Share

Bab 31

Penulis: Dyah Ayu Prabandari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Berhenti di sini saja, Mas."

Aku turun sedikit jauh dari rumah Cindy. Berjalan perlahan sembari menenteng dua kantung plastik berwarna hitam. Telinga ku tajamkan agar bisa mendengar apa yang ibu-ibu kompleks bicarakan di depan rumah sahabatku. Namun tetap saja tak bisa mendengar apa yang mereka perdebatan. Hanya tatapan garang dari ibu-ibu.

"Itu dia Yasmin!" teriak wanita berdaster biru muda. Seketika semua mata tertuju padaku. Mereka seperti singa kelaparan yang siap menerkamku.

"Sini kamu!" Teriak wanita dengan rambut sebahu. Tangannya disilangkan di dada dengan mata melotot ke arahku.

Ya ampun, ini belum malam tapi para setan sudah keluar dari sarangnya.

"Ada apa ini, Cin?" Ku senggol pundak Cindy. Namun dia justru mengangkat bahunya.

"Orangnya sudah datang, aku masuk dulu." Cindy berjalan masuk ke rumah. Namun seorang ibu menarik lengannya hingga akhirnya dia kembali berdiri di halaman rumah.

"Ada apa ini?" tanyaku penasaran.

Semua mata tertuju padaku,menatapku dengan penuh keben
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 32

    Brian duduk di kursi tepat di samping ruang IGD. Menunggu Yasmin dengan perasaan tak menentu. Entah bahagia atau pun kasihan. Perasaan itu seolah melebur menjadi satu. Hingga ia tak tahu harus bagaimana. Sebenarnya di hati Brian mulai tumbuh rasa tertarik kepada wanita simpanan ayahnya. Bukan karena cantik. Namun Yasmin seolah memiliki pesona tersendiri. "Sedang menunggu siapa, Mas?" tanya seorang lelaki yang tiba-tiba duduk di sampingnya. "Teman, Pak," jawab Brian lalu keduanya saling diam. Suster masuk dan keluar silih berganti. Banyaknya pasien di Instalasi Gawat Darurat membuat para suster dan dokter keteteran. Pintu ruang IGD dibuka perlahan dari dalam. Seorang suster berpakaian serba putih keluar. Netranya menoleh ke kanan dan kiri. Rupanya dia tengah mencari anggota keluarga salah satu pasien yang ada di dalam. "Keluarga pasien atas nama Yasmin?" ucapnya sedikit keras dengan mata menoleh ke sana ke mari. Brian segera berdiri, berjalan membungkuk saat melewati lela

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 33

    Yasmin tersenyum datar, ia sama sekali tidak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Baginya cinta tumbuh karena terbiasa bersama. Sama seperti yang ia rasakan terhadap Bagaskara. Rasa nyaman dan harta melimpah membuatnya jatuh hati pada ayah Brian. "Jangan terlalu berharap, aku memiliki kekasih," ujar Yasmin lembut. "Ya, kekasihmu adalah ayah kandungku." Brian berkata tapi hanya di dalam hati. Selanjutnya semua diam, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya kendaraan roda empat milik Brian berhenti tepat di depan kontrakan Cindy. "Terima kasih, Rian." Brian mengangguk lalu melajukan mobil meninggalkan Yasmin yang berdiri seraya melambaikan tangan ke arahnya. "Apa Yasmin benar-benar mencintai papi? Bukan sekedar menginginkan harganya saja, " batin Brian bertanya-tanya. Yasmin berjalan pelan menuju teras. Netranya awas melihat sekeliling. Halaman sudah bersih dan pot yang sempat berciuman dengan kepalanya juga sudah tidak ada. Bahkan koper yang sempat

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 34

    "Maaf, Bu. Saya terlambat." "Kamu!" Seorang lelaki menatap Yasmin hingga tak berkedip. Bukan karena hijab yang ia kenakan sedikit miring. Namun karena kecantikan Yasmin semakin terpancar saat mengenakan hijab. "Farel." "Yasmin." Mereka saling sapa walau masih terkejut. Ada rasa tak percaya bisa bertemu lagi di sini. "Kalian sudah kenal?" tanya Hazna penasaran. Yasmin dan Farel saling lirik tapi belum juga ada yang menjawab pertanyaan Hanza. "Farel, kamu kenal Yasmin?" tanya sang kakak dengan sorot mata penuh tanda tanya. Hazna merupakan kakak kandung Farel. Tempat itu adalah salah satu restoran Hazna. Masih ada lima cabang lain di Jakarta. Dan lima cabang di luar Jakarta. "Dia teman saya, Mbak." Hazna mengangguk meski dalam hati masih bertanya-tanya. Selama ini Hazna mengenal hampir semua teman Farel. Entah itu laki-laki mau pun perempuan. Dan Yasmin bukan termasuk teman dekatnya. Teman perempuan Farel kebanyakan berhijab, sedang Yasmin kebalikannya. Pakaian yang ia k

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 35

    "Yasmin bisa ikut saya sebentar!" ucap Farel mampu mencuri perhatian para karyawan yang berada di sana. Yasmin mengangguk lalu berjalan mengekor Farel. Semua mata menatap tak suka ke arah dua orang berbeda jenis itu. "Yasmin!" teriak Nikita membuat langkah Yasmin dan Farel berhenti. "Ada apa?" tanya Yasmin seraya membalikkan badan. Dia tahan emosi yang makin memuncak. Tiga hari diperlakukan tidak baik membuatnya semakin benci dengan Nikita. "Aku kerjakan tugas kamu. Jangan diulang lagi ya," ucap Nikita lembut. Dia berusaha mencari perhatian Farel dengan menjelek-jelekan Yasmin. Dia ingin menampakkan kesalahan Yasmin di hadapan adik sangat atasan. "Apa? Itu bukan tugas aku ya!" pekik Yasmin seraya mengepalkan tangan di udara. Dadanya naik turun. Berkali-kali dibully Nikita membuat kesabaran di ujung batas. Semut saja mengigit saat terinjak, apa lagi manusia seperti Yasmin. "Sudah, ayo!" Farel segera menarik paksa tangan Yasmin. Dia tidak ingin ada pertengkaran di antara kar

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 36

    "Ini pesanannya," ucapku seraya meletakkan empat mangkuk sop iga di atas meja. "Terima ka... Yasmin!" DEG Suara seorang wanita yang sangat kubenci. Aku bahkan berharap dia lenyap dari muka bumi ini. Agar aku bisa bersama Om Bagas tanpa ada parasit dalam hubungan kami. Sayang dalam peperangan akulah yang kalah. Om Bagas memilih bersama Sandra. Meski hati tak rela, tapi aku bisa apa? Berjuang? Entahlah, aku sendiri ragu dengan kata itu. Aku hembuskan nafas perlahan, mengatur rasa yang tak bisa kujabarkan. Marah, benci, kecewa, dan malu. Semua melebur menjadi satu. "Yasmin, kamu Yasmin kan? Wanita mur*han yang ingin merebut suamiku. Tapi sayang tidak bisa," ucap Sandra dengan pongahnya. Aku diam, mengatur emosi yang siap meledak. Ku kepalkan tangan kanan di samping. Rasanya ingin ku layangkan tangan ini hingga mengenai wajah Sandra. Namun lagi-lagi aku urungkan niat itu. Bukan karena takut dipecat tapi takut masuk ke hotel prodeo. "Saya permisi. Silakan menikmati pesanannya.

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 37

    "Lho, kok tidak sakit?" gumamku lirih. "Jelas tidak sakit, Mbak. Saya yang sakit." Terdengar suara lelaki meringis kesakitan. Astaga! Pantas saja tidak sakit. Aku jatuh di tubuh seorang pria. Segera aku bangun. "Rian!" ucapku kalau melihat pria di hadapanku. "Bila, kamu Nabila kan?" Rian menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mungkin dia terkejut melihatku berpenampilan seperti ini. Nabila yang ia kenal berpenampilan wah. Kini memakai seragam pelayan restoran. Pasti Rian tertawa terbahak-bahak. "Kamu kerja di restoran itu?" "Tadi iya, sekarang tidak tahu.Aku duluan ya!" Rian diam tapi matanya menatapku hingga tak berkedip. Mendadak aku menjadi salah tingkah. Jujur saja penampilan saat ini membuatku merasa tidak nyaman. Aku seperti bukan diriku sendiri. Aku kembali tersadar saat suara Sandra terdengar dari sini. Dia pasti ingin mempermalukan aku lagi. "Aku duluan!" Aku kembali berjalan meninggalkan Rian yang masih berdiri di tempat yang sama. Aku sudah berad

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 38

    Beberapa pesan masuk di aplikasi hijau milik Brian. Lelaki itu masih diam enggan membaca apa lagi membalasnya. Dia yakin itu pesan dari Sandra yang menanyakan keberadaannya. Kriiingg.... Ponsel Brian berbunyi nyaring. Alunan lagu pop terdengar kala Sandra menghubunginya. Sesaat Brian bimbang, diangkat atau dibiarkan hingga akhirnya mati sendiri. Namun dengan ragu ia menggeser gambar telepon ke atas. "Kamu di mana? Mami menunggu sampai sopnya dingin!" ujar Sandra tanpa mengucap salam terlebih dahulu. Kebiasaan Sandra selalu begitu. Urung mengucapkan salam saat ingin memastikan sesuatu. Seperti saat ini. Di restoran milik Hazna, Sandra dan Bagas masih duduk sembari menikmati sop buntut yang mereka pesan. Andre sendiri memilih tak datang karena masih muak dengan perbuatan kedua orang tua mereka. Putra kedua Sandra kian tertutup. Apa lagi di depan kedua orang tuanya. Namun Sandra tak juga mengetahui perubahan sikap sangat putra. Hati dan pikirannya sudah disibukkan dengan Bagaska

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 39

    Yasmin sudah siap dengan baju kerjanya. Tangannya masih sibuk merapikan hijab yang sebenarnya sudah rapi. Rasa takut yang membuatnya kian merasa bingung. Ingin kembali bekerja tapi malu dengan semua karyawan restoran apa lagi Hazna. Namun jika keluar, dia ragu akan segera mendapatkan pekerjaan. Di tambah dia hanya lulusan SMA. "Belum berangkat kerja?" Suara Cindy memecahkan lamunannya. Yasmin menoleh ke arah Cindy pelan. Sahabatnya itu tengah berdiri dengan punggung menempel di pintu. Matanya menatap Yasmin lalu menggelengkan kepala. Cindy sangat tidak menyukai seragam kerja Yasmin. Memalukan dan kampungan. Dua kata itu yang selalu ia ucapkan saat mengomentari penampilan Yasmin. "Sudahlah, Yas, ganti saja pekerjaanmu itu. Apa kamu tak malu berpenampilan seperti orang alim tapi kelakuan malu-maluin!" sindir Cindy sambil menarik ujung bibirnya. Mencibir. Sebenarnya Cindy ingin menggoyahkan pendirian Yasmin agar mau ikut bersamanya ke dunia malam. Wanita berpakaian ketat itu yak

Bab terbaru

  • Sisi Lain Pelakor   Restu Mama

    "Mbak Hazna gak salah ngomong?""Apa wajahku terlihat bercanda? Sejak kapan aku ngawur saat membahas masalah penting ini?"Mulutku kembali bungkam. Perkataan kakaku tak bisa diganggu gugat. Aku tahu betul, dia tak pernah main-main jika membahas masalah pernikahan. "Apa alasan Mbak Hazna menerima Yasmin?"Mbak Yasmin menghela napas. Air putih dalam gelas ia habiskan dalam sekali teguk. Kemudian tatapan tajam ia layangkan padaku. Ini masalah serius. "Itu perkataan sebelum mama masuk rumah sakit."Seketika perasaan bersalah tumbuh dan mendominasi. Keegoisanku membuat mama jatuh sakit. Anak macam apa aku ini? "Ini bukan salahmu, Rel. Kamu pantas bahagia. Mbak tahu, banyak keinginan yang terpaksa kamu tinggalkan demi mematuhi perintah papa. Sudah saatnya kamu bahagia, Farel."Setelah percakapan itu, aku segera pergi menuju apartemen Mbak Hazna. Apalagi yang akan kulakukan selain bertemu Yasmin. Baru beberapa jam tapi rindu terus membelenggu. Aku tak bisa jauh dari perempuan itu. Siulan

  • Sisi Lain Pelakor   Permintaan Hazna

    "Stop, Farel!"Seketika aku dan Yasmin menoleh ke belakang. Pintu lift yang semula tertutup kini sudah terbuka lebar. Seorang lelaki dengan jas dokter berdiri sambil menatap tajam padaku. Dokter Akbar, pemilik rumah sakit sekaligus ayah kandungku. "Ikut Papa!"Yasmin semakin mempererat genggaman tangannya saat kami keluar dari lift. Keringat dingin meluncur bebas dari kening. Wanitaku ketakutan. "Semua akan baik-baik saja, Yas."Aku pererat genggaman ini. Memberi kekuatan jika semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu di depan untuk memberinya perlindungan. Sepanjang kaki melangkah semua mata menatap ke arah kami. Lebih tepatnya ke arah Yasmin. Bisik-bisik dan ucapan tak mengenakan mewarnai langkah kami. Sesekali Yasmin mengalihkan pandangan, tangan kirinya menyeka sudut netra. Dia menangis tanpa bersuara. Pintu ruang direktur utama terbuka lebar. Papa melangkah masuk, diikuti kami di belakang. Jantungku berdetak kencang kala pintu itu tertutup rapat. Kini kami saling diam deng

  • Sisi Lain Pelakor   Kembali ke Jakarta

    "Azizah!" Mataku terbuka lebar kala melihat wanita yang berdiri di hadapan. Dia masih sama seperti saat aku menolaknya. Senyum manis penuh ketulusan dia berikan padaku, lelaki yang membencinya karena sebuah perjodohan. "Kalian?" Aku menatap Azizah dan Arman bergantian. Sebuah kecurigaan tampak jelas di netra ini. "Boleh aku duduk, Bang Farel?" tanyanya menghentikan pertanyaan yang belum sempat aku ucapkan. Sebuah anggukan kuberikan sebagai jawaban saat mulut tak sanggup mengeluarkan kata. Azizah pun tersenyum, lalu menarik kursi dan duduk di antara kami. Sungguh keadaan ini membuatku tak nyaman, aku ingin pergi dan menghilang dari sini. "Kenapa kamu tahu aku ada di sini, Za?""Dia tahu dariku, Rel."Aku menghela napas kasar, mengeluarkan rasa kesal yang sempat memenuhi rongga dada. Aku sudah menduga, kedatangan Azizah pasti ada hubungannya dengan Arman. Apa ini rencana Arman untuk memisahkan aku dan Yasmin? "Amara alasan kamu melakukan ini?" Aku tatap tajam lelaki yang masih be

  • Sisi Lain Pelakor   Perempuan yang Bersama Arman

    Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku membenci keadaan ini. Kenapa selalu berada di situasi seperti ini? "Maaf, Bu Zazkia. Saya akan segera menikah."Wajah yang semula antusias mendadak berubah masam. Senyum yang tadi hadir sirna dalam sekejap mata. Dia kecewa. "Oh, menikah? Maaf, saya tidak tahu jika kamu sudah memiliki calon istri, Rel. Saya hanya ingin mengungkapkan perasaan ini. Maaf jika lancang dan membuatmu tak nyaman."Seulas senyum keterpaksaan nampak di wajahnya. Dia pura-pura tersenyum meski hati tersiksa. Lagi-lagi dunia penuh dengan drama dan sandiwara. Namun beruntung karena dia tak memaksaku untuk mengatakan iya. "Tak apa, Bu. Lagi pula semua orang bebas mengeluarkan pendapat, bukan? Negara ini saja mengikuti paham demokrasi, apa lagi kita yang hidup berdampingan satu dan lainnya.""Sekali lagi selamat, Rel."Aku mengangguk lalu segera berpamitan dengan wanita itu. Pergi secepat mungkin adalah pilihan yang tepat. Karena terus menerus bertemu dengan dia akan menci

  • Sisi Lain Pelakor   Ungkapan Hati Atasan

    "Kamu....""Iya aku, pelanggan yang kamu tinggal sebelum sempat memesan." Wanita itu berjalan mendekat, terdengar sepatu yang beradu dengan lantai."Dia pemilik restoran ini." Mati. Kali ini aku akan dipecat. Tamatlah riwayatku! Ternyata begitu sulit bekerja sebagai pelayanan. Salah sedikit berdampak pemecatan. "Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud mengabaikan pelanggan. Saya hanya ingin menolong pelanggan yang lain. Tolong, jangan pecat saya, Bu."Wanita itu tersenyum hingga tampak gigi kelinci. "Siapa yang mau memecat kamu, Farel?"Aku menautkan dua alis, dari mana wanita itu tahu namaku? "Saya justru berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan orang itu.""Ja-jadi saya tidak dipecat?""Jelas tidak, mana mungkin saya memecat karyawan yang rajin seperti kamu." Aku mengangguk, seulas senyum terbit dari bibir ini. "Saya heran, kenapa kamu bisa tahu jika lelaki itu tersedak? Sementara jarak meja saya dengan lelaki itu cukup jauh."Aku hanya tersenyum, tidak mungkin aku jelaskan si

  • Sisi Lain Pelakor   Bekerja di Restoran

    Aku berlari menuju kerumunan. Perasaanku semakin tak enak. Semoga saja itu bukan Yasmin. Semoga bukan dia. "Permisi!""Permisi!"Aku menelusup masuk ke kerumunan. Darah berceceran di trotoar dan jalan sekitarnya. Wanita yang lelaki itu maksud sudah terbujur kaku dengan koran sebagai penutup tubuhnya. Rambut hitam wanita itu sama persis dengan Yasmin. Jangan-jangan dia memang wanitaku. Tidak... Tidak, itu tidak boleh terjadi. Yasmin tidak boleh meninggalkan diriku. "Ya... Yasmin, kenapa kamu tinggalin aku," isakku. Perlahan kubuka koran yang menutupi wajahnya. Jantungku berdetak, rasa takut kembali hadir. Bagaimana jika ini benar-benar Yasmin? Apa yang akan kulakukan? Bisakah aku menerima kenyataan pahit ini? "Mas kenal mayat itu?" tanya seseorang menghentikan gerakan tangan ini."Dia Yasmin, kekasih saya." "Sejak kapan aku jadi kekasihmu, Rel?" Aku mendongak, Yasmin berdiri di belakang sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Perlahan aku berdiri, niat untuk membuka koran itu

  • Sisi Lain Pelakor   Meninggalkan Rumah Arman

    Aku dan Yasmin saling pandang. Kami bingung harus menjawab apa. Situasi ini di luar dugaan kami. "Tante mendengar percakapan kami?" tanyaku sedikit ragu. "Jadi kamu mantan wanita simpanan?" Tante Mayang menatap tajam mata Yasmin. "I-iya, Bu. Sebenarnya nama asli saya Yasmin bukan Amara. Saya man... mantan wanita simpanan pengusaha terkenal. Saya pernah diperkosa dan dilecehkan," ucapnya dengan suara bergetar. Tak berapa lama cairan bening berlomba-lomba turun hingga membasahi pipinya. Mengungkapkan kenyataan pahit tidaklah mudah. Tetapi Yasmin mampu meski keadaan yang menuntutnya untuk melakukan itu. "Astagfirullah ... Ya Allah." Tante Mayang mengelus dadanya. Terkejut, marah dan benci melebur menjadi satu di hatinya. "Maafkan saya, Bu. Saya tidak bermaksud berbohong. Hanya....""Kamu ingin mendapatkan Arman lalu menutupi semuanya. Bukan begitu, Amara?""Ti-tidak seperti itu, Bu. Sa-saya hanya ingin....""Maaf, Amara. Mulai hari ini kamu saya pecat. Tolong tinggalkan rumah seka

  • Sisi Lain Pelakor   Jawaban Yasmin

    "Bagaimana Amara, apa kamu menerima lamaran Bapak?" tanya Om Sugiyono. Aku tak sanggup mendengar jawaban Yasmin. Aku tidak ingin terluka untuk kesekian kalinya. Mengetahui wanita yang kita cintai bersama lelaki lain itu menyakitkan. Lebih baik aku pergi, melarikan diri dari kenyataan pahit ini. Pengecut, tapi hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. "Maaf, Om, Tante, semuanya saya masuk kamar dulu." Aku beranjak berdiri. "Kamu belum selesai makan, Rel.""Saya tidak enak badan, Tante." Terpaksa aku berbohong. "Mau aku periksa, Rel?""Gak perlu, Ar. Aman, kok. Aku hanya butuh waktu untuk istirahat."Aku melangkah pergi, meninggalkan ruang makan dengan berjuta perasaan kecewa di dalamnya. Pintu kamar kututup rapat, lalu menjatuhkan bobot di atas ranjang. Lagi wajah Yasmin dan Arman menari-nari di pelupuk mata. Seketika amarah menyeruak memenuhi rongga dada. Ini tidak baik, aku harus secepatnya pergi dari sini. Aku tidak sanggup melihat mereka bermesraan. Aku mengacak rambut, frusta

  • Sisi Lain Pelakor   Lamaran

    "Arman mau melamar siapa, Tante?" tanyaku memastikan. "Arman belum cerita sama kamu, Rel?"Aku menggeleng, pura-pura tidak tahu. Meski aku yakin nama Amara yang akan ia sebutkan. Namun aku masih berharap bukan dia, bukan wanitaku. "Amara, asisten rumah tangga kami.'JLEPJantung ini seakan berhenti berdetak. Aku sudah mengira kata Amara akan muncul dari mulut mereka. Namun sakitnya tetap saja terasa. Ya Robb, haruskah aku terluka untuk kedua kalinya? Haruskah aku mengalah untuk lelaki lain? Sakit, aku tersiksa. Bahkan hampir tidak sanggup berbicara. Kenapa harus aku yang mengalah, Ya Robb. Tidak bisakah orang lain saja? Dulu Brian sekarang Arman, apa aku tak berjodoh dengan Yasmin? Hingga selalu Engkau datangkan orang lain di kehidupannya atau mungkin hatinya. "Kok diam, Rel. Kamu kenal Amara, kan?"Aku mengangguk, susah payah kutahan air mata yang hampir terjatuh. Payah, kenapa harus menangis jika aku mengetahui kenyataan pahitnya. "Kamu pasti kaget kenapa Tante setuju mesk

DMCA.com Protection Status