Nasya gugup menerima kedatangan wanita itu, tapi berusaha tidak ditunjukkan. Dia membawanya ke ruang kerja karena Nasya yakin wanita itu akan membahas masalah berhubungan dengan Helen dan Andrew. "Silakan duduk, Bu-," ucap Nasya sopan. "Terimakasih. Panggil saja Bu Lily," jawabnya tersenyum. Nasya terdiam mengamati subjek yang ada di depannya. "Bahkan senyum mereka pun sama," batin Nasya tiba-tiba merasa rindu pada Bu Ema. Kenapa mereka berdua begitu mirip? Nasya ingin sekali bertanya apakah Bu Lily ada hubungan dengan Bu Ema. Nasya mengangguk, lalu menatap serius, menunggu hingga wanita itu mengatakan tujuannya datang kemari. "Maaf, kalau saya mengganggu, saya ingin bicara tentang Helen dan Andrew." Benarkan tebakan Nasya. Dia coba tenang, mendengarnya wanita itu menyampaikan keinginannya. "Apa benar kamu punya hubungan affair dengan Andrew? Dan sudah selingkuh denganny? Eh, maaf, seharusnya saya tidak bertanya. Kalian berdua berada di kamar hotel yang sama malam itu, j
Air mata Nasya mengembang di pelupuk mata. Tidak tertahankan lagi. Perasaan campur aduk, sulit untuk menjawab. Dia tidak ingin mengakui, tapi pada kenyataannya hingga kini Chris tak kunjung tiba. "D-dia ... Chris sudah meninggal, Bu." Ini kali pertama pernyataan itu keluar dari mulut Nasya. Lily terlihat menatap sendu wajah Nasya. Dia bisa merasakan kepedihan yang tengah dialami wanita. "Aku turut berduka. Kamu harus kuat dan ikhlas. Chris sudah bersama ibunya. Demi anak-anak mu, tetap lah bertahan," ucap Lily memeluk Nasya. Kini kebalikan, jadi wanita itu yang memberi kata penghiburan bagi Nasya. Setelah tenang, Lily pun kembali pamit pulang. Dia berjanji akan sering mengunjungi Nasya dan kedua anaknya. "Aku akan selalu ada untukmu. Mungkin dulu hubungan ku dengan mertua mu tidak terlalu baik, tapi percayalah, sebagai adik, aku sangat menyayangi nya. Dahlia, ibu kami, begitu menyayangi Ema, hingga aku merasa terabaikan dan tidak dianggap anak," ucap Lily mengenang masa lalu
Andrew sudah tiba di Kalimantan hari itu. Ditinggalkannya pertengkaran dengan Helen yang tidak berkesudahan. Dia muak. Ucapan Nasya membuat dorongan kuat untuk mendatangi kota kelahiran Helen. Tidak ingin terlalu berharap lebih, tapi Andrew semakin yakin kalau perasaan asing yang dirasakan terhadap Helen bisa jadi karena memang dirinya bukanlah suami wanita itu. Entah bagaimana menjelaskan, dan terdengar tidak masuk akal, tapi dengan ingatan yang tidak kunjung muncul, Andrew menyakini kalau dia bukan suami Helen yang sebenarnya. Tapi, bagaimana dengan Perwira? Anak itu selalu memanggilnya dengan sebutan Papa. Tidak mungkin Wira tidak mengenal Ayah kandungnya. Perjalanan kali ini diharapkannya bisa memberikan satu titik terang atas segalanya tanya dalam hatinya. Kalau memang benar adanya seperti kata Helen bahwa mereka adalah suami istri yang sangat mencintai, mengapa setelah dia sadar dari koma, justru merasa asing dan tidak merasakan sedikitpun perasaan cinta terhadap Helen. K
Andrew sudah cukup mendapat informasi yang dia butuhkan, setidaknya untuk saat ini. Dia sudah menemukan kepala kampung dan tokoh yang sudah lebih lama hidup di daerah itu, dan semua membenarkan kalau suami Helen benar sudah meninggal dan benar bernama Andrew. Lantas, kalau Andrew sudah meninggal, lantas siapa dirinya? Memikirkan hal itu membuat kepalanya pusing. Migran yang dulu sering dia rasakan kembali muncul. Dia butuh suntikan vitamin. Dua hari ini terlalu lelah badan dan pikiran. Tidak tidur juga makan tak tentu. Andrew memutuskan untuk pergi ke rumah sakit yang paling dekat dari tempatnya berada. Andrew diminta berbaring dan menunggu dokter yang akan memeriksa datang. Tidak berapa lama, seorang dokter masuk dan mulai mendekati ranjang. "Anda? Disini?" tanya dokter itu membuat Andrew yang sejak tadi diminta terpejam, membuka matanya. "Anda mengenalku?" Andrew duduk dan menyandarkan punggung pada sandaran ranjang."Tentu saja saya kenal. Saya lah yang menyelamatkan anda ke
Siang itu, penuh rasa penasaran dan tidak sabar, Chris mendatangi alamat rumah yang tertera di kartu tanda pengenal. Dia tidak terlalu terkejut mendapati kalau bangunan itu sangat mewah. Meski kehilangan ingatan, dia juga bisa merasakan kalau dirinya sebenarnya berasal dari keluarganya mampu. Dia mendekati pintu gerbang, terlihat sunyi dan tidak ada tanda kehidupan di dalam sana. Chris berpikir, apa mungkin rumah itu sudah dijual? Lantas, kemana keluarganya pindah? "Maaf, cari siapa?" tanya sekuriti yang melintas. Pria itu berhenti kala melihat Chris dengan gerak-gerik mencurigakan melihat ke dalam rumah itu. Chris berbalik dan bersiap bertanya pada satpam perihal penghuni rumah itu. Tapi, lebih dulu pak satpam yang menyapanya, "Loh, pak Chris ... Saya gak salah lihat orang, kan? Apa siang bolong begini saya melihat hantu?" pekiknya dengan tubuh gemetar. Matanya terkunci pada wajah Chris, lalu terlihat dipaksakan untuk melihat ke bawah, melihat kaki Chris menapak atau tidak ke
Hanya karena tidak terima dihadapkan dengan kondisi tidak mengenakkan, Chris memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah itu. Semua pasang mata menatap aneh padanya, tapi itu hanya persekian detik berganti dengan keterkejutan yang luar biasa. Pasalnya sosok di hadapan mereka yang berani menginterupsi acara keluarga itu adalah orang yang selama ini dinyatakan telah meninggal. "Chris?" pekik Anisa berdiri. Tubuhnya gemetar melihat pria itu berada di hadapan mereka tanpa kekurangan suatu apapun. Tak hanya Anisa yang berdiri, Dirga juga ikut serta. Kaget luar biasa. Bagaimana mungkin, orang yang selama ini sudah dinyatakan meninggal bisa muncul dengan kondisi sehat walafiat. Chris juga sama terkejutnya. Bagaimana bisa keluarga Nasya bisa mengenalnya? Lupakan hal itu untuk sementara. Sekarang yang terpenting, dia harus membatalkan niat keluarga Nasya untuk menjodohkan Nasya dengan pria lain. "Andrew, mau apa kamu kemari?" bisik Nasya yang bergegas berdiri di sampingnya. Dia terk
Raka sendiri baru tahu kalau Elena ada karyawannya di departemen pemasaran. Sedikit merasa jengkel karena ternyata Elena tidak mengingat pertolongannya. "Kamu jadi menikah dengan Edgar?" Raka tergelitik untuk bertanya pada Elena. Sebenarnya bukan urusannya, tapi hanya ingin tahu aja. "Tidak, Pak. Kenapa bapak ingin tahu?" "Hanya sekedar penasaran," jawab Raka cuek. Dia melirik ke arah Elena. Gadis itu berbeda saat mereka bertemu, lebih cantik sekarang. "Gak jadi, Pak. Dia tidak sudi, dan kebetulan saya juga tidak mau." "Karena masih cinta pada calon suami mu bernama Jason?" Pertanyaan Raka semakin jauh. Elena tersenyum geli melihat rasa penasaran Raka. Tapi, moodnya sedang bagus, hingga mau menjawab semua pertanyaan Raka. "Pada Jason juga dijodohkan oleh keluarga, Pak. Saya tidak mencintainya meski pada akhirnya menyetujui pernikahan itu. Tapi, sehari sebelum pernikahan, saya malah memilih kabur," terang Elena tersenyum kecut mengenang masa lalu. Raka jadi ingat pertem
"Aku ingin bicara dengan Nasya, dan ini tidak ada urusannya dengan mu, jadi menyingkir!" perintah Chris menatap tajam Ferdi. Seujung kuku pun dia tidak gentar. Ferdi yang merasa disepelekan oleh sikap Chris, ikut memasang kuda-kuda. Kalau Chris berniat mengajaknya duel maka dia akan menyambut dengan tangan terbuka. Saat pandangan pertama melihat Nasya, Ferdi sudah jatuh cinta dan dia bersumpah akan mendapatkan gadis itu meski apapun rintangannya. Terlebih saat ini kedua belah pihak keluarga sudah menyetujui tentang perjodohan mereka meskipun dengan jelas, Ferdi tahu bahwa Nasya sedikitpun tidak menaruh hati kepadanya tapi tidak jadi soal karena dia percaya lambat laun, setelah menikah nanti, Nasya akan menerimanya sebagai suaminya. Paras cantik Nasya tentu saja membuat banyak pria jatuh hati padanya. Ferdi mengerti akan resiko itu. Salah satunya seperti Chris, tapi sekalian lagi dia menekankan tidak akan gentar sedikitpun. Jadi, untuk menyingkirkan pria seperti Chris yang ing
Elena tidak bisa menolak. Bukan hanya sekedar karena Raka akan membantu keluarganya, tapi jauh dari itu, dia juga menyimpan rasa pada Raka. Tidak dibuat-buat, mengalir begitu saja. Elena yakin, kalau Raka mampu membahagiakan dirinya. Pernikahan putra bungsu Dirga digelar di ballroom hotel dengan banyak tamu undangan dari kalangan pebisnis, publik figur, sampai semua karyawan perusahaan diundang. Banyak yang terkejut, tidak menyangka kalau atasan dan bawahan itu akhirnya dipersatukan dalam mahligai rumah tangga. "Kamu terlihat gugup," bisik Raka memandang lembut istrinya. Elena tersipu malu. Kini sudah resmi jadi suami istri, tapi rasa gugup dan deg-degan di dalam hatinya belum juga surut. Ada kalanya Elena mencubit tangannya, demi memastikan kalau dia sedang tidak bermimpi. Raka putra Dirgantara kini sudah jadi suaminya. "Sedikit," jawabnya pelan, hanya sekali mengangkat kepala lalu kembali menunduk tak tahan dengan tatapan mesra Raka. Raka menarik tangan Elena, menyelipkan j
"Bagaimana permintaan papi?" Dirga sudah muncul dan duduk di samping Raka yang tengah duduk di teras rumah menikmati kesunyian berteman secangkir kopi. Ayahnya kembali mendesak, tidak mungkin terus menghindar. Tapi, kalau dituruti juga dia tidak punya kandidat. Puas pacaran selama kuliah, menjadi sosok badboy, membuat Raka tidak lagi minat pada pernikahan. Ambisinya sudah terikat dengan urusan kantor. Ada kalanya dia menerima tawaran dari beberapa temannya untuk kumpul di sebuah bar, minum dan menikmati dunia malam. "Hei, kau dengar tidak? Diajak ngobrol kok, malah diam?" "Dengar, Pi. Tapi untuk saat ini aku masih belum ada jawaban untuk pertanyaan papi." Lebih baik pembicaraan ini langsung diputus, jangan lagi ada perpanjangan. "Kalau begitu kamu menerima putusan dari papi. Biar papi jodohkan pada anak teman papi aja," sambar Dirga tidak memberi celah. Terlalu lama bersabar dengan putra bungsunya ini, kalau tidak gerak cepat, bisa-bisa, dia tidak jadi menikah. "Jangan
"Wajah kamu kenapa?" Raka memiringkan kepala, mencoba melihat lebih jelas ke arah pipi Elena yang dia temui pagi ini di lift. "Gak papa, Pak," jawabnya singkat. Rambut panjangnya dibiarkan menutup pipi sebelah kanan, agar memar bekas tampar ibu tirinya tidak terlihat. Kalau bukan karena demi ayahnya, dia pasti sudah kabur lagi dari rumah.Elena mengutuk keberadaan ibu tirinya ada dalam hidup mereka, bukan memberi kebanggaan bagi ayahnya, justru derita. Elena harus menerima kekejaman dan penyiksaan ibu tirinya karena sudah menolak pernikahan dengan Edgar. Mau bagaimana lagi, dia tidak menyukai pria yang sombong dan sok berkuasa itu. Kalau dari hikayat Edgar yang dia dengar dari orang tuanya, harusnya pria yatim piatu itu berbudi pekerti dan bersikap baik, bukan justru sebaliknya. Dia juga tidak merasa perlu dinikahi Edgar karena permintaan terakhir Jason. Bahkan dengan Jason sendiri pun dia belum terlalu yakin, semua ini juga karena keluarganya yang memaksa dia harus menikah deng
Rasa penasaran Nasya menggerogoti pikirannya hingga tidak bisa tidur malam itu. Tidak sabar menunggu datangnya pagi agar dia bisa mencari Chris. Jelas kalau suara wanita yang dia dengar tadi milik Helen. Pertanyaan, mengapa malam selarut itu Chris ada bersama Helen? Memikirkan banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi, membuat Nasya tak kuasa menahan air matanya. Apakah dia akan kehilangan Chris lagi? Apakah hati pria itu sudah berubah, kembali pada Helen? Segala tanya dia simpan hingga esok. Penantian Nasya berakhir. Langit sudah terang, begitu cerah, tapi tetap saja tidak bisa menghilangkan cemas di hatinya. "Pagi sekali, mau kemana?" tanya Anisa mendapati Nasya di anak tangga terakhir. Dia sudah bersiap, terlihat cantik meski kantong mata tetap menunjukkan kebenaran kalau dia semalaman tidak tidur. "Mau mencari Chris!" jawabnya tegas. Dia tidak perlu melirik ke arah Dirga yang saat itu juga ada mendengar obrolan mereka, karena dia yakin kalau ayahnya pasti saat ini tengah
Helen tidak tahu bagaimana lagi menyembunyikan wajah malunya. Di tengah semua tatapan menghakimi orang di kafe itu, dia mencoba untuk tetap bisa berdiri. Kalaupun mau mundur lagi, sudah kepalang tanggung. "Bagaimana, Bu, kita tetap melanjutkan tujuan kita kemari?" teguran dari petugas menyadarkan dirinya. Dengan ragu, Helen mengangguk. Dia akan terus berjuang, menggunakan kesempatan terakhirnya. Siang itu, Nasya membuat sedang ada di ruangannya. Kristal ikut bersamanya ke kafe dan sedang mencoba membujuk putrinya itu untuk tidur siang, jadi huru-hara di luar sana tidak sampai ke telinganya. Namun, begitu mendapati pintu ruang kerjanya didobrak, Nasya mengalihkan pandangannya. "Bapak ada kepentingan apa masuk ke mari?" tanya Nasya sewot, pasalnya menidurkan Kristal, dia harus ikut berbaring dan gaunnya sedikit tersingkap menunjukkan paha mulusnya. "Itu orangnya, Pak, tangkap saja!" seru Helen yang ternyata sudah ada di belakang petugas. Secara paksa, petugas menyeret Nas
Acara pernikahan itu pada akhirnya batal. Keluarga Ferdi tetap tidak terima. Mereka menuntut keluarga Nasya dengan tuduhan penjebakan. Namun, Dirga sudah tidak mau mendengar apapun penjelasan keluarga Ferdi, disaat itu juga diminta untuk membatalkan pernikahan itu. Sekarang, setelah semua orang pamit pulang dengan tanda tanya besar dalam hati mereka, kini semua anggota keluarga duduk di saling berhadapan. Rapat keluarga dimulai. Dirga duduk berdampingan dengan Anisa, mengamati Chris dan Nasya yang duduk tepat di depan mereka. Di sisi lainnya ada Raka, dan pasangan suami istri, Radit dan Airin. "Jelaskan!" perintah Dirga, menatap lekat pada wajah Chris. Matanya memicing, tanda tidak suka karena Chris menggenggam tangan Nasya dengan erat. Mengapa putrinya bisa bersama Chris sementara waktu itu, pria yang disebut bernama Andrew ini justru diusir Nasya. "Papi," Nasya mulai angkat bicara. Dia ingin menjadi tameng bagi Chris atas interogasi ayahnya. Tatapan Dirga pada suaminya s
Nasya tidak perduli kalau air matanya akan menghancurkan hasil karya-karyas pengantin yang sudah lebih 2 jam memoles wajahnya tadi. Meski mencoba untuk menahan air matanya tetap saja turun setelah mendengar semua cerita Chris. "Jangan menangis lagi, aku minta maaf karena sudah membuatmu menderita dan menungguku terlalu lama," bisik Chris sembari terus mengusap punggung Nasya yang menangis dalam pelukannya. Tuhan begitu sayang kepadanya, di saat dia akan terperangkap dalam jebakan Ferdi, keajaiban datang dan membuatnya mengetahui sifat busuk pria itu dan kini kebahagiaan nya disempurnakan lagi oleh berita yang baru dia dengar dari Chris. "Sayang, jangan menangis lagi, aku semakin bersalah," bujuk Chris lembut. Nasya tidak terima, dia memukul dada bidang Chris, kesal, tapi juga sangat bahagia. Kesal karena harus melalui penderitaan yang panjang berpisah dengan pria itu, tapi senang karena mengetahui kalau suaminya belum meninggal dan dia kini bersamanya. "Ini seperti mimpi. Aku t
Lily batal tinggal di rumah orang tua Nasya. Dia menempatkan wanita itu di rumahnya bersama Bi Sumi yang selama ini mengurus rumah mereka yang sudah lama ditinggalkan setelah kepergian Chris. Ingin sekali rasanya menolak, takut merepotkan Nasya dan keluarganya, tapi Nasya tetap bersikeras meminta wanita itu tetap tinggal di rumahnya. Setelah selesai mengamankan Bu Lily, Nasya dan Airin meneruskan rencana mereka ke toko perhiasan, mengambil perhiasan milik Anisa. Sesaat Nasya berangkat mencari Lily, ibundanya menghubungi meminta anaknya singgah ke toko perhiasan. "Tunggu, itu bukannya-" Airin menghentikan ucapannya dan menarik tangan Nasya untuk mundur. Mata Nasya mengikuti telunjuk Airin. Benar, dia mengenal pria yang sedang memeluk pinggang wanita bertubuh sedikit berisi. "Itu mas Ferdi!" desisnya tidak percaya. Pria yang akan berubah status menjadi suaminya besok justru jalan berduaan dengan wanita lain. Jangan bilang wanita itu saudara, sepupu atau kerabat, tidak ada hubungan
Kejadian di salon itu menorehkan luka sekaligus trauma yang cukup besar. Kalau bukan Radit datang menjemput mereka, Nasya tidak akan berani keluar dari salon itu. Imbasnya, saat Ferdi menyarankan mempercepat pernikahan mereka, Nasya manut saja. Dia menyerahkan semua urusan pernikahannya yang kali ketiga ini pada Anisa dan ibu Ferdi, sementara dia hanya mengurung diri di kamar menangisi takdirnya. "Nay, kamu mau kemana? Gak baik keluar rumah lagi. Besok kamu menikah, sebaiknya jangan pergi," tegur Anisa yang mendapati putrinya itu sudah rapi dan bersiap pergi. "Sebentar aja, Mi. Cuma mau bertemu seseorang," balas Nasya. Baru saja dia mendapatkan pesan dari Airin. Orang suruhannya berhasil menemukan alamat Lily dan sekarang dia ingin mengunjungi wanita itu hanya sekedar ingin memastikan kalau Lily baik-baik saja. "Gak boleh! Nanti mami dimarahi papi kamu." "Mi, please." Nasya menyatukan telapak tangan di depan dada. Suaranya diusahakan pelan agar Kristal yang sedang tidur siang tid