatnya itu.“Kenapa dia tersenyum memandangku? Bahkan … udara kenapa semakin hangat,” tanya Selim membatin. “Tidak … ini tidak mungkin!” teriaknya keras.“Selim!” balas Mustafa sembari mengarahkan ujung pedang yang mulai memberikan sinarnya. Baya
"Selim! Aku tidak akan pernah membiarkanmu!" Mustafa mengarahkan pedang legenda. Dia menghentakkannya ke tanah, membuat semua es batu yang sudah mengeras dan menusuk itu meretak hingga cair. Dia terus melakukannya ke semua arah. Mendadak sedikit memberikan kehangatan yang tiba-tiba muncul. Namun, itu sia-sia. Udara yang menusuk kembali menutupnya.Mustafa tidak percaya dengan penglihatannya. Sementara Salim tertawa dengan keras melihat Mustafa semakin kebingungan. Dia ingin sekali melindungi semua manusia yang ada, namun kali ini dia gagal!"Hahaha. Lihatlah, mereka semua akan mati secara perlahan. Kau tidak akan pernah bisa menyelamatkan mereka. Pada nantinya hanya akan ada kita berdua saja. Kau kehilangan semua orang yang kau sayangi. Tapi aku tidak peduli, karena aku hanya ingin menjadi orang yang terkuat. Tidak masalah jika aku hanya sendirian di sini. Aku memiliki kerajaan Spartan dan mereka terlindungi oleh kekuatan iblis yang sudah merasukiku."
Awan mulai menggulung semakin gelap dari arah barat. Bahkan angin semakin menusuk. Tanah yang semula sedikit terasa hangat menjadi sangat dingin. Semua dilapisi oleh kerasnya es yang sangat menusuk jika menyentuh.Mustafa tidak mengerti bagaimana dia bisa menghancurkan Selim. Serangannya sama sekali tidak bisa mengenai, bahkan melukai Raja Spartan itu. Kini dia paham jika mereka sama-sama menjadi pengikut dari iblis, maka salah satu dari mereka tidak akan pernah bisa memenangkan pertandingan ini atau pun terluka. Iblis hanya bisa kalah dengan kekuatan manusia berdarah merah."Kenapa aku tidak menghancurkan batu itu? Ternyata ini membawa akibat yang sangat sulit. Akusama sekali tidak akan bisa mengalahkannya. Hanya darah merah yang bisa mengalahkan Selim.Kini aku paham dengan apa yang dikatakan Trisula.Titik darah terakhir yang hanya bisa membuat akumemenangkan pertarungan ini.""Kenapa kau diam saja Sri Sultan Mustafa? Apa kau sud
Selim tidak bisa lagi menahan amarahnya. . Dia berdiri di atas kuda hitam yang sudah memancarkan cahaya merah dari kedua matanya.Kuda itu melesat sangat kencang. Bahkan kecepatannya sama seperti angin. Tak kasat mata. Mustafa pun mengerjapkan kedua matanya hingga tiga kali untuk membuat pandangannya fokus kembali kepada kuda itu. Hanya beberapa detik saja, sang kuda sudah berada di hadapannya. Mengangkat kedua kaki depannya dan akan menyerang dari depan.Sontak Aslan mengaung sangat keras. Membuat sang kuda akhirnya tidak menyerangnya. Auman Aslam membuat tanah bergetar, hingga sedikit retak."Kau tahu Mustafa. Kekuatanmu tidak bisa dibandingkan denganku. Aku tidak akan pernah memberikanmu ampun. Walaupun kau sudah mengambil semua puluhan ribu prajuritku.Tenang saja, sekarang hanya kita berdua yang akan bertanding.""Aku juga tidak sabar untuk menghabisimu segera.Karena aku hanya ingin melindungi kerajaanku yang sudah berdiri secara tur
Selim masih sangat kesal. Dia tidak percaya melihat Panglima Spartan yang sangat hebat kini sudah kehilangan nyawanya di tangan seorang lelaki tua Ayah angkat dari Mustafa. "Aku benar-benar tidak percaya. Dia ... sudah mengalahkan Panglima!" Selim mengepalkan kedua tangannya, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi."Argh!"Dia berteriak sangat keras, memberikan perintah kepada puluhan ribu pasukannya yang sudah siap untuk segera menyerang kerajaan Sri Sultan Mustafa Zulfikar.Sarman bersama 500 prajuritnya terdiam, dengan tubuh yang gemetar sambil mencengkram senjata mereka masing-masing untuk menerima serangan yang akhirnya datang juga."Kita akan menyerang sampai detik terakhir. Jangan pernah menyerah! Kita akan mati sebagai pahlawan, dari pada kita hidup bersembunyi seperti seorang pengecut!" teriak Sarman kepada semua prajuritnya yang semakin bergetar. Mereka bersiap untuk menyerang semua puluhan para prajurit dengan wajah sangat menyeramkan