“Kali ini Nyi Roro kidul.”
Tarun terpekur. Mencoba menganalisis situasi. Ditengah rimba hutan tersebut, telah muncul para jin dari dua tempat yang berbeda, dan mereka berada pada tempat terjauh dari lokasi hutan tersebut. Rombongan mereka terlihat begitu resmi. Tempat yang lebih padat dari terakhir dia datang. Situasi seolah sedang ada pasar malam. Petunjuk itu membuatnya berpikir pada satu titik.
“Apa ada pertemuan antar kerajaan jin?” Tanya tarun, masih dengan suara berbisik.
“Kemungkinan memang hanya itu.”
“Waktu kita tidak tepat ya.”
“Aku juga merasa begitu Ru. Rasanya mengigil membayangkan ada beberapa kekuasaan besar di sini.” Aji tersenyum kecut. Kalau saja wujudnya seperti manusia, pasti senyuman laki-laki gemuk itu terlihat manis, namun dengan wujud yang mirip kodok itu, seringainya tampak mengerikan.
“Kita terus Ru?” Tanya Aji.
Tarun berbalik menatap Aji
Tarun merengut, merasa kesal karena penundaan berarti tujuannya akan semakin menjauh.“Harus ada penjelasan khusus kenapa abang menyuruh aku berhenti.”“Tentu saja ada tujuh alasan yang bisa aku katakan. Tapi pertama tama, kita harus berkepala dingin dulu Ru!”“Kalau kita terus, para anjing penjaga akan menghilang dari penglihatan!”“Apa kau yakin itu Rain?”“Aku yakin!”“Mengejar mereka, lalu apa?”“Kita harus mendahului para anjing. Kalau Rain tertangkap, dia akan dicabik cabik para anjing raksasa itu!”“Ada cara yang lebih efektif bukan? Daripada kita mengejar sesuatu yang tidak jelas tersebut.”“cara efektif?”“Ya. Kita kembali ke dunia kita. Kita minta bantuan Okta, jangan lupa dia adalah vidos menanda. Pikirkan begini Ru, Rain tidak akan selamanya bisa bertahan di dunia jin bila dia masih berwuju
Aji dan Langit terlambat untuk bertindak. Langit mengeram ketika retakan itu hilang, tangannya dihajarkan pada ruangan kosong dan Aji hanya menutup kepalanya dengan kedua tangannya dengan perasaan menyesal yang luar biasa.Melewati retakan dimensi bukan tanpa cidera, Tarun merasa kepalanya sakit sekali, dan bahu yang tadi ditarik oleh tangan berkuku kuning tersebut pegal luar biasa. Tarun sempat khawatir engsel bahunya bergeser akibat hisapan luar biasa dari retakan dimensi. Baru kali ini Tarun masuk dalam retakan dimensi dengan waktu sesingkat itu.“Sudah saya bilang, kamu menariknya terlalu kasar. Bagaimana kalau dia cidera!” terdengar suara seseorang di dekat Tarun. Suaranya terdengar kesal dan di telinga Tarun suara itu familiar.“Apa boleh buat Rain, di sana ada pengguna vidos merah yang menyeramkan.”“Tetap saja, saya tidak ingin Tarun cidera.”“Iya, iya. Kamu dari sejak tadi ribut masalah itu!”
“Nah, itulah masalahnya. Kamu akan terkejut mendengar ini Ru.” Ucap Rain.“Coba saja. Hari ini aku sudah dibuat banyak terkejut, apalagi yang bisa membuat aku lebih terkejut lagi.”“Kami sudah mempelajari peta, tempat keberadaan warisan solomon itu. Dan tempatnya bisa dibilang, sulit dijangkau, bahkan mungkin mustahil.”“Ohya, memang dimana tempatnya.”“Benda itu, berada di dasar laut terdalam. Di indonesia ini. Kamu tahu kan, palung jawa.”“Tidak tahu. Maaf, pelajara geografi kita belum sampai ke sana.”“Palung jawa, merupakan salah satu palung terdalam di dunia. Bentuknya mirip huruf V” Rain mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf “V” dan menunjukkannya pada Tarun. “Bayangkan bentuk seperti ini di dalam laut, dengan kedalaman ribuan meter. Dan, disinilah benda itu berada.” Rain memasukkan satu jarinya ke dalam jari lainnya yang ma
Rain memasukan perbekalan mereka ke dalam ransel yang dibeli Razel (atau dicuri). Makanan, hanphone, senter, tabung oksigen kecil dan robekan buku kuno tentang peta lokasi solomon legacy.Mereka memiliki benda tersebut setelah Tarun mengusulkan agar Razel membelanjakan beberapa barang persiapan sebelum mereka melakukan perjalanan. Saat itu, Tarun sudah tidak mau ambil pusing dari mana barang itu akan tersedia, saat ini mereka tidak memiliki banyak pilihan.“Kita berangkat?” tanya Rain.“Kamu siap Rain? kondisimu.”“Yang terbaik saat ini.”“Konsentrasi pada tujuan kita. Ini seperti membuka ruang kosong dan melakukan pindah dimensi secara cepat. Jangan lupa, lapisi dimensi supaya bisa tahan tekanan air, karena yang kita hadapi adalah tekanan bawah laut.”Rain menutup matanya. Lalu, dari seluruh tubuhnya keluar bentuk asap berwarna hijau, asap itu bergerak dinamis, semakin besar dan semakin meluas
Tarun berhasil mendekati asal cahaya tersebut dan juga menemukan Rain dan Razel berdiri pada sesuatu yang bersinar. Itulah asal cahaya tersebut. Dihadapan ketiganya sebuah gerbang raksasa dengan pendar cahaya berwarna emas. Gerbang itu berdiri kokoh tanpa penyangga.Rain menengok ke arah Tarun, lalu kemudian tangannya digerakkan. Perlahan membran yang menyelimuti ketiganya menyatu pelan pelan dan kini ketiganya berada dalam satu membran yang sama.“Apa itu?” tanya Tarun ketika ketiganya sudah terkumpul dalam satu membran sehingga bisa berkomunikasi.“Sepertinya gerbang.”“Bukan hanya sepertinya Rain, itu memang gerbang. Gerbang suci.” Sahut Razel, masih memandangi gerbang di hadapan mereka.“Untuk ukuran gerbang, itu sangat besar.” Ucap Tarun.“Kira kira tingginya 10 meter.” Sahut Rain.“Seperti yang disebutkan dalam buku. Gerbang suci, gerbang antara dunia jin dan duni
“Ayo kita masuk Rain!” ucap Razel sambil mengamit tangan Rain. Membran yang menyelimuti keduanya bergerak maju menuju pintu gerbang.“Sebentar, kita cari Tarun dulu!” Sergah Rain, karena mengkhawatirkan teman satu kelasnya itu.Rain menggerakkan tangannya. Lalu dari gelombang yang berputar putar di sekitar pintu, membran yang menyelimuti tubuh Tarun muncul. Rain langsung menarik membran tersebut mendekat, lalu menyatukan dengan membran miliknya.Tarun mengusap kepalanya yang terasa sakit, ketika Rain menyergapnya dengan pelukan lega.“Syukurlah, kamu selamat Ru! Saya cemas pas pintu gerbang tersebut terbuka dan kamu terlempar dari lubang kunci itu.” seru Rain. kecemasan yang semula membuncah hilang ketika mendapati Tarun selamat.Tarun kembali teringat, ketika jaring terakhir menghilang, dan pintu raksasa itu bergerak membuka, tubuhnya terpelanting karena hentakan pintu dan ikut terbawa pusaran di sekitar pintu.
Tarun dan Rain memandang dengan terperangah. Sekitar jarak lima meter, Razel memunggungi mereka. Dihadapan razel, dan juga mereka terdapat sebuah jeruji besi raksasa. Tinggi jeruji itu hampir sebesar gerbang yang mereka masuki.“Itu apa? Jeruji besi?”“Seperti itulah.” Sahut Razel ketika dia mendengar suara Rain dari belakang.“Sebesar itu?” Tarun tidak bisa menahan diri untuk bertanya.“Ya. Bayangkan, jeruji sebesar ini, kira kira apa yang dikurung di dalamnya?” ucap Razel masih dalam kondisi memunggungi kedua remaja tersebut.“Apa ini yang kita cari? Bom yang kalian bilang itu?”“Aku bahkan tidak bisa membayangkan bahwa ini yang akan kita temukan.” Komentar Rain.“Benar, kita tidak bisa membayangkannya. Tapi apapun itu, itulah warisan ribuan tahun yang sedang kita cari.” Jawab Razel.Mendadak sebuah tangan besar bergerak menyentuh jeruji besi
“Tapi penjelasanmu tidak menjawab pertanyaanku?”“Sedikit banyak sudah terjawab wahai gadis manusia. Namun, memang kenyataan bahwa aku terkurung disini bukan karena kehendakku pribadi. Nah, cukup penjelasannya dari pertanyaanmu, sekarang kau jelaskan yang kau sebut smartphone itu.”“Baiklah,” ucap Rain mengalah. Dia memandang ke arah Tarun dan berbisik. “Ru, pinjamkah saya Hp.”Tarun membalas bisikannya, “Bukannya kamu punya?”“Ketinggalan di rumah.”Tarun kemudian mengeluarkan hanphone dari tas ranselnya dan menyerahkannya pada Rain. Rain mengambil handphone tersebut dan menaikkan tangannya sambil memperlihatkan handphone tersebut.”Kau lihat ini,” tunjuk Rain sambil mengacungkan hanphone milik Tarun. Dari balik jeruji, satu tangan jin tersebut menjulur, dengan kuku jarinya yang besar makhluk tersebut mengambil handphone yang disodorkan oleh Rain.&ld