“Emmely Isla.”Emmy menoleh pada seorang pria yang jauh lebih besar dengan otot-otot padat dilengannya. Bahkan hanya melihatnya saja Emmy tahu kalau tubuh pria itu dipenuhi kekuatan yang luar biasa.“Ka-kamu tahu namaku?” Emmy bergidik ngeri.Pria itu sudah menyelidiki Emmy. Dia tahu Emmy tinggal di mana, bekerja di mana, bahkan jam pulang kerja gadis itu pun diketahuinya. Namun keluarga Achilles bukanlah sosok yang mudah dilawan. Dinasti bisnis yang luas serta kelihaian seorang Keenan Achilles bukan lagi rahasia di kalangan para mafia.Walau tak terikat dengan organisasi mana pun dan tidak memiliki organisasi sendiri, Keenan cukup disegani dan ditakuti.“Adik tiri Isloisa Matilda, bukan? Ibu dan kakakmu berhutang banyak padaku. Dan mereka mengatakan semua uang ada padamu.”Emmy mengernyit, dia langsung menggeleng. “Tidak,” katanya cepat. “Aku tidak ada hubungannya dengan keluarga Matilda.”Si pria itu mengernyit. “Katakan sekali lagi.”Emmy memegang tasnya semakin erat, kemudian bers
Meski sudah mati-matian berusaha, nyatanya Emmy tidak bisa mengusir pikirannya dari kedatangan para preman penagih hutang itu. Dia berpikir, kenapa mereka bisa berhutang? Bukankah semua uang ayahnya ada pada keduanya? Apa yang mereka lakukan sehingga berhubungan dengan para manusia seperti itu?Lalu dia memikirkan Keenan. Apakah Keenan tahu Isa terlilit hutang? Bagaimana kalau keduanya kembali memanfaatkan kekayaan Keenan untuk menutupi hutang dengan alibi penyelamat masa lalu? Walau Emmy membenci Keenan, tapi nyatanya dia pun tidak rela jika Isa menipu pria itu.Lebih tepatnya, Emmy tidak rela uang keluarga Achilles keluar sepeser pun demi menutupi hutang-hutang Isa.Dua kejadian itu berkejaran dalam benaknya, berputar-putar tanpa henti. Berusaha mengenyahkan pikirannya sendiri, Emmy memasang earphone dan memutar musik. Setidaknya ketika dia mendengar musik, otaknya bisa rileks dan seharusnya masalah itu tak menghuni otaknya lagi.Tiba-tiba bus mendadak mengerem. Emmy bahkan harus me
“Bos.”Seorang pria lain masuk ke ruangan itu. Dia membawa sebuah tab, menunjukkannya pada si pria besar dan wajah pria itu langsung berubah. Dia menyambar tab itu, berdiri dan berjalan ke arah Emmy.Mendadak kaki Emmy lunglai, seluruh sistem sarafnya memerintahkan untuk segera kabur dari sana. Tapi bagaimana caranya? Tangannya di ikat dan kedua pria yang menculiknya masih berjaga di kedua sisinya.“Well, kamu memang cukup pandai.” Pria besar itu tersenyum, dia terlihat jauh lebih mengerikan. “Sebelumnya, kenalkan, namaku Enzo Martinez. Kamu boleh memanggilku Enzo.”Untuk apa perkenalan ini? Apakah dalam situasi ini nama masih sangat penting?“Seharusnya kita duduk sambil minum kopi karena pembahasan kita sepertinya akan panjang.”Pembahasan apa lagi? Tak ada yang harus dibahas dalam masalah ini. Emmy tak salah, dia memang tidak menerima apapun dan tidak tahu kenapa bisa ada bukti transaksi seperti itu. Dan apa yang ditunjukkan pria tadi pada Enzo? Kenapa mendadak Enzo berubah ramah?
Isa langsung memungut ponselnya sebelum berdiri dan berlari mendekap Keenan. Di depan wajah Emmy, keduanya berpelukan dan Isa menangis di pelukan Keenan. Isakan tangis itu memang terdengar sungguh-sungguh, tapi Emmy tetap saja sakit hati.Emmy masih berlutut di lantai, kedua tangannya di ikat dan bak melihat drama yang sengaja dipertontonkan padanya, dia melihat semuanya dari sana. Sungguh, adegan itu malah lebih menyakitkan daripada penculikan yang dialaminya.Secara tidak langsung Keenan menunjukkan pada semua orang kalau dia tidak berharga. Dia tidak penting dalam keluarganya, dan tidak akan peduli apakah kelak para penculik itu akan menyakitinya atau tidak.Bahkan Enzo sendiri terperangah dengan apa yang dilihatnya. Dia tidak menyangka kalau semua berita yang dibacanya adalah fakta. Orang-orang kaya memang memiliki seribu ide dan alasan untuk menutupi kebenaran dalam kehidupan nyata mereka.“Well, aku cukup terkejut.” Enzo memelintir jenggotnya yang tumbuh lebat. “Tidak ku sangka
Tawa Enzo yang mengerikan bergema dalam ruangan. Emmy terus berlari pada pintu ke empat, namun hasilnya masih sama. Tiba-tiba seluruh ruangan itu menjadi gelap gulita ketika Enzo sengaja memandamkan listrik.Kini kepekatan malam harus bersekutu dengan dirinya. Emmy meraba-raba, mundur sambil berpegangan di dinding. Dia ingat masih ada sisa satu buah pintu lagi dan begitu tangannya menemukan handel, dia memutarnya sekuat tenaga.Bunyi decitan terdengar seiring dengan terbukanya pintu itu dan Emmy buru-buru keluar. Dia berada dalam ruangan yang lebih kecil, terhubung langsung ke luar. Emmy berpikir kalau dia harus mencari tempat persembunyian jadi dia berjalan mendekati jendela.Dia menggeser jendela kaca itu dengan paksa, dan dia hanya bisa melihat semak belukar dari atas lantai empat yang sangat tinggi. Dia tidak bisa sembunyi di sana. Dia akan jatuh dan mati. Jantungnya berdebar sangat kencang sehingga Emmy yakin Enzo bisa mendengarnya dari ruangan di sebelahnya.“Di mana kamu, gadis
“Siapa itu?” Enzo berteriak kesal.Dia berdiri, mengusap bibirnya yang dipenuhi liur dan mendadak mematung. Emmy masih tergeletak di lantai dan menangis histeris sambil kembali merapikan pakaian yang sudah sempat dikoyak oleh Enzo.Pria itu semakin mendekat dan Enzo mendadak merasakan moncong senapan menempel di kepalanya. Tidak tahu apakah Emmy harus bersyukur atau tidak ketika dia mendongak dan mendapati seorang pria berdiri di sana, sedang mengacungkan senjata ke kepala Enzo.Dia bertanya-tanya dalam hati apakah pria itu bagian dari bala bantuan atau tidak, tapi kemudian Emmy ingat tidak ada yang tahu keberadaannya di sana. Benaknya tergoda memikirkan Keenan. Apakah Keenan yang menyuruh pria ini datang?“Tu-Tuan Boujee?”Suara gugup Enzo benar-benar menunjukkan ketakutan yang amat dalam. Wajah Enzo yang tadinya sangar berubah memohon dengan sangat untuk nyawanya. Pria yang berdiri di sana, Josiah ‘Boujee’ Miller, menatapnya dengan tajam.Boujee, Boujee. Di mana aku pernah mendengar
“Kamu akan pulang?” tanya Josiah, mengalihkan pembicaraan mereka.Pulang? Ke mana aku akan pulang? Adakah rumah yang benar-benar ‘rumah’ bagiku saat ini?“Atau kamu ingin menginap di hotel? Aku bisa mencarikannya,” kata Josiah lagi.Itu tawaran menarik, seandainya dia belum menikah. Sekarang, dia sudah terikat pada keluarga Achilles. Walau Keenan mungkin tidak memperlakukan Emmy dengan baik, keberadaan Granny dan mertuanya tidak bisa membuat Emmy meninggalkan keluarga itu begitu saja.Granny dan kedua mertuanya banyak membela Emmy. Mereka berdiri di pihak Emmy, menentang seribu alasan konyol Keenan ketika dia hendak merisak Emmy. Jadi, jika sekarang dia ke hotel, apakah itu wajar?“Kamu takut?” Josiah lagi-lagi bertanya.Emmy menggumam pelan. “Tidak,” sahutnya.“Bahkan ketika Keenan meninggalkanmu di sini untuk Enzo, kamu masih berpikir untuk kembali ke kediaman keluarga itu. Cukup mengesankan.” Josiah tersenyum.“Atau bodoh.” Emmy menuduh dirinya sendiri lagi. “Jelas sekali Keenan me
“Kamu yakin Emmy di sana?”Dalam bayang-bayang tekanan dari Lily, Axel menekan pedal untuk memacu laju kendaraannya. Lily hendak menemui Emmy di kediaman Barat, namun Emmy tak ada di sana. Dia sudah menunggu berjam-jam namun Emmy tak kunjung kembali.Sebelumnya, karena selalu mengkhawatirkan keadaan Emmy, Lily diam-diam menaruh alat pelacak di ponsel Emmy yang bisa diaktifkan dari ponselnya. Karena merasa seharusnya Emmy dalam masalah, Lily mengaktifkannya dan dia begitu terkejut mendapati Emmy sangat jauh darinya.Ketika dia hendak menyusul, Axel secara bersamaan muncul untuk menemui Emmy. Karena keduanya sama-sama memiliki kepentingan bertemu Emmy, Lily pun memutuskan untuk mengajak Axel ikut serta.“Aku sangat yakin,” kata Lily.“Tapi jalanannya semakin sepi dan dipenuhi semak belukar serta hutan.”Lily tidak akan salah. Semua perlakuan tidak adil yang diterima Emmy sudah membuat instingnya semakin tajam. Lily tahu Emmy dalam kesulitan dan dia harus membantunya.*Leo tidak bisa me